Anda di halaman 1dari 10

Rantam, Fedik A., Ferdiansyah, Purwanti. 2014.

Stem Cell: Mesenchymal, Hematopoetik, Dan


Model Aplikasi Edisi Kedua. Surabaya: Airlangga University Press (AUP).

Kumar, V., Cotran, R.S., dan Robbins S.L. 2007. Buku Ajar Patologi. Edisi 7; ali Bahasa, Brahm U,
Pendt ;editor Bahasa Indonesia, Huriawati Hartanto, Nurwany Darmaniah, Nanda Wulandari.-
ed.7-Jakarta: EGC.

Mardiyantoro, Fredy., Munika, Khusnul., Sutanti, Viranda., Cahyati, Miftahul, Pratiwi, Ariyati R.
2018. Penyembuhan Luka Rongga Mulut. 2018. Malang: UB Press.

Regenerasi adalah proliferasi sel untuk mengganti sel dan jaringan yang rusak (restoration of
normal structure). Repair adalah respons terhadap injuri melalui regenerasi dan scar formation (fibrosis)
pada kerusakan permanen struktur normal jaringan atau organ. Pada status normal homeostatis selalu
terjadi keseimbangan antara proliferasi dan apotosis. JIka terjaid injuri atau trauma maka ada respons dari
sel atau jaringan untuk regenerasi dan repair. Regenerasi pada jaringan diawali dengan cara meperbarui
sel atau jaringan, sehingga terjadi regenerasi yang komplit seperti pembentukan epidermis, epitel saluran
perncernaan, dan sistem hemopoietik, sedang regenerasi jaringan yang stabil seperti liver dan ginjal
diperlukan kompensasi faktor pertumbuhan. Sementara itu repair jaringan memerlukan proses scar
formation untuk penyembuhan speperti semula, contohnya penyembuhan luka. BEgitu juga pada kasus
fibrosis yang merupakan produk dari inflamasi kronis.

Kapasitas regenerasi sel tergantung dari tipe sel, sel yang tipenya labil dapat terjadi regenerasi
yang terus menerus, sedang tipe quiescence terbatas sehingga memerlukan matriks ekstraseluler untuk
mengorganisasi regenerasi, contohnya liver, ginjal, endokrin, fibroblast, otot halus dan pembuluh darah.
Pada tipe sel yang permanen sangat sedikit dengan cara mengganti (replacement) scar atau sel yang rusak
contoh neuron, sel jantung, dan sel otot.

Proses Pengendaliaan Pertumbuhan dan Diferensiasi Sel


Masuknya sel baru ke dalam populasi jaringan ditentukan oleh kecepatan proliferasinya. Namun, sel
dapat meninggalkan populasinya karena kematian sel atau berdiferensiasi menjadi sel lain. Sel dibagi 3,
yaitu :
a. Sel Labil
Sel ini terus membelah dan terus menerus mati.
b. Sel Stabil
Dalam keadaan normal, sel ini dianggap istirahat tetapi mampu membelah diri dengan cepat dalam
merespons cedera.
c. Sel Permanen.
Sel ini dianggap mengalami diferensiasi tahap akhir dan nonpoliperatif dalam kehidupan
pascakelahiran.

Proliferasi Sel Normal : Siklus Sel


Siklus sel terdiri dari 5 tahap yaitu G1, S, G2, M, dan Go. Masuk dan berkembangnya sel melalui siklus
sel dikendalikan melalui kadar dan aktivitas suatu protein yang disebut siklin.

