Anda di halaman 1dari 21

MODUL IV.

LUMBUNG PAKAN DESA HASIL PAKAN OLAHAN SOLUSI


MEWUJUDKAN KETAHANAN PAKAN

Erna Hartati

1. Pendahuluan
Ketahanan pakan baik jumlah, mutu dan ketersediaannya kontinyu sepanjang tahun
menjadi sorotan dalam usaha peternakan dan merupakan faktor kunci untuk keberhasilan usaha
selain kualitas bibit dan manajen. Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa pakan utama
ternak ruminansia adalah hijauan yaitu berbagai jenis rumput dan leguminosa dan juga dapat
memanfaatkan limbah tanaman pangan dan hortikultur atau limbah perkebunan sebagai sumber
pakan serat. Bahan baku pakan tersebut sangat menjanjikan untuk meningkatkan performans
ternak khususnya ternak ruminansia seperti sapi, kerbau, kambing dan domba.. Kendala utama
yang dihadapi dalam pemanfaatan hijauan sebagai pakan ternak terutama apabila dipanen
sesudah berbunga palatabilitas, mutu dan kecernaannya rendah. Disamping itu hijauan juga
mudah rusak apabila disimpan lama tanpa diolah sebelumnya dan bersifat voluminus, sehingga
menyulitkan dalam transportasi dan penyimpanan. Demikian pula kuantitas limbah pertanian
yang berlimpah selalu tersedia dalam bentuk segar dengan kadar air tinggi, maka limbah
tersebut akan membusuk apabila tidak segera diolah. Oleh karena itu dalam pemanfaatan hijauan
terutama pada saat kelimpahan diperlukan teknologi pengolahan yang bertujuan selain untuk
pengawetan juga memudahkan dalam pengelolaan baik pada saat transportasi maupun untuk
disimpan dalam jangka waktu panjang dalam rangka ketahanan pakan. Artinya melalui
pengolahan tersedia pakan olahan yang murah, bermutu dan tersedia sepanjang tahun. Pakan
olahan dapat dibuat dalam jumlah banyak dan disimpan lama dalam silo atau tempat khusus
sebagai lumbung pakan mewujudkan ketahanan pakan yang dapat dimanfaatkan pada saat
kekurangan pakan yang biasanya terjadi pada musim kemarau panjang. Berbagai pakan olahan
yang dapat dibuat dari bahan-bahan lokal yang tersedia baik hijauan rumput, legum, limbah
pertanian atau perkebunan.
Dalam bab ini akan dipelajari berbagai pakan olahan yang dapat dibuat untuk tujuan
ketahanan pakan dan meningkatkan mutu pakan olahan yang dapat disimpan pada lumbung

49
pakan untuk selanjutnya dimanfaatkan pada musim kekurangan pakan. Jenis pakan olahan yang
dibuat menggunakan bahan baku lokal adalah pengolahan menggunakan larutan urea atau
amoniasi, pengawetan basah yaitu silase dan pengawetan bentuk kering yaitu membuat hay,
wafer, biskuit, pembuatan konsentrat dalam bentuk urea molases blok, pakan padat gizi, PK-P
dan P3KF dalam bentuk pellet atau mesh.

2.Materi
2.1. Pakan Olahan Hijauan dari Berbagai Jenis Rumput
2.1.1. Pengawetan bentuk segar atau silase
Silase adalah pakan ternak yang dihasilkan melalui proses fermentasi HPT dengan
kandungan air tinggi. Karakteristik HPT yang dapat dibuat silase adalah 1) Tanaman harus
mengandung substrat yang mudah dicerna dalam bentuk karbohidrat mudah larut yang tinggi. 2)
harus mengandung air kadar air 70-80 %, 3) Kondisi fisik HPT mudah disimpan dalam silo.
Pembuatan silase sangat mudah dan cocok bagi usaha peternakan dalam skala besar dan sesuai
bagi HPT yang bervariasi ( McDonald, dkk. 1981)
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan silase adalah rumput alam atau rumput
unggul yang dipanen sebelum berbunga pada saat kualitas hijauan optimal atau dapat
memanfaatkan limbah tanaman jagung yang dipanenpada saat buah masih muda (Gambar 4.1).

Gambar 4.1. Silase hasil pengawetan rumput bentuk basah


di dalam silo
50
Produksi rumput alam melimpah pada musim penghujan dan potensi tersebut belum
dimanfaatkan seluruhnya sebagai pakan sumber energi, sehingga untuk ketahanan pakan salah
satu bentuk pakan olahan perlu dilakukann pengawetan bentuk basah yang disebut silase. Dalam
pembuatan silase ini sangat mudah dan murah serta hanya membutuhkan silo atau tempat
menyimpan hijauan selama proses fermentasi atau disebut ensilase dari bahan yang sederhana.
Silo dapat dibuat dari kantong plastik besar, atau buat lubang dan dilapisi plastik atau
terpal atau dibuat bak permanen bentuk segi empat atau bentuk sepertri sumur. Ukuran silo
disesuaikan dengan jumlah yang kana diberikan kepada ternak dan menurut McCullough (1984)
pengisisan silo dalam waktu berkepanjangan akan berpengaruh terhadap proses respirasi sel
dalam proses ensilase. Prinsip pembuatan silase adalah mempercepat suasana asam dengan
terbentuknya asam laktat dan mempercepat suasana an aerob. Kondisi ini dapat dicapai dengan
pemadatan dan juga dapat menambahkan aditif atau bahan pakan sumber karbohidrat siap pakai
seperti tepung jagung, dedak halus, molases atau gula lontar. Selanjutnya terjadi proses
fermentasi dan setelah 21 hari silase sudah dapat dipanen dan siap diberikan kepada ternak. Oleh
karena tujuannya untuk ketahanan pakan, maka silase tersebut dapat disimpan lama dan
diberikan pada saat paceklik pakan.
Kunci sukses pembuatan silase terletak pada saat proses pemadatan dan jumlah udara
dalam silo diupayakan seminimal mungkin, sehingga kualitas silase tergolong bagus artinya
silase yang rusak sangat sedikit dengan aroma harum dan palatabel. Pemberiannya pada ternak
harus terlebih dahulu diangin-anginkan 2-3 jam untuk menghilangkan gas yang terbentuk selama
proses fermentasi.

