Anda di halaman 1dari 23

EMPAT MACAM METODE PENAFSIRAN AL-QURAN

TAHLILI, IJMALI, MUQARIN, MAUDHUI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Tugas Mata Kuliah


Tafsir Tematik

Disusun Oleh Kelompok : 3


Muhammad Fathul Arifin (1730202203)
Novi Susanti (1730202220)

Dosen Pengampu :
Drs. H. Mardhi Abdullah

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARIBYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH

PALEMBANG

2019

0
BAB I
PENDAHULIAN
A. Latar Belakang
Al-Quran merupakan kalamullah yang diturunkan secara berangsur-angsur
kepada nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril sebagai
petunjuk manusia untuk membedakan kebaikan dan keburukan. Selain sebagai
kitab pedoman manusia, al-Quran juga sebagai mukjizat Nabi Muhammad,
terbukti mampu menampakkan sisi kemukjizatannya yang luar biasa, bukan
hanya pada eksistensinya yang tidak pernah rapuh, tetapi juga pada ajarannya
yang telah terbukti sesuai dengan perkembangan zaman, sehingga ia menjadi
referensi bagi umat manusia dalam mengarungi kehidupan di dunia. Al-Quran
tidak hanya berbicara tentang moralitas dan spritualitas, tetapi juga berbicara
tentang ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan kehidupan umat manusia.1
Allah berfirman dalam ayatnya:
ِ ‫اركٌ ِليَدَّب َُّروا آيَاتِ ِه َو ِليَتَذَ َّك َر أُولُو ْاْل َ ْلبَا‬
‫ب‬ َ َ‫ِكتَابٌ أَ ْنزَ ْلنَاهُ إِلَيْكَ ُمب‬
“Ini adalah sebuah Kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah
supaya mereka memperhatikan ayat-ayat-Nya dan supaya mendapat pelajaran
orang-orang yang mempunyai fikiran.” (Q.S. Shad (38) : 29).
‫ب أَ ْقفَالُ َها‬ َ ‫أفَ ََل يَتَدَب َُّرونَ ْالقُ ْرآنَ أَ ْم‬
ٍ ‫علَى قُلُو‬
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan al-Qur’an ataukah hati mereka
terkunci?” (Q.S. Muhammad (47) : 21)
Pada ayat yang pertama di atas, Allah menjelaskan bahwa hikmah
diturunkannya al-Qur’an adalah supaya manusia mentadabburi ayat-ayat yang
ada di dalamnya. Sedangkan pada ayat yang kedua, Allah mencela orang-orang
yang tidak mau mentadaburi al-Qur’an, Sedangkan seseorang tidak dapat
mentadaburi al-Qur’an tanpa mengetahui maksud-maksud dari lafadz-lafadz al-
Qur’an.
Dari hal itu, jelaslah bahwa penafsiran al-Qur’an amatlah penting bagi kita.
Untuk itu, kami akan memaparkan tafsir al-Qur’an yang nantinya terbagi dalam
beberapa metode penafsiran yang mana metode-metode tersebutlah yang

Amroeni Drajat, Ulumul Qura’an Pengantar Ilmu Al-Qur’an, (Depok: Kencana, 2017),
1

hlm. 27

1
digunakan penafsir untuk mengarahkan penafsiran yang dilakukannya. Hal ini
diperlukan supaya penafsiran yang dilakukan agar lebih terarah, sistematis dan
tidak menyimpang dari tujuan awalnya atau bahkan seorang penafsir melakukan
penafsiran yang menyesatkan banyak manusia, karena itulah metode penafsiran
harus dimiliki seorang penafsir.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian MetodeTafsir al-Qur’an ?
2. Apa Saja Macam- macam Metode Penafsiran al-Qur’an ?

C. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Metode Tafsir al-Qur’an
2. Mengetahui Macam -macam Metode Penafsiran al-Qur’an

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Metode Tafsir al-Qur’an
Kata metode berasal dari bahasa yunani yaitu methodos yang berarti cara
atau jalan. Dalam bahasa Inggris kata ini ditulis method dan bahasa Arab
menterjemahkannya dengan thariqat dan manhaj. Sedangkan dalam pemakaian
bahasa Indonesia kata tersebut mengandung arti: cara yang teratur dan berpikir
baik-baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya)
cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna
mencapai tujuan yang ditentukan.2
Kata tafsir berasal dari bahasa Arab, yaitu fassaara yufassiru tafsiran yang
berarti penjelasan, pemahaman, dan perincian. Selain itu tafsir dapat pula berarti
al idhah wa al tabiyin, yaitu penjelasan dan keterangan. Menurut Imam Al-
Zarqhoni mengatakan bahwa tafsir adalah ilmu yang membahas kandungan al-
Quran baik dari segi pemahaman makna atau arti sesuai yang dikehendaki Allah
SWT menurut kadar kesanggupan manusia. Selanjutnya Abu Hayan,
sebagaimana dikutip Al-Sayuthi, mengatakan bahwa tafsir adalah ilmu yang
didalamnya terdapat pembahasan mengenai cara mengucapkan lafal-lafal al-
Qur’an disertai makna serta hukum-hukum yang terkandung didalamnya.3
Jadi, yang dimaksud metode tafsir Al-Qur’an adalah suatu cara yang teratur
dan terpikir baik-baik untuk mencapai pemahaman yang benar tentang apa yang
dimaksudkan Alla SWT didalam ayat-ayat Al-Qur’an. Sedangkan metodologi
tafsir adalah sebuah ilmu yang mengajarkan kepada orang yang mempelajarinya
untuk menggunakan metode tersebut dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an.

2
Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2005), hlm. 53
3
Amroeni Drajat, Ulumul Qura’an Pengantar Ilmu Al-Qur’anI…, hlm. 29

3
B. Macam-macam Metode Penafsiran al-Qur’an
Adapun metode penafsiran al-Qur’an terdiri dari empat macam yaitu ;
metode tahlili, metode ijmali, metode muqorin, dan metode maudhui.
1. Metode Tahlili (Deskriptif-Analitis)
Tahlili adalah akar kata dari hala, huruf ini terdiri dari huruf ha dan
lam, yang berarti membuka sesuatu, sedangkan kata tahlili sendiri masuk
dalam bentuk infinitf (mashdar) dari kata hallala, yang secara semantik
berarti mengurai, menganalisis, menjelaskan bagian-bagiannya serta
memiliki fungsi masing-masing.
Secara etimologis, metode tahlili berarti menjelaskan ayat-ayat al-
Quran dengan meneliti aspeknya dan menyingkap seluruh maksudnya,
mulai dari uraian makna kosa kata, makna kalimat, maksud setiap
ungkapan, kaitan antar pemisah (munasabat), hingga sisi keterkaitan antar
pemisah itu (wajh al munasabat) dengan bantuan latar belakang turunnya
ayat (asbab al nuzul), riwayat-riwayat yang berasal dari Nabi SAW, Sahabat
dan Tabi’in.4
Pengertian lain dari metode tahlili adalah metode penafsiran ayat-ayat
al-Qur’an yang dilakukan dengan cara mendeskripsikan uraian-uraian
makna yang terkandung dalam ayat-ayat al-Qur’an dengan mengikuti tertib
susunan/urut-urutan surat-surat dan ayat-ayat al-Qur’an itu sendiri dengan
sedikit-banyak melakukan analisis di dalamnya.5
Dari sekian metode tafsir yang ada, metode tahlili merupakan metode
yang paling lama usianya dan paling sering digunakan. Selain menjelaskan
kosa kata dan lafaz, tahlili juga menjelaskan sasaran yang dituju dan
kandungan ayat, seperti unsur-unsur i’jaz, balaghah, dan keindahan susunan
kalimat, serta menjelaskan apa yang dapat diambil dari ayat tersebut untuk
hukum fikih, dalil syar’i, arti secara bahasa, dan norma-norma akhlak.
Hampir seluruh kitab-kitab tafsir al Quran yang ada sekarang dan yang
digunakan dalam studi tafsir adalah menggunakan metode tafsir tahlili,
yaitu menafsirkan ayat-ayat al Quran secara berurutan menurut urutan ayat-

