Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkerasan Jalan


Perkerasan merupakan campuran antara agregat dan bahan pengikat yang
digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Agregat yang dipakai adalah batu
pecah, batu belah, batu kali ataupun hasil samping peleburan baja. Bahan ikat
yang dipakai diantaranya aspal, semen ataupun tanah liat (Andi Tenrisukki
Teriajeng 2002). Selain untuk dapat melayani atau memberikan pelayanan yang
optimum kepada lalu-lintas pada batas-batas ekonomi yang layak, perkerasan
jalan pun bertujuan untuk melayani secara aman dan nyaman pada kondisi yang
dipersyaratkan selama umur rencananya, dengan melindungi tanah dasar
(subgrade) dari pengaruh lalu lintas dan iklim serta memastikan bahwa bahan
yang digunakan tidak akan mengalami kerusakan. Berdasarkan bahan
pengikatnya, konstruksi perkerasan jalan dapat dibedakan atas tiga macam (Silvia
Sukirman. 1999), yaitu:
A. Konstruksi perkerasan lentur (Flexible pavement), yaitu perkerasan yang
menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan-lapisan perkerasannya
bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar yang telah
dipadatkan, umumnya terdiri dari tiga lapis atau lebih. Lapisan-lapisan
tersebut adalah lapisan permukaan (surface coarse), lapisan pondasi atas (base
coarse), lapisan pondasi bawah (subbase coarse), dan lapisan tanah dasar
(subgrade)
B. Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement), yaitu perkerasan yang
menggunakan semen (portland cement) sebagai bahan pengikat. Pelat
beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan diatas tanah dasar dengan
atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh
pelat beton (slab concrete).
C. Konstruksi perkerasan komposit (composite pavement), yaitu perkerasan kaku
yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur .

4
5

Pada penelitian ini jenis konstruksi perkerasan jalan yang diteliti adalah
perkerasan jenis fleksible pavement.

2.2 Aspal Porus


Affan (2006) menyebutkan campuran aspal porus merupakan campuran
beraspal panas antara agregat bergradasi terbuka dengan aspal modifikasi dengan
perbandingan tertentu. Campuran aspal porus dihampar dan dipadatkan pada
permukaan perkerasan kedap air. Air yang jatuh pada permukaan aspal porus
meresap bebas ke permukaan lapisan bawahnya, selanjutnya megalir kesamping.
Aspal porus adalah aspal yang dicampur dengan agregat tertentu yang
setelah dipadatkan mempunyai 20 % pori-pori udara. Kondisi ini dimungkinkan,
karena gradasi yang digunakan memiliki fraksi agregat kasar tidak kurang dari
85% dari volume campuran sehingga struktur yang dihasilkan lebih terbuka dan
berongga. Aspal porus digunakan sebagai lapisan aus (permukaan) (Cabrera &
Hamzah, 1996)
Aplikasi penggunaan campuran aspal porus telah dikembangkan di negara-
negara maju seperti Belanda, Spanyol, Inggris, Amerika Serikat, Australia,
Singapura dan Jepang. Di Indonesia beberapa peneliti telah melakukan penelitian
pada campuran aspal porus dengan menggunakan berbagai bahan aditif. Gambar
perkerasan aspal porus dapat dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Perkerasan Aspal Porus


6

Sumber: AAPA 1997


Gambar 2.2 Model Sistem Drainase Aspal porus

Rongga yang terdapat pada aspal porus memiliki kelebihan yaitu :


a. Aspal yang digunakan lebih sedikit
b. Air hujan dapat segera mengalir melalui rongga sehingga dapat
mengurangi terjadinya genangan air dan terjainya aquaplaning dapat
dihindari.
c. Dapat mengurangi efek percikan (splash and spray) ketika kendaraan
lewat diwaktu hujan.
d. Dapat mengurangi kebisingan akibat lalu lintas kendaraan
e. Permukaan aspal porus sangat kasar dan kesat karena didominasi oleh
agregat kasar sehingga permukaa memiliki skid resistence (tahan
geser) tinggi yang dapat mengurangi kecelakaan lalu lintas berupa
slipnya ban kendaraan diatas permukaan jalan.
7

Disamping memiliki banyak kelebihan aspal porus juga memiliki


kekurangan diantaranya :
a. Dikarenakan nilai rongga pada aspal porus tinggi menyebabkan
stabilitas aspal menjadi menurun.
b. Memiliki durabilitas yang lebih rendah sehingga umurnya lebih
pendek yaitu 7-10 tahun (Van Heystrean dan Mouraux, 1996)
c. Perlunya perawatan khusus untuk mengatasi penyumbatan pada pori
akibat debu dan kotoran.

2.3 Spesifikasi Aspal Porus


Aspal porus memiliki syarat-syarat yang dijadikan parameter layak atau
tidak campuran aspal porus tersebut digunankan. Sebagai pedoman dalam
penelitian penulis mengacu kepada spesifikasi aspal porus yang dikutip dari
Australian Ashphalt Pavement Association (AAPA) pada tahun 1997 dan tahun
2004 yang dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1 Spesifikasi Aspal Porus


Nilai
No Kriteria Perencanaan
Tahun 1997 Tahun 2004
1 Uji cantabro loss (%) < 25 < 35
2 Uji asphalt flow down (%) < 0.3 < 0.3
VIM(Void in Mineral
3 20 – 25 18 - 25
Agregat ) (%)
4 Marshall flow (mm) 2–6 2-6
5 Marshall Quotient (MQ) Maks. 400 Maks.400
6 Stabilitas Marshall (kg) ≥ 500 ≥ 500
7 Jumlah Tumbukan Perbidang 50 50
Sumber: AAPA (2004)
Pada penelitian ini mengacu kepada spesifikasi Australian Ashphalt
Pavement Association (AAPA) tahun 2004.
8

2.4 Material Campuran Aspal Porus


Material campuran aspal porus hampir sama dengan campuran aspal
konvensional. Agregat, aspal dan bahan tambahan (binder modifier) merupakan
bahan dasar dari campuran tersebut, sehingga kualitas campuran aspal porus
sangat ditentukan oleh bahan bahan tersebut.