1. Tahap G1
Dalam tahap ini sel melalukan replikasi DNA. Untuk melakukan tahap ini siklin berikatan dengan
enzim CDK ( Cyclin Dependent Kinase ).
2. Tahap S
Tahap ini sel melakukan sintesis protein. Sebelum memasuki tahap ini siklin G1 akan terdegradasi
(terpecah). Kemudian disintesis siklin yang baru yang akan berikatan dengan CDK.
3. Tahap G2
Di tahap G2, sel mempersiapkan diri untuk melanjutkan ke tahap mitosis. Di tahap ini juga siklin
yang dari tahap sebelumnya akan terdegradasi dan digantikan oleh siklin yg baru. Siklin ini juga
akan berikatan dengan CDK agar proses di tahap ini akan belajar.
4. Tahap M
Dalam tahap ini, sel melakukan pembelahan. Di sel tubuh disebut mitosis sedangkan di sel kelamin
disebut mieosis.
5. Tahap Go
Jika sel ini adalah sel labil maka, sel ini tidak akan melalui tahap ini. Namun, jika sel ini sel stabil
maka dia akan melalui fase ini. Tahap ini sel hanya beristirahat menunggu datangnya rangsangan.

Mediator yang Berperan


Pertumbuhan dan diferensiasi sel bergantung pada sinyal ekstrasel yang berasal dari mediator
terlarut dan matriks ECM ( matriks ekstraseluler). Faktor yang berperan penting adalah faktor
pertumbuhan polipeptida. Faktor pertumbuhan ini memiliki efek pleitropik, yaitu selain merangsang
proliferasi sel, faktor ini juga berperan dalam migrasi dan diferensiasi sel, serta remodelling jaringan
dalam tahap penyembuhan luka.
Faktor pertumbuhan menginduksi proliferasi sel dengan mempengaruhi pengeluaran gen, yaitu :
a. Protoonkogen
Gen yang terlibat dalam jalur pengendalian pertumbuhan normal. Pengeluaran gen ini diatur selama
regenerasi dan pemulihan normal.
b. Onkogen
Gen yang berperan pada karakteristik pertumbuhan sel yang tidak terkendali pada sel kanker.

Pemberian Sinyal oleh Mediator


Sel yang berdekatan melalui gap junction atau saluran hidofilik yang menghubungkan kedua
sitoplasma sel. Saluran tersebut memungkinkan pergerakan ion kecil, berbagai metabolit, dan molekul
second messenger tapi bukan makromolekul yang lebih besar. Pemberian sinyal ada 4 bentuk, yaitu :
a. Autokrin
Sel memberikan sinyal ke target sel itu sendiri. Jalur ini penting dalam respons imun dan regenerasi
hati.
b. Parakrin
Sel memberikan sinyal ke sel disekitarnya. Jalur ini penting dalam proses pembentukan sel.
c. Sinaptik
Sel yang memberikan sinyal berupa neutransmitter menuju sel target. Contohnya adalah sel syaraf.
d. Endokrin
Sel memberikan sinyal berupa hormon yang dilepaskan dalam aliran darah dan bekerja pada sel
target yang berjauhan.
Untuk menerima sinyal, suatu sel membutuhkan reseptor. Terdapat 4 jenis reseptor yang terdapat di
permukaan sel, yaitu :
a. Reseptor Kanal Ion
Pengikatan ligan sehingga ion spesifik dapat melewatinya. Terjadi di penghubung syaraf dan otot
berupa reseptor asetilkolin.
b. Reseptor dengan Aktivitas Kinase Intrinsik
Reseptor dengan pengikatan ligan yang menyebabkan dimerisasi stabil dan fosforilasi. Reseptor
tersebut berikatan dengan protein.
c. Reseptor Protein G yang Berpasangan
Reseptor yang berikatan dengan ligannya setelah itu berhubungan dengan protein yang
menghidrolisis GTP intrasel ( itulah sebabnya dinamakan reseptor protein g ). Contohnya reseptor
untuk hormon epinefrin dan dan glukagon.
d. Reseptor Tanpa Aktivias Enzimatik Instrinsik
Pengikatan ligan yang berhubungan dengan protein intrasel dan mengaktifkannya. Hal ini
menimbulkan fosforilasi kompleks reseptor serta selanjutnya melibatkan JAK (Janus Kinase) dan
STAT (Sinyal Transducer and Activators of Transcription). Contohnya aktivasi sitkin pada sistem
imun.

