Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan salah satu negara multikultural terbesar di dunia. Hal
ini dapat dilihat dari kondisi sosio-kultural, agama maupun geografis yang begitu
beragam dan luas. Sekarang ini, jumlah pulau yang ada di wilayah Negara
kesatuan republik indonesia (NKRI) sekitar 13.000 pulau besar dan kecil.
Populasi penduduknya berjumlah lebih dari 200 juta jiwa, terdiri dari 300 suku
yang menggunakan hampir 200 bahasa yang berbeda. Selain itu mereka juga
menganut agama dan kepercayaan yang beragam seperti Islam, Katolik, Kristen
Protestan, Hindu, Budha, Konghucu serta berbagai macam aliran kepercayaan .
Kebudayaan adalah salah satu aset penting bagi sebuah Negara
berkembang, kebudayaan tersebut untuk sarana pendekatan sosial, simbol karya
daerah, asset kas daerah dengan menjadikannya tempat wisata, karya ilmiah dan
lain sebagainya. Salah satunya pengobatan tradisional dari berbagai suku adalah
suku Jawa Jawa Timur yang mengedepankan budaya leluhurnya, sehingga
kebudayaan tersebut sebagai ritual pengobatan tradisional oleh Suku Jawa yang
dinamakan Pengobatan Tradisional Suwuk. Suwuk merupakan prosesi pengobatan
yang mengedepankan unsur tradisional. Orang yang berperan dalam pengobatan
tradisional ini disebut dengan Mbah Dukun. Sebagai bukti ragam budaya
Indonesia yaitu tradisi Pengobatan Tradisional Suwuk sebagai salah satu
kebudayaan masyarakat Jawa di Desa Jatiarjo, Kecamatan Prigen, Pasuruan
Propinsi Jawa Timur .

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana sejarah dan perkembangan suku Jawa?
2. Bagaimana karakteristik suku jawa?
3. Bagaimana sistem kepercayaan suku Jawa?
4. Bagaimana persepsi sehat sakit suku Jawa?
5. Bagaimana cara pengobatan dengan Suwuk?

1
1.3 Tujuan
1. Untuk memahami sejarah perkembangan suku Jawa,
2. Untuk memahami karakteristik sukuJawa,
3. Untuk memahami sistem kepercayaan suku Jawa,
4. Untuk memahami persepsi sehat sakit suku Jawa,
5. Untuk memahami cara pengobatan dengan Suwuk

2
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Suku Jawa


2.1.1 Sejarah Suku Jawa
Peradaban jawa termasuk maju, ini dibuktikan dengan adanya kerajaan-
kerajaan besar yang berada di tanah jawa beserta warisannya yang masih dapat
dilihat hingga kini. Contohnya adalah kerajaan Mataram, Majapahit dan
sebagainya, lalu ada candi Borobudur, Prambanan, Mendut dan lain-lain. Asal-
usul suku jawa sendiri memiliki beberapa teori sebagai berikut:
1. Babad Tanah Jawa
Sejarah Masyarakat jawa menurut Babad Tanah Jawa yaitu berasal dari
kerajaan Kling. Pada masa itu kerajaan Kling sedang berada dalam situasi yang
kacau akibat dari perebutan kekuasaan. Kemudian salah satu pangeran Kling yang
tersisih pergi meninggalkan kerajaan tersebut bersama dengan para pengikutnya
yang setia.
Pangeran Kling mengembara hingga ia menemukan sebuah pulau terpencil
yang belum berpenghuni. Mereka bahu-membahu membangun pemukiman, dan
akhirnya mereka juga mendirikan sebuah kerajaan yang diberi nama Javacekwara.
Keturunan pangeran inilah yang dianggap sebagai nenek moyang suku jawa
menurut Babad Tanah Jawa.
2. Surat Kuno Keraton Malang
Menurut surat kuno ini menyebutkan bahwa asal-usul penduduk jawa
berasal dari kerajaan Turki pada tahun 450 SM. Sang Raja mengirim rakyatnya
untuk mengembara dan membangun daerah kekuasaan mereka yang belum
dihuni. Migrasi ini dilakukan secara bergelombang selama beberapa waktu.
Akhirnya utusan raja tersebut sampai di sebuah tanah yang subur, banyak
ditemukan aneka bahan pangan. Tidak sulit untuk beradaptasi dan membangun
pemukiman di sana. Semakin lama semakin banyak gelombang migrasi yang
datang. Pulau asing tersebut akhirnya diberi nama tanah jawi oleh orang-orang
yang datang, karena disana banyak ditemukan tanaman jawi.
3. Tulisan Kuno India