2.4.1 Bahan pengikat


Bahan pengikat yang digunkan pada campuran perkerasan lentur adalah
aspal. Aspal didefenisikan sebagai material perekat (cementitious), bewarna hitam
atau coklat tua, dengan unsur utama bitumen, oleh karena itu bitumen seringkali
disebut pula sebagai aspal. Aspal dapat diperoleh di alam ataupun merupakan
residu dari pengilang minyak bumi.
Sukirman (2003) menyebutkan bahwa aspal adalah material yang pada
temperature ruang berbentuk padat sampai agak padat, dan bersifat termoplastis.
Banyaknya aspal dalam campuran perkerasan berkisar antara 4-10% berdasarkan
berat campuran atau 10-15% berdasarkan volume. Jenis aspal berdasarkan bahan
dasar dibagi menjadi 3 (tiga) macam yaitu :
A. Aspal Keras (asphalt cement)
Pada proses destilasi fraksi ringan yang terkandung dalam minyak bumi
dipisahkan dengan destilasi sederhana hingga menyisakan suatu residu yang
dikenal dengan nama aspal keras. Dalam proses destilasi ini, aspal keras baru
dihasilkan melalui proses destilasi hampa pada temperatur sekitar 4800C.
Temperatur ini bervariasi tergantung pada sumber minyak mentah yang
disuling atau tingkat aspal keras yang akan dihasilkan.
B. Aspal Cair (cutback asphalt)
Aspal cair dihasilkan dengan melarutkan aspal keras dengan bahan pelarut
berbasis minyak. Aspal ini dapat juga dihasilkan secara langsung dari proses
destilasi, dimana dalam proses ini fraksi minyak ringan yang terkandung
dalam minyak mentah tidak seluruhnya dikeluarkan. Berdasarkan bahan
pencair aspal cair dapat dibedakan dalam tiga macam, yaitu :
9

- Aspal cair cepat mantap (RC = rapid curing), yaitu aspal cair yang
bahan pelarutnya cepat menguap. Pelarut yang digunakan pada aspal
jenis ini biasanya bensin
- Aspal cair mantap sedang (MC = medium curing), yaitu aspal cair yang
bahan pelarutnya tidak begitu cepat menguap. Pelarut yang digunakan
pada aspal jenis ini biasanya minyak tanah.
- Aspal cair lambat mantap (SC = slow curing), yaitu aspal cair yang
bahan pelarutnya lambat menguap. Pelarut yang digunakan pada aspal
jenis ini biasanya solar.
C. Aspal emulsi (emulsified asphalt)
Aspal emulsi merupakan campuran dari aspal keras, cair, dan emulsifier.
Aspal ini digunakan dalam keadaan dingin atau pada penyemprotan dingin.

2.4.2 Aspal Modifikasi


Aspal modifikasi dibuat dengan mencampur aspal keras dengan suatu
bahan tambah. Penggunaan campuran polimer pada aspal tidak hanya
meningkatkan faktor ekonomi tetapi juga kualitas aspal yang menjadi lebih baik
dan tahan lama. Penambahan bahan adiktif jenis polimer dalam jumah kecil
kedalam aspal biasanya berkisar diantara (2% - 6%) yang terbukti dapat
meningkatkan kinerja aspal serta memperpanjang umur kekuatan/masa layan
perkerasan tersebut.
(Anonim) Polimer dapat meningkatkan daya tahan perkerasan terhadap
berbagai kerusakan, seperti deformasi permanen, retak akibat perubahan suhu,
fantigue damage, serta pemisahan/pelepasan material. Berdasarkan sifatnya, ada
dua jenis bahan polymer yang biasanya digunakan, yaitu polymer elastomer dan
polymer plastomer
A. Aspal Polymer Elastomer
SBS (Styrene Butadine Styrene), SBR (Styrene Butadine Rubber), SIS
(Styrene Isoprene Styrene) dan karet adalah jenis-jenis polymer elastomer
yang biasanya digunakan sebagai bahan pencampur aspal keras. Penambahan
polymer jenis ini dimaksudkan untuk memperbaiki sifat-sifat rheologi aspal,
10

antara lain penetrasi, kekentalan, titik lembek dan elastisitas aspal keras.
Campuran beraspal yang dibuat dengan aspal polymer elastomer akan
memiliki tingkat elastisitas yang lebih tinggi dari campuran beraspal yang
dibuat dengan aspal keras. Persentase penambahan bahan tambah (additive)
pada pembuatan aspal polymer harus ditentukan berdasarkan pengujian
laboratorium.
B. Aspal Polymer Plastomer
Seperti halnya dengan aspal polymer elastomer, penambahan bahan polymer
plastomer pada aspal keras juga dimaksudkan untuk meningkatkan sifat
rheologi baik pada aspal keras dan sifat fisik campuran beraspal. Jenis
polymer plastomer yang telah banyak digunakan antara lain adalah EVA
(Ethylene Vinyl Acetate), polypropilene dan polyethilene. Persentase
penambahan polymer ini ke dalam aspal keras juga harus ditentukan
berdasarkan pengujian laboratorium karena sampai dengan batas tertentu
penambahan ini dapat memperbaiki sifat-sifat rheologi aspal dan campuran
tetapi penambahan yang berlebihan justru akan memberikan pengaruh yang
negativ.

