Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Pertanian merupakan salah satu sektor utama yang menunjang perkembangan perekonomian Indonesia,
Tetapi ironisnya perkembangan fungsi dan peran sektor ini tidak berdampak nyata terhadap mayoritas
masyarakat yang bergantung didalamnya. Kondisi ini berjalan sedemikian rupa, sehingga tanpa terasa
telah terjadi ketimpangan yang cukup mencolok yang menimbulkan masalah baru dalam proses
pembangunan nasional (Kusmayadi, E.dkk. 2013).

Kesejahteraan petani masih rendah dan tingkat kemiskinan relatif tinggi, meskipun kontribusi
sektor pertanian secara keseluruhan sangat besar terhadap perekonomian nasional, namun
kesejahteraan petani tidak mengalami perubahan. Sekitar 50-60 persen penduduk atau masyarakat
Indonesia tinggal di pedesaan. Selanjutnya, sekitar 70-80 persen kelompok masyarakat ini termasuk
golongan miskin dengan usaha pertanian, perikanan dan kehutanan, yang masih tradisional dan bersifat
subsisten. Minimnya akses terhadap informasi dan sumber permodalan, menyebabkan masyarakat
petani tidak dapat mengembangkan usahanya secara layak ekonomi.

Pembangunan pertanian yang dilaksanakan selama ini, petani dan kelompok tani lebih dalam posisi
sebagai pelaksana kebijaksanaan pemerintah, lebih diperankan sebagai obyek pembangunan dan bukan
sebagai subyek pembangunan. Pembangunan pertanian konvensional yang didominansi oleh
pemerintah tidak menjamin keberlanjutan program pembangunan pertanian serta tidak sesuai dengan
prinsip-prinsip pertanian kerakyatan yang lebih bertumpu pada kemampuan dan kemandirian petani.
Pendekatan pembangunan pertanian perlu diubah dari pembangunan pertanian berorientasi produksi
menjadi pembangunan pertanian kerakyatan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

Banyak yang masih berada di bawah ketidakpastian perubahan iklim dan suasana global yang sangat
dinamis, kita sangat membutuhkan bangunan modal sosial pertanian yang lebih kokoh, dengan
menumbuhkan semangat dan motivasi menuju peningkatan kesejahteraan petani sebagai subyek. Politik
ini pada dasarnya adalah bagaimana melindungi petani dari ketidakadilan pasar (input, lahan, modal,
output, dan lainnya). Politik tersebut sebagai bagian penting untuk memberdayakan petani, yang pada
dasarnya dapat diimplementasikan melalui berbagai strategi pengelolaan pasar sebagai upaya
‘menjamin’ kesejahteraan petani dari ketidakadilan dan resiko, kebijakan harga input pertanian,
kebijakan penyediaan lahan pertanian, permodalan, pengendalian hama dan penyakit, dan kebijakan
penanganan dampak bencana alam. Sikap dasar pembangunan pertanian seperti itu harus ditumbuhkan
untuk meningkatkan semangat dan motivasi serta keadilan bagi petani sebagai human capital di
perdesaan, untuk menghadapi era global yang tidak pernah menjamin terwujudnya keadilan pasar
(Chambers,R., 2013).

1.2 Rumusan masalah


· Apa yang dimaksud dengan kebijakan produksi dalam ruang lingkup politik pertanian

· Bagaimana cara meningkatkan produksi untuk mencapai swasembada pangan

· Bagaimana sikap dan tindakan pemerintah dalam memajukan pertanian

· Bagaimana kebijakan pertanian mempengaruhi keputusan produsen, konsumen, dan para pelaku
pemasaran dalam pelaksanaan pembangunan.

1.3 Tujuan

· Memahami tentang kebijakan produksi

· Mengetahui politik pertanian yang di terapkan di indonesia.

· Mengetahui ruang lingkup dari politik pertanian

· Untuk mempelajari kebijakan produksi dalam ruang lingkup politik pertanian

· Mengetahui kebijakan peningkatan produksi untuk mencapai swasembada pangan.

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian politik dalam perkataan politik pertanian, kadang-kadang diasosiasikan dengan politics yang
berkaitam dengan cara-cara kelompok masyarakat mencapai tujuan (politiknya). Dalam kenyataan
memang kaitan itu ada. Petani sebagai kelompok masyarakat yang mempunyai kepentingan tertentu,
memang selalu berjuang untuk memajukan kepentingan mereka baik dalam meminta harga yang lebih
memadai bagi hasil-hasil produksinya, maupun dalam mengusahakan dasar tukar (terms of trade) yang
tidak merugikan mereka.