3
Berdasarkan tulisan kuno india menyebutkan bahwa pada jaman dulu
beberapa pulau di kepulauan Nusantara menyatu dengan daratan Asia dan
Australia. Pada suatu waktu terjadilah musibah sehingga menyebabkan
meningkatnya permukaan air laut. Beberapa daratan terendam air hingga akhirnya
memisahkan pulau—pulau tersebut dari daratan utama.
Tulisan kuno tersebut juga menyebutkan seorang pengembara yang
bernama Aji Saka. Ia mengembara ke beberapa penjuru dan akhirnya menemukan
pulau Jawa. Menurut tulisan kuno ini, Aji Saka adalah orang pertama yang
menginjakkan kaki di bumi Jawa. Ia dan pengikutnya dianggap sebagai nenek
moyang suku jawa saat ini.
4. Pendapat Arkeolog
Menurut ahli arkeologi asal-usul penduduk jawa tak terlepas dari asal-usul
orang Indonesia itu sendiri. Para arkeolog yakin bahwa nenek moyang suku jawa
berasal dari penduduk pribumi. Hal ini diperkuat dengan ditemukannya fosil
manusia purba Pithecanthropus Erectus dan juga Homo Erectus.
Eugene Dubois yang merupakan seorang ahli anatomi yang berasal dari
Belanda menemukan sebuah fosil Homo erectus. Penemuan tersebut bertempat di
Trinil pada tahun 1891. Fosil Homo erectus tersebut lebih dikenal dengan sebutan
manusia Jawa.
Kemudian dilakukan perbandingan antara DNA pada fosil manusia kuno
tersebut dengan suku jawa pada masa kini. Hasil yang didapat cukup menarik,
bahwa DNA tersebut tidak memiliki perbedaan yang jauh satu sama lain. Hal
tersebut akhirnya dipercayai oleh beberapa ahli arkeologi sebagai teori asal-usul
keberadaan suku jawa.
5. Pendapat Sejarawan
Para sejarawan memiliki pendapat berbeda mengenai asal-usul suku jawa.
Von Hein Geldern menyebutkan bahwa telah terjadi migrasi penduduk dari daerah
Tiongkok bagian selatan atau yang biasa disebut Yunan di kepulauan Nusantara.
Migrasi ini terjadi dimulai dari jaman neolitikum 2000 SM sampai jaman
perunggu 500 SM secara besar-besaran dan bertahap menggunakan perahu cadik.

2.1.2 Karakteristik Suku Jawa

4
Suku jawa diidentikkan dengan berbagai sikap sopan, segan,
menyembunyikan perasaan alias tidak suka langsung-langsung, menjaga etika
berbicara baik secara konten isi dan bahasa perkataan maupun objek yang diajak
berbicara. Dalam keseharian sifat Andap Asor terhadap yang lebih tua akan lebih
di utamakan, Bahasa Jawa adalah bahasa berstrata, memiliki berbagai tingkatan
yang disesuaikan dengan objek yang diajak bicara.
Suku Jawa umumnya mereka lebih suka menyembunyikan perasaan.
Menampik tawaran dengan halus demi sebuah etika dan sopan santun sikap yang
dijaga.
Suku Jawa memang sangat menjunjung tinggi etika. Baik secara sikap maupun
berbicara. Untuk berbicara, seorang yang lebih muda hendaknya menggunakan
bahasa Jawa halus yang terkesan lebih sopan.
Berbeda dengan bahasa yang digunakan untuk rekan sebaya maupun yang
usianya di bawah. Demikian juga dengan sikap, orang yang lebih muda
hendaknya betul-betul mampu menjaga sikap etika yang baik terhadap orang yang
usianya lebih tua dari dirinya, dalam bahasa jawa Ngajeni
Ciri khas Narimo ing pandum adalah salah satu konsep hidup yang dianut
oleh Orang Jawa. Pola ini menggambarkan sikap hidup yang serba pasrah dengan
segala keputusan yang ditentukan oleh Tuhan. Konsep hidup nerimo ing pandum (
ora ngoyo ) selanjutnya mengisyaratkan bahwa orang Jawa hidup tidak terlalu
berambisi. Tidak perlu terlalu ambisi untuk melakukan sesuatu yang nyata-nyata
tidak dapat di lakukan. Orang Jawa mengatakan dengan istilah jangan ngoyo.
Biarkan hidup membawamu sesuai dengan alirannya. Jangan membawa hidup
dengan tenagamu!
Ciri khas lain yang tak bisa di tinggalkan adalah sifat Gotong royong atau
saling membantu sesama orang di lingkungan hidupnya apalagi lebih kentara sifat
itu bila kita bertandang ke pelosok pelosok daerah suku Jawa di mana sikap
gotong royong akan selalu terlihat di dalam setiap sendi kehidupannya baik itu
suasana suka maupun duka. Pola hidup kerjasama ini dapat kita ketemukan pada
kerja gotongroyong yang banyak diterapkan dalam masyarakat Jawa. Orang Jawa
sangat memegang teguh pepatah yang mengatakan: ringan sama dijinjing, berat

