Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mata adalah organ penglihatan. Suatu struktur yang sangat khusus dan kompleks,
menerima dan mengirimkan data ke korteks serebral. Mata dapat terkena berbagai kondisi
diataranya bersifat primer sedang yang lain bersifat sekunder akibat kelainan pada system
organ tubuh lain. Kebanyakan kondisi tersebut dapat dicegah bila terdeteksi awal, dapat
dikontrol dan penglihatan dapat dipertahankan.

Infeksi adalah invasi dan pembiakan mikroorganisme pada jaringan tubuh, local
akibat kompetisi metabolism, toksin, replikasi intraseluler/respon antigen antibody. Inflamasi
dan infeksi dapat terjadi pada beberapa struktur mata dan terhitung lebih dari setengah
kelainan mata. Infeksi system penglihatan merupakan kelainan gangguan system penglihatan,
terutama konjungtivitis.

Boleh dikatakan masyarakat kita sudah sangat mengenalnya. Penyakit ini dapat
menyerang semua umur. Konjungtivitis yang disebabkan oleh mikro-organisme (terutama
virus dan kuman atau campuran keduanya) ditularkan melalui kontak dan udara. Selain itu
masih banyak penyakit mata yang disebabkan oleh mikroorganisme lainnya seperti virus
yang wajib masyarakat kita ketahui agar kita dapat waspada dan mencegah agar tidak
terkena penyakit mata yang disebabkan oleh virus tersebut.

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Penyakit Virus pada Mata


Secara umum belum dapat diterima mengenai berapa seringnya virus dapat
menimbulkan penyakit mata. Konjungtiva sesungguhnya dapat merupakan suatu petunjuk
yang sangat peka mengenai adanya penyakit sistemik, misalnya yang disebabkan oleh virus
morbilli, beberapa enterovirus, virus dengue, dan virus penyebab demam flebotomus,
adenovirus tipe 3,4, dan 7.
Infeksi mata adalah penyakit yang terjadi ketika ada bakteri, jamur, parasit, atau
virus yang menginfeksi mata. Infeksi dapat menyerang salah satu atau kedua mata. Ada
berbagai jenis infeksi mata yang dibedakan berdasarkan penyebab infeksi dan bagian
mata yang terinfeksi. Jenis infeksi mata lainnya yang sering terjadi adalah bin titan
(stye), suatu infeksi yang juga mengenai kelopak mata. Infeksi ini disebabkan oleh
bakteri dari kulit yang menyebabkan iritasi pada kantung rambut di bulu mata. Infeksi
ini akan menyebabkan pembengkakan dan nyeri di bagian mata yang terinfeksi.
Ada jenis infeksi mata yang mudah disembuhkan dengan obat-obatan, namun ada
juga infeksi mata yang dapat menular. Bahkan, infeksi mata yang menular sering
dikaitkan dengan penyakit akibat virus dan penyakit menular seksual lainnya.

B. Jenis Penyakit Virus pada Mata


1. Epidemic Keratoconjunctivitis
Epidemic Keratoconjunctivitis
(EKC) adalah radang akut virus menular
yang menyerang kunjungtiva mata yang
terletak diperbatasan dengan kornea.

a. Penyebab EKC
Disebabkan oleh Adenovirus tipe 8 yang menyebabkan terjadinya gangguan
mata yang lebih berat dibandingkan dengan gejala klinis yang ditimbulkan oleh
Adenovirus penyebab deman faringo konjungtivitis. Adenovirus adalah virus
DNAyang tahan terhadap eter, tidak mempunyai selubung, dan mempunyai
ukuran diameter antara 70-90 nm.
b. Epidemiologi
Epidemi penyakit ini dapat terjadi lebih dari satu kali setiap tahunnya.
Laporan dari seluruh dunia menunjukkan bahwa EKC banyak diderita oleh
pekerja galangan kapal, sehingga penyakit ini disebut shipyard eye. Adenovirus
sukar diinaktivasi melalui prosedur rutin sterilisasi alat-alat bedahmata, sehingga
penularan melalui penggunaan alat kesehatan mata yang tercemar virus dapat
terjadi. Imunitas sesudah terinfeksi virus ini umumnya hanya berlangsung dalam
waktu yang pendek.