Politik pertanian sebagai ilmu tidak bertujuan membela sesuatu kepentingan tertentu. Tugasnya adalah
menganalisis berbagai factor yang perlu diperhatikan dalam merumuskan kebijakan pertanianFaktor-
faktor ini mencakup factor-faktor ekonomi,social, politik, budaya, teknik, dan lain-lain. Politik pertanian
pada dasarnya merupakan kebijakan pemerintah untuk memperlancar dan mempercepat laju
pembangunan pertanian. Dan pembangunan pertanian tidak hanya menyangkut kegiatan petani saja,
tetapi juga perusahaan-perusahaan pertanian dan perkebunan, perusahaan-perusahaan pengangkutan,
perkapalan, perbankan, asuransi atau lembaga-lembaga pemerintah dan semi pemerintah. Akan
ternyata, bahwa syarat mutlak berhasilnya pembangunan pedesaan adalah tetap berupa pembangunan
pertanian. Pertanian adalah mata pencaharian dan lapangan kerja pokok penduduk pedesaan, sehingga
dalam pembangunan pedesaan perhatian utama tetap harus ditujukan pada pembangunan pertanian
sebagai sector kegiatan ekonomi yang menonjol.

Bagaimana peranan pemerintah dalam masyarakat yang amat sederhana ini? Campur tangan secara
langsung untuk memajukan pertanian sama sekali tidak ada. Pertanian adalah urusan petani. Pemerintah
tidak menganggap perlu dan rupanya tidak dianggap perlu hal ikhwal bertani. Karena sekarang rakyat
berhak menyatakan mana kerja wajib yang dianggap wajar dan mana yang dianggap tidak wajar atau
terlalu dicari-cari, maka mulailah timbul “perdebatan” mengenai setiap macam pekerjaan yang perlu
dilakukan di pedesaan. Inilah permulaan dari mundurnya pekerjaan “gotonh-royong”, karena tidak setiap
pekerjaan gotong-royong (tanpa bayar) dianggap wajar bila dikerjakan seluruh rakyat. Bahwa mundurnya
semangat gotong-royong tidak selalu dapat diterangkan sebagai akibat negative dari kemerdekaa kiranya
cukup jelas. Banyak pejabat pemerintah yang memang kurang mampu memisahkan apa pekerjaan yang
seharusnya diselesaikan melalui gotong-royong dan apa yang tidak, walaupun keduanya menyangkut
kepentingan penduduk. Dalam arti substantive “ekonomi” memang diartikan sebagai ketergantungan
manusia pada alam dan sesamanya sehingga segala tindakan manusia untuk mengatasi serba
ketergantungan itulah obyek ilmu ekonomi. Manfaat yang besar pendekatan ekonomi antropologi bagi
pembangunan pertanian dan pedesaan di Indonesia semakin Nampak, karena bangsa Indonesia kini
lebih sungguh-sungguh melaksanakan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, meskipun pada saat
ini masih terasa lebih sebagai cita-cita. Dengan pembangunan manusia seutuhnya maka manusia petani
penduduk pedesaan adalah merupakan titik sentral pembangunan bukan tanahnya atau komoditi yang
dapat pada tanah itu. Pendekatan dalam pembangunan manusia seutuhnya lebih ditekankan pada
pengembangan pribadi dan pengembangan petani sebagai pelaku pembangunan pertanian dan
pedesaan.