5
sama dipikul. Ini merupakan konsep dasar hidup bersama yang penuh kesadaran
dan tanggungjawab.
Konsep lain yaitu Ngajeni Pada Orang Yang Lebih Tua
dan, yang tidak dapat kita abaikan adalah sikap hidup orang Jawa yang
menejunjung tinggi nilai-nilai positif dalam kehidupan. Dalam interaksi antar
personal di masyarakat, mereka selalu saling menjaga segala kata dan perbuatan
untuk tidak menyakiti hati orang lain. Mereka begitu menghargai persahabatan
sehingga eksistensi orang lain sangat dijunjung sebagai sesuatu yang sangat
penting. Mereka tidak ingin orang lain atau dirinya mengalami sakit hati atau
terseinggung oleh perkataan dan perbuatan yang dilakukan sebab bagi orang
Jawa, ajining diri soko lathi, ajining rogo soko busono artinya, harga diri
seseorang dari lidahnya (omongannya), harga badan dari pakaian.

2.1.3 Kebudayaan Suku Jawa


Suku Jawa memiliki kebudayaan yang menarik sekali untuk dikunjungi.
Dari kebudayaan yang ada semua mungkin sudah banyak orang yang
mengetahuinya mengingat Suku Jawa merupakan salah satu Suku terbesar di
Indonesia. Adapun kebudayaan suku jawa itu sendiri adalah sebagai berikut:
1. Wayang Kulit
Wayang Kulit merupakan salah satu kebudayaan suku jawa yang
dipercaya telah dikembangkan oleh wali Songo. Wali Songo merupakan tokoh-
tokoh yang menyebarkan agama islam di pulau Jawa. Wayang kulit dimainkan
oleh seorang dalang menggunakan beberapa alat, seperti wayang, batang pisang
untuk menancapkan, kain putih dan lampu sorot.
Permainan wayang dilakukan selama semalam suntuk. Pertunjukan ini
disertai dengan musik gamelan khas jawa dan juga penyanyi sinden. Cerita
wayang itu sendiri berkisah mengenai pelajaran dalam kehidupan. Misalnya
Mahabrata dan Ramayana yang telah dimodifikasi sesuai dengan kultur Jawa.
2. Senjata Tradisional
Senjata khas yang digunakan oleh orang Jawa berupa keris. Keris
merupakan pusaka yang sangat penting yang juga dipercaya memiliki kesaktian.

6
Keris dibuat oleh para Mpu yang ditempa serta diberi mantra-mantra. Salah satu
keris yang melegenda ialah keris Mpu Gandring dalam cerita Ken Arok.
3. Seni Musik
Suku Jawa memiliki musik tradisional yang dihasilkan oleh gamelan.
Gamelan digunakan oleh wali songo pada zaman dahulu untuk menyebarkan
agama islam. Gamelan merupakan gabungan dari beberapa alat musik seperti
kendang, gong, kenong, bonang, kempul, gambang, slenthem dan lain-lain.
4. Seni Tari
Tari tradisional Jawa amat beragam. Tari-tarian ini ada yang berupa
gerakan lemah gemulai, dan ada juga yang memiliki gerakan yang tangkas.
Biasanya tari-tarian Jawa tak terlepas dari unsur magis. Beberapa tarian Jawa itu
seperti sintren, bedhaya, kuda lumping, reog dan lainnya. Tari-tarian ini biasa
diiringi musik gamelan dan seruling.
5. Bahasa Dan Aksara
Masyarakat Jawa biasa menggunakan bahasa jawa dalam percakapan
sehari-hari. Bahasa jawa sendiri mempunyai beberapa tingkatan tergantung dari
dengan siapa percakapan itu berlangsung. Tingkatan tersebut yaitu “ ngoko” yang
merupakan bahasa sedikit kasar yang digunakan kepada seseorang yang
tingkatannya berada dibawah, kemudian “krama madya” yaitu bahasa jawa yang
digunakan kepada orang yang sederajat, dan “krama inggil” yaitu bahasa yang
digunakan kepada orang yang lebih tua atau dihormati.
Aksara Jawa memiliki 20 buah huruf yaitu ha, na, ca, ra, ka, da, ta, sa, wa,
la, pa, dha, ja,ya, nya, ma, ga, ba, tha, nga. Artinya adalah ada dua utusan yang
setia saling bertarung sama-sama saktinya dan sama-sama matinya.
6. Falsafah Hidup
Falsafah yang dianut orang Jawa merupakan pedoman hidup bagi
masyarakat. Beberapa diantaranya yaitu “urip iku urup” hidup itu harus
bermanfaat, “mangan ora mangan sing penting kumpul” kebersamaan merupakan
hal penting dan lain-lain.
7. Budaya Kejawen
Merupakan suatu budaya yang sangat melekat dalam masyarakat jawa.
Ajaran ini merupakan gabungan dari adat istiadat, budaya, pandangan sosial dan

7
filosofis orang Jawa. Ajaran kejawen hampir mirip seperti agama yang
mengajarkan spiritualitas masyarakat Jawa kepada Penciptanya.
Demikianlah berbagai macam teori yang disebutkan mengenai asal-usul
suku jawa. Tak dapat dipungkiri bahwa suku jawa memang memiliki sejarah yang
panjang serta kebudayaan yang mengagumkan. Sebagai bangsa Indonesia
hendaklah kita untuk mengetahui dari sejarah yang membentuk diri kita saat ini.

