Anda di halaman 1dari 17

HANDOUT

SEKOLAH : SMK NURUL HUDA PANUMBANGAN


MATA PELAJARAN : DASAR-DASAR PAKAN
KELAS :X

Kompetensi Dasar Indikator Pencapaian Kompetensi


3.9 Menerapkan pengawetan hijauan pakan 3.9.1 Menegaskan tujuan dari pengawetan
ternak hijauan pakan ternak
3.9.2 Menegaskan prinsip pengawetan
hijauan pakan ternak
3.9.3 Menentukan prosedur pengawetan
hijauan pakan ternak
4.9 Melakukan pengawetan hijauan pakan 4.9.1 Menyeleksi bahan hijauan untuk
ternak diawetkan
4.9.2 Menentukan alat yang dibutuhkan untuk
pengawetan hijauan pakan ternak
4.10.3 Mendemonstrasikan cara pengawetan
hijauan pakan ternak

Tujuan Pembelajaran
1. Setelah siswa dan guru mengamati orientasi masalah pada materi ajar siswa dapat
mengungkapkan tujuan dari pengawetan hijauan pakan ternak dengan tepat
2. Setelah melakukan tanya jawab antara guru dan siswa diharapkan siswa mampu
membandingkan prinsip pengawetan antara metode-metode pengawetan hijauan pakan ternak
dengan tepat
3. Setelah melakukan diskusi antara guru dan siswa diharapkan siswa mampu menentukan
prosedur pengawetan hijauan serta fungsinya dengan tepat
ORIENTASI MASALAH

Kabar, Panumbanngan : Memasuki puncak kemarau panjang seperti saat ini, kesulitan
warga tani peternak di wilayah perbatasan Panumbangan Kabupaten Ciamis, bukan saja
diperhadapkan masalah krisis air bersih namun juga menyangkut ketersediaan pakan
ternak.
Dampak kekeringan luasan padang pengembalaan mulai terbatas. Ternak sapi piaraan
warga tani di Belu untuk sekedar bisa bertahan hidup di alam yang kian tandus, hanya
bisa memakan rerumputan ataupun dedaunan kering.
"Ini semua mulai kering kalau musim begini, bulan Februari sampai Mei bahkan Agustus
kalau belum datang hujan.
Kita cari rumput atau daun-daun dihutan, sapi kita jaga juga cari rumput sendiri. Alam
sudah begini, Ujar warga tani Kelurahan Panumbangan, (31/02/2022).
Untuk pakan sendiri sebenarnya sebagai petani kita juga tanam hijauan seperti lamtoro,
rerumputan maupun gala-gala, kata petani yang menetap sekitar kawasan hutan
Pemerintah ini.
Dimusim kemarau pakan ternak tidak begitu mencukupi, sehingga harus juga mencari
dedaunan maupun rerumputan di kawasan hutan.
"Daun gala-gala juga lamtoro tidak cukup, sapi piaraan ini biasa to, makan setiap saat. Ini
mulai kering betul," Urainya.
Kawanan sapi yang sebenarnya harus di ikat ataupun dikandangkan, seringkali oleh
pemilik ternak harus juga di lepas bebas sekitar hutan Hal ini tentunya bagaimana ternak
sapi piaraan agar cukup makan dibiarkan mencari sisa rumput ataupun tanaman yang
ada.

