Oleh Alya Fadhoil Hanfah, 1806203521, FIK UI, PB 31
Bencana dapat berupa wabah, penyakit, ataupun bencana yang sering
didengar seperti gempa bumi, banjir, tsunami dan lain-lain. Kata Triage diartikan sebagai dua hal yaitu: to sort artinya memilih dan memilah berdasarkan kategori yang diinginkan serta distribute base on severity artinya pendistribusian berdasarkan tingkat keparahan. Tujuannya agar tidak terjadi overload yang justru akan mengancam safety. Pendistribusian juga bertujuan agar proses penanganan bencana dapat dilakukan secara optimal. Pengertian terminologi dari kata disaster triage sendiri adalah upaya memilah dan mendistribusikan pasien berdasarkan ketersediaan fasilitas kesehatan berdasarkan tingkat keparahan untuk mencapai response time untuk mengontrol kerusakan. Disaster triage dilakukan di fase akut bencana (2 hari pertama terjadinya bencana). Pihak yang berwenang melakukan tindakan adalah dokter, perawat, farmasi dan tenaga kesehatan lain. Aktivitas yang dilakukan di disaster triage: 1. Melakukan assessment jumlah korban, korban meninggal, dan lainnya. 2. Melakukan assessment fasilitas kesehatan yang masih bias digunakan 3. Mendistribusikan pasien untuk mencegah overload, mencegah keterlambatan respon time, dan mencegah keterlambatan mengontrol kerusakan Upaya disaster triage dapat dilakukan dengan dua cara: 1. Simple disaster triage: (a) Jika pasien masih bisa berjalan, maka tidak perlu dibawa ke RS, cukup ditangani di lapangan, (b) Jika pasien tidak bisa berjalan atau dalam keadaan pingsan, maka perlu dibawa ke RS 2. Expert Disaster Triage: dilakukan oleh spesialisasi keilmuan tertentu seperti Orthopedic Trauma Triage dan Burn Trauma Triage. Ini pada pasien dengan kondisi kerusakan spesifik pada bagian tertentu. Pada bidang Orthopedic Trauma Triage pengelompokan pasien berdasarkan keparahannya: 1. Merah: Pasien dengan politrauma (cedera kepala, dan lainnya), nantinya akan dibawa ke RS tipe B 2. Kuning: Pasien dislokasi, dibawa ke RS tipe C, B, dan A 3. Hijau: cedera ekstremitas atas: cukup ditangani di lapangan dan tidak perlu dibawa ke RS Pada kondisi darurat semua pihak harus ikut bertindak dalam penanganan bencana (baik negeri maupun swasta). Kriteria RS yang baik: maksimal memiliki 2 lantai, terdapat kamar dan fasilitas operasi serta terdapat jalur evakuasi. Disaster Victim Identification (DVI) yang paling simple adalah: foto wajah mayat, gunting sedikit rambutnya, kemudian memasukkan sampel rambut ke dalam kantong, selanjutnya masukkan mayat ke dalam kantong mayat dan beri nomor pada kantong mayat tersebut. Perbedaan gempa tanpa tsunami dan dengan tsunami: pada gempa tanpa tsunami lebih banyak korban cedera dibanding yang meninggal, sebaliknya pada gempa diikuti tsunami korban yang meninggal lebih banyak daripada yang cedera. Konsep untuk terjun menolong korban bencana: jangan menjadi secondary victim, oleh karenanya butuh persiapan yang matang dan mengikuti pelatihan khusus Disaster triage penting untuk dipahami dengan baik karena Indonesia adalah daerah yang rawan bencana, oleh karena itu dibutuhkan persiapan dan pemahaman yang baik terhadap kondisi-kondisi darurat.