Semua hasil dari keempat reseptor tersebut menyebabkan aktivasi faktor transkripsi inti, menginisiasi
sintesis DNA, dan pembelahan sel.

Interaksi Matriks Ekstraseluler dan Sel Matriks


Matriks Ekstraseluler (ECM) adalah makromolekul remodelling secara dinamis dan konstan yang
disintesis secara lokal dan menyusun bagian penting pada jaringan. ECM ( Matriks Ekstraseluler ) dibagi
dalam 2 bentuk, yaitu :
1. Matriks Interstisial
Matriks ini disintesis oleh sel mesenkim. Penyusun utamanya adalah kolagen fibril dan non fibril.
2. Membran Basalis
Terletak di bawah epitel dan disintesis oleh epitel di atasnya dan sel mesenkim dibawahnya.

Peranan Matriks Ekstraseluler


1. Penyokong mekanis untuk berlabuhnya sel. Tanpa adanya perlekatan, sebagian besar jenis sel akan
mati.
2. Pengendalian pertumbuhan sel. Semakin kuat perlekatan suatu sel, semakin proliferatif sifatnya.
3. Pemeliharaan diferensiasi sel. ECM yang sama dapat memiliki efek yang berbeda, tergantung
konteks mekanis pada tempat terdapatnya ECM.
4. Scaffolding (dasar) untuk pembaharuan jaringan. Jika membran basalis rusak, sel berproliferasi
secara kacau sehingga menghasilkan jaringan yang tidak terorganisasi dan nonfungsional.
5. Pembentukan lingkungan mikrojaringan. Membran basalis bertindak sebagai batas antara epitel dan
jaringan ikat.

Komponen Matriks Ekstraseluler


a. Kolagen
Protein struktural fibrosa yang memberikan kekuatan regang.
b. Elastin
Kemampuan jaringan untuk mengerut dan kembali ke struktur dasarnya setelah terjadi tekanan fisik.
c. Proteoglikan dan Hialuronan
Proteoglikan berfungsi sebagai tempat penyimpanan bagi faktor pertumbuhan yang disekresikan ke
dalam ECM. Hialuronan berfungsi untuk mengikat air menjadi suatu matriks kental menyerupai
gelatin.
d. Glikoprotein Adhesif
Berfungsi untuk melekatkan komponen ECM satu sama lain dan melekatkan ECM pada sel melalui
integrin permukraan sel.
e. Fibronektin
Suatu heterodimer yang dihubungkan oleh disulfida dan disintesis oleh fibroblas, monosit, dan
endotel serta berhubungan dengan permukaan sel membran basal.
f. Laminin
Laminin berfungsi untuk mengatur kelangsungan hidup, proliferasi, diferensiasi, dan motilitas sel.
g. Integrin
Berfungsi melekatkan sel dengan ECM dan dapat mempengaruhi pergerakan, proliferasi, dan
diferensiasi sel.

Mekanisme Interaksi ECM


Integrin mengikat ECM dan berinteraksi dengan sitoskeleton pada kompleks adhesi lokal ( agregat
protein yang terdiri dari vinkulin, alpha-aktinin, dan tolin ). Hal ini dapat secara langsung memerantai
sinyal nukleus. Reseptor permukaan sel untuk faktro pertumbuhan juga mnginisiasi sinyal kedua. Secara
bersama-sama, sel menghasilkan respons, yaitu perubahan pada pertumbuhna, pergerakan, dan
diferensiasi sel.
Proses Penyembuhan Luka pada Mukosa Rongga Mulut

Secara fisiologis penyembuhan jaringan mukosa rongga mulut akan melalui tahapan dasar antara
lain hemostasis, inflamasi, proliferasi serta maturasi (remodelling) (tabel 4). Beberapa penyebab
kerusakan yang mengakibatkan kerusakan jaringan antara lain pada tabel 5.