TEMUKAN MASALAH DAN SOLUSI DARI


KASUS DI ATAS
Uraian Materi

PENGAWETAN HIJAUAN PAKAN

Pengawetan hijuan merupakan bagian dari sistem produksi ternak. Pengawetan hijauan
bertujuan agar pemberian hijauan sebagai pakan ternak dapat berlangsung secara merata
sepanjang tahun, untuk mengatasi kekurangan pakan di musim kemarau harus dilaksanakan
pengawetan. Tanaman mempunyai kecepatan tumbuh yang besar di musim penghujan, jadi
ketersediaan hijaun ataupun limbah hasil pertanian pada musim tersebut akan berlimpah (jerami
padi, sisa tanaman jagung, kacang-kacangan, dll).
Fungsi pengawetan akan tercapai apabila pasca hijauan ataupun limbah pertanian
dipanen segera dilakukan pencacahan baik dengan golok atau chopper rumput. Hal ini
merupakan upaya agar proses respirasi yang terjadi pada sel tanaman segera terputus dan
berhenti. Tujuannya adalah agar kandungan air hujan dapat mencapai titik dimana aktivitas air
dalam sel tanaman dapat mencegah perkembangan mikroba. Pengawetan tersebut akan
berdampak pada keadaan fisik serta komposisi kimia hijauan tersebut antara lain dengan
kehilangan sebagian dari zat makanan (gizi tanaman/nutrien) yang nantinya akan berdampak
pada nilai nutrisi hijaun tersebut.

Ada beberapa metode pengawetan hijauan pakan ternak yang sering dilakukan oleh petani atau
peternak pada umumnya antara lain:

1. Hay
Hay adalah hijauan pakan ternak yang sengaja dipotong dan dikeringkan, supaya dapat disimpan
dan diberikan pada ternak pada waktu yang lain. Adapun prinsip pembuatan hay adalah
penurunan kadar air menjadi 15 -20%. Namun kadar air hay yang baik adalah 15-16%, dalam
kondisi ini hijauan pakan tidak akan membusuk bila disimpan.
Tujuan adalah: untuk menyeragamkan waktu panen agar tidak mengganggu pertumbuhan
pada priode berikutnya, sebab tanaman yang seragam akan memiliki daya
cerna yang lebih tinggi.

Tujuan khusus pembuatan hay adalah: agar tanaman hijauan (pada waktu panen yang
berlebihan) dapat disimpan untuk jangka waktu
tertentu sehingga dapat mengatasi kesulitan dalam
mendapatkan pakan hijauan pada musim kemarau.
Dua metode pembuatan hay yang diterapkan yaitu:
1. Metode Hamparan

Merupakan metode sederhana, dilakukan dengan cara menghamparkan hijauan yang


sudah dipotong di lapangan terbuka di bawah sinar matahari. Setiap hari hamparan di bolak
balik hingga kering. Hijauan yang dibuat dengan cara ini biasanya memiliki kadar air 20-
30%, dengan warna kecoklatan.

2. Metode Pod

Dilakukan dengan menggunakan semaian rak sebagai tempat menyimpan hijauan


yang tidak dijemur selama 1-3 hari (kadar air ± 50%). Hijauan yang akan diolah harus
dipanen saat menjelang berbunga (berkadar protein tinggi, serat kasar dan kandungan air
optimal) sehingga hay diperoleh tidak berjamur (tidak berwarna gosong) yang akan
menyebabkan turunnya palatabilitas dan kualitas

Cara Pengeringan
 Panas matahari
1. Hijauan diserakkan diatas pelataran/rak-rak pengering
2. Hijauan harus dibolak balik setiap 1-2 jam waktu pengeringan dilakukan beberapa
hari sehingga tercapai kadar air 15-20%.

 Panas buatan
Dikeringkan pada alat pengering yang mempunyai temperatur tinggi
 Panas fermentasi
1. Hijauan yang telah dipotong dari lapangan ditumpuk dalam gudang sehingga akan
timbul fermentasi dalam tumpukan tersebut.
2. Panas yang timbul akibat fermentasi akan menyiapkan air dari hijauan.