2.2 Kepercayaan
2.2.1 Definisi Kepercayaan
‘Percaya’ menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah mengakui atau
yakin bahwa sesuatu memang benar atau nyata. Mendapat imbuhan ke-an,
bermakan anggapan atau keyakinan bahwa sesuatu yang dipercayai itu benar atau
nyata (KBBIoffline v1.3, 2011). Menurut pengertian terminologis, kepercayaan
diistilahkan keyakinan kepada Tuhan di luar agama atau tidak termasuk ke dalam
agama. Kepercayaan ialah sifat dan sikap membenarkan sesuatu atau menganggap
sesuatu sebagai kebenaran, yang diyakini, diaplikasi dalam bentuk kelakuan,
pengalaman, yang memengaruhi sifat mental yang meyakininya.
Kepercayaan merupakan sistem keyakinan atau sesuatu hal yang diyakini
keberadaan atau kebenarannya dari suatu kelompok manusia yang berdiri atas
sebuah landasan yang menjelaskan cerita-cerita yang suci, yang berhubungan
dengan masa lalu (Harsojo, 1998:228). Kepercayaan bagi masyarakat primitif
merupakan sejarah yang bersifat suci atau kudus, yang terjadi pada waktu
permulaan yang menyingkap tentang aktivitas supranatural hingga saat ini.
Penciptaan kepercayaan tidak mengantarkan manusia, pada sebab pertama atau
dasar eksistensi manusia, melainkan sebagai jaminan eksistentsinya. Aktivitas
kepercayaan dianggap sebagai yang benar, suci, dan bermakna, serta menjadi
pedoman berharga bagi yang memercayai dari lingkungan tempat tinggalnya.

2.2.2 Wujud Kepercayaan


Kepercayaan berawal dari sebuah tradisi lisan yang berhubungan dengan
ritus-religius. Wujud kepercayaan berwujud simbol-smbol yang mengisahkan
serangkaian peristiwa nyata dan imajiner, mengenai asal-usul dan perubahan

8
alam, dunia langit, dewa-dewi, kekuatan adikodrati-supernatural, manusia,
kepahlawanan, dan masyarakat. Wujud kepercayaan terletak pada bahasa, sebab
17 penyampaian kepercayaan diketahui lewat penceritannya, seperti halnya pesan
yang disampaikan lewat bahasa yang diketahui lewat pengucapannya (Ahimsa,
2001:80).

2.2.3 Ciri-ciri Kepercayaan


Kepercayaan memiliki beberapa ciri, yaitu cerita tentang asal-usul suatu
kejadian, seperti kejadian makhluk, manusia, tempat, fenomena alam, dan
sebagainya; cerita yang besifat suci atau kudus dan dianggap sebagai kepercayaan
sebagai cerita yang benar-benar berlaku; perwatakan dalam kepercayaan yang
digambarkan dengan dewa-dewi, manusia agung/sakti, binatang, dan lain
sebagainya; latar tempat dan masa cerita tidak dapat dipastikan, bersifat
naratif/cerita; cerita yang dianggap tidak logis namun dipercayai berlaku oleh
masyarakat lama; dan cerita yang terus hidup dan dihormati oleh generasi
pendukung dan sukar untuk dikikis atau dihapuskan.
Kepercayaan bukan hanya berlaku sebagai sebuah kisah mengenai
dewadewa dan keajaiban dunia, tetapi melalui kepercayaan manusia dapat juga
turut serta mengambil bagian dalam kejadian-kejadian disekitarnya, serta dapat
menanggapi daya-daya kekuatan alam. Selain itu, kepercayaan dapat pula
memberikan arah atau semacam pedoman untuk kebijaksanaan manusia dalam
bertindak tanduk maupun berperilaku dalam kehidupan sehari-hari.