c. Gejala Klinis EKC


Masa inkubasi penyakit ini berlangsung antara 5-10 hari lamanya. Sesudah
itu penyakit akan terjadi mendadak, berupa konjungtivitis folikuler unilateral yang
khas gejalanya. Konjungtivitis berupa infeksi kataral yang berat, yang mula-mula
terjadi pada satu mata, kemudian diikuti mata kedua beberapa hari kemudian.
Gejala klinis pada mata kedua umumnya lebih ringan. Kadang-kadang penderita
mengalami perdarahan subkonjungtiva, iritis, disertai dengan pembentukan
pseudomembran. Penderita juga sering mengalami pembesaran kelenjar
preaurikuler pada sis mata yang sakit. Demam yang diderita umumnya tidak
tinggi. Penderita mengeluh sakit kepala dan malaise yang merupakan gejala
sistemik yang umum dialami oleh penderita EKC.
Dalam beberapa hari kornea akan mengalami peradangan diikuti dengan
pembentukan lesi kornea berupa fokus kecil infiltrasi subepiteldalam bentuk
kekeruhan kornea yang berukuran kecil. Penderita juga mengalami lakrimasi yang
intensif, mengelur fotofobi, disertai nyeri mata dan kaburnya penglihatan.
Gangguan pada mata yang umumnya berlangsung sekitar 2 minggu, namun
dapat memanjang sampai beberapa bulan lamanya dan mengalami kekambuhan.
Lesi pada kornea dapat tetap ada berminggu-minggu sampai berbulan-bulan atau
bertahun-tahun sesudah terjadinya penyembuhan secara klinis. Meskipun
penyembuhan dapat diikuti oleh kecacatan, namun visus penderita umumnya akan
kembali normal.

d. Diagnosis
Pada awal terjadinya wabah, diagnosis sukar ditentukan dari penyakit mata
viral lainnya, namun dapat dibedakan dari penyakit mata akibat infeksi
Chlamydia. Infeksi Chlamydia dapat diobati dengan antibiotika atau
kemoterapeutika.
Untuk mengadakan isolasi virus, bahan kerokan konjungtiva diinokulasi
pada kultur jaringan yang peka, misalnya Hela cell-lines atau Vero cell-lines.
Adanya virus ditunjukkan dengan terjadinya efek sitopatik pada kultur jaringan,
sedangkan identifikasi virus ditetapkan melalui uji serologi, misalnya dengan Uji
Fiksasi Komplemen atau Uji Netralisasi.
Pada pemeriksaan serum, Neutralizing antibody terhadap Adenovirus tipe 8
meningkat dengan nyata sesudah terjadi infeksi dengan virus tersebut.

e. Pengobatan dan pencegahan


Belum ada obat antivirus untuk memberantas Adenovirus tipe 8 yang
menjadi penyebab EKC. Pemberian steroid efektif untuk menncegah terjadinya
kekeruhan kornea yang permanen yang dapat mengurangi visus penderita.
Meskipun demikian, steroid tidak dapat menurunkan intensitas proses radang
konjungtiva yang sedang berlangsung. Vaksin untuk mencegah epidemi dan
penyebaran Adenovirus penyebab epidemi keratokonjungtiva sampai saat ini
belum ditemukan.

2. Herpetic Keratoconjunctivitis
Penyakit mata ini disebabkan oleh
herpes simpleks virus tipe 1 (HSV-1) atau
HSV-2. Virus ini termasuk virus DNA dari
famili Herpetoviridae yang mempunyai
virion tak terselubung dengan ukuran
sekitar 100 nm.
a. Epidemiologi
Manusia merupakan satu-
satunya hospes alami bagi HSV.
Infeksi primer HSV-1 umumnya
terjadi pada umur di bawah 5
tahun. Bayi berukur kurang dari
6 bulan jarang terinfeksi virus ini
karena telah memperoleh
antibodi dari ibunya.
Herpetic keratoconjunctivitis merupakan infeksi primer dengan HSV yang
sebagian besar terjadi pada waktu infeksi masih pada keadaan subklinis. Herpes
simpleks merupakan penyakit endemik, namun pada kelompok-kelompok
keluarga atau di lingkungan rumah sakit dapat terjadi epidemi berukuran kecil.