Hay yang mempunyai kualiatas baik mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:


 Warna hijau mengkilau/ kekuning-kuningan
 Daun-daunnya masih utuh
 Bau harum khas hay
 Nilai gizinya tetap tinggi
 Tidak banyak daun yang rusak
 Mudah dicernak dan lain-lain
Kerusakan hay dapat disebabkan oleh:
 Hijauan pakan yang dikeringkan tidak menjadi kering, sehingga masih terjadi pembakaran
zat-zat makanan
 Waktu pengeringan jatuh hujan
 Daun-daun serta ranting mudah menjadi patah /rontok
 Akibat pemotongan yang tidak tepat

2. Silase

Silase adalah hijauan pakan ternak yang disimpan dalam keadaan segar, dengan kadar air sekitar
60-70%, dalam suatu tempat yang disebut silo. Silo adalah tempat penyimpanan hijauan pakan
ternak yang dapat dibuat didalam tanah ataupun diatas tanah. Bahan pembuatan silo pada
umumnya dapat terbuat dari tanah, beton, baja, papan, bilik bamboo dll.
Silase adalah bahan pakan ternak berupa hijuan (rumpu-rumputan atau leguminosa)
yang disimpan dalam bentuk segar mengalami proses ensilase (Prihatman, 2000). Pembuatan
silase bertujuan mengatasi kekurangan pakan di musim kemarau atau ketika pengembalaan
ternak tidak mungkin dilakukan. Menurut Kartasudjana (2001) bahwasanya silase merupakan
hijauan yang difermentasi sehingga hijauan tersebut tetap awet karena terbentuk asam laktat.
Silase berasal dari hijauan makanan ternak ataupun limbah pertanian yang diawetkan
dalam keadaan segar (dengan kandungan air 60-70%) melalui proses fermentasi dalam silo
(tempat pembuatan silase), sedangkan ensilage adalah proses pembuatan silase. Silo dapat
dibuat diatas tanah yang bahannya berasal dari tanah, beton, baja, anyaman bambu, tong plastik,
drum bekas, dan lain sebagainya.

Prinsip utama pambuatan silase yaitu:


1. Menghentikan pernafasan dan penguapan sel-sel tanaman
2. Mengubah karbohidrat menjadi asam laktat melalui proses fermentasi kedap udara
3. Menahan aktivitas enzim dan bakteri pembusuk
4. Mencapai dan mempercepat atau keadaan hampa udara (anaerob)

Dalam pembuatan silase ada 3 faktor yang berpengaruh, yaitu:


1. Hijauan yang cocok dibuat silase adalah rumput, tanaman tebu, tongkol gandum
dan jagung, pucuk tebu, batang nenas dan jerami padi.
2. Penambahan zat aditif untuk meningkatkan kualitas silase. Beberapa zat aditif adalah
limbah ternak (manure ayam dan babi), urea, air, dan molasses. Aditif digunakan untuk
meningkatkan kadar protein atau karbohidrat pada material pakan, dan biasanya
digunakan untuk kualitas pakan yang rendah.
3. Kadar air yang tinggi berpengaruh dalam pembuatan silase. Kadar air yang berlebihan
menyebabkan tumbuhnya jamur dan akan menghasilkan asam yang tidak diinginkan
seperti asam butirat. Sementara itu kadar air yang rendah menyebabkan suhu menjadi
lebih tinggi, dan pada silo menyebabkan resiko yang tinggi terhadap kebakaran (Pioner
Development Foundation, 1991)
Proses terbentuknya suasana asam dalam penyimpanan (terbentuk asam laktat) adalah
sebagai berikut: untuk mendapatkan suasana anaerob dikerjakan dengan cara pemadatan
bahan silase (hijauan) yang telah dicacah dengan cara ditekan, baik dengan menggunakan alat
diinjak-injak sehingga udara sekecil mungkin (minimal). Tempat penyimpanan (silo)
diharapkan tidak ada kebocoran dan harus tertutup rapat, jika perlu dapat diberikan alat
pemberat. Sel-sel tanaman untuk sementara waktu akan terus hidup dan mempergunakan O2
yang ada dalam silo. Bila O2 telah habis terpakai, terjadi keadaan anaerob didalam tempat
penyimpanan yang tidak memungkinkan bagi tumbuhnya jamur/cendawan. Bakteri
pembusuk asam akan berkembang dengan pesat dan akan merubah gula dalam hijauan
menjadi asam-asam organik seperti asam asetat, asam susu dan juga alkohol. Derajat
keasaman akan meningkat, kegiatan bakteri-bakteri lainnya seperti bakteri pembusuk akan
terhambat. Pada derajat keasaman tertentu (pH = 3.5) bakteri asam laktat tidak pula dapat
bereaksi lagi dan proses pembuatan silase telah selesai.
Pembentukan suasana asam dengan cara penambahan bahan pengawet atau bahan
tambahan (aditif) secara langsung mapupun tidak lansung. Pemberian bahan pengawet secara
langsung dengan menggunakan: Natrium bisulfat, Sulfur oxida, Asam sulfat, Asam
propionat, urea, dll.