Pada penelitian ini jenis aspal yang digunakan adalah aspal penetrasi 60/70
yang dimodifkasi dengan substitusi Lateks (Getah Karet). Getah karet merupakan
salah satu polimer jenis elastomer. Oleh karenanya getah karet dapat dijadikan
bahan substitusi pada campuran aspal (Rizky Pradana Trisilvana). Persyaratan
aspal penetrasi 60/70 berdasarkan Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 adalah
sebagi berikut:
11

Tabel 2.2 Spesifikasi Aspal Penetrasi 60/70


Tipe II Aspal yang
Tipe I Dimodifikasi
Metoda Aspal A B
No. Jenis Pengujian
Pengujian Pen. Asbuton
60-70 yang Elastomer
Sintetis
diproses
Penetrasi pada 25˚C SNI 06-2456-
1
(0.1 mm) 1991 60-70 Min. 50 Min.40
Viskositas Dinamis SNI 06-6441- 160-
2
60˚C (Pa.s) 2000 240 240-360 320-480
Viskositas Kinematis SNI 06-6441- 385-
3
135˚C (cSt) 2000 ≥300 2000 ≤3000
4 Titik lembek (˚C ) SNI 2434-2011 ≥48 ≥53 ≥54
Daktilitas pada 25˚C ,
5
(cm) SNI 2432-2011 ≥100 ≥100 ≥100
6 Titik Nyala (˚C ) SNI 2433-2011 ≥232 ≥232 ≥232
Kelarutan dalam
7 trichloeoethhylene AASHTO T44-
(%) 03 ≥99 ≥90 ≥99
8 Berat Jenis SNI 2441-2011 ≥1.0 ≥1.0 ≥1.0
Stabilitas Peyimpanan
9 Perbedaan Titik ASTM D 5976
Lembek (˚C ) Part 6.1 ≤2.2 ≤2.2
Partikel lebih halus
10
dari 150 micron (%) Min. 95
Pengujian Residu hasil TFOT (SNI-06-2440-1991) ATAU RTFOT
(SNI-03-6835-2002):
SNI 06-2441-
11
Berat yang hilang (%) 1991 ≤0.8 ≤0.8 ≤0.8
Viskositas Dinamis SNI 03-6441-
12
60˚C (Pa.s) 2000 ≤800 ≤1200 ≤1600
Penetrasi pada 25˚C SNI 06-2441-
13
(0.1 mm) 1991 ≥54 ≥54 ≥54
Daktilitas pada 25˚C ,
14 SNI 2432-2011
(cm) ≥100 ≥50 ≥25
Keelastisan setelah AASHTO T 301-
15
Pengembalian (%) 98 ≥60
Sumber: Spesifikasi Umum 2010 (Revisi 3)
12

2.4.3 Agregat
Agregat adalah material berbutir keras dan kompak, yang termasuk
didalamnya antara lain batu bulat, batu pecah hasil pemecahan oleh stone crusher,
abu batu dan pasir. Agregat merupakan komponen utama dan memiliki peranan
yang sangat penting pada lapisan perkerasan jalan. Agregat memiliki proporsi
terbesar dalam campuran, umumnya berkisar antara 90% - 95% agregat
berdasarkan persentase berat atau 75% - 85% agregat berdasarkan volume
(Sukirman,1999).
Pemilihan jenis agregat yang sesuai untuk digunakan pada konstruksi
perkerasan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu gradasi, kekuatan, bentuk butir,
tekstur permukaan, kelekatan terhadap aspal serta kebersihan dan sifat kimia.
Jenis dan campuran agregat sangat mempengaruhi daya tahan atau stabilitas suatu
perkerasan jalan (Kerbs and Walker,1971)

2.4.4 Agregat Halus


Agregat halus adalah agregat dengan ukuran butiran lebih halus dari
saringan no. 8 atau 2.38 mm (ASTM C125-93). Agregat halus berasal dari batu
induk, agregat halus yang digunakan pada campuran harus bersih dari gumpalan
bahan bahan lain yang menggangu. Penambahan agregat halus dari hasil
pengayakan batu pecah umumnya dapat meningkatkan ketahanan terhadap
deformasi. Agregat halus berperan mengisi ruang kosong yang tidak diisi oleh
agregat kasar. Spesifikasi agregat halus berdasarkan Spesifikasi Umum
Binamarga 2010 Revisi 3 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.3 Persyaratan dan Sifat Sifat Teknis Agragat Halus
Pengujian Standar Nilai
Nilai Setara Pasir SNI 03-4428-1997 Min. 60%
Angularitas dengan Uji Kadar Rongga SNI 03-6877-2002 Min. 45
Gumpalan Lempung dan Butir Butir
SNI 03-4141-1996 Maks. 1%
Mudah Pecah Dalam Agregat
Agregat Lolos Ayakan NO.200 SNI ASTM C117: 2012 Maks.10%
Berat jenis SNI 1970:2008 Maks 0.2
Penyerapan air oleh agregat SNI 1970:2008 Maks 3%
Sumber: Spesifikasi Umum 2010 (Revisi 3)
13