2.1.2.Pengawetan hijauan bentuk kering atau hay


Ada beberapa jenis pakan olahan bentuk kering yang memanfaatkan hijauan yang
melimpah pada musim penghujan atau memanfaatkan limbah segar dari tanaman pertanian
seperti tanaman jagung. Jenis pakan olahan bentuk kering tersebut tergantung dari jenis bahan
baku yang tersedia.
Selain pengawetan bentuk basah yang disebut silase juga dapat diproses dalam bentuk
kering yang disebut hay (Gambar 4.2). Seperti pembuatan silase, bahan baku yang digunakan
juga sama yaitu hijauan rumput yang dipanen sebelum berbunga. Disamping itu juga dapat

51
Gambar 4.2. Hay hasil pengawetan rumput bentuk kering

memanfaatkan hijauan legum pohon seperti daun turi, daun lamoto dan daun gamal yang pada
musim kemarau daunnya rontok. Proses pembuatannya sangat sederhana yaitu dijemur di bawah
sinar matahari selama 2-3 hari. Prinsip pembuatan hay adalah mengurangi kadar air hijauan
yang diawetkan sampai mencapai kadar bahan kering 70-80% dengan kandungan protein masih
cukup tinggi. Untuk memperoleh mutu hay yang tinggi perlu diperhatikan waktu panen HPT
yang akan dibuat hay yaitu pada umur yang tepat atau sebelum berbunga, dan waktu pengeringan
diupayakan kehilangan nutriennya rendah. Juga perlu diperhatikan kehilangan nutrien saat
pemotongan. Dengan kata lain hay adalah HPT yang sengaja dipotong sebelum berbunga yaitu
pada saat mutu HPT tinggi yang ditandai dengan kandungan protein tinggi, kemudian
dikeringkan dengan pemanasan alamiah atau buatan untuk tujuan sebagai ketahanan pakan yang
dapat disimpan jangka waktu yang lama atau diberikan kepada ternak pada waktu kekurangan
pakan yang sering terjadi pada musim kemarau panjang.
Di daerah tropis keadaan cuaca yang tidak menentu menjadi kendala dalam memproduksi
hay. Faktor lain yang turut mempengaruhi adalah kekurangan teknologi dan peralatan dalam
pembuatan hay. Besarnya kehilangan nutrien selama proses pembuatan hay perlu dicegah,
sehingga kualitas hay yang dibuat memiliki kualitas tinggi. Kunci sukses pembuatan hay adalah
bahan baku yang digunakan tidak berbatang besar, pada proses pengeringan sering dibalik-balik
dan tidak kena hujan. Hay hasil pengeringan selanjutnya disimpan di tempat terlindung dari

52
panas matahari dan hujan, akan tetapi apabila disimpan sesuai dengan ukuran panjang bersifat
voluminus sehingga membutuhkan tempat yang luas. Oleh sebab itu dalam upaya pengembangan
pakan olahan melalui pengawetan bentuk kering agar mudah dalam pengelolaan baik dalam
penyimpanan maupun transportasi, tidak voluminus, sebaiknya hay tersebut diolah lagi dalam
bentuk wafer, biskuit atau pellet..

2.2. Pengembangan Pakan Olahan


2.2.1. Pembuatan Wafer hijauan, limbah tanaman pangan dan hortikultu
Seperti yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa ketahanan pakan adalah
suatu upaya menyediakan pakan secara kontinyu sepanjang tahun untuk memenuhi kebutuhan
dalam peningkatan produktivitas ternak. Di daerah tropis ketersediaan HPT melimpah saat
musim hujan sebaliknya pada musim kemarau turun drastis, sehingga ternak mengalami
kekurangan pakan. Sumber HPT selain rumput, leguminosa dan tanaman pohon, yang dapat
digunakan sebagai bahan baku pakan ternak adalah limbah tanaman pangan dan hortikultur
(Gambar 4.3).