Tabel 4. Penyembuhan jaringan mukosa rongga mulut


Tabel 5. Penyebab umum kerusakan jaringan

1. Fase Hemostasis Mukosa


Pada penyembuhan jaringan, paltelet merupakan sel yang berfungsi menutup kerusakan pada
area pembuluh darah. Pembuluh darah mengalami vasokonstriksi sebagai respon terhadap jejas.
Platelet menyekresi substansi vasokonstriksi untuk memfasilitasi proses tersebut, namun fungsi
utamanya menstabilkan penutupan (clot sealing) pembuluh darah.

Dibawah pengaruh ADP (Adenosine Diphosphate), platelet melekat pada kolagen tipe 1,
yang kemudian mereka aktif dan mneyekresi glikoprotein adhesive untuk membentuk agregasi
platelet. Setelah itu menyekresi faktor yang berinteraksi dan menstimulasi faktor instriksik
pembekuan darah untuk memproduksi fibrinogen menjadi fibrin. Fibrin berfungsi memperkuat
agregasi platelet.

Kemudian platelet menyekresi growth factor yang akan menginisiasi proses penyembuhan.
Growth factor tersebut akan menginduksi netrofil dan monosit untuk menstimulasi sel epitelial dan
fibroblas. Proses ini terjadi beberapa menit setelah terjadinya jejas.

2. Fase Inflamasi Mukosa


Secara klinis inflamasi memberikan gambaran berupa rubor, tumor, kalor, dolor, dan
fungsiolesa. Tahapan ini terjadi paling lama 4 hari setelah terkena jejas.

Respon inflamasi merupakan suatu proses yang terjadi akibat melemahnya jaringan yang
terkena jejas, melepaskan plasma dan netrofil ke jaringan sekitar. Netrofil memfagosit debris dan
mikroorganisme pada tahap pertahanan awal terhadap infeksi. Fase berikutnya melepaskan enzim
intraseluler ke jaringan sekitar. Kemudian dilanjutkan dengan pelepasan sitokin dan growth factor
untuk mengikat reseptor pada sel target, dilanjutkan dengan proses sitokin mengikat sel target
sedangkan growth factor akan menstimulasi sel target untuk memproduksi kolagen yang dibutuhkan
untuk membentuk matriks ekstraselular. Matriks ekstraselular tersebut berperan menstimulasi
integrin yang dibutuhkan pada aktivasi platelet, migrais epitel dan pelepasan fibroblas.

Pada tahap ini makrofag berfungsi sebagai kontraktor yang diawali dengan diferensiasi
monosit menjadi makrofag setelah keluar dari pembuluh darah dan berkontak dengan matriks
ekstraselular. Makrofag akan memfagosit bakteri dan menjadi sistem pertahanan sekunder. Makrofag
mensekresi enzim ekstraseluler untuk mendegradasi jaringan pada daerah jejas. Enzim tersebut
merupakan salah satu subtansi MMPs (matriks metalloprotein). Pada aktivitasnya MMPs
membutuhkan kalsium dan zinc pada pembentukan dan pengaktifannya.

Terdapat 20 tipe MMPs yang disekresi berbgai sel antara lain, netrofil, makrofag, sel
epitelial, fibroblas, yang pelepasannya dipengaruhi oleh sitokin seperti TNF-α, IL-1, dan IL-6.
Makrofag juga menyekresi sitokin dan growth factor seperti fibroblast growth factor (FGFr),
epidermal growth factor (EGF), transforming growth factor (TGF) β dan interleukin-1 yang
berperan langsung pada tahap selanjutnya. MMPs beraktifitas pada semua komponen matriks
ekstraseluler yang bertanggung jawab untuk memindahkan jaringan devital, memperbaiki kehilangan
atau kerusakan jaringan dan remodelling. MMPs diseimbangkan oleh tissue inhibitors of
metalloprotease (TIMPs) yang dilepaskan secara lokal oleh sel dan MMPs inaktif diikat kembali.
MMPs yang tidak merusak growth factor. Potensi penyembuhan jaringan dipengaruhi oleh banyak
factor seperti keterlibatan infeksi bakteri dan resistensi host.