2.4.5 Agregat Kasar


Agregat kasar adalah agregat dengan ukuran butiran lebih besar dari
saringan no.8 atau 2.36 mm (ASTM C125-93). Agregat kasar pada campuran
beraspal berfungsi memberikan kekuatan yang pada akhirnya mempengaruhi
stabilitas dalam campuran dengan kondisi saling mengunci (interlocking) dari
masing masing agregat. Spesifikasi agregat kasar berdasarkan Spesifikasi mum
Binamarga 2010 Revisi 3 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.4 Persyaratan dan Sifat Sifat Teknis Agragat Kasar
Pengujian Standar Nilai
Natrium Sulfat Maks. 12%
Kekentalan bentuk agregat
Magnesium SNI 3407:2008
terhadap larutan Maks. 18%
Sulfat
Campuran AC 100 putaran Maks. 6%
Abrasi Modifikasi 500 putaran Maks. 30%
dengan
Mesin Semua jenis 100 putaran SNI 2417:2008 Maks. 8%
Los campuran aspal
Angeles bergradasi 500 putaran Maks. 40%
lainnya
Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 2439:2011 MIN. 95%
Butir pecah pada agregat kasar SNI 7619:2012 95/90
ASTM D4791
Partikel Pipih dan Lonjong Maks. 10%
Pebandingan 1:5
Material Lolos Ayakan NO.200 SNI 03-4142-1996 Maks. 2%
Berat jenis SNI 1969:2008 Maks 0.2
Penyerapan air oleh agregat SNI 1969:2008 Maks 3%
Sumber: Spesifikasi Umum 2010 (Revisi 3)

2.4.6 Gradasi Agregat Campuran Aspal Porus


Gradasi agregat merupakan distribusi partikel partikel agregat berdasarkan
ukurannya yang saling mengisi dan membentuk suatu ikatan saling mengunci
(interlocking) sehingga dapat mempengaruhi stabilitas perkerasan (Bukhari,
2007). Diana (1955) mengutip dari Manal Japan Road Association menyebutkan
aspal porus sering juga disebut campuran aspal bergradasi terbuka (open graded
asphalt). Zuliansyah (2011) mengutip dari AAPA (2004) . Secara umum gradasi
dibagi menjadi tiga macam yaitu:
14

A. Gradasi rapat (Dense Graded) adalah gradasi agregat dimana terdapat butiran
dari agregat kasar sampai halus, sehingga biasa disebut gradasi menerus atau
biasa disebut gradasi bagus (well graded) hal tersebut mengakibatkan jumlah
rongga dalam mineral agregat relative sedikit. Sifat perkerasan yang
dihasilkannya adalah stabilitas tinggi , kurang kedap air, sifat drainase jelek
dan berat volume besar.
B. Gradasi senjang (Gap Graded) adalah gradasi diman ukuran agregat yang ada
tidak lengkap atau fraksi yang sangat sedikit sekali sehingga gradasi ini
disebut gradasi jelek (poorly graded)
C. Gradasi Terbuka (Open Graded) adalah gradasi agrgat dengan ukuran yang
hamper sama sehingga terdapat banyak rongga /ruang kosong antar agregat.
Gradasi ini bersifat porous atau memiliki permeabilitas yang tinggi, stabilitas
rendah dan memiliki berat isi yang kecil.

a. Gradasi terbuka b. Gradasi Menerus c. Gradasi Senjang


Gambar 2.3 Jenis Gradasi Agregat (Sukirman.1995)

Pada penelitian ini menggunakan jenis gradasi terbuka (Open Graded)


dengan ukuran gradasi agregat maksimum 10 mm seperti yang terlihat pada
tabel persyaratan gradasi agregat pada campuran aspal porus berikut:
15

Tabel 2.5 Gradasi Agregat Campuran Aspal Porus


Ukuran % Berat yang Lolos
Ayakan Agregat Maks Agregat Maks 14
(mm) 10 mm mm
19 100
13.2 100 85-100
9.5 85-100 45-70
6.7 35-70 25-45
4.75 20-45 10-25
2.36 10-20 7-15
1.18 6-14 6-12
0.6 5-10 5-10
0.3 4-8 4-8
0.15 3-7 3-7
0.075 2-5 2-5
Total 100 100
Kadar
5.0 - 6.5 4.5 - 6.0
Aspal
Sumber: AAPA (2004)

2.4.7 Lateks (Getah Karet)


Lateks merupakan getah karet yang cair dan bewarna putih dari pohon
jenis Hevea brasiliensis. Lateks pada penelitian ini digunakan sebagai additive
yang disubstitusikan kedalam aspal konvensional. Lateks merupakan salah satu
polimer organik yang memperlihatkan resiliensi (daya pegas) atau kemampuan
meregang dan kembali ke keadaan semula dengan cepat. Karet alam termasuk
salah satu polimer jenis elastomer yang ketersediannya cukup berlimpah
diindonesia karena merupakan salah satu komoditas unggulan hasil perkebunan
dalam negri. Sebagai produsen karet alam indonesia perlu membuka potensi
penggunaan karet alam baru, seperti lateks alam sebagai bahan tambahan pada
bahan pengikat aspal (Rizky Pradana Trisilvana).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Madi Hermadi (2015),
menjelaskan bahwa Lateks alam belum banyak digunakan sebagai bahan
modiikasi aspal. Namun pengkajian terhadap aspal yang dimodifikasi lateks alam
sudah dilakukan, misalnya oleh Robinson (2004). Hasil kajian robinson tersebut
16

menunjukkan bahwa penambahan lateks alam dapat meningkatkan sifat mekanik


dan struktural aspal, yaitu:
a. Meningkatkan kekerasan aspal sehingga lebih tahan terhadap rutting.
b. Menurunkan kekakuan sehingga lebih tahan terhadap retak.
c. Mengurangi kerentanan terhadap kerusakan dilapangan.

Gambar 2.4 Lateks (Getah Karet)

Getah karet yang digunakan harus memenuhi spesifikasi seperti tidak


adanya kotoran, mempunyai kadar karet kering (KKK) 50%-60% sesuai SNI-06-
2047-2002. Penambahan getah karet kedalam campuran aspal sangat efektif jika
semua partikel karet terdistribusi dengan baik di dalam aspal. Faktor lain yang
mempengaruhi efektifitas campuran adalah jenis, jumlah dan ukuran partikel
karet, besarnya temperatur dan lamanya pemanasan, interaksi antara karet dan
aspal secara kimiawi, serta jenis aspal. Karet dapat ditambahkan dalam aspal
dalam berbagai bentuk, baik dalam bentuk cair, lembaran karet maupun dengan
bubuk karet. Selama pemanasan pada temperature tinggi, sifat karet bisa menurun.
Untuk memperkecil tejadinya penurunan sifat selama percobaan suhu yang di
syaratkan adalah 150'C-160'C (Jernando et. al., 1983).