Gambar 4.3. Tanaman lamtoro

53
Gambar 4.3. Tanaman gamal

Gambar 4.3. Tanaman jagung dipanen muda

54
Gambar 4.3. Jerami padi hasil amoniasi

Akan tetapi kualitasnya rendah yaitu selain kandungan protein kasar rendah juga ditandai
dengan kandungan lignin tinggi. Oleh sebab itu untuk pemanfaatannya sebagai bahan baku
pakan perlu suatu teknologi pengolahan baik secara fisik, kimia seperti pembuatan amoniasi
jerami padi (Gambar 4.3) dan secara biologi. Pengolahan pakan bermutu rendah menjadi pakan
olahan bermutu tinggi dan dapat disimpan lama, merupakan salah satu upaya untuk dapat
mewujudkan ketahanan pakan. Salah satu teknologi pengolahan yang dapat diterapkan adalah
pembuatan wafer hijauan, limbah tanaman pangan dipanen muda dan hortikiultura.
Wafer pakan (feed wafer) atau sering disebut roti merupakan hasil pengolahan pakan
yang diharapkan dapat menjaga ketahanan pakan dengan memanfaatkan limbah tanaman pangan
dapat pula memanfaatkan limbah hortikultur atau sayuran sebagai bahan baku pakan. Selain
rumput, limbah tanaman pangan dan hortikultur juga dapat menggunakan daun tanaman
leguminosa pohon seperti daun gamal, daun lamtoro daun gamal dan jenis hijauan lainnya yang

55
dapat dimakan ternak dan tidak beracun. Pembuatan pakan olahan dalam bentuk wafer memiliki
keuntungan dan kelemahan.
Keuntungan pakan olahan bentuk wafer adalah 1) dapat meningkatkan densitas pakan
sehingga mengurangi keambaan., 2) Mengurangi tempat penyimpanan, 3) Mengurangi biaya
transportasi, 4) Memudahkan penanganan dan penyajian pakan, 5) Densitas yang tinggi dapat
meningkatkan konsumsi pakan dan mengurangi pakan yang tercecer, 6) Mencegah de mixing
yaitu peruraian kembali komponen penyususn pakan sehingga konsumsiLimbah sayuir pakan
sesuai dengan kebutuhan 7) Memudahkan untuk mengontrol, memonitor dan mengatur feed
intake ternak, 8) Kandungan nutrien konsisten dan terjamin dan 9) Mengurangi debu dan
masalah pernafasan pada ternak ( Stevent, 1981 dan Coleman dan Lawrence, 2000 dalam Sari,
2011).. Sementara kelemahan pakan olahan wafer adalah 1) Pemberian kepada ternak harus
disesuaikan dengan kebutuhan agar ternak tidak mengalami gangguan kecernaan atau kelebihan
berat badan, 2) Gudang penyimpanan wafer membutuhkan area dan penanganan khusus untuk
menghindari kelembaban udara dan 3) Pakan olahan bentuk wafer membutuhkan biaya
tambahan yang akan akan mempengaruhi biaya produksi.
Keberhasilan pembuatan wafer ditentukan oleh kadar air bahan baku kering udara setelah
dijemur 4-8 hari kadar air sekitar 10-12 %. Mutu fisik suatu bahan pakan menggambarkan mutu
nutrisi yang terkandung di dalamnya dan dalam pembuatan wafer kandungan nutrisi akan
semangkin meningkat dengan meningkatnya lama penjemuran bahan baku yang digunakan untuk
membuat wafer (Gambar 4.4). Selanjutnya kadar air rendah akan menaikkan kadar bahan kering,
dan akan berdampak terhadap peningkatan mutu yang ditandai oleh peningkatan kadar protein
kasar (Hartati dan Wea, 2016). Menurut Sari (2011) mutu wafer secara fisik tergantung dari
bentuk fisik, tekstur, warna, aroma dan kerapatan. Lebih lanjut dinyatakan bentuk fisik wafer
yang padat dan kompak sangat menguntungkan karena mempermudah dalam penyimpanan dan
penanganan. Selain itu tekstur menentukan mudah tidaknya menjadi lunak dan mempertahankan
bentruk fisik serta kerenyahan. Warna wafer merupakan hasil reaksi karbohidrat, khususnya gula
pereduksi dengan gugus amino primer menyebabkan wafer pakan berwarna coklat dengan aroma
khas karamel.
Pembuatan pakan olahan bentuk wafer merupakan salah satu alternatif untuk menjamin
ketahanan pakan,.dengan memanfaatkan hijauan yaitu berbagai jenis rumput dan leguminosa
serta limbah tanaman pangan dan hortikultur.

56
Gambar 4.4. Wafer bebagai jenis rumput, leguminosa dan sayuran

2.2.2. Pembuatan Biskuit pakan limbah tanaman pangan dan hortikultur


Selain wafer pakan dari rumput yang sering digunakana sebagai pakan ternak, potensi
limbah pertanian yang sangat besar baik dari limbahh tanaman pangan maupun dari limbah
hortikultur dapat pula dibuat biskuit pakan. Biskuit pakan dibuat dari bahan yang mudah
didapatkan dan diformulasi dengan kandungan nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan ternak,
berbentu padat, kompak dan renyah (Retnani, dkk. 2015). Selanjutnya dinyatakan biskuit pakan
diperkaya dengan vitamin dan mineral dan disusun sebagai suplemen pakan yang kaya protein,
energi, vitamin dan mineral.. Biskuit pakan dapat dibuat dari rumput, limbah tanaman pangan
dan hortikultur yang ketersediaannya melimpah terutama pada saat musim panen. Pembuatan
biskuit pakan atau suplemen pakan sangat menguntungkan karena dapat disimpan lama sebagai
persediaan pakan atau sebagai lumbung pakan yang diberikan pada ternak saat kekurangan pakan
terutama pada musim kemarau.
Biskuit pakan merupakan pakan dengan bahan baku hijauan diberikan sebagai pengganti
hijauan untuk meningkatkan produktivitas ternak, sementara biskuit biosuplemen pakan
diberikan sebagai suplemen yang ditambahkan ke dalam pakan untuk meningkatkan produksi

