Tujuan Pembelajaran
1. Setelah siswa dan guru mengamati orientasi masalah pada materi ajar siswa dapat
mengungkapkan tujuan dari pengawetan hijauan pakan ternak dengan tepat
2. Setelah melakukan tanya jawab antara guru dan siswa diharapkan siswa mampu
membandingkan prinsip pengawetan antara metode-metode pengawetan hijauan pakan ternak
dengan tepat
3. Setelah melakukan diskusi antara guru dan siswa diharapkan siswa mampu menentukan
prosedur pengawetan hijauan serta fungsinya dengan tepat
ORIENTASI MASALAH
Kabar, Panumbanngan : Memasuki puncak kemarau panjang seperti saat ini, kesulitan
warga tani peternak di wilayah perbatasan Panumbangan Kabupaten Ciamis, bukan saja
diperhadapkan masalah krisis air bersih namun juga menyangkut ketersediaan pakan
ternak.
Dampak kekeringan luasan padang pengembalaan mulai terbatas. Ternak sapi piaraan
warga tani di Belu untuk sekedar bisa bertahan hidup di alam yang kian tandus, hanya
bisa memakan rerumputan ataupun dedaunan kering.
"Ini semua mulai kering kalau musim begini, bulan Februari sampai Mei bahkan Agustus
kalau belum datang hujan.
Kita cari rumput atau daun-daun dihutan, sapi kita jaga juga cari rumput sendiri. Alam
sudah begini, Ujar warga tani Kelurahan Panumbangan, (31/02/2022).
Untuk pakan sendiri sebenarnya sebagai petani kita juga tanam hijauan seperti lamtoro,
rerumputan maupun gala-gala, kata petani yang menetap sekitar kawasan hutan
Pemerintah ini.
Dimusim kemarau pakan ternak tidak begitu mencukupi, sehingga harus juga mencari
dedaunan maupun rerumputan di kawasan hutan.
"Daun gala-gala juga lamtoro tidak cukup, sapi piaraan ini biasa to, makan setiap saat. Ini
mulai kering betul," Urainya.
Kawanan sapi yang sebenarnya harus di ikat ataupun dikandangkan, seringkali oleh
pemilik ternak harus juga di lepas bebas sekitar hutan Hal ini tentunya bagaimana ternak
sapi piaraan agar cukup makan dibiarkan mencari sisa rumput ataupun tanaman yang
ada.
Pengawetan hijuan merupakan bagian dari sistem produksi ternak. Pengawetan hijauan
bertujuan agar pemberian hijauan sebagai pakan ternak dapat berlangsung secara merata
sepanjang tahun, untuk mengatasi kekurangan pakan di musim kemarau harus dilaksanakan
pengawetan. Tanaman mempunyai kecepatan tumbuh yang besar di musim penghujan, jadi
ketersediaan hijaun ataupun limbah hasil pertanian pada musim tersebut akan berlimpah (jerami
padi, sisa tanaman jagung, kacang-kacangan, dll).
Fungsi pengawetan akan tercapai apabila pasca hijauan ataupun limbah pertanian
dipanen segera dilakukan pencacahan baik dengan golok atau chopper rumput. Hal ini
merupakan upaya agar proses respirasi yang terjadi pada sel tanaman segera terputus dan
berhenti. Tujuannya adalah agar kandungan air hujan dapat mencapai titik dimana aktivitas air
dalam sel tanaman dapat mencegah perkembangan mikroba. Pengawetan tersebut akan
berdampak pada keadaan fisik serta komposisi kimia hijauan tersebut antara lain dengan
kehilangan sebagian dari zat makanan (gizi tanaman/nutrien) yang nantinya akan berdampak
pada nilai nutrisi hijaun tersebut.