Salah satu tugas pemerintah dimana pun dan dalam sistem ekonomi apa pun ialah mengusahakan agar
rakyat dapat memenuhi kebutuhannya, terutama kebutuhan pokoknya. Ditinjau dari tugas pemerintah
yang demikian, maka dalam politik harga pemerintah berkewajiban agar harga-harga kebutuhan pokok
rakyat terjangkau oleh daya beli mereka, khususnya pada tingkat perkembangan ekonomi sekarang, bagi
kelompok pendapatan yang masih berada di bawah garis kemiskinan. Kemiskinan ialah keadaan
penghidupan di mana orang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya (khususnya pangan). Di
pedesaan jawa, orang menggunakan pula istilah cukup (cekap) bagi mereka yang tidak termasuk miskin,
dan tidak cukup (kekurangan). Kini masalah kemiskinan pedesaan sudah merupakan topic perdebatan
terbuka, baik oleh umum maupun para ahli dan sarjana. Dalam berbagai usaha kita untuk mendorong
perkembangan koperasi sering kita menunjuk kepada kegiatan gotong-royong dan tolong menolong.
Kalau penduduk pedesaan secara tradisional sudah mengenal dan mempraktekkan kegiatan gotong-
royong dan tolong menolong, orang beranggapan bahwa koperasi akan dapat berkembang karena
keduanya dianggap jiwa yang sama. Memang benar di setiap masyarakat pedesaan, kita telah mengenal
kegiatan gotong-royong dan tolong menolong. Dengan gotong-royong biasanya kita menunjuk kepada
kegiatan bersama penduduk satu desa atau pedukuhan ntuk mengerjakan suatu proyek bagi
kepentingan bersama misalnya perbaikan jalan, pembersihan makam atau perbaikan bendungan. Tolong
menolong dan gotong-royong mengandung unsure keterpaksaan atau tidak semata-mata sukarela, yang
berarti bahwa orang melaksanakan karena adanya semacam keharusan dan solidaritas social.
Bagaimanapun, mengingat sifat masyarakat pedesaan yang umumnya berbeda dengan masyarakat kota,
maka untuk membantu dan memperkenalkan teknologi baru diperlukan pengertian dan pemahaman
yang mendalam atas aspirasi masyarakat dan cirri-cirinya. Untuk membawa dan menumbuhkan
teknologi di pedesaan, teknologi harus dapat dimenger ti, dipelihara dan diperkembangkan lebih lanjut
oleh desa sesuai dengan tahap-tahap perkembangan masyarakat desa. Industry pedesaan juga kurang
berkembang antara lain karena kaitan ekonominya ke muka dan ke belakang biasanya lemah. Ini berarti
industry pedesaan kurang ditunjang dan sebaliknya juga kurang menunjang sector-sektor ekonomi
lainnya.

Industry kecil yang sebagian besar berada di daerah pedesaan dapat memegang peranan penting sekali
bagi pembangunan ekonomi pedesaan dan usaha pemerataan.

a) Industry ini memberikan lapangan kerja pada penduduk pedesaan yang pada umumnya tidak
bekerja secara penuh

b) Ia memberikan tambahan pendapatan tidak saja bagi pekerja/kepala keluarga, tetapi juga bagi
anggota-anggota keluarga yang lain

c) Dalam beberapa hal ia mampu memproduksi barang-barang keperluan penduduk setempat dan
daerah sekitarnya secara lebih efisien dan lebih murah dibanding dengan industry besar.

d) Ditinjau secara nasional berhasilnya pengembangan industry pedesaan akan merupakan


penghematan yang besar karena ia merupakan usaha industrialisasi tanpa urbanisasi, yang berarti ia
mampu menyediakan lapangan kerja tanpa keharusan penyediaan berbagai prasarana perkotaan yang
mahal.

Bahwa melaksanakan program-program pembangunan pedesaan untuk meningkatkan kesejahteraan


penduduk ternyata banyak sekali hambatannya. Bahwa dewasa ini pembangunan ekonomi telah
menunjukan hasil-hasil nyata secara nasional, kiranya dapat kita pakai sebagai modal untuk meratakan
hasil-hasil tersebut kepada masyarakat pedesaan yang masih banyak tertinggal (Pandia I.2012).
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kebijakan Produksi (Production Policy)

Masalah pangan merupakan salah satu masalah nasional yang sangat penting dari keseluruhan proses
pembangunan dan ketahanan nasional suatu bangsa. Pangan menyankut kesejahteraan hidup dan
kelangsungan hidup suatu bangsa karena merupakan salah satu kebutuhan manusia, selama itu pula
diperlukan pangan karena manusia tidak dapat bertahan hidup lama tanpa makan.

Kedudukan pangan di Indonesia adalah salah satu sektor yang sangat strategis karena :

· Banyaknya pihak yang terlibat dalam bidang produksi, pengolahan, dn distribusi

· Meskipun terlihat ada kecenderungan menurunnya total pengeluaran rumah tangga yang
dibelanjakan untuk konsumsi bahan pangan, namun masih merupakan bagian terbesar dari seluruh
pengeluarannya, terutma untuk pangan beras. Oleh karena itu, pangan di Indonesia sering diidentikkan
dengn beras memberikan sumbangan yang cukup besar dalam pemenuhan kebutuhan kalori dan gizi
penduduk Indonesia.

Mengingat arti dan peranan pangan yang sangat penting dalam menunjang kehidupan manusia maka
pemerintah Indonesia selalu berusaha untuk mencukupi kebutuhan pangan penduduknya tidak saja
ditinjau dai segi kuantitas, tetapi juga dari segi kualitas. Penyediaan pangan yang cukup dapat lebih
memantapkan stabilitas ekonomi dan stabilitas nasional.

