Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

KETENAGAAN DALAM MANAJEMEN KEPERAWATAN

KELOMPOK 4
MERCY TENDAGE
NENDA Y. TANGKUMAN
RIBKA KAIDUN (16061068)
ANGRAINI LOMBOGIA
ANGGRAINI RAHALUS

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS KATOLIK DE LA SALLE
MANADO
2020
A. KONSEP DASAR KETENAGAAN
Ketenagaan merupakan fungsi manajemen yang berperan dalam perkerutan,
wawancara, seleksi, penempatan dan indoktrinisasi yang bertujuan dalam
peningktana layanan keperawatan serat tujuan oranisasi (Dewi R. P. Ningsih, 2019).
Menurut Nitisimo (1979), manajemen ketenagaan adalah ilmu untuk melaksanakan
POAC (Planning, Organizing, Actuating and Controlling) di bidang ketenagaan
sehingga efisiensi dan efektivitas ketenagaan dapat ditingkatkan dengan kegiatan
seperti penarikkan dan seleksi, pendayagunaan, pengembangan dan pemeliharaan.

Pengertian lain dari ketenagaan yaitu pengaturan proses mobilisasi potensi, proses
motivasi dan pengembangan sumber daya manusia dalam memenuhi kepuasan untuk
tercapainya tujuan individu atau organisasi dimana dia berkarya.

TUJUAN MANAJEMEN KETENAGAAN


Manusia merupakan unsur penting dalam setiap organisasi. Keberhasilan orang dalam
mencapai tujuan dan sasarannya serta kemampuan dalam menghadapi tantangan
internal maupun eksternal sangat ditentukan oleh kemampuan mengelolan sumber daya
manusia setepat-tepatnya. Tujuan dari manajemen ketenagaan di ruang rawat yaitu,
mendayagunakan tenaga keperawatan yang efektif dan produktif yang dapat
memberikan pelayanan bermutu sehingga dapat memenuhi kepuasan pengguna jasa.