Ada beberapa metode pengawetan hijauan pakan ternak yang sering dilakukan oleh petani atau
peternak pada umumnya antara lain:
1. Hay
Hay adalah hijauan pakan ternak yang sengaja dipotong dan dikeringkan, supaya dapat disimpan
dan diberikan pada ternak pada waktu yang lain. Adapun prinsip pembuatan hay adalah
penurunan kadar air menjadi 15 -20%. Namun kadar air hay yang baik adalah 15-16%, dalam
kondisi ini hijauan pakan tidak akan membusuk bila disimpan.
Tujuan adalah: untuk menyeragamkan waktu panen agar tidak mengganggu pertumbuhan
pada priode berikutnya, sebab tanaman yang seragam akan memiliki daya
cerna yang lebih tinggi.
Tujuan khusus pembuatan hay adalah: agar tanaman hijauan (pada waktu panen yang
berlebihan) dapat disimpan untuk jangka waktu
tertentu sehingga dapat mengatasi kesulitan dalam
mendapatkan pakan hijauan pada musim kemarau.
Dua metode pembuatan hay yang diterapkan yaitu:
1. Metode Hamparan
2. Metode Pod
Cara Pengeringan
Panas matahari
1. Hijauan diserakkan diatas pelataran/rak-rak pengering
2. Hijauan harus dibolak balik setiap 1-2 jam waktu pengeringan dilakukan beberapa
hari sehingga tercapai kadar air 15-20%.
Panas buatan
Dikeringkan pada alat pengering yang mempunyai temperatur tinggi
Panas fermentasi
1. Hijauan yang telah dipotong dari lapangan ditumpuk dalam gudang sehingga akan
timbul fermentasi dalam tumpukan tersebut.
2. Panas yang timbul akibat fermentasi akan menyiapkan air dari hijauan.
2. Silase
Silase adalah hijauan pakan ternak yang disimpan dalam keadaan segar, dengan kadar air sekitar
60-70%, dalam suatu tempat yang disebut silo. Silo adalah tempat penyimpanan hijauan pakan
ternak yang dapat dibuat didalam tanah ataupun diatas tanah. Bahan pembuatan silo pada
umumnya dapat terbuat dari tanah, beton, baja, papan, bilik bamboo dll.
Silase adalah bahan pakan ternak berupa hijuan (rumpu-rumputan atau leguminosa)
yang disimpan dalam bentuk segar mengalami proses ensilase (Prihatman, 2000). Pembuatan
silase bertujuan mengatasi kekurangan pakan di musim kemarau atau ketika pengembalaan
ternak tidak mungkin dilakukan. Menurut Kartasudjana (2001) bahwasanya silase merupakan
hijauan yang difermentasi sehingga hijauan tersebut tetap awet karena terbentuk asam laktat.
Silase berasal dari hijauan makanan ternak ataupun limbah pertanian yang diawetkan
dalam keadaan segar (dengan kandungan air 60-70%) melalui proses fermentasi dalam silo
(tempat pembuatan silase), sedangkan ensilage adalah proses pembuatan silase. Silo dapat
dibuat diatas tanah yang bahannya berasal dari tanah, beton, baja, anyaman bambu, tong plastik,
drum bekas, dan lain sebagainya.
Pemberian bahan pengawet atau tambahan (aditif) secara langsung ialah dengan
memberikan tambahan bahan-bahan yang mengadung hidrat arang (karbohidrat) yang
siap diabsorpsi oleh mikroba, antara lain: molasses (2,5 kg/100 kg hijauan), onggok (2,5
kg/100 kg hijauan), tepung jagung (3,5 kg/100 kg hijauan), dedak halus (5 kg/100 kg
hijauan), dan ampas sagu (7 kg/100 kg hijauan).
Ada beberapa bentuk silo yang digunakan untuk menyimpan silase antara lain:
2.1. Tower Silo
Adalah silo yang berbentuk bangunan silender, tegak seperti menara dan dapat terbuat dari
besi atau beton.