2.2.4 Fungsi Kepercayaan


Fungsi kepercayaan terbagi menjadi tiga macam, yang diuraikan sebagai
berikut:
a. Menyadarkan manusia bahwa ada kekuatan ajaib Kepercayaan yang
cenderung tidak logis namun kehadirannya dianggap sebagai kebenaran
ataupun pembenaran pada masyarakat atau wilayah tertentu. Kekuatan-
kekuatan ajaib atau yang bersifat gaib, mistis, ataupun memiliki daya
magis, disakralkan oleh manusia, sebab dapat dirasakan kekuatan-

9
kekuatan yang tidak kasat mata, namun kekuatannya dapat dirasakan
secara nyata.
b. Memberikan jaminan pada masa kini Menghadirkan kembali peristiwa-
peristiwa yang dulu pernah terjadi dengan sedemikian rupa, sehingga
memberikan perlindungan dan jaminan pada masa kini.
c. Menjelaskan tentang alam semesta, cerita mengenai asal-usul bumi dan
langit Kejadian atau peristiwa alam ataupun cerita mengenai asal usul
terjadinya alam raya, langit, bumi, hubungan antara dewa-dewa, serta asal
mula kejahatan, dijelaskan melalui kepercayaan yang berkembang dan
menjadi kebudayaan masyarakat atau wilayah setempat (Van-Peursen,
2010: 37-41).
Fungsi-fungsi kepercayaan dijelaskan untuk memberikan daya kekuatan
kepada manusia untuk mengambil bagian dengan proses alam sekitarnya.
Kepercayaan juga memberikan kesempatan guna menyambung hidupnya dan
menjamin kesuburan segala hal yang bertepatan dengan aneka macam peristiwa.
Kepercayaan juga mmberikan pengetahuan tentang dunia, memberikan dukungan
dengan memberikan landasan dari kepercayaan tradisional dan tingkah laku.
Selain itu, kepercayaan juga berfungsi sebagai sistem cara penyampaian pesan
atau menginformasikan berita. Serta, kepercayaan juga dapat digunakan juga
sebagai sarana pendidikan yang paling efektif terutama untuk menanamkan
norma-norma sosial (Herusatoto, 2008:9)

2.3 Pengobatan Tradisional


Menurut WHO (2000), pengobatan tradisional adalah jumlah total
pengetahuan, keterampilan, dan praktek-praktek yang berdasarkan pada teori-
teori, keyakinan, dan pengalaman masyarakat yang mempunyai adat budaya yang
berbeda, baik dijelaskan atau tidak, digunakan dalam pemeliharaan kesehatan
serta dalam pencegahan, diagnosa, perbaikan atau pengobatan penyakit secara
fisik dan juga mental. Selain itu, pengobatan tradisional juga salah satu cabang
pengobatan alternatif yang bisa didefinisikan sebagai cara pengobatan yang
dipilih oleh seseorang bila cara pengobatan konvensional tidak memberikan hasil
yang memuaskan (Asmino, 1995).

10
Menurut Asmino (1995), pengobatan tradisional ini terbagi menjadi dua
yaitu cara penyembuhan tradisional atau traditional healing yang terdiri daripada
pijatan, kompres, akupuntur dan sebagainya serta obat tradisional atau traditional
drugs yaitu menggunakan bahan-bahan yang telah tersedia dari alam sebagai obat
untuk menyembuhkan penyakit. Obat tradisional ini terdiri dari tiga jenis yaitu
pertama dari sumber nabati yang diambil dari bagian-bagian tumbuhan seperti
buah, daun, kulit batang dan sebagainya. Kedua, obat yang diambil dari sumber
hewani seperti bagian kelenjar-kelenjar, tulang-tulang maupun dagingnya dan
yang ketiga adalah dari sumber mineral atau garam-garam yang bisa didapatkan
dari mata air yang keluar dari tanah contohnya, air mata air zam-zam yang terletak
di Mekah Mukarramah.

2.3.1 Suwuk
Suwuk adalah suatu cara penyebuhan alternatif dimana seseorang yang
dianggap memiliki kemampuan pengobatan dengan mantera membacakan suatu
mantra pada media air yang kemudian diminumkan kepada pasien atau yang
sedang menderita suatu penyakit. Pengobatan ini pada intinya dengan
melalui doa-doa memakai perantara air putih. Dalam berbagai literasi juga
ditemukan bahwa media yang digunakan bukan sekedar menggunakan air putih
melainkan juga kadang dengan menggunakan ludah dari penyuwuk.
Dalam bingkai budaya, tradisi suwuk sudah dilakukan secara turun
temurun dalam berbagai tradisi budaya khususnya pada masyarakat jawa, dimana
proses pengobatan dilakukan dengan membacakan mantera-matera dari seseorang
yang dianggap sebagai ahli, atau dukun atau tabib melalui media air yang
kemudian air tersebuh diberikan kepada pasien yang sakit, baik diminumkan,
digunakan untuk mandi maupun sekedar dibasuhkan dan dicipratkan. Pada hari ini
tradisi suwuk ini masih tetap bertahan dan masih bisa ditemui dalam berbagai
ritual penyembuhan dan terapi alternatif.
Budaya suwuk tidak lahir begitu saja di Indonesia. Ketika jaman
Walisongo, salah seorang anggotanya, Maulana Ishaq yang berasal dari
Samarkand, Rusia selatan ini adalah seorang ahli pengobatan. Salah satu metode
pengobatan yang dilakukan Maulana Ishaq adalah dengan suwuk. Metode dakwah