b. Gejala Klinis
Masa inkubasi berlangsung antara 2 dan 12 hari diikuti gejala awal dengan
ciri khas yaitu edema, radang konjungtiva, dan radang kornea. Pada waktu terjadi
gejala khas tersebut, lesi herpes di kelopak mata atau di tempat lainnya telah
terjadi, tetapi mungkin juga belum terlihat. Pada umumnya hanya satu mata yang
terserang, disertai limfadenopati preaurikuler pada sisi mata yang sakit.
Pada infeksi primer, kekeruhan kornea terjadi superfisial, namun jika terjadi
infeksi berulang ulang hal ini dapat menimbulkan kerusakan yang permanen
sifatnya sehingga menyebabkan gangguan penglihatan penderita. Selain kornea,
bagian mata lainnya misalnya lensa, retina dan jaringan khoroid dapat juga
terserang. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya katarak dan perubahan
pigmentasi di retina bagian perifer.

c. Diagnosis
Diagnosis herpetic keratoconjunctivitis ditetapkan berdasar atas adanya
gejala klinis yang khas dan akan diperkuat jika virus dapat diisolasi dari bahan
infektif, misalnya cairan vesikel atau kerokan ulkus, yang dibiakkan pada kultur
jaringan lalu diidentifikasi melalui pemeriksaan serologi, uji fiksasi komplemen,
uji netralisasi atau dengan pemeriksaan imunofluoresensi untuk membedakannya
dari Varicella-zoster virus. Pemeriksaan serum penderita akan menunjukkan
adanya kenaikan titer antibodi yang spesifik.

d. Pengobatan dan pencegahan


Keratokonjungtivitis akibat infeksi HSV dapat diobati dengan asiklovir
lokal. Selain itu dapat diberikan human gamma globulin sebagai pengobatan
umum infeksi Herpes simplex. Penderita juga diberikan pengobatan paliatif untuk
mengurangi keluhan penderita. Vaksinasi dengan tujuan untuk mencegah
penyebaran penyakit ini belum dapat dikerjakan.

3. New Castle Disease Conjunctivitis


Konjungtivitis pada New Castle Disease (NCD) merupakan penyakit alami
yang biasanya terjadi pada unggas. Anak ayam yang terserang NCD gejala klinisnya
berupa pneumoensefalitis, sedangkan pada unggas dewasa gejala klinisnya mirip
influenza. Pada manusia yang bukan merupakan hospes alami, penyakit zoonosis ini
dapat menimbulkan radang konjungtiva.

a. Penyebab NCD conjunctivitis

Penyebab NCD adalah New Castle Disease virus (NDV) yang termasuk
genus Parainfluenza virus dari famili Paramyxoviridae. Partikel virus RNA yang
berbentuk sferis atau pleomorfik dan berselubung ini berukuran besar dengan
garis tengah antara 150-300 nm.
b. Epidemiologi
Unggas merupakan hospes alami NDV. Infeksi pada manusia umumnya
hanya terbatas pada pekerja peternakan unggas dan pabrik pengolahan daging
unggas atau pada pekerja laboratorium yang menggunakan unggas sebagai hewan
coba.
Penularan virus terjadi melalui udara yang tercemar bahan infektif yang
mengandung virus yang lebih resisten terhadap faktor lingkungan dibanding
Paramyxovirus lainnya.
Imunitas sesudah terinfeksi NDV sangat rendah karena IgA, antibodi yang
diproduksi oleh sel epitel saluran pernapasan penderita sangat rendah kadarnya.

c. Gejala klinis
Pada manusia masa inkubasi infeksi NDV berlangsung sekitar 2 hari,
diikuti gejala klinis mendadak berupa radang folikuler konjungtiva, edema
kelopak mata, lakrimasi yang berat, dan adenopati preaurikuler. Infeksi biasanya
terjadi pada salah satu sisi mata (unilateral). Kornea mata jarang terserang,
demam tidak terjadi, dan fotofobi pada umumnya tidak menjadi keluhan
penderita. Sesudah konjungtivitis berlangsung 3-4 hari penderita akan
menyembuh dalam waktu sekitar 1-2 minggu.

d. Diagnosis

Dasar diagnosis ditetapkan berdasar keluhan dan gejala klinis yang


diperkuat dengan riwayat terjadinya penularan dengan virus atau adanya kontak
dengan unggas yang menjadi hewan coba di laboratorium.