2.2. Pit Silo (Silo Berbentuk Sumur)
Silo ini dibentuk ditempat yang kering, agar tidak mudah kebanjiran dan adanya rembesan
air tanah. Diameter silo ini dibuat dengan diameter agak lebar, dengan tujuan untuk
memermudahkan pada saat pengisian dan pengeluaran hijauan yang disimpan.
2.3. Trence Silo (Parit Memanjang Di Tanah)
Silo ini dibuat berbentuk parit memanjang dibawah permukaan tanah dan pada umumnya
berdinding miring, lantai diperkuat dengan bata atau batako, demikian pula dindingnya.
2.4. Stack Silo (Silo Berdinding Belahan Papan/Pagar Papan)
Cara ini kurang dianjurkan, karena masih terjadinya kontak udara luar, sehingga kualitas
silase kurang baik. Untuk meningkatkan kualitas silase, maka silo ini perlu ditutup rapat
dengan plastic sebelum hijauan dimasukkan kedalam.
2.5. Silo Kantong Plastic
Apabila bahan silase yang akan dibuat jumlahnya sedikit, maka proses pembuatan silase
dapat dilakukan didalam kantong plastik.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan silo antara lain:
- Kapasitas atau ukuran harus disesuaikan dengan hijauan pakan yang diawetkan
- Tempat silo tidak terlalu jauh dari kandang
- Dasar silo dibuat miring kesatu sisi
Beberapa metode dalam pembuatan silase, yaitu:
- Metode Pemotongan: Hijauan dipotong-potong dahulu dengan ukuran 3 - 5 cm.
Rumput yang dipotongnya terlalu panjang, akan menyulitkan saat pengepakan ke dalam
silo, dan kemungkinan masih banyak oksigen yang tersisa. Hal ini akan menyulitkan
tercapainya suasana anaerob.
- Metode Pencampuran: Hijaun dicampur bahan lain dahulu sebelum dipadatkan (untuk
mempercepat fermentasi, mencegahnya tumbuhnya jamur dan bakteri pembusuk, dan
meningkatkan tekanan osmosis sel-sel hijauan). Pemberian bahan tambahan tersebut
harus dilakukan secara merata ke seluruh hijaun yang akan diproses.
- Metode Pelayuan: Hijauan dilayukan dahulu selama 2 hari (kandungan bahan kering 40 -
50%).
2. Secara Basah
Proses pembuatan amoniasi jerami padi cara basah adalah: urea yang dipergunakan untuk
membuat amoniasi dilarutkan kedalam air terlebih dahulu.
Contoh : rumus umum yang dipergunakan untuk mendapatkan kandungan amoniak 4% adalah:
85-87 gram urea ditambah 1 liter air ditambah 1 kg bahan kering jerami padi. Berdasarkan
pengalaman dilapangan bahwa jerami padi lepas panen kadar airnya adalah: 50%. Sedangkan
jerami padi kering udara kadar airnya rata-rata 30%. Maka untuk 1 kg jerami padi akan terdiri
dari 70% bahan kering dan 30% air atau sama dengan 700 gram bahan kering ditambah 300
gram air.
4. Jerami Fermentasi
Jerami adalah tanaman padi yang telah diambil buahnya (gabahnya), sehingga tinggal
batang dan daunnya yang merupakan limbah pertanian serta belum sepenuhnya dimanfaatkan
karena adanya faktor teknis dan ekonomis.
Jerami (padi) selama ini hanya dikenal sebagai hasil ikutan dalam proses produksi
padi di sawah. Pada sebagian petani, jerami sering digunakan sebagai mulsa pada saat
penanaman palawija. Hanya sebagian kecil petani menggunakan jerami sebagai pakan
alternatif di kala musim kering karena sulitnya mendapatkan hijauan. Di lain pihak jerami
sebagai limbah pertanian, sering menjadi permasalahan bagi petani, sehingga sering dibakar
untuk mengatasi masalah tersebut.