4
Supriana, dan M. Karman, Ulumul Qur’an dan Pengenalan Metodologi Tafsir, (Bandung:
Pustaka Islamika, 2002) hlm. 63
5
Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an, (Depok: RajaGrafindo, 2014), hlm. 379

4
ayat yang ada dalam mushaf, mulai dari awal surat al-Fatihah sampai akhir
surat al-Nas tanpa dikaitkan dengan ayat-ayat lain yang semakna. Artinya,
mayoritas mufassir dalam menafsirkan ayat-ayat al Quran selalu mengikuti
tertib urutan ayat-ayat yang ditafsirkan tanpa memerhatikan topik ayat-
ayatnya.6
Jadi, dapat disimpulkan bahwa metode tafsir tahlili merupakan
penafsiran ayat al-Qur’an dengan cara beruntun sesuai urutan surah yang
ada pada al-Qur’an, dengan cara menganalisis dari semua aspek, baik dari
segi kosa kata, lafal dari aspek bahasa, serta makna.
Tafsir tahlili sebagai salah satu metode tafsir yang banyak digunakan
oleh para mufasir, tidak luput dari adanya kelebihan dan kekurangan atau
ketebatasan. Adapun kelebihan metode tafsir tahlili adalah:7
a. Metode tahlili adalah merupakan metode tertua dalam sejarah al-Quran
karena metode ini telah digunakan sejak masa Nabi Muhammad SAW.
b. Metode ini adalah metode yang paling banyak digunakan oleh para
mufassir.
c. Metode ini memiliki corak (laun) dan orientasi (ittijah) yang paling
banyak dibandingkan metode lain.
d. Melalui metode ini seorang mufassir memungkinkan untuk
memberikan ulasan secara panjang lebar (itnhab), atau secara ringkas
dan pendek saja (ijaz)
e. Metode tahlili pembahsan dan ruang lingkupnya yang sangat luas. Hal
ini dapat berbentuk riwayat (ma’sur) dan juga dapat berbentuk rasio
(ra’yu).

Sedangkan kekurangan metode tafsir tahlili adalah:8


a. Metode ini dijadikan para penafsir tidak jarang hanya berusaha
menemukan dalil atau pembenaran pendapatnya dengan ayat-ayat Al-
Quran.

6
Supriana, dan M. Karman, Ulumul Qur’an dan Pengenalan Metodologi Tafsi…, hlm. 64
7
Utsaimin Muhammad bin Shaleh, Ushul fi at-Tafsir, Terjemah Abu Abdillah Ibnu Rasto,
(Solo: Pustaka Ar-Rayyan, 2008), hlm. 54-57
8
Asy-Syaikh ‘Utsaimin Muhammad bin Shaleh, Ushul fi at-Tafsir…, hlm. 57-59

5
b. Metode ini kurang mampu memberi jawaban tuntas terhadap persoalan-
persoalan yang dihadapi masyarakat, karena pembahsannya sering tidak
tuntas, terutama masalah kontemporer seperti keadilan, kemanusiaan,
sekaligus tidak banyak memberi pagar-pagar metodologi yang dapat
mengurangi subjektivitas mufassirnya.
c. Dapat menghanyutkan seorang mufassir dalam penafsirannya, sehingga
keluar dari suasana ayat yang dibahas.
d. Metode ini sangat subjektif.
Dengan metode Tahlili (analisis) seorang Mufassir berupaya
menafsirkan al-Qur’an dengan cara:9
a. Menerangkan munasabah al-Qur’an.
b. Menerangkan Asbab al-Nuzul.
c. Menganalisa kosa kata Arab dari sudut pandang bahasa Arab.
d. Memaparkan kandungan ayat secara umum

Diantara kitab-kitab yang menggunakan tafsir tahlili yaitu :


a. Tafsir Al-Quran Al-‘Azhim karya Ibn Katsir
b. Ma’alim Al-Tanzil karya Al-Baghawi
c. Tafsir Al-Sawiy karya syekh al-Sawiy
d. Tafsir Al-Khazin karya Al-Khazin
e. Anwar Al-Tanzil wa Asrar Al-Ta’wil karya Al-Baidhawy.