2.5 Metode Pencampuran pada Perkerasan


Silvia sukirman (2012), Untuk mendapatkan campuran lapis perkerasan
yang berkualitas baik, maka campuran antara agregat dan aspal harus merata dan
tiap butir agregat dapat terselimuti oleh selaput aspal. Ada tiga cara untk
melakukan pencampuran antara aspal dan agregat yaitu:
17

A. Campuran panas (Hot Mix)


Campuran antara agregat dan aspal sebagai bahan pengikat pada suhu tertentu
untuk mengeringkan agregat dan mendapatkan tingkat kenceran yang cukup
dari aspal, keduanya dipanaskan dulu sebelum dicampur, sehingga dalam
pencampuran akan merata. Bahan Pembentuknya dicampur pada suhu
pencampuran sekitar 140˚C.
B. Campuran dingin (Cold Mix)
Proses pencampuran yang dilakukan pada suhu rendah/ruangan. Aspal yang
digunakan dalam keadaan cair dan agregat dalam keadaan dingin (Tanpa
pemanasan). Bahan pembentuknya dicampur pada suhu ruangan sekitar 25˚C.
C. Campuran hangat (Warm Mix)
Beton aspal yang bahan pembentunya dicampur pada suhu pencampuran
sekitar 60˚C.
Dari tiga macam metode pencampuran aspal yang ada, penelitian ini
menggunakan pencampuran aspal dengan karet dengan metode pencampuran
panas (Hot Mix).

2.5.1 Karakteristik Campuran Aspal Porus


Karakteristik campuran aspal porus merupakan sifat sifat campuran dapat
diukur dengan alat marshall. Perancanaan campuran mencakup kegiatan
pemilihan dan penentuan proporsi material untuk mencampai sifat-sifat akhir dari
campuran beraspal yang diinginkan sebagai lapisan permukaan jalan raya.
Campuran aspal porus disyaratkan dapat memenuhi spesifikasi yang telah
direncanakan sehingga apabila diaplikasikan mampu melayani beban lalu lintas
dan pengaruh cuaca sampai usia layan.
Karakteristik campuran yang harus dimiliki campuran beraspal panas
adalah: stability, durability, fleksibility, kekesatan permukaan (skid resistance),
kedap air (impermeability) diganti dengan permeability (Affan). Karakteristik
yang diisyaratkan untuk campuran beraspal adalah: kepadatan (density), stabilitas
dan flow, rongga didalam campuran (voids in mixture), marshall Quotient (MQ),
dan keawetan (durability) (sofyan 2014).
18

2.5.2 Penentuan KAO


Penentuan KAO aspal porus dalam penelitian ini mengacu kepada
Australian Ashphalt Pavement Association (AAPA) dengan persyaratan jumlah
aspal yang digunakan pada gradasi maksimum agregat 10 mm yaitu 5.0%-6.5%.
Untuk menghitung nilai perkiran awal KAO (Pb) menggunakan rumus:
Pb = 0.035 (%CA) + 0.045(%FA) + 0.18(%FF) + K……..………….(2.1)
Dimana:
Pb = Kadar aspal optimum perkiraan
CA = Agregat kasar tertahan saringan no.8
FA = Agregat halus lolos saringan no.8 dan tertahan di saringan no.200.
Filler = Agregat lolos saringan no.200
K = Konstanta, nilai 0,5 untuk penyerapan agregat yang rendah dan nilai 1,0
untuk penyerapan agregat yang tinggi.

2.5.3 Penentuan Kerapatan (density)


Density merupakan kerapatan campuran setelah dipadatkan. semakin
tinggi density suau campuran menunjukkan bahwa kerapatannya semakin baik.
Nilai density dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti gradasi campuran, jenis
dan kualitas bahan penyusun, factor pemadatan baik jumlah pemadatan maupun
temperatur pemadatan. Campuran dengan nilai density tinggi akan mampu
menahan beban yang lebih besar dibanding dengan campuran yang memiliki
density rendah, karena agregat mempunyai bidang kontak yang luas sehingga
gaya gesek (Friction) antar butir agregat menjadi besar, dan juga mempengaruhi
kekedapan campuran, semakin kedap terhadap udara.
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑛𝑑𝑎 𝑢𝑗𝑖 (𝑔𝑟)
Density = ………………..…………………(2.2)
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑏𝑒𝑛𝑑𝑎 𝑢𝑗𝑖

2.5.4 Rongga dalam Agregat (VMA)


Rongga antar agregat (Void in the Mineral Agregat / VMA) adalah
banyaknya pori diantara partkel agregat pada suatu perkerasan beton aspal atau
19

volume pori dalam beton aspal jika seluruh selimut aspal ditiadakan dinyatakan
dalam persentase.
𝐺𝑚𝑏 𝑥 𝑃𝑠
VMA = 100 - ….……………………....………………..…(2.3)
𝐺𝑠𝑏

Dimana:
VMA = Rongga udara pada mineral agrgat presentase dari volume total
(%)
Gsb = Berat jenis bulk agregat (gr/cc)
Ps = Kadar agregat, persen terhadap berat total campuran,(%)
Gmb = Berat jenis campuran setelah pemadatan (gr/cc)
Jika komposisi campuran ditentukan sebagai persen berat agregat, maka VMA
dihitung dengan persaman sebagai berikut:
𝐺𝑚𝑏 100
VMA = 100 - x100+𝑃𝑏 x 100………….……………...…………(2.4)
𝐺𝑠𝑏