57
baik produksi daging atau produksi susu. Bahan baku biskuit biosuplemen terdiri dari bahan
baku yang mengandung sumber serat, protein dan energi serta bahan yang mengandung bioaktif
dan dicampur dengan konsentrat dan perekat untuk memacu produksi ternak (Gambar 4.2).
Keuntungan pakan olahan bentuk biskuit pakan atau biskuit biosuplemen adalah dapat
disimpan lama sebagai lumbung pakan dan dapat diberikan pada ternak saat peternak kesulitan
mendapatkan hijauan segar. Cara pembuatannya mudah dan murah karena dapat memanfaatkan
bahan baku dari hijauan dan limbah tanaman pangan dan hortikultur.
Agar biskuit dapat disimpan lama, perlu diperhatikan tingkat kekeringan saat pembuatan
biskuit pakan atau biosuplemen pakan dengan kadar air berkisar 10-12 % (Retnani, dkk. 2015).
Selain itu proses penanganan termasuk pengemasan dan penyimpanan juga perlu mendapat
perhatian sebelum didistribusikan kepada konsumen atau disimpan sebagai lumbung pakan untuk
menjamin ketahanan pakan bagi peningkatan produktivitas ternak. Menurut Trisyulianti et al.,
(2003) biskuit yang mempunyai kerapatan tinggi akan memberikan tekstur yang padat dan keras,
sehingga mudah dalam penanganan maupun goncangan pada saat transportasi dan diperkirakan
lebih tahan lama dalam penyimpanan.

2.3. Pembuatan Pakan Olahan Konsentrat


2.3.1. Pembuatan Pakan Padat Gizi (PPG)
Beberapa hasil penelitian telah dihasilkan formula pakan komplit untuk induk sapi Bali
bunting akhir, untuk penggemukan dan sapi dara yang menggunakan rumput amoniasi sebagai
sumber pakan hijauan (Hartati dkk., 2007; 2010, 2011 dan 2013). Hartati dkk. (2007) menguji
pemberian pakan komplit yang terdiri dari jerami padi dan konsentrat dalam bentuk pakan padat
gizi (PPG) dengan perbandingan 70%:30% Pakan padat gizi (PPG) merupakan pakan konsentrat
yaitu komponen dari pakan komplit yang diformulasi dari bahan baku lokal dengan penambahan
mikro mineral Zinc (ZnSO4) dan minyak lemuru (Tabel 4.1).. Proses pembuatan PPG dilakukan
dengan mencampur secara homogen bahan baku lokal yang digunakan dengan menambahkan 1,5
% minyak lemuru/kg konsentrat dan 150 mg ZnSO4/kg ransum .
Pakan olahan dalam bentuk formulasi PPG tersebut memanfaatkan bahan baku lokal
(Tabel 4.1) yaitu hijauan leguminosa pohon seperti tanaman lamtoro dan gamal. Produksi
hajauan ini melimpah sampai bulan Mei dan masih cukup tersedia sampai bulan juli. Akan tetapi
apabila pada kebun lamtoro cukup tersedia air, maka setelah dipangkas, akan bertunas baru dan

58
hijauan akan tersedia sepanjang tahun. Setiap bulan hijauan bisa dipanen lalu dikeringkan atau
dibuat hay lalu digiling menjadi tepung. Tepung daun lamtoro dan daun gamal digunakan
sebagai bahan baku dalam formulasi PPG.
Tabel. 4.1 Formula Pakan Padat Gizi Menggunakan Bahan Pakan Lokal pada Induk Sapi Bali
Bunting Akhir.
Formula Komposisi
Jerami padi (%) 70
Konsentrat bentuk PPG (%) 30
a. Gula lontar (%) 30
b. Tepung daun lamtoro (%) 24
c. Tepung daun gamal (%) 17
d. Dedak fermentasi (%) 15
e. Tepung ikan (%) 10
f. Minyak lemuru (%) 1,5
g. Urea (%) 1
h. Garam (%) 1,5
Hartati, dkk. (2007; 2009)

Seperti pembuatan biskuit pakan atau biosuplemen pakan, pembuatan pakan olahan PPG
juga dapat dibuat dalam bentuk biskuit atau bentuk pellet (Gambar 4.5), dengan kadar air 10-
12% agar dapat disimpan lama, mudah dalam penyimpanan atau transportasi untuk menjamin
ketahan pakan. Dengan demikian ternak khususnya ternak ruminansia tidak mengalami
penurunan produktivitas sekalipun pada musim kemarau.
Formula PPG ini telah diuji cobakan trehadap ternak sapi dan rensponnya telah terjadi
peningkatan fermentasi dalam rumen ke arah pembentukan C3. Artinya produksi asam propionat
meningkat dan telah terjadi penurunan nisbah C2:C3. Asam propionat (C3) merupakan

59
Gambar 4.5. Pakan Padat Gizi berbahan baku lokal bentuk biskuit

prokursor pembentukan glukosa pada ternak ruminansia yaitu digunakan sebagai sumber energi
utama proses produksi. Juga terjadi peningkatan retensi energi, pertambahan berat badan induk
dan fetus serta berat lahir anak.