Pemberian bahan pengawet atau tambahan (aditif) secara langsung ialah dengan
memberikan tambahan bahan-bahan yang mengadung hidrat arang (karbohidrat) yang
siap diabsorpsi oleh mikroba, antara lain: molasses (2,5 kg/100 kg hijauan), onggok (2,5
kg/100 kg hijauan), tepung jagung (3,5 kg/100 kg hijauan), dedak halus (5 kg/100 kg
hijauan), dan ampas sagu (7 kg/100 kg hijauan).

Ada beberapa bentuk silo yang digunakan untuk menyimpan silase antara lain:
2.1. Tower Silo
Adalah silo yang berbentuk bangunan silender, tegak seperti menara dan dapat terbuat dari
besi atau beton.
2.2. Pit Silo (Silo Berbentuk Sumur)
Silo ini dibentuk ditempat yang kering, agar tidak mudah kebanjiran dan adanya rembesan
air tanah. Diameter silo ini dibuat dengan diameter agak lebar, dengan tujuan untuk
memermudahkan pada saat pengisian dan pengeluaran hijauan yang disimpan.
2.3. Trence Silo (Parit Memanjang Di Tanah)
Silo ini dibuat berbentuk parit memanjang dibawah permukaan tanah dan pada umumnya
berdinding miring, lantai diperkuat dengan bata atau batako, demikian pula dindingnya.
2.4. Stack Silo (Silo Berdinding Belahan Papan/Pagar Papan)
Cara ini kurang dianjurkan, karena masih terjadinya kontak udara luar, sehingga kualitas
silase kurang baik. Untuk meningkatkan kualitas silase, maka silo ini perlu ditutup rapat
dengan plastic sebelum hijauan dimasukkan kedalam.
2.5. Silo Kantong Plastic
Apabila bahan silase yang akan dibuat jumlahnya sedikit, maka proses pembuatan silase
dapat dilakukan didalam kantong plastik.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan silo antara lain:
- Kapasitas atau ukuran harus disesuaikan dengan hijauan pakan yang diawetkan
- Tempat silo tidak terlalu jauh dari kandang
- Dasar silo dibuat miring kesatu sisi
Beberapa metode dalam pembuatan silase, yaitu:
- Metode Pemotongan: Hijauan dipotong-potong dahulu dengan ukuran 3 - 5 cm.
Rumput yang dipotongnya terlalu panjang, akan menyulitkan saat pengepakan ke dalam
silo, dan kemungkinan masih banyak oksigen yang tersisa. Hal ini akan menyulitkan
tercapainya suasana anaerob.
- Metode Pencampuran: Hijaun dicampur bahan lain dahulu sebelum dipadatkan (untuk
mempercepat fermentasi, mencegahnya tumbuhnya jamur dan bakteri pembusuk, dan
meningkatkan tekanan osmosis sel-sel hijauan). Pemberian bahan tambahan tersebut
harus dilakukan secara merata ke seluruh hijaun yang akan diproses.
- Metode Pelayuan: Hijauan dilayukan dahulu selama 2 hari (kandungan bahan kering 40 -
50%).