Dimana:
Pb = Kadar aspal, persen total campuran (%)
Gmb = Berat jenis campuran stelah pemadatan (gr/cc)
Gsb = Berat jenis bulk agregat (gr/cc)

2.5.5 Rongga Udara dalam Campuran (VIM)


Rongga udara dalam campuran (Void In The Compacted Mixture / VIM)
perkerasan beraspal terdiri atas ruang udara diantara partikel yang terselimuti
aspal. Volume rongga udara dalam campuran dapat ditentukan dengan rumus
berikut:
𝐺𝑚𝑚 𝑥 𝐺𝑚𝑏
VIM = 100 - …………………….…………………..…(2.5)
𝐺𝑚𝑚

Dimana:
VIM = Rongga udara setelah pemadatan presentase dari volume total(%)
Gmb = Berat jenis campuran setelah dipadatkan (gr/cc)
Gmb = Berat jenis campuran setelah pemadatan (gr/cc)
20

2.5.6 Rongga Terisi Aspal (VFA atau VFB)


(Voids Filled With Asphalt / VFA) adalah persentase rongga terisi aspal
pada campuran setelah proses pemadatan, yaitu jumlah dan temperatur
pemadatan, gradasi agregat dan kadar aspal. Nilai VFA berpengaruh pada sifat
kekedapan campuran terhadap air dan udara serta sifat elastisitas campuran.
Dengan kata lain VFA menentukan pula nilai stabilitas, fleksibelitas, dan
durabilitas. Semakin tinggi nilainya semakin tinggi banyak rongga dalam
campuran yang terisi aspal sehingga, kekedapan campuran terhadap air dan udara
juga semakin tinggi. Nilai VFA yang terlalu kecil akan menyebabkan campuran
kurang kedap terhadap air dan udara karena lapisan film aspal menjadi tipis dan
mudah retak . bila menerima penambahan beban sehingga perkerasan tidak tahan
lama. Untuk mencari nilai VFA Menggunakan persamaan:
𝑉𝑀𝐴 𝑥 𝑉𝐼𝑀
VFA = 100 - x % dari VMA…………………………..…(2.6)
𝑉𝑀𝐴

Dimana:
VFA = Rongga udara yang terisi aspal, persentase dari VMA (%)
VMA = Rongga udara pada mineral agrgat presentase dari volume total
(%)
VIM = Rongga udara setelah pemadatan presentase dari volume total
(%)

2.5.7 Tahanan Geser / Kekesatan (Skid Resistence)


Skid resistence adalah kemampuan lapis permukaan pada lapis perkerasan
untuk memperkecil kemungkinan terjadinya roda slip atau tergelincir pada waktu
permukaan basah. Hal ini terjadi karena pada saat terjadi kekesatan lapis
permukaan akan berkurang. Kekesatan dinyatakan dengan koefisien gesek antara
permukaan jalan dan ban kendaraan. Untuk mendapatkan ketahanan geser yang
tinggi dapat dilakukan dengan cara :
a. Penggunaan kadar aspal yang tepat sehingga tidak terjadi bleeding.
b. Penggunaan agregat dengan permukaan kasar.
c. Penggunaan agregat yang cukup.
d. Penggunaan agregat berbentuk kubikal
21

2.5.8 Stabilitas Marshall (Marshall Stability)


Stabilitas adalah kemampuan lapis perkerasan menerima beban lalu lintas
tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang (deformasi permanen),
alur ataupun bleeding (keluarnya aspal ke permukaan). Stabilitas terjadi dari hasil
geseran atntar agregat, penguncian antar partikel (interlocking) dan daya ikat yang
baik dari lapisan aspal.
Nilai stabilitas diperoleh berdasarkan nilai masing-masing yang
ditunnjukkan oleh jarum dial. Stabilitas merupakan parameter yang menunjukkan
batas maksimum beban yang dapat diterima oleh suatu campuran beraspal saat
terjadi keruntuhan yang dinyatakan dalam kilogram. Nilai stabilitas yang terlalu
tinggi akan mengasilkan perkerasan yang terlalu kaku sehingga tingkat
keawetannya berkurang.
s = (p x q x r)…………….……………………...….…….…….(2.7)
Dimana :
s = Nilai stabilitas.
p = Pembacaan jarum dial.
q = Kalibrasi alat marshall.

2.5.9 Kelelehan (Flow)


Flow adalah besarnya deformasi vertikal sampel yang terjadi mulai saat
awal pembebebanan sampai kondisi kestabilan maksimum sehingga sampel
hancur. Seperti halnya cara memperoleh nilai stabilitas, nilai flow merupakan nilai
dari masing-masing yang ditunjukkan oleh dial. Hanya saja jarum dial flow
biasanya dalam stuan 0.01mm. suatu campuran yang memiliki kelelehan yang
endah akan lebih kaku dan kecenderungan untuk mengalami retak dini pada usia
pelayanannya. Nilai flow dipengaruhi oleh kadar aspal dan viskositas aspal,
gradasi, suhu dan jumlah pemadatan. Semakin tinggi nilai flow, maka campuran
akan semakin elastis. Sedangkan nilai flow rendah, maka campuran sangat
potensial terhadap retak. Untuk mencari nilai flow dapat menggunakan persamaan
dibawah ini :
Nilai flow = Nilai pembacaan arloji pada alat marshall…………..(2.8)
22

2.5.10 Perhitungan Marshall Quotient (MQ)


Kekakuan marshall merupakan hasil bagi stabilitas dengan kelelehan
dengan satuan kg/mm. Semakin tinggi nilai MQ, maka kemungkinan akan
semakin tinggi kekakuan suatu campuran dan semakin rentan campuran tersebut
terhadap keretakan.
𝑠𝑡𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠
Marshall Quotient = ……………………………….………(2.9)
𝐹𝑙𝑜𝑤

2.5.11 Pengujian Cantabro Loss


Pengujian cantabro loss ini dimaksudkan untuk melihat ketahanan
campuran terhadap pelepasan butir, dimana benda uji hasil pemadatan dengan alat
Marshall yang telah berumur 7 hari dimasukkan ke dalam alat pengujian abrasi
Los Angeles dan diputar sebanyak 300 putaran tanpa menggunakan bola besi.
Ketahanan benda uji campuran aspal porus terhadap pelepasan butir dapat hitung
dengan persamaan :
CL= [(p1-p2)/p1 x 100…………………………………….......………(2.10)
Dimana :
CL = cantabro loss
p1 = Berat benda uji sebelum pengujian (gr).
p2 = Berat benda uji setelah pengujian (gr).