2.3.2. Pembuatan Pakan Komplit-Plus untuk Penggemukan


Hartati dkk. (2010 dan 2011) membuat formula pakan komplit plus (PK-Plus)
menggunakan bahan pakan lokal untuk penggemukan dan perbaikan kualitas bibit menggunakan
sapi Bali jantan muda dan sapi dara. Pengertian PK-Plus adalah karena ke dalam ransum tersebut
selain disuplementasi dengan 150 mg ZnSO4/kg BK konsentrat, juga disuplementasi dengan
mineral organik yaitu 2% Zn-Cu isoleusinat/kg BK ransum. Mineral organik merupakan bahan
baku olahan dalam bentuk suplemen pakan yang diolah menggunakan media singkong dengan
penambahan larutan ZnSO4 dengan konsentrasi 3000 ppm dan CuSO4 500 ppm Tujuan
penambahan suplemen pakan ini untuk lebih memacu pertumbuhan dan mikroorganisme dalam
rumen juga memacu pertumbuhan sapi sesuai peran mikro mineral Zn dan Cu isoleusinat.
Suplemen pakan olahan ini berbentuk tepung yang ditambahakan ke dalam pakan untuk
melengkapi nutrisi ternak.
Komposisi formula PK-P adalah rumput amoniasi dan konsentrat dengan perbandingan
60% : 40 % dan proses pembuatan PK-P disajikan pada Tabel 4.6.

Tabel.4.6 Formula Pakan Komplit Plus (PK-P) Menggunakan Bahan Pakan Lokal pada Sapi
Bali Jantan dan Dara.

Formula Komposisi
Rumput amoniasi (%) 60
Konsentrat (%) 40
a. Tepung jagung (%) 46,25
b. Dedak halus (%) 20,50
c. Bgkl. Kelapa (%) 23,00
d. Tepung ikan (%) 8,00
e. Minyak kelapa (%) 1,50
f. ZnSO4 (mg) 150
g. Zn-Cu isoleusinat (%) 2
h. Garam (%) 0,25
i. Premix (%) 0,50
Hartati. Dkk. (2010; 2011)

60
Selanjutnya konsentrat yang merupakan komponen pakan komplit tersebut dapat
dilakukan proses pembuatan pakan komplit yaitu dengan menambahkan ke dalam konsentrat dan
dicampur dengan pakan hijauan sebagai sumber pakan serat. Pakan komplit dapat lansung
dicetak berbentuk kubus, biskuit atau pellet, dikeringkan sampai mencapai kadar air 10-12 %
(Gambar 4.7). Selanjutnya disimpan sebagai lumbung pakan untuk menjamin ketahanan pakan
dan diberikan pada ternak pada saat pakan sudah tidak tersedia di padang rumput atau pada saat
musim kekurangan pakan.

Gambar 4.7. Pellet Pakan Kompli Plus untuk Penggemukan (PK-P)

2.3.3. Pembuatan Pakan Penggemukan Pod Kakao Fermentasi (P3KF)


Selain teknologi formulan PPG dan PK-P, Hartati dkk. (2012a dan 2013) telah berhasil
membuat teknologi pakan komplit yaitu Pakan Penggemukan Pod Kakao ter Fermentasi (P3KF).
Teknologi formula P3KF tersebut menggunakan bahan pakan lokal untuk penggemukan
menggunakan sapi Bali jantan muda. Formula ini didasarkan pada formula PK-Plus, akan tetapi
persentasi komposisi tepung jagung digantikan oleh 50 % Pod Kakao hasil Fermentasi (PKF)
(Tabel 4.2).
Tujuannya selain untuk lebih memacu pertumbuhan dan mikroorganisme dalam rumen
dan memacu pertumbuhan sapi sesuai peran mikro mineral Zn dan Cu, juga dapat memanfaatkan

61
limbah perkebunan kakao yang cukup potensial atau dapat pula memanfaatkan limbah buah kopi
(Gambar 4.4)
Proses pembuatan formula ini diawali dengan pembuatan Zn-Cu isoleusinat yang sudah
dikemukakan sebelumnya. kemudian dilanjutkan pembuatan PKF. Dalam pembuatan PKF
menggunakan pod kakao yang difermentasi menggunakan Aspergillus niger yang sudah
diaktivasi sebelumnya menggunakan metoda Nugoroho (2008) yang dimodifikasi oleh Hartati

Tabel.4.2. Formula Pakan Penggemukan Pod Kakao Hasil Fermentasi Menggunakan


Bahan Pakan Lokal untuk Sapi Bali Jantan
Formula Komposisi
Rumput amoniasi (%) 60
Konsentrat (%) 40
a. Tepung jagung (%) 23,125
b. PKF 23,125
c. Dedak halus (%) 20,50
d. Bgkl. Kelapa (%) 23,00
e. Tepung ikan (%) 8,00
f. Minyak kelapa (%) 1,50
g. ZnSO4 (mg) 150
h. Zn-Cu isoleusinat (%) 2
i. Garam (%) 0,25
j. Premix (%) 0,50
Hartati, dkk. (2012a, 2013)

dkk. (2009) dengan penambahan ZnSO4 dan Z-Cu isoleusinat (Skema 4.1). Selanjutnya
dilakukan proses pembuatan pakan komplit P3KF yaitu dengan menambahkan ke dalam
konsentrat dimana 50 % tepung jagung diganti dengan PKF dan dicampur dengan pakan hijauan
sebagai sumber pakan serat (Skema 4.2 )