Proses Pembuatan Silase

Berikut disajikan bahan, alat dan cara pembuatan silase rumput


- Bahan :
1) Rumput segar (misal rumput gajah, rumput raja, rumput odot, dan
lain-lain) 30 kg
2) Molases 500 ml
3) Bekatul 3 kg (10% dari 30 kg jerami)
4) Air secukupnya
5) EM4 20 ml (2 tutup botol)
- Alat yang digunakan :
1) Ember
2) Timbangan
3) Alas plastik
4) Drum atau kantong plastik
- Cara membuat :
1) Timbang semua bahan yang diperlukan
2) Siapkan molases dan EM4 kemudian campur rata pada rumput
3) Tambahkan bekatul pada rumput dan aduk hingga homogen
4) Atur penambahan air secukupnya
5) Aduk hingga semua bahan tercampur rata
6) Masukkan campuran bahan ke drum dan pastikan tidak ada udara
terjebak dalam drum
7) Tutup rapat drum dan biarkan selama 3 minggu
8) Melakukan fermentasi selama 3 minggu
Contoh proses pembuatan silase tertera pada Gambar berikut :

Gambar. 1. Hijauan Rumput Hasil Panen


Gambar. 2. Copper Untuk Memotong

Gambar. 3. Orang Sedang Memotong-Motong Rumput Untuk Dibuat Silase

Gambar 4. Silase Dalam kantong Plastik.

Ciri-ciri silase yang baik adalah:


- Baunya asam segar
- Warnanya hijau seperti daun/ sedikit hijau tua
- Tektur tidak berubah dan tidak menggumpal
- Tidak berjamur dan berlendir