3. Fase Proliferasi Mukosa


Tahapan ini terjadi 4 hari setelah jejas hingga terlama mencapai 21 hari tergantung pada
ukuran jejas dan status kesehatan pasien. Karakteristik dari tahapan ini adalah proses angiogenesis,
deposisi kolagen, pembentukan jaringan granulasi, kontraksi perlukaan, dan epitelisasi.

Secara klinis, proliferasi dipicu oleh kolagen pada dasar perlukaan termasuk di dalamnya
perubahan pada lapisan dermal dan kadang hingga subdermal pada perlukaan yang lebih dalam.
Fibrobklas merupakan sel "framer" yang menyekresi kolagen pada regenerasi dermal. Fibroblas
bertanggung jawab pada kontraksi perlukaan. Pericyte merupakan sel "plumber" yang meregenerasi
lapisan luar kapiler dan sel endotel yang memproduksi lining yang disebut dengan proses
angiogenesis. Keretinosit meruapakan sel "roofer" dan "sider" yang bertanggung jawab pada
epitelisasi. Pada tahapan final di fase ini, keratinosit akan berdiferensiasi membentuk lapisan
protektif terluar pada stratum korneum.
Pada penyembuhan luka, semua sel di bawah pengaruh growth factor untuk memproduksi
sel baru yang pada migrasinya membutuhkan sitokin. Pada proses ini diperlukan keseimbagan antara
MMPs dan TIMPs untuk membentuk jaringan baru. Sebaliknya pada lukan kronis, diperlukan
konsentrasi tinggi dari sitokin dan MMPs dan konsentrasi rendah dari TIMPs terhadap growth factor,
kondisi ini merupakan karakteristik dari fase kronis. Hal ini disebabkan oleh peningkatan serangan
bakteri, adanya jaringan nekrosis, iskemia kronis ataupun trauma ulang.

4. Fase Maturasi Mukosa


Setelah tahapan sebelumnya lengkap, fase maturasi dan remodeling dimulai. Tahapan ini
ditandai dengan penyusunan jaringan kolagen untuk menghasilkan tensile strength yang lebih baik
pada daerah luka karena peningkatan densitas sel dan kapiler. Sel yang berperan utama adalah
fibroblas. Fase ini berjalan hingga 2 tahun setelah jejas, hal inilah yang menjelaskan mengapa luka
tertutup lebih cepat pulih dibandingkan luka terbuka. Definisi luka berdasarkan proses
penyembuhannya terbagi dalam:
a. Luka akut yang penyembuhannya normal dan prosesnya seperti dijelaskan di atas
b. Luka kronis yang proses penyembuhannya tidak sesuai dengan masa normal karena terdapat
faktor pengganggu.

Perbedaan lama penyembuhan luka tergantung pada letak lukanya apakah superfisial dan
dalam. Luka superfisial biasanya terjadi sekitar 0,5 mm dari permukaan mukosa atau sekitar 33%
dari ketebalan jaringan kulit. Pada luka superfisial ini tidak menghasilkan jaringan parut, sedangkan
luka yang lebih dalam akan menghasilkan jaringan parut. Faktor yang memengaruhi penyembuhan
luka tergantung pada:
a. Lingkungan sektiar luka termasuk di dalamnya infeksi, jaringan nekrotik dan ketersedian
vaskular yang adekuat
b. Faktor fisik dan fisiologis seperti nutrisi, penyakit sistemik yang mendasari dan kondisi mental
individu
c. Faktor pendukung ekstrinsik yaitu kualitas hidup pasien seperti imobilitas, kebersihan
lingkungan, dukungan keluarga dan kemampuan finansial individu.

Anda mungkin juga menyukai