B. VARIABEL-VARIABEL YANG MEMPENGARUHI KETENAGAAN


Sumber Daya manusia merupakan salah satu unsur terpenting dalam sebuah perusahaan.
Perusahaan harus benar-benar memperhatikan masalah Sumber Daya Manusia dengan sebaik-
baiknya terutama bagaimana meningkatkan kinerja karyawannya. Perusahaan perlu
memperhatikan variabel-variabel yang mempengaruhi kinerja karyawannya. Variabelvariabel
tersebut meliputi kompensasi, kepemimpinan, disiplin kerja, kemampuan kerja, motivasi,
kondisi kerja dan kerjasama. (Nurcahyo, 2011)
Kinerja merupakan perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi
kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. (Nursalam,
2014)
Menurut Gibson (1997) dalam buku Nursalam (2014), ada 3 faktor yang berpengaruh
terhadap kinerja,
1. Faktor individu: kemampuan, ketrampilan, latar belakang keluarga, pengalaman kerja,
tingkat sosial dan demografi seseorang.
2. Faktor psikologis: persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja.
3. Faktor organisasi: struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, sistem
penghargaan (reward system).
Yang menjadi permasalahan adalah apakah variabel kompensasi, kepemimpinan, disiplin
kerja, kerjasama, motivasi, kemampuan kerja, kondisi kerja berpengaruh secara simultan
(bersama-sama). (Nurcahyo, 2011)
Ariani, 2009 dalam Skripsinya mengutip dari Gibson menyampaikan Model teori kinerja
dan melakukan analisis terhadap sejumlah variabel yang mempengaruhi perilaku dan kinerja
individu, yaitu variabel individu, variabel psikologis, dan variabel organisasi. Variabel individu
dikelompokkan pada sub variabel kemampuan dan ketrampilan, latar belakang dan demografis.
Sub variabel kemampuan dan ketrampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi
perilaku dan kinerja individu. Sedangkan demografis memiliki efek tidak langsung perilaku
dan kinerja individu. Variabel psikologis terdiri atas sub variabel persepsi, sikap, kepribadian,
belajar, dan motivasi. Variabel ini banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial,
pengalaman kerja sebelumnya dan variabel demografis. Variabel psikologis ini merupakan hal
yang komplek dan sulit diukur. Variabel organisasi memiliki efek tidak langsung terhadap
perilaku dan kinerja individu. Variabel ini dogolongkan pada sub variabel sumber daya,
kepemimpinan, imbalan, struktur, dan desain pekerjaan.
1. Variabel Individu
a. Jenis kelamin
Saat ini banyak sekali diperdebatkan mengenai apakah kinerja wanita sama dengan
kinerja pria ketika bekerja. Sementara studi-studi psikologis menemukan bahwa
wanita lebih bersedia untuk memenuhi wewenang dan pria lebih agresif. Pria lebih
besar kemungkinan dari wanita dalam memiliki pengharapan untuk sukses, tetai
perbedaan itu kecil adanya. (Ariani, 2009)
b. Umur
Hubungan umur dengan kinerja merupakan isu yang penting. Ada keyakinan bahwa
kinerja merosot dengan meningkatnya umur. Umur juga
mempengaruhi produktivitas, hal ini dapat di lihat dari keterampilan individu terutama
kecepatan, kecekatan, kekuatan dan koordinasi menurun dengan berjalannya waktu
dan kebiasaan pekerjaan yang berlarut-larut dan kurangnya rangsangan intelektual
semua menyambung pada berkurangnya produktivitas kemerosotan ketrampilan fisik
apapun yang disebabkan umur berdampak pada produktivitas. (Ariani, 2009)
c. Pendidikan
Dari penelitian yang dilakukan bahwa pendidikan mempengaruhi kinerja seseorang
dalam bekerja. (Ariani, 2009)
d. Masa Kerja
Pengalaman dikaitkan dengan lama kerja seseorang dalam bidangnya, tapi pengalaman
kerja tidak bisa dijadikan indikator yang menunjukkan kualitas kerja seseorang. Masa
kerja yang lebih lama umunya menjadikan pegawai lebih banyak tahu dan mempunyai
tindakan atau gagasan yang lebih baik dibandingkan dengan pegawai yang baru
bekerja/masa kerjanya belum lama. (Ariani, 2009)
e. Pelatihan
Pelatihan juga dapat merupakan cara untuk membekali tenaga kerja yang tidak
mempunyai pendidikan formal sesuai tugasnya, sehingga meningkatkan kualitas
pekerjaannya. Dengan pelatihan ini diharapkan agar seseorang lebih mudah
melaksanakan tugasnya. (Ariani, 2009)
2. Variabel Organisasi
a. Supervisi
Supervisi adalah suatu kegiatan pembinaan, bimbingan dan pengawasan oleh
pengelola program/proyek terhadap pelaksanaan di tingkat administrasi yang lebih
rendah, dalam rangka memantapkan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan tujuan
dan sasaran yang telah ditetapkan. Tujuan dari supervisi adalah untuk
meningkatkan kinerja pegawai melalui suatu proses yang sistematis dengan
peningkatan pengetahuan, peningkatan keterampilan. (Ariani, 2009)
b. Imbalan
Setiap orang membutuhkan insentif baik sosial maupun finansial penghargaan,
karena penghargaan merupakan suatu kebutuhan. Penghargaan atas prestasi atau
jasa seseorang ditinjau dari segi kebutuhan merupakan salah satu kebutuhan
manusia yang menurut teori Maslow (1984) terletak pada urutan keempat yaitu
kebutuhan akan penghargaan diri dan penghargaan dari orang lain. (Ariani, 2009)
Pemberian kompensasi seperti gaji, insentif, tunjangan, bonus, lembur juga perlu
ditingkatkan karena akan dapat membantu meningkatkan pendapatan karyawan
yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja. Sebaliknya apabila pendapatan
karyawan kecil bagaimana mereka mampu memenuhi kebutuhannya, dan ini jelas
akan berdampak pada prestasi kerja mereka. (Nurcahyo, 2011)