Untuk lebih memahami Metode Tahlili, berikut dikemukakan contoh


penafsiran QS. Maryam (19):24 dalam kitab al-Sawiy karya Syaikh al-
Sawiy :10

َ ‫فَنَادَاهَا ِم ْن تَحْ تِ َها أَال تَحْ زَ نِي قَ ْد َجعَ َل َرب ُِّك تَحْ ت َِك‬
)٢٤( ‫س ِريًّا‬
“Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah: "Janganlah kamu
bersedih hati, Sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di
bawahmu”.

Muhammad Gufran dan Rahmawati, Ulumul Qur’an (Yogyakarta: Teras, 2013), hlm.183-
9

184.
10
Muhammad Gufran dan Rahmawati, Ulumul Qur’an…, hlm. 42-43.

6
‫ َف َع َلى اْلُو َلى الفَا ِع ُل ه َُو‬،‫َان‬
ِ ‫سب ِعيَت‬
َ ‫َان‬
ِ ‫َسرهَا قِ َرا َءت‬ ِ ‫ميم َو ك‬ ِ ‫َتح ا ِل‬
ِ ‫(من تَحتِ َها) ِبف‬ ِ : ‫قوله‬
‫ور‬
ُ ‫مجر‬ ُ ‫ار َو ا َل‬ ُ ‫ َو ال َج‬،‫ير ُمستَتِ ٍر‬ َ ‫علَى الثَّانِيَّ ِة الفَا ِع ُل‬
ُ ‫ض ِم‬ َ ‫ َو‬،ُ‫صلَّتُه‬ ُ ‫الَمو‬
ِ ‫صو ُل َو تَحتِ َها‬
‫ير الُمستَتِ ِر فِي نَادَى‬ ِ ‫ َو الض َِّم‬،‫َتح‬ ِ ‫علَى الف‬ َ ‫ِير ِل َمن‬
ُ ‫بريلُ[ تَفس‬ِ ‫]أي ِج‬: ‫ قوله‬.‫ُمتَعُ ِل ُق ِبنَادَى‬
ُ‫ َو ِحينَئِ ٍذ فَيَ ُكون‬،‫ َو َمعنَى كَونِ ِه تَحتِ َها أَسفَ َل ثِيَا ِب َها‬،‫سى‬َ ‫ َو قِي َل الُمنَادَي لَ َها ِعي‬،‫َسر‬
ِ ‫علَى الك‬
َ
َ ‫ (فَلَن أَكلَ َم اليَو ُم ِإن ِسيًّا) أ ً َّو ُل ك َََل ِم ِعي‬: ‫قُولُهُ (أَن َال تَحزَ نِي) ِإلَى قوله‬
‫سى‬

Contoh lainnya terdapat dalam (QS. Al-A‘raf (7): 184).11


ٌ ‫اح ِب ِه ْم ِم ْن ِجنَّ ٍة ِإ ْن ه َُو ِإال نَذ‬
ٌ ‫ِير ُم ِب‬
)١٨٤( ‫ين‬ ِ ‫ص‬َ ‫أَ َولَ ْم َيتَفَ َّك ُروا َما ِب‬
“Apakah (mereka lalai) dan tidak memikirkan bahwa teman mereka
(Muhammad) tidak berpenyakit gila. Dia (Muhammad itu) tidak lain
hanyalah seorang pemberi peringatan lagi pemberi penjelasan”