Untuk menentukan virus penyebabnya dilakukan biakan virus pada


embrio telur ayam, atau pada sel kultur jaringan, misalnya sel Vero, diikuti
identifikasi melalui uji netralisasi atau uji inhibisi hemaglutinasi. Uji serologi
menggunakan serum penderita untuk mendeteksi antibodi sulit dilakukan karena
infeksi New Castle Disease virus (NDV) tidak merangsang dengan baik
terbentuknya antobodi.
e. Pengobatan dan pencegahan

Belum diketahui obat amtiviral untuk membrantas NDV. Tindakan


pencegahan dilakukan dengan cara memberantas unggas yang sakit karena
menjadi sumber penularan dan bekerja dengan hati-hati waktu menangani unggas
yang menjadi hewan coba di laboratorium. Memusnahkan unggas yang sakit dan
melakukan karantina terhadap unggas yang diduga tertular virus ini dapat
mencegah penyebaran penyakit konjungtivitis New Castle pada manusia.

Vaksinasi menggunakan virus hidup yang dilemahkan berhasil dengan


baik mencegah infeksi sistemik NDV pada unggas, tetapi tidak berhasil
mencegah infeksi pernapasan pada hewan tersebut.

4. Demam Faringokonjungtiva
Koonjungtivitis demam faringokonjungtiva disebabkan infeksi virus. Kelainan
ini akan memberikan gejala demam, faringitis, sekret berair dan sedikit, yang
mengenai satu atau kedua mata. Masa inkubasi virus ini 5-12 hari.
a. Biasanya disebabkan:
1) Infeksi virus adenovirus tipe 2, 4 dan 7.
2) Yang mengenai satu atau kedua mata, terutama pada usia remaja.
3) Disebarkan melalui droplet atau kolam renang.

b. Tanda-tanda:
1) Demam.
2) Radang tenggorok (faringitis).
3) Mata merah hiperemia.
4) Seperti kemasukan pasir.
5) Belek berair.
6) Kelopak bengkak

5. Konjungtivitis Blenore/ Konjungtivitis Purulen (Bernanah) pada Bayi


Merupakan konjungtivitis pada bayi yang baru lahir. Masa inkubasi dari
penyakit ini adalah 3-6 hari
a. Penyebab:
1) Gonococ
2) Chlamydia (inklusion blenore)
3) Staphylococ

b. Tanda-tanda:
1) Ditularkan dari ibu yang menderita penyakit GO.
2) Merupakan penyebab utama oftalmia neonatorum.
3) Memberikan sekret purulen padat sekret yang kental.
4) Terlihat setelah lahir atau masa inkubasi antara 12 jam hingga 5 hari.
5) Perdarahan subkonjungtiva dan kemotik.

c. Masa inkubasi: bervariasi antara 3-6 hari,


1) Gonore 1-3 hari dan
2) Chlamydia 5-12 hari

5. Konjungtivitis Gonore
Radang konjungtiva akut yang disertai dengan sekret purulen. Pada neonatus
infeksi ini terjadi pada saat berada dijalan lahir. Pada orang dewasa penyakit ini
didapatkan dari penularan penyakit kelamin pada kontak dengan penderita uretritis
atau gonore. Manifestasi klinis yang muncul pada bayi baru lahir adalah adanya sekret
kuning kental, pada orang dewasa terdapat perasaan sakit pada mata. Penyakit ini
berlangsung selama 6 minggu dan tidak jarang ditemukan pembesaran disertai rasa
sakit kelenjar preaurikel.

a. Biasanya disebabkan oleh:


Didalam klinik kita akan melihat penyakit yang disebabkan gonococ dalam
bentuk:
1) Oftlamia neonatorum (bayi berusia 1-3 hari)
2) Konjungtivitis gonore infantum (usia lebih dari 10 hari)
3) Konjungtivitis gonore adultorum (GO dewasa)

b. Tanda-tanda:
1) Akut, kurang dari 6 bulan.
2) Sekret purulen.
3) Pada orang dewasa terdapat 3 stadium penyakit infiltratif, supuratif dan
penymbuhan.
4) Pada stadium infiltratif ditemukan kelopak dan konjungtiva yang kaku
disertai;
a) Rasa sakit pada perabaan.
b) Kelopak mata membengkak dan kaku sehingga sukar dibuka.
c) Tanda-tanda infeksi umum.
5) Padastadium supuratif terdapat sekret yang tidak kental sekali.
6) Pada stadium penyembuhan semua gejala sangat berkurang.
Penyakit ini berlangsung selama 6 minggu dan tidak jarang ditemukan
pembesaran disertai rasa sakit kelenjar preaurikel.