3. Variabel Psikologis
a. Motivasi
Motivasi kerja adalah pemberian daya penggerak yang meciptakan kegairahan kerja
seseorang, agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan
segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan. (Ariani, 2009)
Motivasi kerja yang tinggi haruslah diciptakan dalam organisasi. Baik motivasi materi
maupun non materi. Dengan motivasi yang tinggi diharapkan dapat meningkatkan
kinerja karyawan. (Nurcahyo, 2011)
b. Penilaian Kinerja
Disiplin kerja yang tinggi harus diterapkan di organisasi, karena dengan
mendisiplinkan karyawan maka akan dapat meningkatkan kinerja karyawan. Ada
berbagai macam teknik mendisiplinkan karyawan, organisasi harus memilih mana
yang paling tepat diterapkan diorganisasi. . (Nurcahyo, 2011)
Kepemimpinan yang baik juga akan mempengaruhi kinerja karyawan, sehingga
seorang atasan harus mampu memimpin pegawainya dengan bijaksana dan
profesional. Dengan demikian karyawan merasa dihargai dan akan dapat
meningkatkan kinerjanya. (Nurcahyo, 2011)
Penilaian kinerja adalah proses menilai hasil karya personel dalam suatu organisasi
melalui instrumen penilaian kinerja. (Ariani, 2009).
Penilaian kinerja dimaksudkan untuk mengetahui apakah pekerjaan yang telah
dilakukan sudah sesuai atau belum dengan uraian yang telah disusun
sebelumnya. Dengan begitu, seorang pimpinan dapat menjadikan uraian pekerjaan
sebagai tolak ukur. Penilaian kinerja mencakup faktor-faktor antara lain: (Ariani,
2009)
1) Pengamatan, yang merupakan proses menilai dan menilik perilaku yang ditentukan
oleh sistem pekerjaan.
2) Ukuran, yang dipakai untuk mengukur prestasi kerja seorang personel
dibandingkan dengan uraian pekerjaan yang telah ditetapkan untuk personel
tersebut.
3) Pengembangan, yang bertujuan untuk memotivasi personel mengatasi
kekurangannya dan mendorong yang bersangkutan untuk mengembangkan
kemampuan dan potensi yang ada pada dirinya.

Penilaian kinerja pada dasarnya mempunyai dua tujuan utama yaitu :


1) Penilaian kemampuan personel
Merupakan tujuan yang mendasar dalam rangka penilaian personel secara
individual, yang dapat digunakan sebagai informasi untuk penilaian efektivitas
manajemen sumber daya manusia.
2) Pengembangan personel
Sebagai informasi untuk pengambilan keputusan untuk pengembangan personel
seperti promosi, mutasi, rotasi, terminasi, dan penyesuaian kompensasi. Secara
spesifik penilaian kinerja bertujuan antara lain untuk :
a) mengenali sumber daya manusia yang perlu dilakukan pengembangan
b) menentukan kriteria tingkat pemberian kompensasi
c) memperbaiki kualitas pelaksanaan pekerjaan
d) bahan perencanaan manajemen program sumber daya manusia masa datang
e) memperoleh umpan balik atas hasil prestasi personel

Kinerja karyawan yang optimal dapat diharapkan baik apabila didukung berbagai
faktor seperti kompensasi yang diterima, kerjasama antar staf administrasi, disiplin
kerja yang tinggi, kepemimpinan yang baik, motivasi kerja yang tinggi, kondisi kerja
yg baik dan kemampuan kerja/administrasi memadai. Berdasarkan hasil analisis yang
dilakukan dengan analisis korelasi maka oleh Nurcahyo, 2011 dalam penelitiannya
tentang Analisis Variabel-Variabel Yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan Pada Pt.
Quadra Mitra Perkasa Balikpapan bahwa Variabel-variabel kompensasi,
kepemimpinan, disiplin kerja, kemampuan kerja, motivasi, kondisi kerja dan
kerjasama secara parsial secara signifikan dapat berpengaruh terhadap variabel kinerja.
Kemudian variabelvariabel kompensasi, kepemimpinan, disiplin kerja, kemampuan
kerja, motivasi, kondisi kerja dan kerjasama secara simultan berpengaruh terhadap
kinerja . Sedangkan variabel-variabel kompensasi, kepemimpinan, disiplin kerja,
kemampuan kerja, motivasi, kondisi kerja dan kerjasama, yang meripakan faktor
dominan adalah kompensasi. (Nurcahyo, 2011)
Dalam keperawatan sendiri variabel variabel inilah yang mempengaruhi
ketenagaan dalam suatu organisasi baik itu di Rumah Sakit atau Puskesmas ataupun
dalam bagian organisasi keperawatan di dalam ruangan rawat inap. Variabel variabel
ini sangat mempengaruhi kinerja seorang perawat. Diawali dari variabel individu yang
mendasari dan sangat mmpengaruhi kinerja seorang perawat. Perbedaan umur sampai
jenis kelamin dan pengalaman tentu akan sangat berpengaruh terhadap kinerja seorang
perawat. Tentu berdasarkan umur saja, jika seorang perawat telah mencapai umur yang
lebih tua terjadi penurunan kinerja akibat dari fisik yang makin menurun. Begitupun
dengan variabel variabel lainnya.