Penyediaan pangan dan gizi menjadikan satu sarana yang harus selalu ditingkatkan sebagai landasan
untuk pembangunan manusia Indonesia dalam jangka panjang. Jikapenyediaan pangan tersebut
dikaitkan dengan peningkatan mutu dan gizi penduduk maka dapat membawa konsekuensi yang cukup
berat, mengingat jumlah kebutuhan pangan akan selalu meningkat. Dengan demikian pangan harus
tersedia dalam jumlah yang cukup dan tersebar secara merata di seluruh wilayah Indonesia pada tingkat
harga yang layak, serta terjangkau oleh daya bermasyarakat.

Permasalahan pangan di Indonesia karna adanya ciri-ciri di bidang konsumsi dan produksi. Ciri produksi
pangan di Indonesia antara lain:

· Adanya ketimpangan antara tempat yang berkaitan dengan kerumitan dalam pemasaran dan
distribusinya.

· Selain produksi pangan tidak merata menurut tempat, juga tidak merata menurut waktu yang pada
akhirnya akan menimbulkan kendala tambahan dalam struktur distribusi, serta secara langsung akan
berpengaruh terhadap harga yng akan diterima petani dan yang harus dibayarkan oleh konsumen

· Produksi pertanian, khususnya padi-padian setiap tahun selalu berfluktuasi, dipengaruhi oleh
kondisi cuaca, serangan hama dan penyakit tanaman, banjir, bencana alam dan lain-lain. Produksi berada
ditangan jutaan petani kecil yang tersebar tidak merata dan umumnya mereka hanya mengusahakan
lahan relative sempit kurang dari 0,5 Ha, sehingga menyulitkan pengumpulan untuk didistribusikan
kedaerah laen yang memerlukannya.

Mengingat upaya untuk mencapai tingkat keseimbangan yang tinggi antara pangan dan kesempatan
kerja adalah hal yang sangat penting tidak saja ditinjau dari kesejahteraan sosial melainkan juga
merupakan usaha yang strategis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi secara menyeluruh maka
dengan adanya usaha tani yang areanya sempit dan tersebar tersebut menimbulkan kesulitan tersendiri
dalam pengembangan produksi.

Sementara itu, konsumsi pangan di Indonesia mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

· Adanya perbedaaan dalam pola konsumi antar tempat. Secara umum, pola konsumsi pangan di
Indonesia digolongkan menjadi dua yaitu daerah yang masyarakatnya merupakan konsumen beras
utama atau mengarah ke beras dan daerah yang masyarakatnya di samping mengkonsumsi beras juga
mengkonsumsi bahan bukan beras sebagai bahan pokoknya

· Tingkat konsumsi yang berbeda antar tempat lebih mempersulit keadaan dalam alokasi dan
distribusi pangan.

· Konsumsi pangan meningkat terus, khususnya beras.

· Jumlah penduduk yang cukup besar dan meningkat terus membawa konsekuensi untuk terus
meningkatkan penyeediaan kebutuhan pangan.

· Tidak meratanya penyebaran penduduk antar daerah membawa dampak terhadap masalah
distribusi pangan .
2.2 Kebijakan Peningkatan Produksi Untuk Mencapai Swasembada Pangan

Peningkatan produksi pangan akan mempunyai dampak yang sangat luas terhadap laju pertumbuhan di
Indonesia. Selain untuk mancapai swasembada, pembangunan, pertanian, tanaman pangan juga
dibutuhkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat tani. Semua ini dapat dicapai melalui
peingkatan produksi.

Usaha intensifikasi dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas sumber daya alam dari area hutan,
pengairan, dan pertanian, baik tanah sawah, sawah pasang surut, tanah kering, dan sebagainya dengan
menggunakan segala sarana produksi, seperti air, benih unggul, pestisida, dan sebagainya.

Kebijakan peningkatan produksi pangan ditempuh melalui penerapan inovasi panca usaha tani, seperti
penggunaan benih varietas unggul, pemupukan, pengendalian hama terpadu, pengairan, peralatan
untuk pengolahan lahan, tersedianya kredit tani dan sebagainya. Inovasi ini kemudian menjadi “Sapta
Usaha Tani”. Kebijakan ini memerlukan dukungan dalam upaya mengatasi gejala leveling off (tren
penurunan produksi setelah melewati puncak peningkatan produksi) yang selalu terasa pada periode-
periode tertentu.