6. Virus Konjungtivitis
Konjungtiva adalah jaringan yang bening
yang mencakup bagian putih mata Anda dan garis
bawah kelopak mata Anda, dan virus dapat
menyebabkan infeksi pada jaringan ini. Infeksi, yang
dikenal sebagai konjungtivitis virus atau “mata
merah muda,” akan menyebabkan putih mata tampak
merah. Virus akan sering menyebabkan gatal, iritasi
dan keluarnya cairan dari mata. Anda mungkin
memiliki kelopak mata bengkak dan sensitivitas
terhadap cahaya.
Konjungtivitis virus biasanya hasil dari flu
biasa, dan infeksi mata dengan mudah menyebar dari
satu orang ke orang lain. Anda harus selalu menghindari menyentuh mata, dan ini
dapat membantu mencegah infeksi mata. Seorang dokter mata biasanya tidak akan
meresepkan tetes mata untuk mengobati konjungtivitis virus, dan memungkinkan
dapat merekomendasikan virus untuk menyelesaikan sendiri. Dalam kasus yang
parah, dokter mungkin meresepkan tetes mata steroid untuk membantu meringankan
gejala.
7. Herpes okuler
Virus herpes simplex, terkenal
karena menyebabkan lepuh deman pada
wajah, virus juga dapat menyebabkan
infeksi mata. Dalam kebanyakan kasus
herpes okular, virus akan menginfeksi
kornea, bagian bening jendela depan mata
Anda. Hal ini biasanya akan menghasilkan
kemerahan, ketidaknyamanan, sensitivitas
cahaya dan perubahan penglihatan. Jika
infeksi terjadi jauh di dalam lapisan kornea, Anda mungkin memiliki jaringan parut,
dan ini bisa menyebabkan kerusakan permanen pada penglihatan Anda.
Dokter telah membatasi pilihan pengobatan untuk jenis infeksi virus. Dia
mungkin meresepkan tetes mata antivirus jika infeksi di lapisan atas kornea Anda.
Jika infeksi berjalan jauh di kornea, dokter mata anda mungkin meresepkan tetes mata
steroid untuk mengurangi jumlah peradangan pada kornea, yang juga dapat
mengurangi jaringan parut ke kornea Anda. Peradangan berkepanjangan dan bekas
luka yang parah dapat menyebabkan transplantasi kornea.

8. Ulkus Kornea
Luka yang terbuka pada
kornea Anda, disebut ulkus kornea,
mungkin akibat dari virus atau dari
komplikasi dari herpes okular.
Luka terbuka juga mungkin berasal
dari cedera mata Anda, dan virus
bisa menginfeksi ulkus. Gejalanya
meliputi nyeri, iritasi, sensitivitas
cahaya dan robek berlebihan. Jika Anda melihat di cermin, Anda mungkin akan
melihat putih, daerah berkabut pada kornea, dan ini mungkin menunjukkan ulkus.
Dokter mata Anda biasanya akan meresepkan tetes mata untuk membantu
mengobati penyebab ulkus. Untuk kenyamanan, dia juga dapat merekomendasikan
bahwa Anda memakai lensa kontak khusus, yang disebut lensa perban, untuk
menutupi ulkus terbuka. Hal ini dapat mengurangi ketidaknyamanan dan membantu
penyembuhan.