C. CARA PENGHITUNGAN JUMLAH TENAGA KERJA


a. Metode Douglas
Douglas (1984, dalam Swansburg & Swansburg, 1999) menetapkan jumlah perawat
yang dibutuhkan dalam suatu unit perawatan berdasarkan klasifikasi klien, dimana
masing-masing kategori mempunyai nilai standar per shift nya, yaitu sebagai berikut :

Contoh :
Ruang rawat dengan 17 orang klien, dimana 3 orang dengan ketergantungan minimal,
8
orang dengan ketergantungan partial dan 6 orang dengan ketergantungan total.
Maka jumlah perawat yang dibutuhkan :

b. Metode Sistem Akuitas


Kelas I : 2 jam/hari
Kelas II : 3 jam/hari
Kelas III : 4,5 jam/hari
Kelas IV : 6 jam/hari

Untuk tiga kali pergantian shift → Pagi : Sore : Malam = 35% : 35 % : 30%

Contoh :
Rata rata jumlah klien
1. kelas I = 3 orang x 2 jam/hari = 6 jam
2. kelas II = 8 orang x 3 jam/hari = 24 jam
3. kelas III = 4 orang x 4.5 jam/hari = 18 jam
4. kelas IV = 2 orang x 6 jam/hari = 12 jam
Jumlah jam : 60 jam

- pagi/sore = 60 jam x 35% per 8 jam = 2.625 orang (3 orang)


- Malam = 60 jam x 30% per 8 jam = 2.25 orang (2 orang )
jadi jumlah perawat dinas 1 hari = 3+3+2 = 8 orang.

c. Metode Gillies
Gillies (1994) menjelaskan rumus kebutuhan tenaga keperawatan di suatu unit
perawatan adalah sebagai berikut :
d. Metode Swansburg
Contoh :
Pada suatu unit dengan 24 tempat tidur dan 17 klien rata rata perhari .
Jumlah jam kontak langsung perawat – klien = 5 jam /klien/hari.

1) total jam perawat /hari : 17 x 5 jam = 85 jam


jumlah perawat yang dibutuhkan : 85 / 7 = 12,143 ( 12 orang) perawat/hari

2) Total jam kerja /minggu = 40 jam


jumlah shift perminggu = 12 x 7 (1 minggu) = 84 shift/minggu
jumlah staf yang dibutuhkan perhari = 84/6 = 14 orang
(jumlah staf sama bekerja setiap hari dengan 6 hari kerja perminggu dan 7 jam/shift)

Menurut Warstler dalam Swansburg dan Swansburg (1999), merekomendasikan untuk


pembagian proporsi dinas dalam satu hari → pagi : siang : malam = 47 % : 36 % : 17
% Sehingga jika jumlah total staf keperawatan /hari = 14 orang
- Pagi : 47% x 14 = 6,58 = 7 orang
- Sore : 36% x 14 = 5,04 = 5 orang
- Malam : 17% x 14 = 2,38 = 2 orang

D. ALOKASI DAN PENJADWALAN TENAGA KEPERAWATAN SETIAP SHIFT

E. PENINGKATAN KUALITAS KETENAGAAN YANG EFEKTIF SESUAI


STANDAR AKREDITASI

F. JENIS METODE PENUGASAN DALAM RUANG RAWAT


Prinsip pemilihan metode penugasan adalah : jumlah tenaga, kualifikasi staf dan
klasifikasi pasien. Adapun jenis-jenis metode penugasan yang berkembang saat ini
adalah sebagai berikut :

a. Metode Fungsional
Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan keperawatan
sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua. Pada saat itu karena masih
terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat maka setiap perawat hanya melakukan
satu sampai dua jenis intervensi, misalnya merawat luka kepada semua pasien di
bangsal.
Kelebihan :
1) Manajemen klasik yang menekankan efisiensi, pembagian tiugas yang jelas dan
pengawasan yang baik
2) Sangat baik untuk Rumah Sakit yang kekurangan tenaga
3) Perawat senior menyibukkan diri dengan tugas manajerial, sedangkan perawat
pasien diserahkan kepada perawat junior dan atau belum berpengalaman.