Produksi jerami padi dapat mencapi 12 – 15 ton per hektar per panen, bervariasi
tergantung pada lokasi dan janis varietas tanaman padi yang digunakan. Jerami padi yang
dihasilkan dapat digunakan sebagai pakan sapi dewasa sebanyak 2 – 3 ekor sepanjang tahun
dan pada lokasi yang mampu panen 2 kali setahun akan dapat menunjang kebutuhan pakan
berserat untuk 4 – 6 ekor.
Komposisi kimia jerami padi meliputi bahan kering 71.2%, protein kasar 3.9%, lemak
kasar 1.8%, serat kasar 28.8%, BETN 37.1%, dan TDN 40.2%. Hanya saja yang menjadi
faktor pembatas adalah nilai gizinya yang rendah yaitu mengandung serat kasar dan silikat
dalam jumlah tinggi, sedang daya cerna sangat rendah yang dipengaruhi adanya ikatan lignin,
silikat dan kutin. Namun demikian manfaat jerami padi masih dapat ditingkatkan melalui
proses kimia atau dengan teknologi pengolahan sehingga dapat meningkatkan efektifitas
daya cerna oleh enzim mikrokutin. Salah satu cara yang dianggap paling efektif adalah
melalui jalan fermentasi (Purnama dan Taufikurrahman, 2000).
1. Jerami padi dengan kadar air sekitar 60% (jerami padi kering panen), dengan berat
sekitar 1 tom
2. Starbio 6 kg
3. Urea 6 kg
4. Air secukupnya (pada jerami padi kadar airnya 60%)
Prosedur Kerja
1. Campur secara merata Starbio dan urea dengan perbandingan 1:1 (6 kg starbio dan 6 kg
urea.
2. Jerami padi ditumpuk dengan ketinggian kurang lebih 30 cm kemudian diinjak-injak.
3. Taburi campuran starbio dan urea, kamudian siram dengan air (apabila kadar air jerami
yang digunakan kurang dari 60%), sehingga kelembaban jerami menjadi sekitar 60%
yang ditandai jika jerami diremas-remas dengan tangan tidak meneteskan air, namun
tangan basah.
4. Tunpuk kembali jerami padi diatas tumpukan sebelumnya, lalu ditaburi kembali dengan
campuran starbio dan urea (jika diperlukan siram dengan air).
5. Lakukan kembali prosedur ke-4, dan demikian seterusnya sampai jerami habis
diperlakukan, atau tumpukan jerami sekitar 1.5 meter.
6. Tumpukan jerami dibiarkan selama 21 hari (tidak perlu diapa-apakan).
7. Setelah 21 hari jerami padi dibongkar dan diangin-anginkan atau dikeringkan di bawah
sinar matahari.
8. Jerami padi siap diberikan kepada ternak atau disimpan dalam gudang (tahan disimpan
selama ± 1 tahun) (Purnama dan Taufikurrahman, 2000) .
4. Memberikan peluang baru bagi simpul-simpul agribisnis jika dikelola secara profesional,
artinya suatu saat nanti akan muncul bisnis atau usaha baru dalam pelayanan jasa, seperti
prosesing dan pengangkutan jerami padi sebagai pakan ternak, sehingga sektor pertanian
memberi peluang untuk menyerap tenaga kerja yang banyak.
Perbedaan Amoniasi dan Fermentasi
Amoniasi: yaitu suatu proses perombakan dari struktur keras menjadi struktur lunak (hanya
struktur fisiknya) dan penambahan unsur N saja.
Fermentasi: yaitu proses perombakan dari struktur keras secara fisik, kimia dan biologis
sehingga bahan dari struktur yang komplek menjadi sederhana, sehingga daya
cerna ternak menjadi lebih efisien.
Fungsi urea pada proses pembuatan fermentasi adalah sebagai pensuplai NH3, ini
digunakan sebagai sumber energi bagi mikrobia dalam proses fermentasi. Jadi disini urea
tidak sebagai penambah nutrisi pakan, bisa juga dikatakan sebagai katalisator dalam proses
fermentasi (Purnama dan Taufikurrahman, 2000).