Tabel 1. Kriteria Silase yang Baik


-

Kriteria Baik sekali Baik Sedang Buruk


Jamur Tidak ada Sedikit Lebih banyak Banyak
Bau Asam Asam Kurang asam Busuk
pH 3.2 – 4.5 4.2 – 4.5 4.2 – 4.8 > 4.8
Kadar N-NH3 < 10% 10 – 15% < 20% > 20%
- Sumber: Deptan (1980)
3. Amoniasi Jerami
Jerami padi di Indonesia 36-62 % dibakar atau dikembalikan kedalam tanah sebagai pupuk
kompos, 31-39 % untuk pakan ternak dan 7-16% dipergunakan untuk keperluan industri.
Beberapa jenis jerami padi setiap tahunnya tersedia dalam jumlah yang cukup berlimpah
setelah panen dilakukan. Tetapi jerami padi ini miskin akan kandungan gizi, tercermin dengan
rendahnya daya cerna, kandungan serat kasar tinggi dan sangat rendah protein. Tempat
pembuatan amoniasi, sama dengan pembuatan silase yaitu didalam silo, kantong plastic, drum,
container dll
Ada tiga sumber amoniak yang dapat dipergunakan dalam proses amoniasi yaitu: NH3 dalam
bentukgas cair, NH4OH dalam bentuk larutan, dan urea dalam bentuk padat. Penggunaan
NH3 gas yang dicairkan biasanya relatuf mahal. Selain harganya mahal, juga memerlukan
tangki khusus yang tahan tekanan tinggi minimum(10 bar). Demikian pula halnya dengan
larutan amoniak NH4OH selain harganya relatif mahal juga sukar diperoleh, sehingga
pemakaian NH4OH hanya terbatas di laboratorium
Dibanding cara pengolahan kimia yang lain (NaOH), amoniasi mempunyai beberapa
keuntungan, antara lain:
1. Sederhana cara pengerjaannya dan tidak berbahaya
2. Lebih murah dan mudah dikerjakan dibanding dengan NaOH
3. Cukup efektif untuk menghilangkan aflaktosin khususnya pada jerami
4. Meningkatkan kandungan protein kasar
5. Tidak menimbulkan polusi dalam tanah
Satu-satunya sumber NH3 yang murah dan mudah diperoleh adalah urea. Urea yang banyak
beredar adalah urea yang umumnya digunakan untuk pupuk (Siregar, 1995).
Urea dengan rumus molekul CO(NH2)2 banyak digunakan dalam ransum ternak
ruminansia karena mudah diperoleh, harganya murah dan sedikit keracunan yang
diakibatkannya dibanding biuret. Secara fisik urea berbentuk kristal padat berwarna putih
dan higroskopis. Urea mengandung nitrogen sebanyak 42 – 45%, atau setara dengan protein
kasar antara 262 - 281% (Belasco, 1945).
Perlakuan amoniasi dengan urea telah terbukti mempunyai pengaruh yang baik
terhadap pakan. Proses amoniasi lebih lanjut juga akan memberikan keuntungan yaitu
meningkatkan kecernaan pakan. Setelah terurai menjadi NH3 dan CO2. Dengan molekul air
NH3 akan mengalami hidrolisis menjadi NH4+ dan OH. NH3 mempunyai pKa = 9.26, berarti
bahwa dalam suasa netral (pH = 7) akan lebih banyak terdapat sebagai NH +. Dengan
demikian amoniasi akan serupa dengan perlakuan alkali. Gugus OH dapat merenggut putus
ikatan hidrogan antara oksigen karbon nomor 2 molekul glukosa satu dengan oksigen karbon
nomor 6 molekul glukosa lain yang terdapat pada ikatan selulosa, lignoselulosa, dan
lignohemiselulosa. Telah diketahui bahwa dua ikatan terakhir ini bersifat labil alkali, yaitu
dapat diputus dengan perlakuan alkali. Dengan demikian pakan akan memuai dengan lebih
mudah dicerna oleh mikroba rumen. Pemuaian pakan selanjutnya akan melarutkan deposit
lignin yang terdapat pada dinding dan ruang antar sel. Berarti amoniasi juga menurunkan
kadar zat makanan yang sukar bahkan tidak dicerna oleh ternak yang berakibatmeningkatkan
kecernaan pakan lebih jauh. Dari hasil percobaan Chuzaemi (1987) dengan level urea yang
lebih tinggi yaitu 6 dan 8% secara in vivo selain dapat meningkatkan kecernaan bahan kering
dan bahan organik juga energinya.
Energi tercerna (DE) meningkat dari 6.7 MJ menjadi 8.32 dan 9.54MJ. Berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Sejono et al., (1986), perlakuan alkali pada bagas dengan
menggunakan Urea (CO [NH2]2 sebanyak 6% BK, dapat secara nyata meningkatkan
kecernaaan bahan kering (BK) dan bahan organik (BO) bagas, yaitu 22.29% menjadi
29.58%, atau terjadi peningkatan kecernaan sebesar 32.7%.

Proses pembuatan amoniasi jerami ada 2 macam yaitu:


1. Secara Kering
Proses amoniasi jerami padi oleh Masaru Murai dari Jepang yaitu dengan cara urea yang
digunakan ditaburkan langsung diatas jerami padi yang akan dibuat amoniasi, jadi urea tidak
usah dilarutkan dengan air.
Contoh pembuatan amoniasi secara kering adalah dengan bahan 100 kg jerami padi kering udara
dengan 3-4 kg urea.

2. Secara Basah
Proses pembuatan amoniasi jerami padi cara basah adalah: urea yang dipergunakan untuk
membuat amoniasi dilarutkan kedalam air terlebih dahulu.
Contoh : rumus umum yang dipergunakan untuk mendapatkan kandungan amoniak 4% adalah:
85-87 gram urea ditambah 1 liter air ditambah 1 kg bahan kering jerami padi. Berdasarkan
pengalaman dilapangan bahwa jerami padi lepas panen kadar airnya adalah: 50%. Sedangkan
jerami padi kering udara kadar airnya rata-rata 30%. Maka untuk 1 kg jerami padi akan terdiri
dari 70% bahan kering dan 30% air atau sama dengan 700 gram bahan kering ditambah 300
gram air.