2.5.12 Pengujian Asphalt Flow Down


Pengujian asphalt flow down ini dimaksudkan untuk mengetahui kadar
aspal maksimum yang dapat tercampur homogen dengan agregat tanpa terjadinya
pemisahan aspal. Hal ini penting dilakukan agar selama pengangkutan dari AMP
(asphalt mixing plant) ke lokasi penghamparan, tidak terjadi pemisahan aspal.
Prosedur pengujian asphalt flow down yang dikutip dari Australian Asphalt
Pavement Association adalah sebagai berikut :
a. Cetakan berupa nampan dengan ukuran permukaan 20x40 cm dilapisi
dengan kertas aluminium foil atau kertas/karton, berat cetakan + kertas
tersebut ditimbang dan dicatat (m1).
23

b. Selanjutnya dibuat campuran beraspal seberat ± 1200 gr dan setelah


tercampur merata dituangkan diatas cetakan yang telah dilapisi
sebelumnya, permukaannya diratakan dan dicatat beratnya (m2).
c. Cetakan yang telah berisi campuran aspal tersebut dimasukkan ke
dalam oven dengan suhu ± 160 ˚C selama ± 60 menit.
d. Cetakan dikeluarkan dari dalam oven dan campuran beraspal tersebut
dituangkan secara cepat, kemudian berat cetakan berikut campuran
beraspal yang melekat pada aluminium foil / kertas ditimbang dan
dicatat (m3).
e. Prosedur diulangi sesuai kebutuhan.

Besarnya asphalt flow down dapat dihitung dengan persamaan :


AFD = [ (m3-m1) / (m2-m1) ] x 100………………………....………(2.11)
Dimana :
AFD = Asphalt Flow Down (%)
M1 = Berat cetakan berupa nampan dan kertas alumunium foil (gr)
M2 = Berat cetakan beserta campuran beraspal (gr)
M3 = Berat cetakan beserta campuran beraspal yang melekat pada
alumunium foil (gr).

2.6 Penelitian Sebelumnya


A. Referensi Penelitin 1
(Leni Arlia dkk, Universitas Syiah Kuala) Melakukan penelitian tentang
Karakteristik Campuran Aspal Porus dengan Substitusi Gondorukem pada Aspal
Penetrasi 60/70. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik campuran
aspal porus dengan substitusi gondorukem ke dalam aspal penetrasi 60/70.
Pembuatan benda uji untuk penentuan kadar aspal optimum (KAO) digunakan
metode Australian Asphalt pavement Association (AAPA) dengan parameter nilai
cantabro loss (CL), asphalt flow down (AFD), dan voids in mix (VIM). Gradasi
agregat yang digunakan adalah gradasi terbuka dengan kadar aspal 4,5 %; 5%;
5,5%; 6%; dan 6,5% tanpa variasi penggunaan gondorukem. Selanjutnya
24

dilakukan pengujian dan perhitungan Marshall, CL, dan AFD untuk mendapatkan
KAO. Setelah KAO diperoleh, dibuat benda uji pada KAO dan variasi ± 0,5 dari
nilai KAO dengan variasi substitusi gondorukem sebesar 2%, 4%, 6%, dan 8%.
Berdasarkan hasil penelitian KAO terbaik pada 5,56% dengan substitusi 8%
gondorukem, dimana semua parameternya telah memenuhi spesifikasi yang
disyaratkan AAPA (2004). Penambahan gondorukem berpengaruh terhadap nilai
karakteristik Marshall, CL, dan AFD, dimana meningkatkan nilai stabilitas, VIM,
CL, dan AFD seiring dengan peningkatan persentase gondorukem. Pada KAO
terbaik diperoleh nilai stabilitas sebesar 554,81 kg, nilai VIM sebesar18,04%,
nilai CL sebesar 20,66%, dan nilai AFD sebesar 0,28%. Pada penelitian ini
menggunakan gradasi agregat maksimum 14mm dan menyarankan untuk
penelitian selanjutnya menggunakan agradasi agregat maksimum 10 mm.

B. Referensi Penelitian 2
(Suci Cahya Ferdilla dkk, Universita Riau) Melakukan penelitian yang
berjudul Pengaruh Penambahan Bahan Alami lateks (Getah Karet) Terhadap
Karakteristik Beton Aspal Lapis pengikat dengan Pengujian Marshall. Variasi
penggunaan getah karet berdasarkan persentase variasi kadar aspal yang akan
ditentukan kemudian. Variasi getah karet yang akan digunakan adalah 0%; 4%;
6% dan 8% dari persentase kadar aspal. Getah karet memiliki beberapa
keunggulan, seperti daya elastis yang baik, plastisitas yang tinggi, mudah dalam
pengolahannya, harga yang ekonomis dibandingkan harga aspal, tidak mudah aus
(tidak mudah habis karena gesekan) dan tidak mudah panas. Selain itu, getah karet
alami juga memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan, tahan hentakan
yang berulang-ulang, serta daya lengket yang tinggi terhadap berbagai bahan.
Sehingga getah karet dapat menambah stabilitas pada perkerasan jalan. Dari hasil
penelitian dapat disimpulkan bahwa:
1. Penambahan getah karet sebagai pengganti sebagian aspal membuat
perubahan pada sifat-sifat dan karakteristik campuran beraspal Laston
Lapis Pengikat AC-BC diantaranya sebagai berikut:
a. Peningkatan nilai berat isi campuran beraspal pada variasi getah karet.
25