62
Gambar 4.4. Pod kakao

Gambar 4.4. Tanaman kopi

63
Skema 4.1. Proses Pembuatan PKF

Dari beberapa parameter yang diamati pada taraf penggantian tepung jagung oleh PKF
sebesar 50% terlihat hasilnya terhadap beberapa parameter yang diamati sama dengan yang tanpa
diganti oleh PKF. Artinya tepung jagung dapat digantikan oleh PKF sebanyak 50%. Hal ini tentu
lebih menguntungkan karena jagung masih sangat dibutuhkan sebagai sumber pangan dan secara
ekonomis biaya yang dikeluarkan lebih rendah karena memanfaatkan limbah kakao yang relatif
lebih murah. Pod kakao hasil fermentasi dengan jamur Aspergillus niger sebagai bahan olahan
berbahan baku pod kakao difermentasi menggunakan jamur bebentuk tepung siap digunakan
sebagai pengganti 50 % jagung dalam konsentrat. Agar dapat disimpan lama, konsentrat tersebut
dicetak berbentuk pellet, biskuit atau kubus setelah dikeringkan mencapai kadar air 10-12 %.
Berbagai hasil penelitian untuk memperbaiki kualitas bahan baku pakan olahan telah
banyak dilakukan menggunakan berbagai teknologi dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Berbagai penelitian perbaikan kualitas pakan


No Bahan Pakan Teknologi Hasil Penelitian Sumber

1 Pod kakao, konsentrat Teknologi silase dengan PBB 1,025 kg/hr, dan kadar Hartati
berbasis pakan lokal penambahan konsentrat me IgG (indikator tingkat (2008)
(tepung jagung, dedak ngandung ZnSO4 kekebalan tubuh) meningkat
halus, onggok, minyak Diuji terhadap sapi FH jantan pada ransum di suplementasi

64
lemuru) dan ZnSO4 muda 75 mg ZnSO4/kg BK ransum.
2 Limbah jagung, Teknologi Silase jagung dan PBB 0,5 kg/hr Gusti dkk.
konsentrat (tep jagung, teknologi Silase Pakan (2012 dan
dedak halus, tep Komplit 2013)
ikan,.... Duji terhadap sapi Bali afkiri
3 Standinghay rumput Teknologi fermentasi meng Kualitas fisisk, kimia dan Hartati dan
kume, gula lontar, gunakan feses ayam, gula kecernaan in vitro meningkat Katipana
lontar (2006)
4 Standinghay Teknologi formula Pakan PBB induk dan fetus, berat Hartati, dkk
rumput kume, Padat Gizi (PPG) terdiri dari lahir, PBB pedet serta IgG (2008; 2009)
70 % standinghay rumput sebagai indikator tingkat
konsentrat berbasis kume dan 30% konsentrat kekebalan tubuh meningkat
pakan lokal (tepung mengandung 1.5% minyak dan menekan tingkat kematian
lamtoro dan gamal, lemuru dan 150 mg ZnSO4/kg pedet dan cenderung esterus
dedak, tepung ikan BK PPG post partum lebih cepat
dan gula air, Diuji terhadap sapi bunting
akhir yang dipelihara secara
minyak lemuru dan intensif dan semi intensif
mikromineral Zn)
6 Standinghay rumput Teknologi Formula pakan PBB sapi jantan muda Hartati, dkk.
kume amoniasi dan komplit plus (PK-Plus) terdiri meningkat 51%, PBB sapi (2012a;
konsentrat berbasis dari standinghay amoniasi dara meningkat dan waktu 2013a)
pakan lokal (tepung 60% dan konsentrat 40% estrus lebih lama, Kadar IgG
jagung, dedak halus, mengandung 150 ZnSO4/kg sebagai indikator tingkat
bungkil kelapa tepung BK konsentrat dan 2 % Zn-Cu kekebalan tubuh meningkat
ikan, minyak kelapa, isoleusinat/ kg BK ransum yaitu antara 215,75-604,3
premix) ZnSO4 dan mg/dL.
mineral organik (Zn-Cu Diuji terhadap sapi jantan
isoleusinat) muda/ bakalan dan sapi dara.
7 Hijauan di padang Teknologi Formula pakan PBB induk dan fetus Hartati, dkk
gembala, daun gamal komplit plus (PK-Plus) terdiri meningkat (2013b dan
dan konsentrat dari standinghay amoniasi berat lahir dan PBB pedet 2014)
berbasis pakan lokal 60% dan konsentrat 40% lebih tinggi, estrus pos partus
(tepung jagung, dedak mengandung 150 ZnSO4/kg lebih cepat
halus, bungkil kelapa BK konsentrat dan 2 % Zn-Cu
tepung ikan, minyak isoleusinat/ kg BK ransum
kelapa, premix ZnSO4 Diuji terhadap sapi bunting
dan mineral organik akhir dipelihara semi intensif
(Zn-Cu isoleusinat)
8 Standinghay amoniasi, Teknologi formula pakan PBB sapi jantan muda Hatati, dkk
pod kakao hasil penggemuk an pod kakao meningkat (2012 dan
fermentasi (PKF) hasil fermentasi (P3KF) Tepung jagung dalam 2013)
PK-Plus, ZnSO4 dan Diuji terhadap sapi jantan konsentrat dapat disubstitusi
Zn-Cu isoleusinat muda/ bakalan oleh Pod Kakao hasil
Fermentasi sampai level 50%

09 Kulit buah kopi Teknologi silase pada kulit Kulit kopi dapat Simanihuruk,
pengganti hijauan, kopi dan Pemberian menggantikan rumput pada dkk. (2013)
rumput dan konsentrat konsentrat kambing.
10 Jerami padi, pucuk Teknologi fermentasi terhadap Pertambahan berat badan sapi Utomo, dkk.
tebu, tebon jagung, jerami padi dan pucuk tebu peranakan ongol yang diberi (2013)
rumput unggul, rumput dicampur tetes, bekatul, PTJPF, PTF, dan KPS tiadak
lapangan dan bekatul garam, mineral difermen tasi berbeda nyata.
meng gunakan probiotik