Kelemahan :
1) Tidak memberikan kepuasan pada pasien maupun perawat.
2) Pelayanan keperawatan terpisah-pisah, tidak dapat menerapkan proses keperawatan.
3) Persepsi perawat cenderung kepada tindakan yang berkaitan dengan ketrampilan saja

b.
Metode Perawatan Tim
Metode pemberian asuhan keperawatan dimana seorang perawat profesional memimpin
sekelompok tenaga keperawatan dengan berdasarkan konsep kooperatif & kolaboratif
(Douglas, 1992).
Tujuan Metode Tim :
1) Memfasilitasi pelayanan keperawatan yang komprehensif
2) Menerapkan penggunaan proses keperawatan sesuai standar
3) Menyatukan kemampuan anggota tim yang berbeda-beda

Konsep Metode Tim :


1) Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan berbagai teknik
kepemimpinan.
2) Pentingnya komunikasi yang efektif agar kontinuitas rencana keperawatan terjamin.
3) Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim.
4) Peran kepala ruang penting dalam model tim. Model tim akan berhasil baik jika didukung
oleh kepala ruang.

Kelebihan :
1) Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh.
2) Mendukung pelaksanaan proses keperawatan.
3) Memungkinkan komunikasi antar timsehingga konflik mudah diatasi dan memberikan
kepuasan kepada anggota tim.

Kelemahan :
1) Komunikasi antar anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk konferensi tim, yang
biasanya membutuhkan waktu dimana sulit untuk melaksanakan pada waktu-waktu sibuk
(memerlukan waktu )
2) Perawat yang belum terampil & kurang berpengalaman cenderung untuk
bergantung/berlindung kepada perawat yang mampu
3) Jika pembagian tugas tidak jelas, maka tanggung jawab dalam tim kabur

c. Metode Primer
Metode penugasan dimana satu orang perawat bertanggung jawab penuh selama 24 jam
terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari masuk sampai keluar rumah sakit. Mendorong
praktek kemandirian perawat, ada kejelasan antara pembuat perencana asuhan dan pelaksana.
Metode primer ini ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus menerus antara pasien
dengan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan, dan koordinasi asuhan
keperawatan selama pasien dirawat.
Konsep dasar metode primer :
1) Ada tanggungjawab dan tanggunggugat
2) Ada otonomi
3) Ketertiban pasien dan keluarga
Kelebihannya :
1) Model praktek profesional
2) Bersifat kontinuitas dan komprehensif
3) Perawat primer mendapatkan akontabilitas yang tinggi terhadap hasil dan memungkinkan
pengembangan diri → kepuasan perawat
4) Klien/keluarga lebih mengenal siapa yang merawatnya

Kelemahannya :
1) Hanya dapat dilakukan oleh perawat yang memiliki pengalaman dan pengetahuan yang
memadai dengan kriteria asertif, self direction, kemampuan mengambil keputusan yang tepat,
menguasai keperawatan klinik, akontable serta mampu berkolaborasi dengan berbagai disiplin.
2) Biaya lebih besar

d. Metode Kasus
Setiap pasien ditugaskan kepada semua perawat yang melayani seluruh kebutuhannya pada
saat ia dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap shift dan tidak ada
jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya. Metode
penugasan kasus biasa diterapkan satu pasien satu perawat, umumnya dilaksanakan untuk
perawat privat atau untuk perawatan khusus seperti : isolasi, intensive care.
Kelebihan :
1) Perawat lebih memahami kasus per kasus
2) Sistem evaluasi dari manajerial menjadi lebih mudah

Kekurangan :
1) Belum dapatnya diidentifikasi perawat penanggungjawab
2) Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan dasar yang sama

Anda mungkin juga menyukai