11
Maulana Ishaq yakni lewat jalur memberikan pengobatan gratis kepada warga
disuatu daerah yang dilewatinya. Hingga suatu saat Maulana Ishaq dipanggil oleh
seorang raja di Blambangan yang anaknya sakit keras. Atas ijin Allah, pengobatan
yang dilakukan Maulana Ishaq diberi kesembuhan. Suwuk biasanya dilakukan
oleh para kiai yang wira’i, zuhud atau mereka yang mendalami ilmu ketabiban.
Hampir semua kiai tempo dulu membekali dirinya dengan ilmu suwuk ini.
Biasanya para kiai yang memberikan pengobatan model ini menyertakan
pesan:”Jangan lupa minta kesembuhan kepada Allah SWT, karena yang punya
kesehatan dan sakit itu hanyalah Allah. Manusia hanya ikhtiar dan obat hanyalah
perantara. Allah yang menentukannya.”
Praktek menyuwuk biasanya menggunakan wasilah (media) air putih.
Paling baik menggunakan air zam-zam. Kalau tidak ditemukan, bisa juga
menggunakan air hujan, air sumur disekitar makam wali, atau air sumur di sekitar
makam Sunan Ampel Surabaya. Kalau semua itu sulit didapatkan, setiap air putih
juga bisa dipakai. Bahkan termasuk air mineral dalam kemasan. Wadah air dibuka
tutupnya didepan kiai, dibacakan doa-doa tertentu lalu ditiupkan ke dalamnya.
Namun secara umum doa itu adalah: ”Ya Allah, Tuhan Pencipta Alam dan
Pemelihara Manusia, hilangkanlah penyakit, sembuhkanlah dia. Engkaulah yang
menyembuhkan. Tiada kesembuhan kecuali kesembuhan dari Engkau,
kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit.” (HR. Bukhari)
Adapun cara penggunaannya: air yang sudah ditiupkan doa didalamnya itu
diminumkan kepada pasien. Bisa juga diusap-usapkan ke seluruh tubuhnya, atau
hanya ke bagian yang dirasakan sakit, atau dipercik-percikkan di sekitarnya.
Biasanya para kiai yang memberikan pengobatan model ini menyertakan
pesan:”Jangan lupa minta kesembuhan kepada Allah SWT, karena yang punya
kesehatan dan sakit itu hanyalah Allah. Manusia hanya ikhtiar dan obat hanyalah
perantara. Allah yang menentukannya.”
Pesan yang disampaikan (misalnya kiai) yang menyuwuk tadi ke pasien
merupakan “efek placebo” yakni dengan mendengarkan kata-kata kiai tersebut,
rasa cemas dan takut dalam diri mereka benar-benar hilang. Kata-kata tersebut
membangunkan kekuatan untuk menyembuhkan diri sendiri, yang memang sudah
ada dalam tubuh manusia. Jadi, para kiai bukan sekedar memberikan pelayanan

12
pengobatan suwuk, namun sekaligus memberikan “efek placebo” lewat kata-kata
positif berupa doa atau motivasi yang sarat nilai spiritual. Sehingga, pasien dapat
menumbuhkan rasa percaya akan kesembuhannya.

2.4 Presepsi Sehat Sakit Suku Jawa


2.4.1 Presepsi Sehat Sakit
Perilaku sakit dapat diartikan sebagai segala bentuk tindakan yang
dilakukan individu yang sedang sakit agar memperoleh kesembuhan, sedangkan
perilaku sehat adalah tinakan yang dilakukan individu untk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, termasuk pencegahan penyakit, perawatan kebersihan
diri,menjaga kebugaran melalui olah raga dan makanan bergizi.
Perilaku sehat diperlihakan oleh individu yang merasa dirinya sehat
meskipun secra medis belum tentu sehat. Sesuai dengan prsepsi tentang sakit dan
penyakit maka perlu sakit dan perilaku sehat. presepsi tentang sehat sakit ini
dipengaruhi oleh unsur pengalaman masa lalu disamping unsur sosial buaya.
Sebaliknya petugas keehatan berusaha sedapat mungkin menerapkan kriteria
medis yang objektif berdasarkan gejala yang tampak guna mendignosa kondisi
fisik individu.
Pandangan masyarakat Jawa terhadap sehat sakit bermacam-macam,
persepsi sehat-sakit dapat diklasifikasikan sebagai sehat adalah kemampuan
melakukan pekerjaan sehari–hari. Sehat berati jasmani dan rohani merasa sehat,
baik. Seseorang sehat dilihat dari fikiran, fisiknya dan dari makanan yang
dikonsumsi dengan komposisi nasi, sayur, dan ikan. Jika makanan sehat maka
orangnya-pun sehat.