Hal ini menunjukkan pengaruh butiran halus dan getah karet yang
mengisi rongga-rongga dalam campuran sehingga campuran menjadi
semakin padat.
b. Nilai flow yang semakin meningkat seiring bertambahnya variasi getah
karet. Hal ini disebabkan oleh sifat karet yang elastis, sehingga
membuat aspal menjadi lembek.
c. Nilai Marshall Quotient yang semakin meningkat. Hal ini dikarenakan
nilai stabilitas dan flow mengalami peningkatan.
d. Nilai stabilitas menjadi lebih tinggi dibandingkan aspal tanpa getah
karet, hal ini menunjukkan bahwa getah karet dapat meningkatkan
kekuatan aspal.
e. Nilai VIM yang meningkat akibat ditambahkan nya lateks kedalam
campuran aspal. Hal ini menunjukkan bahwa rongga yang terdapat
dalam campuran semakin mengecil akibat ditambahnya lateks kedalam
campuran, sehingga menyebabkan ketahanan aspla terhadap air
meningkat dan proses oksidasi dapat dikurangi.
f. Nilai VMA yang semakin meningkat, hal ini disebabkan karena aspal
yang biasa menyelimuti agregat sebagian digantikan oleh lateks. Sifat
lateks yang lebih encer dibandingkan aspal, akan membuat lateks cepat
meresap kedalam agregat sehingga lapisan yang menyelimuti aspal
menjadi tipis yang menyebabkan rongga didalam agregat menjadi
kasar.
g. Nilai VFA yang mengalami peningkatan dan penurunan. Penurunan
nilai VFA disebabkan oleh kurang padatnya aspal karena pembuatan
aspal dilakukan secara manual dengan tenaga manusia, selain itu
penurunan nilai VFA dapat terjadi karena jumlah aspal efektif yang
mengisi rongga-rongga antar butir agregat sedikit sehingga rongga
udara besar. Sedangkan peningkatan nilai VFA menunjukkan
penambahan getah karet dapat meningkatkan rongga terisi aspal.
2. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan penambahan getah karet
optimum yang dapat digunakan dalam campuran adalah 6% dari berat
26

aspal dengan nilai KAO sebesar 5,99%. Variasi getah karet 6% memiliki
stabilitas yang paling tinggi dan nilai VIM yang paling rendah, nilai
stabilitas yang tinggi mengindikasikan tingkat kekuatan laston lapis
pengikat ACBC terhadap kemampuan dalam menerima beban. Sedangkan
nilai VIM yang rendah mengindikasikan ketahanan aspal terhadap air.
Getah karet dengan variasi 8% tidak dapat digunakan karna nilai flow
tidak memenuhi spesifikasi Umum Bina Marga 2010 Revisi 3.

C. Referensi Penelitian 3
(Riky Pradana Trisilvana dkk, Universitas Brawijaya) Melakukan
penelitian yang berjudul: Pengaruh Penambahan Bahan Alami Lateks (Getah
Karet) Terhadap Kinerja Marshall Aspal Porus. Penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan gradasi maksimum 14mm sesuai dengan Australian Asphalt
pavement Association (AAPA) dengan variasi kadar aspal 4%, 5%, 6%, dan 7%
dari berat benda uji. Dan kadar lateks 0%, 2%, 3%, 4%, 5%, dan 6% dimana kadar
lateks 0% dijadikan acuan untuk pengaruh kadar lateks terhadap campuran aspal
porus. Dengan masing masing varian dibuat 3 benda uji. Pelaksanaan penelitian
ini dilaksanakan di Laboraturium Perkerasan Jalan Raya Pendidikan Teknik Sipil
universitas Brawijaya. Tahapan Pelaksanaan meliputi pemeriksaan aspal AC
60/70, pemeriksaan agregat (agregat halus dan agregat kasar), pembuatan benda
uji campuran aspal porus dan karet lateks dan pengujian Marshall Hasil uji kinerja
karakteristik marshall yang optimum didapat pada kadar aspal 4% dan dkadar
lateks 2% dengan suhu perendaman 60°C dengan waktu perendaman selama 30
menit.
Hasil yang didapatkan dari nilai Stabilitas 616,39 kg, nilai Flow
(kelelehan) 3 mm, nilai VIM (Void In Mix) 21,5%, dan nilai Marshall Quotient
(MQ) 212,8 kg/mm. Penambahan karet lateks berpengaruh terhadap nilai
karakteristik Marshall Stabilitas, VIM, Flow dan MQ. Pengaruh suhu pada
penambahan karet lateks terhadap aspal porus menigkatkan nilai karakteristik
marshall. Pada kadar aspal 4,03% dan kadar lateks 6% mengalami peningkatan
optimum denga indeks kekuatan sisa 1,33% dan memenuhi syarat diamana tidak
27

ada pengurangan lebih dari 25% dan memenuhi untuk syarat yang diisyaratkan.
Pada penambahan bahan additif lateks dengan aspal porus pada campuran aspal
4% dan lateks 2% mendapatkan nilai optimasi untuk nilai stabilitas yaitu 616,39
kg. Nilai optimasi ditentukan dari tinggi nilai stabilitas dengan kadar campuran
aspal dan lateks terendah.

Anda mungkin juga menyukai