65
3. Rangkuman
Kendala utama yang dihadapi dalam pemanfaatan hijauan baik rumput alam dan
leguminosa dan limbah pertanian sebagai pakan ternak terutama apabila dipanen sesudah
berbunga palatabilitas, kualitas dan kecernaannya rendah, disamping mudah rusak apabila
disimpan lama tanpa diolah sebelumnya dan bersifat voluminus, sehingga menyulitkan dalam
transportasi dan penyimpanan. Oleh karena itu dalam pemanfaatan hijauan terutama pada saat
kelimpahan diperlukan teknologi pengolahan yang bertujuan selain untuk pengawetan juga
memudahkan dalam pengelolaan baik pada saat transportasi maupun untuk disimpan dalam
jangka waktu panjang sebagai lumbung pakan dalam rangka ketahanan pakan dan dimanfaatkan
pada saat kekurangan pakan.
Berbagai pakan olahan yang dapat dibuat dari bahan-bahan lokal yang tersedia baik
hijauan rumput, legum, limbah pertanian atau perkebunan yaitu 1). Olahan hijauan dari berbagai
jenis rumput diantaranya pengawetan bentuk segar atau silase, pengawetan bentuk kering atau
hay. Dalam upaya pengembangan pakan olahan melalui pengawetan bentuk kering agar mudah
dalam pengelolaan baik dalam penyimpanan maupun transportasi, tidak voluminus, sebaiknya
hay tersebut diolah lagi dalam bentuk wafer atau biskuit. 2). Pembuatan pakan olahan konsentrat
yaitu pembuatan Pakan Padat Gizi (PPG), pakan komplit plus untuk penggemukan(PK-P),
pakan penggemukan pod kakao terfermentasi (P3KF).
Keuntungan pakan olahan bentuk biskuit pakan atau biskuit biosuplemen adalah dapat
disimpan lama sebagai lumbung pakan dan dapat diberikan pada ternak saat peternak kesulitan
mendapatkan hijauan segar. Cara pembuatannya mudah dan murah karena dapat memanfaatkan
bahan baku dari hijauan dan limbah tanaman pangan dan hortikultur.
Agar biskuit dapat disimpan lama, perlu diperhatikan tingkat kekeringan seperti contoh
pada pembuatan biskuit pakan atau biosuplemen pakan dengan kadar air berkisar 10-12 %
(Retnani, dkk. 2015). Selain itu proses penanganan termasuk pengemasan dan penyimpanan juga
perlu mendapat perhatian sebelum didistribusikan kepada konsumen atau disimpan sebagai
lumbung pakan untuk menjamin ketahanan pakan bagi peningkatan produktivitas ternak. Pakan
olahan bentuk wafer, kubus atau biskuit baik dari hijauan atau pakan komplit yaitu campuran
hijauan dan konsentrat yang mempunyai kerapatan tinggi akan memberikan tekstur yang padat
dan keras, sehingga mudah dalam penanganan maupun goncangan pada saat transportasi dan

66
diperkirakan lebih tahan lama dalam penyimpanan untuk menjamin ketahanan pakan dan dapat
diberikan pada saat kekurangan pakan.

4. Penutup
4.1. Tes Formatif.
Petunjuk mengerjakan soal dan penilaian
a. Baca soal dengan saksama dan jawab secara singkat dan jelas
b. Rancangan penilaian untuk soal nomor 1 dan 2 masing-masing 20 poin dan untuk soal 3
dan 4 masing-masing 30 poin
c. Total nilai 100 poin.

4.2 Soal/

1. Jelaskan dengan benar teknologi apa dapat saudara lakukan untuk menjamin ketahan
pakan?
2. Jelaskan dengan benar selain dapat menjamin ketahanan pakan keuntungan lain dari
pembuatan pakan olahan?
3. Jelaskan dengan benar persaratan apa yang perlu diperhatikan dalam membuat pakan
olahan baik dari hijauan maupun konsentrat.
4. Jelaskan dengan benar jenis pakan olahan apa saja yang sudah ditemuakan oleh para
peneliti?

Cocokkanlah jawaban anda dengan kunci jawaban tes formatif yang ada pada bagian akhir
modul ini. Hitunglah nilai dari jawaban yang saudara dapatkan, selanjutnya hitung jumlah
seluruh nilai untuk mengetahui tingkat penguasaan terhadap materi modul.

Jumlah perolehan nilai jawaban


Tingkat Penguasaan = ------------------------------------------- x 100 %
Nilai total
Arti tingkat penguasaan : 90-100 % = Baik sekali
80-89 % = Baik
70-79 % = Cukup
< 70 % = Kurang

67
Apabila mencapai tingkat penguasaan > 80 % anda dapat meneruskan dengan modul
selanjutnya, jika < 80 % anda harus mengulangi materi modul ini terutama bagian yang belum
dikuasai.