13
BAB III
CONTOH KASUS

3.1 Suwuk

Suwuk merupakan pengobatan tradisional yang telah lama ada di Desa


Jatiarjo, Kecamatan Prigen, Pasuruan. Masyarakat yang tinggal di desa lokasi
wisata Taman Safari Indonesia II ini masih menggunakan pengobatan tradisional
suwuk sebagai pilihan pengobatan. Dalam praktiknya, suwuk biasa disisipkan
sebagai mantra dalam setiap pengobatan.

Pengobatan suwuk dilakukan oleh dukun yang mana salah satu ciri
pengobatan dukun adalah penggunaan doa-doa atau bacaan-bacaan, air putih yang
diisi rapalan doa-doa dan ramuan dari tumbuh-tumbuhan. Berbagai macam
penyakit yang diderita oleh masyarakat pun dapat diobati melalui suwuk.

Dalam pandangan ilmu antropologi kesehatan, dikenal istilah etnomedisin


yakni kepercayaan dan praktek-praktek yang berkenaan dengan penyakit dan
merupakan hasil dari perkembangan kebudayaan asli dan eksplisit yang tidak
berasal dari kerangka konseptual kedokteran modern. Sebuah metode pengobatan
pun berkaitan erat dengan bagaimana konsep sehat dan sakit yang dipahami
masyarakat. Penyebab penyakit masyarakat dibagi menjadi dua macam:
 Pertama, penyakit yang disebabkan oleh sistem-sistem medis personalistik,
yakni penyakit disebabkan oleh intervensi dari suatu agen aktif yang berupa
makhluk supranatural (makhluk ghaib, hantu, roh, dewa) atupun berasal
dari manusia seperti tukang tenung dan tukang sihir,
 Kedua, penyakit yang disebabkan oleh sistem-sistem medis naturalistik,
yakni penyakit yang diderita dapat dijelaskan dengan istilah-istilah sistemik
dan sakit tersebut disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan tubuh
manusia seperti karena panas, dingin, cairan tubuh (humor atau dosha), yin
dan yang, sehingga tubuh menjadi sakit. Pengobatan tradisional suwuk
tidak dapat dipungkiri lebih cenderung menyembuhkan penyakit yang
disebabkan oleh hal-hal personalistik.

14
Pada dasarnya, dalam proses pengobatan tradisional suwuk ini, dukun
akan melakukan proses yang terdiri dua tahap: pertama, dukun akan mendiagnosa
pasien terlebih dahulu, kedua, penerapan metode pengobatan dalam hal ini metode
pengobatan suwuk.

Di Jatiarjo, cara mendiagnosa pasien oleh dukun suwuk dapat dilakukan


dalam beberapa teknik. Teknik tersebut seperti halnya pijatan-pijatan di ruas-ruas
jari kaki dan tangan, analisis laporan medis dari pasien, penggunaan benda pusaka
(misal keris), hingga komunikasi batin antara sang dukun dengan penunggu desa
tempat pasien berasal. Seluruh teknik diagnosa tersebut dilakukan salah satu atau
kombinasi oleh sang dukun.

Setelah dilakukan teknik diagnosa, tahap selanjutnya adalah penerapan


dari metode pengobatan suwuk. Pengobatan suwuk di Jatiarjo dilakukan dengan
kombinasi teknik pengobatan lain seperti pijat dan pemberian ramuan herbal.
Setelah diketahui penyakit yang diderita, pasien dapat disembuhkan melalui
teknik pijat dengan menggunakan minyak whisik. Ada pula pasien yang diberi
ramuan berbahan tumbuhan obat yang diracik si dukun maupun diracik sendiri.

Selain ramuan herbal tersebut dikonsumsi oleh pasien, ramuan tersebut


juga dapat diusapkan (bobok) dibagian tubuh yang sakit. Seluruh proses
pengobatan baik pijat maupun pemberian ramuan berbahan alami tersebut
dilakukan sembari ditiupkan rapalan doa-doa oleh sang dukun. Rapalan doa-doa
pun juga diberikan pada pasien dalam bentuk fisik yakni berupa tulisan-tulisan
arab yang ditulis dilembaran kertas.

Pengobatan suwuk dengan kombinasi ramuan herbal misalnya, digunakan


oleh Bapak Kamin saat mengobati pasien Vina, bayi berusia lima bulan yang
mengalami sakit panas. Racikan ramuan herbal ini terdiri dari parutan dringu
(lempuyang) yang diusapkan (bobok) pada si bayi. Bahkan, tidak hanya si bayi
yang diobati, racikan ramuan herbal serta segelas air putih yang telah diberi doa
pun juga dikonsumsi oleh si ibu.