9. Konjungtivitis Hemoragik Akut


Penyakit ini disebabkan oleh virus
dari famili picornavirus, yaitu enterovirus
tipe 70 dan virus coxsackie A24.
Penularannya terjadi melalui kontak
langsung, air, dan peralatan yang
terkontaminasi. Masa inkubasinya
berlangsung pendek, yaitu dalam 8-48 jam
dan gejala klinis mulai timbul setelah 5-7
hari terinfeksi. Beberapa negara yang menjadi endemi penyakit ini yaitu India, Ghana,
Thailand, Pakistan, Cina, Jepang, Taiwan, dan Brazil. Penyakit ini lebih banyak
terdapat pada negara-negara berkembang. Usia anak-anak (10-14 tahun) merupakan
usia dengan prevalensi konjungtivitis hemoragik akut terbanyak.
Tanda dan gejala pada penyakit ini yaitu adanya nyeri pada mata, fotofobia,
sensasi bend asing, keluarnya air mata berlebih, hiperemia, edema palpebra, dan
perdarahan subkonjungtival. Perdarahan subkonjungtival tersebut biasanya menyebar,
namun perlahan mulai terlihat dari konjungtiva bulbar atas dan menyebar hingga ke
bawah. Selain itu, demam, malaise, myalgia, folikel konjungtiva, limfadenopati
preaurikular, dan keratitis epitelial dapat juga ditemukan pada penyakit ini.
Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan menemukan gejala dan tanda pada
pasien. Sedangkan, pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan yaitu:
 PCR, untuk menemukan DNA atau RNA dari virus patogen.
 Molecular serotyping, merupakan metode identifikasi virus yang lebih cepat
daripada kultur.
 Pemeriksaan sensitivitas terhadap antibiotik.
 Pemeriksaan histologis, dapat ditemukan adanya sel mononuklear, eksudat
interselular, dan adanya perdarahan pada subkonjungtiva

Belum ada terapi spesifik untuk menangani penyakit ini, karena


penyembuhannya biasanya berlangsung selama 5-7 hari. Perlu untuk menjaga
kebersihan diri dan edukasi terhadap penularan penyakit ini. Selain itu, perlu untuk
menghindari kontak langsung dengan pasien.

C. Gejala Utama Penyakit Virus pada Mata

1. Mata atau kelopak mata yang berwarna merah.


2. Gatal.
3. Pembengkakan kelopak mata.
4. Nyeri pada mata.
5. Gangguan penglihatan (penglihatan yang buram atau memburuk).
6. Merasa ada sesuatu di dalam mata.
7. Kepekaan terhadap cahaya.
8. Mata mengeluarkan zat yang kekuningan, kehijauan, mengandung darah, atau
berair.
9. Adanya bagian iris yang berwarna abu-abu atau putih.
10. Demam
D. Jenis Virus pada Mata
1. Adenovirus
a. Morfologi Adenovirus
Virion Adenovirus terdiri
dari sebuah inti dan satu capsid.
Kapsid virus tidak berselubung,
bulat dan simetris ikosahedral.
Kapsid isometrik mempunyai
diameter antara 70-90 nm, mengandung double-stranded DNA yang
menunjukkan simetri kubikal dan mempunyai 252 kapsomer, 240 hexon, dan
sejumlah penton yang mempunyai tonjolan terminal.
Terdapat 47 serotipe Adenovirus yang dapat menyebabkan penyakit pada
manusia, terutama menyerang membran mukosa dan sebagian kecil menetap di
dalam jaringan limfoid, menimbulkan gangguan saluran pernapasan, faringitis,
dan konjungtivitis. Adenovirus tipe 40 dan 41 bersifat enteropatogen dapat
menyebabkan gastroenteritis pada anak anak berumur di bawah 4 tahun.

2. New Castle Disease virus (NDV)


Termasuk ordo
Mononegavirales; famili
Paramyxoviridae; genus
Avulavirus; spesies Newcastle
disease virus. Newcastle disease
virus biasanya berbentuk bola,
meski tidak selalu (pleomorf)
dengan diameter 100 – 300 nm.
Genome dari virus ND adalah suatu
rantai tunggal DNA. ND virus mempunyai amplop yang mengandung dua protein
yaitu protein hemagglutinin/neuraminidase dan protein peleburan. Kedua protein ini
bersifat penting dalam menentukan keganasan dan infektivitas virus. Protein
hemagglutinin/neuraminidase melaksanakan dua fungsi. Hemagglutinin mengikat
selaput sel inang dan bagian neuraminidase dilibatkan di dalam pelepasan;
pembebasan virus dari selaput sel inang. Protein peleburan digunakan untuk
peleburan amplop virus kepada selaput sel inang, sehingga genom dari virus dapat
masuk sel. Untuk melaksanakan fungsi ini, protein peleburan perlu dibelah oleh suatu
protease sel inang.

2. Herpes okuler

Infeksi herpes pada mata


disebut dengan herpes okular
atau herpes simplex keratitis. Di
Amerika Serikat, herpes mata adalah
penyebab kebutaan permanen akibat
kerusakan kornea dan sumber kebutaan
menular yang paling umum. Herpes
mata disebabkan oleh virus HSV-1
yang menyerang kelopak mata, kornea,
retina, dan konjungtiva (lapisan tipis
yang melindungi bagian putih mata).