4.3. Kunci jawaban


1. Untuk menjamin ketahanan pakan disamping untuk meningkatkan kualitas pakan yang
dapat dilakukan adalah membuat pakan olahan dengan memanfaatkan berbagai teknologi
pengolahan yang sudah banyak ditemukan saat ini.
2. Keuntungan lain selain dapat menjamin ketahanan pakan, pembuatan pakan olahan dapat
meningkatkan kualitas pakan, memudahkan pengelolaan baik dalam transportasi maupun
dalam penyimpanan.
3. Persaratan apa yang perlu diperhatikan dalam membuat pakan olahan baik dari hijauan
maupun konsentrat adalah waktu panen dan kadar air hijauan atau limbah tanaman yang
akan diolah menjadi pakan olahan.
4. Berbagai bahan pakan olahan sudah ditemukan oleh para peneliti untuk meningkatkan
kualitas, memudahkan dalam pengelolaan yaitu dalam penyimpanan dan transportasi dan
untuk ketahanan pakan. Jenis pakan olahan tersebut yaitu pengolahan menggunakan
larutan urea atau amoniasi, pengawetan basah yaitu silase dan pengawetan bentuk kering
yaitu membuat hay, wafer, biskuit, pembuatan konsentrat dalam bentuk urea molases
blok, pakan padat gizi, PK-P dan P3KF dalam bentuk pellet atau mesh.

5. Daftar Pustaka

Hartati, E, N.G.F. Katipana dan A. Saleh. 2007. Manfaat pakan padat gizi yang mengandung
minyak lemuru dan seng untuk perbaikan mutu fetus sapi Bali pada akhir kebuntingan.
Laporan Penelitian Hibah Bersaing. Fapet Undana, Kupang.
Hartati, E. 2008. Efek suplementasi Minyak Lemuru dan ZnSO4 pada ransum Mengandung Pod
kakao dan Urea terhadap Absorpsi dan Pertumbuhan sapi Jantan. Jurnal Produksi
Ternak. UNSOED. 1 (10)
Hartati, E., N. G. F. Katipana dan A. Saleh. 2009a. Penambahan Seng pada Pakan Padat Gizi
Mengandung Minyak Lemuru untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Berat Lahir Sapi
Bali. Animal Production UNSOED. 11 (1): 59-65

68
Hartati, E, A. Saleh dan E.D. Sulistidjo. 2009b. Optimalisasi Proses Fermentasi Rumen dan
Pertumbuhan Sapi Bali melalui Suplementasi Zn-Cu Isoleusinat dan ZnSO 4 pada
Ransum Berbasis Standinghay Rumput Kume (Andropogon timorensis) Amoniasi.
Laporan Penelitian Fondamental Fakultas Peternakan, Undana, Kupang.
Hartati, E, A. Saleh dan E.D. Sulistidjo. 2010. Suplementasi Zn-Sulfat Dan Zn-Cu Isoleusinat
Dalam Ransum Berbasis Pakan Lokal Untuk Peningkatan Produktivitas Dan
Kekebalan Tubuh Sapi Bali. Laporan Penelitian Hibah Kompetitif Penelitian Strategis
Nasional. Tahun I. Fakultas Peternakan, Undana, Kupang
Hartati, E, A. Saleh dan E.D. Sulistidjo. 2011. Suplementasi Zn-Sulfat Dan Zn-Cu Isoleusinat
Dalam Ransum Berbasis Pakan Lokal Untuk Peningkatan Produktivitas Dan
Kekebalan Tubuh Sapi Bali. Laporan Penelitian Hibah Kompetitif Penelitian Strategis
Nasional.Tahun II. Fakultas Peternakan, Undana, Kupang
Hartati, E., A. Saleh, E.D. Sulistijo and J.J.A. Ratuwaloe. 2012a. Supplementation of ZnSO4 and
Zn-Cu Isoleusinate in Ration to Improve Growth and Body Immunity of Young Male
Bali Cattle. Animal Production 14(3):180-186.
Hartati, E. A. Saleh dan E.D. Sulistijo. 2013a. Efek Penambahan ZnSO4 dan Zn-Cu Isoleusinat
dalam Ransum terhadap Profil VFA, Pertumbuhan dan Lama Birahi Sapi Bali Dara.
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Agribisnis Peternakan Menuju
Swasembada Protein Hewani. UNSOED. Hal. 117-124.
Hartati, E dan R. Wea. 2016. Pembuatan wafer menggunakan limbah sayur sebagai pakan
olahan bagi ternak ruminansia. (Penelitian Mandiri)
McDonald, P. 1981. The Biochemistry of Silage. John Willey & Sons, New York.
Retnani, Y, I.G. Permana, N.R. Kumalasari dan Taryati. 2015. Teknik Membuat Biskuit Pakan
Ternak dari Limbah Pertanian. Penerbit Swadaya. ISBN (10) 979 002 667-6, ISBN (13)
978 979 002 667 4

Simanihuruk, K., M. Syawal dan J. Sirait. 2013. Penggunaan Silase Kulit Buah
Kopi sebagai Pakan Dasar Kambing Boerka Fase Pertumbuhan. Prosiding Seminar
Nasional. Pengembangan Agribisnis Peternakan menuju Swasembada Protein Hewani.
Penerbit UNSOED 2013. Hal. 26-35.

Trisyulianti, E. Suryahadi, V.N. Rakhma. 2013. Pengaruh penggunaan molases dan tepung
gaplek sebagai bahan perekat terhadap sifat fisik wafer ransum komplit. Media
Peternakan. 26 (2)n35-40.

Utomo, B., Subiharta dan P. Sudrajar. 2013. Pemanfaatan Jerami Padi dan Pucuk Tebu
Fermentasi pada Penggemukan Ternak Sapi Onggole (PO) dalam Rangka Mendukung
Swasembada Daging. Prosiding Seminar Nasional. Pengembangan Agribisnis Peternakan
menuju Swasembada Protein Hewani. Penerbit UNSOED 2013. Hal. 162-162

69

Anda mungkin juga menyukai