Cara Menyimpan Jerami Amoniasi


Untuk disimpan dalam jangka waktu yang lama, sebaiknya jerami amoniasi tersebut dijemur dan
dikeringkan di panas matahari kurang lebih satu minggu hingga kadar airnya mencapai 20%.
Apabila proses pengeringnya baik, maka jerami amoniasi dapat disimpan sampai waktu yang
lama 5 sampai 12 bulan tanpa adanya penurunan kualitas.

Cara Pemberiannya pada Ternak


Dalam pemberiannya pada ternak jerami amoniasi tidak perlu dipotong-potong (dicincang), jadi
dapat diberikan dalam bentuk utuh. Agar hemat biaya, karena dipotong-potong sama diberikan
dalam bentuk utuh berdasarkan hasil penelitian jumlah yang dikonsumsi sama.
Keuntungan amoniasi jerami padi adalah:
- Menambah kandungan protein
- Meningkatkan daya cerna
- Meningkatkan nafsu makan, karena ternak lebih menyukai.

4. Jerami Fermentasi
Jerami adalah tanaman padi yang telah diambil buahnya (gabahnya), sehingga tinggal
batang dan daunnya yang merupakan limbah pertanian serta belum sepenuhnya dimanfaatkan
karena adanya faktor teknis dan ekonomis.
Jerami (padi) selama ini hanya dikenal sebagai hasil ikutan dalam proses produksi
padi di sawah. Pada sebagian petani, jerami sering digunakan sebagai mulsa pada saat
penanaman palawija. Hanya sebagian kecil petani menggunakan jerami sebagai pakan

alternatif di kala musim kering karena sulitnya mendapatkan hijauan. Di lain pihak jerami
sebagai limbah pertanian, sering menjadi permasalahan bagi petani, sehingga sering dibakar
untuk mengatasi masalah tersebut.
Produksi jerami padi dapat mencapi 12 – 15 ton per hektar per panen, bervariasi
tergantung pada lokasi dan janis varietas tanaman padi yang digunakan. Jerami padi yang
dihasilkan dapat digunakan sebagai pakan sapi dewasa sebanyak 2 – 3 ekor sepanjang tahun
dan pada lokasi yang mampu panen 2 kali setahun akan dapat menunjang kebutuhan pakan
berserat untuk 4 – 6 ekor.
Komposisi kimia jerami padi meliputi bahan kering 71.2%, protein kasar 3.9%, lemak
kasar 1.8%, serat kasar 28.8%, BETN 37.1%, dan TDN 40.2%. Hanya saja yang menjadi
faktor pembatas adalah nilai gizinya yang rendah yaitu mengandung serat kasar dan silikat
dalam jumlah tinggi, sedang daya cerna sangat rendah yang dipengaruhi adanya ikatan lignin,
silikat dan kutin. Namun demikian manfaat jerami padi masih dapat ditingkatkan melalui
proses kimia atau dengan teknologi pengolahan sehingga dapat meningkatkan efektifitas
daya cerna oleh enzim mikrokutin. Salah satu cara yang dianggap paling efektif adalah
melalui jalan fermentasi (Purnama dan Taufikurrahman, 2000).

Proses Fermentasi Jerami Padi sebagai Pakan Ternak

Proses fermentasi jerami berbeda dengan amoniasi yang merupakan proses


perombakan dari struktur keras menjadi struktur yang lebih lunak. Dengan demikian yang
berubah dalam proses amoniasi hanyalah struktur fisiknya saj dan penambahan unsur N.
Sedangkan fermentasi jerami merupakan proses perombakan struktur keras secara fisik,
kimia dan biologi, sehingga bahan dengan struktur yang kompleks akan berubah menjadi
lebih sederhana, dan hal tersebut menyebabkan daya cerna ternak menjadi lebih efisien.