15
Bapak Kamin mengobati bayi Vina dengan mengusapkan ramuan herbal
(dok.peneliti 2016)

Terdapat tiga elemen penting dalam sebuah proses pengobatan yakni: obat
itu sendiri, mantra, dan menurut Malinowski, seorang tokoh antropologi
kenamaan, adalah kondisi atau kemampuan pemberi obat. Di Jawa, aspek keadaan
pemberi obat dianggap sebagai elemen yang penting sekali. Hal inilah yang
menjadi alasan bahwa pengobatan tradisional seperti halnya suwuk ampuh dan
masih menjadi pilihan bagi masyarakat di Jatiarjo.

Kondisi pemberi obat inipun ditunjukkan dengan sikap yakin selama


proses pengobatan. Selain itu, sang dukun mempercayai jika kesembuhan yang
dirasakan pasien tidak hanya berdasarkan kemampuan dirinya, namun senantiasa
atas kehendak Tuhan Yang Maha Esa. “makane teko iku, berangkate teko
yakin”ujar Bapak Kamin.

Perihal sikap dan kondisi pemberi obat ini secara ilmiah dapat dijelaskan
sebagai faktor sugesti yang terjadi dalam proses pengobatan tradisional.
Keampuhan pengobatan tradisional sejatinya terletak pada adanya faktor sugesti
yang terjadi selama proses pengobatan.

Sugesti berasal dari keyakinan si penyembuh maupun si pasien. Selain itu,


sugesti dibuat dengan memberikan Unen-Unen (komentar, saran) pada pasien
yang dinyatakan secara implisit maupun eksplisit. Media air, doa, dan obat-obatan
herbal menjadi upaya untuk meningkatkan sugesti pasien tentang penyembuhan.

16
Dengan demikian, pengobatan tradisional suwuk di Jatiarjo masih
memiliki tempat dihati masyarakat sebagai salah satu piilihan pengobatan meski
fasilitas medis telah memadai. Sejatinya pengobatan tradisional yang merupakan
wujud keluhuran dan kekayaan budaya Indonesia masih diakui hingga saat ini.

Pengobatan tradisional pun memainkan peranan penting dalam


pengembangan kebangsaan nasional, karena ia melambangkan masa silam negara
dan tingkatan kebudayaan yang tinggi di masa lalu. Bukan hanya pengobatan
milik masyarakat Jawa saja, namun kekayaan itu mencakup keragaman
sukubangsa yang ada di Indonesia, karena meski berbeda-beda cara
pengobatannya, namun kesembuhan adalah tujuannya.

17
BAB IV
PENUTUP

4.1 Saran
Suwuk adalah suatu cara penyebuhan alternatif dimana seseorang yang
dianggap memiliki kemampuan pengobatan dengan mantera membacakan suatu
mantra pada media air yang kemudian diminumkan kepada pasien atau yang
sedang menderita suatu penyakit. Pengobatan ini pada intinya dengan
melalui doa-doa memakai perantara air putih. Dalam berbagai literasi juga
ditemukan bahwa media yang digunakan bukan sekedar menggunakan air putih
melainkan juga kadang dengan menggunakan ludah dari penyuwuk.

4.2 Kesimpulan

Kita sebagai perawat yang professional dan berkompeten sebaiknya


melakukan peningkatan standar pelayanan kesehatan, melakukan penyuluhan-
penyuluhan mengenai bahaya pengobatan tradisional, dan sebagainya. Tujuannya
untuk mengubah persepsi masyarakat daerah terpencil bahwa pengobatan secara
medis dan modern lebih terjamin keamanannya daripada pengobatan secara
tradisional.

18
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/21933/ChapterII
file:///C:/Users/user/Documents/Downloads/BAB%202.pdf
file:///C:/Users/user/Documents/Downloads/Suwuk-Metode-Pengobatan-
Tradisional-Masyarakat-Jawa-yang-Eksis-di-Era-Modern-18542-id.pdf
file:///C:/Users/user/Documents/Downloads/11970-ID-konsep-pengobatan-
tradisional-menurut-primbon-jawa%20(1).pdf
https://kanal3-wordpress-
com.cdn.ampproject.org/v/s/kanal3.wordpress.com/2012/09/24/sejarah-
budaya-suwuk-di-indonesia-dan-proses-pembuatan-air-suwuk/amp/
https://www.romadecade.org/suku-jawa/#!
https://pamomongs.blogspot.com/2012/03/karakter-khas-suku-jawa-dengan-
tradisi.html
https://antronesia.com/eksistensi-suwuk-pengobatan-tradisional-
masyarakat-jawa-jaman-modern/

19

Anda mungkin juga menyukai