Untuk menunjang keberhasilan program keberhasilan program peningkatan produksi pangan guna
mencapai swasembada tersebut, pemerintah telah mengantisipasinya melalui serangkaian kebijakan-
kebijakan :

· Kebijakan bidang pembenihan

Berupa pembuatan bibit unggul yang terlisensi

· Sarana produksi, pupuk, dan pestisida

Pemerintah menyiapkan sarana dan prasarana pertanian sesuai dengan kebutuhan para petani

· Kebijakan bidang perkreditan

Berupa pemberian modal awal ke petani kecil

· Kebijakan bidang perairan

Pembuatan saluran perairan dan drainase yang baik mudah di akses


· Kebijakan diseversifikasi usaha tani

Memaksimalkan keuntungan hasil pertanian berupa pemberdayaan sumberdaya alam yang dimiliki

· Kebijakan bidang penyuluhan

Berupa gabungan sekumpulan kelompok tani

· Kebijakan harga input dan output

Berupa kesepakatan harga pemasaran yang stabil

· Kebijakan penanganan pasca panen

Pembuatan tempat pengumpulan hasil panen dan sistem pengelolahan hasil panen yang baik agar tidak
kehilangan hasil panen

2.3 Diversifikasi Komoditi

Diversifikasi di sektor pertanian sebenarnya sudah merupakan kebijakan yang cukup lama, tetapi
pengembanganya masih relatif tertinggal karena beberapa hal:

· Titik perhatian penentu kebijakan sejauh ini masih terpusat pda usaha untuk mencapai
swasembada beras. Meskipun sudah tercapai pada tahun 1984, sumber daya yang ada masih juga
terserap untuk mempertahankan swasembada tersebut.

· Pengembangan teknologi budi daya komoditi di luar padi masih juga tertinggal.

· Kebijakan di bidang pemasaran masih condong pada pencapaian target komoditi padi.

Di bidang produksi, pengertian diversifikasi menyangkut 2 hal, antara lain:

· Diversifikasi horizontal

Yaitu diversifikasi yang berkaitan dengan produksi, yang dalam hal ini harus ditumbuhkan kesediaan
petani produsen untuk menanam berbagai tanaman di lahan yang dikuasainya dengan tetap
memperhatikan prinsip keuntungan komparatif terhadap penggunaan sumber daya alam dan sosial
ekonomi setempat.
· Diversifikasi vertikal

Diversifikasi vertikal, yaitu yang berhubungan dengan sisi permintaan, yang lebih menekankan pada
masalah penanganan lepas panen sejak dari tahap proses perdagangan sampai pada tahap konsumsinya.

Dalam pengembangan diversifikasi ini, salah satu prasyaratyang sangat penting adalah adanya informasi
yang akurat tentang sifat-sifat lahan, aspirasi dan kemampuan petani, serta tersedianya sarana
pendukung, seperti jalan, pasar,perkreditan, maupun peranan wilayah dalam perencanaan nasional.

Kebutuhan akan diversifikasi di sektor pertanian sebenarnya merupakan suatu proses alamiah karena
adanya peningkatan lebih lanjut dari kemakmuran masyarakat yang mendorong ke arah adanya
perbaikan gizi yang bersumber pada perlunya diversifikasi konsumsi (Yuiani Lenny.2013).

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Politik pertanian pada dasarnya adalah bagaimana melindungi petani dari ketidakadilan pasar (input,
lahan, modal, output, dan lainnya). Politik tersebut sebagai bagian penting untuk memberdayakan
petani, yang pada dasarnya dapat diimplementasikan melalui berbagai strategi pengelolaan pasar
sebagai upaya ‘menjamin’ kesejahteraan petani dari ketidakadilan dan resiko, kebijakan harga input
pertanian, kebijakan penyediaan lahan pertanian, permodalan, pengendalian hama dan penyakit, dan
kebijakan penanganan dampak bencana alam

Masalah pangan merupakan salah satu masalah nasional yang sangat penting dari keseluruhan proses
pembangunan dan ketahanan nasional suatu bangsa, Penyediaan pangan dan gizi menjadikan satu
sarana yang harus selalu ditingkatkan sebagai landasan untuk pembangunan manusia Indonesia dalam
jangka panjang

Untuk menunjang keberhasilan program peningkatan produksi pangan guna mencapai swasembada
pangan, pemerintah telah mengantisipasinya melalui serangkaian kebijakan-kebijakan :
o Kebijakan bidang pembenihan

o Sarana produksi, pupuk, dan pestisida

o Kebijakan bidang perkreditan

o Kebijakan bidang perairan

o Kebijakan diseversifikasi usaha tani

o Kebijakan bidang penyuluhan

o Kebijakan harga input dan output

o Kebijakan penanganan pasca panen

Anda mungkin juga menyukai