Bahan-bahan Fermentasi Jerami

1. Jerami padi dengan kadar air sekitar 60% (jerami padi kering panen), dengan berat
sekitar 1 tom
2. Starbio 6 kg
3. Urea 6 kg
4. Air secukupnya (pada jerami padi kadar airnya 60%)

Prosedur Kerja
1. Campur secara merata Starbio dan urea dengan perbandingan 1:1 (6 kg starbio dan 6 kg
urea.
2. Jerami padi ditumpuk dengan ketinggian kurang lebih 30 cm kemudian diinjak-injak.
3. Taburi campuran starbio dan urea, kamudian siram dengan air (apabila kadar air jerami
yang digunakan kurang dari 60%), sehingga kelembaban jerami menjadi sekitar 60%
yang ditandai jika jerami diremas-remas dengan tangan tidak meneteskan air, namun
tangan basah.
4. Tunpuk kembali jerami padi diatas tumpukan sebelumnya, lalu ditaburi kembali dengan
campuran starbio dan urea (jika diperlukan siram dengan air).
5. Lakukan kembali prosedur ke-4, dan demikian seterusnya sampai jerami habis
diperlakukan, atau tumpukan jerami sekitar 1.5 meter.
6. Tumpukan jerami dibiarkan selama 21 hari (tidak perlu diapa-apakan).
7. Setelah 21 hari jerami padi dibongkar dan diangin-anginkan atau dikeringkan di bawah
sinar matahari.
8. Jerami padi siap diberikan kepada ternak atau disimpan dalam gudang (tahan disimpan
selama ± 1 tahun) (Purnama dan Taufikurrahman, 2000) .

Dampak Pemanfaatan Jerami padi Fermentasi

Pemanfaatan jerami padi fermentasi akan memberikan dampak sebagai berikut:


1. Mengurangi biaya pakan, khususnya dalam penyediaan hijauan sebagai pakan utama
ternak ruminansia sapi
2. Meningkatnya daya dukung lahan pertanian, karena beternak sapi tidak harus
menyediakan lahan sebagai tempat menanam hijauan pakan ternak.
3. Dapat memberikan nilai tambah bagi petani padi, apabila suatu saat nanti, petani telah
melihat peluang tersebut, artinya jerami padi bukan lagi sebagai limbah yang
mengganggu proses produksi, melainkan sebagai produk yang dapat menghasilkan uang.

4. Memberikan peluang baru bagi simpul-simpul agribisnis jika dikelola secara profesional,
artinya suatu saat nanti akan muncul bisnis atau usaha baru dalam pelayanan jasa, seperti
prosesing dan pengangkutan jerami padi sebagai pakan ternak, sehingga sektor pertanian
memberi peluang untuk menyerap tenaga kerja yang banyak.
Perbedaan Amoniasi dan Fermentasi

Amoniasi: yaitu suatu proses perombakan dari struktur keras menjadi struktur lunak (hanya
struktur fisiknya) dan penambahan unsur N saja.
Fermentasi: yaitu proses perombakan dari struktur keras secara fisik, kimia dan biologis
sehingga bahan dari struktur yang komplek menjadi sederhana, sehingga daya
cerna ternak menjadi lebih efisien.
Fungsi urea pada proses pembuatan fermentasi adalah sebagai pensuplai NH3, ini
digunakan sebagai sumber energi bagi mikrobia dalam proses fermentasi. Jadi disini urea
tidak sebagai penambah nutrisi pakan, bisa juga dikatakan sebagai katalisator dalam proses
fermentasi (Purnama dan Taufikurrahman, 2000).

Anda mungkin juga menyukai