Herpes mata tidak menular lewat aktivitas seksual berisiko. Infeksi ini lebih
rentan menyebar dari kontak langsung dengan kulit atau air liur yang terinfeksi HSV-
1. Misalnya, Anda bersalaman atau berciuman dengan orang yang sedang terinfeksi
herpes mata atau herpes oral. Jika orang tersebut sebelumnya mengucek mata tanpa
cuci tangan, ia dapat mengoper virus yang tertinggal di tangannya pada Anda saat
berjabat tangan. Anda dapat mengalami infeksi yang sama atau mungkin infeksi di
bagian lainnya lewat sentuhan kulit — terlebih jika Anda setelahnya tidak mencuci
tangan juga.

Setelah terinfeksi HSV-1, tubuh tidak bisa langsung memberantas seluruh


koloni virus hingga tanpa jejak. Virus bisa tidur sementara dan kemudian diaktifkan
kembali sewaktu-waktu, terutama ketika daya tahan tubuh Anda sedang lemah
(misalnya karena mengidap HIV, menjalani kemoterapi, atau bahkan
“hanya” sakit biasa seperti flu dan batuk).

Apa saja gejala herpes mata?

 Gejala awal herpes mata adalah mata merah. Gejala ini kemudian bisa disertai
gejala lainnya seperti:
 Mata terasa nyeri, bengkak, gatal, dan iritasi.
 Sensitif terhadap cahaya.
 Mengeluarkan air mata atau kotoran mata terus-menerus.
 Tidak bisa membuka mata.
 Penglihatan kabur.
 Kelopak mata yang meradang (blepharitis)

Dalam banyak kasus, herpes hanya menginfeksi satu mata. Segera periksakan
diri Anda ke dokter jika merasakan gejala-gejala tersebut. Penanganan herpes mata
yang dilakukan secara cepat dan tepat akan menjauhkan Anda dari komplikasi serius.

 Diagnosis herpes simplex keratitis

Diagnosis infeksi herpes simplex keratitis umumnya dilakukan dokter


spesialis mata. Pada tahap awal, dokter akan menanyakan gejala serta riwayat
kesehatan Anda. Pemeriksaan fisik berupa kondisi penglihatan dan struktur mata
juga akan dilakukan. Pengecekan struktur mata akan membantu dokter untuk
mengetahui luasnya infeksi kornea dan pengaruhnya terhadap bagian lain dari
bola mata.
Jika diperlukan, dokter juga akan mengambil sampel cairan yang keluar
dari mata untuk diperiksa di laboratorium. Pemeriksaan ini digunakan untuk
mengetahui penyebab di balik herpes mata yang terjadi. Tes darah juga mungkin
dianjurkan pada pasien yang diduga mengalami herpes mata karena menderita
penyakit lainnya.

 Pengobatan untuk infeksi herpes pada mata

Pengobatan herpes mata pada umumnya melibatkan obat antivirus, baik


yang dioleskan dalam bentuk krim atau salep mata (ganciclovir atau trifluridine),
diminum atau lewat suntikan (acyclovir atau valacyclovir).

Pada beberapa kasus herpes simplex keratitis yang sudah berlanjut


komplikasi, dokter dapat meresepkan kortikosteroid sebagai obat tambahan.
Untuk mengatasi fotofobia, krim topikal seperti atropine 1% atau
scopolamine 0.25% dianjurkan untuk dipakai tiga kali sehari.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Dianti, Sri. “Jenis Infeksi Virus pada Mata”. Diakses pada 7 April 2018.
http://www.sridianti.com/jenis-infeksi-virus-pada-mata.html

Oktaviani Resti Siwi, Palupu. “Makalah Konjungtivitis”. Diakses pada 7 April 2018.
http://palupioktavianirestisiwi.blogspot.co.id/2015/10/makalah-konjungtivitis.html

Trisetyo, Dhy. “Makalah Konjungtivitis”. Diakses pada 7 April 2018.


http://mahasiswastikessuryaglobal.blogspot.co.id/2013/07/makalah-konjungtivitis.html

https://www.docdoc.com/id/info/condition/infeksi-mata/

Anda mungkin juga menyukai