،‫وف‬ِ ُ‫علَى ذَلِكَ الَمحذ‬ َ ٌ‫طفَة‬َ ‫عا‬


َ ‫الو ُاو‬ ِ ُ‫لى َمحذ‬
َ ‫ َو‬،‫وف‬ َ ‫ع‬ ِ َ‫ (أَ َولَم َيتَفَ َّك ُروا) ال َهمزَ ة ُ د‬: ‫قوله‬
َ ‫اخلَ ِة‬
ُ‫ب نُ ُزولَ َها َما َر َوي أَنًّه‬
ُ ‫س َب‬َ )ٍ‫اح ِب ِهم ِمن َجنَّة‬
ِ ‫ص‬َ ‫ ( َما ِب‬: ‫ع ُّموا َولَم َيتَفَ َّك ُروا قوله‬ َ َ‫ِير أ‬
ُ ‫َو التَّقد‬
،ُ‫ َيا َبنِي فُ ََلن‬،ُ‫ َيا َبنِي فُ ََلن‬،‫عاهُم فَ ِخذًا فَ ِخذًا‬ َّ ‫علَى ال‬
َ ‫صفَا فَد‬ َ ‫سلَّ َم‬
َ ُ‫صعد‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ‫علَي ِه َو‬ َ
‫ َو َمعنَى‬،‫اح‬ َّ ‫ت ِإلَى ال‬
ِ ‫ص َب‬ ِ ُ‫احبُ ُكم ِل َمجن‬
ِ ‫ون بات َي ُهو‬ ِ ‫ص‬ َ ‫ فَقَا َل َبع‬،‫هللا‬
َ ‫ ِإن‬: ‫ض ُهم‬ ِ ‫أس‬ َ ‫َيحذَرهُم ِب‬
َ‫ فَإِ ِنهُ َكان‬،‫قوا ِل َو اْلَف َعا ِل‬َ َ ‫ون ِل ُمخَالَفَ ِت ِه لَ ُهم ِفى اْل‬
ِ ُ‫سبُوهُ ِإلَى ال ُجن‬ ُ َ‫ َو ِإنَّ َما ن‬، ُ‫صوت‬ ُ ‫َي ُهوتُ َي‬
. َ‫سوا َكذَلِك‬ ُ ‫ َو هُم ِل َي‬،‫َهوا ِت َها‬
َ ‫ع ِن الدُّن َيا َو ش‬ َ ‫ضا‬ ً ‫عر‬ َ ‫وحدًا ُمق َب ًَل‬
ِ ‫ ُم‬،‫ع َلى هللاَ ِب ُك ِل ِي ِت ِه‬ ِ ‫َم‬
Nampak jelas dalam penafsiran diatas suatu analisis yang lebih
memadai bila dibanding dengan metode ijmali selain itu penjelasannya
merupakan ciri khas dari tafsir tahlili. Dalam menafsirkan QS. Al-Maryam
(19):24 terbukti kepenguasaan beliau dalam berbagai disiplin ilmu. Dimulai
dari penerapan ilmu Qira’at, beliau menjelaskan cara membaca lafaz Min
atau Man. Tidak hanya menjelaskan ilmu Qira’at, namun beliau juga
menjelaskan keterkaitan ilmu Qira’at dengan ilmu Nahwu. Yaitu apabila
dibaca Man maka berkedudukan menjadi fa’il Isim Mausul dan Tahtiha

11
Muhammad Gufran dan Rahmawati, Ulumul Qur’an…, hlm. 135.

7
menjadi Silah. Sedangkan yang kedua Min menjadi fa’il Damir Mustatir,
dan Jar wa Majrur disandarkan pada lafad Nada.
Selaian membahas ilmu bahasa, beliau juga menjelaskan munasabah
antar ayat al-Qur’an. Sebagaimana kata (an la Tahzaniy), bermunasabah
dengan ayat (Falan Akallima al-yauma Insiyyan) yang terdapat dalam ayat
sesudahnya, QS. Al-Maryam (19) :26.
Sedangkan Jika dilihat dari cara penafsiran QS. Al-A’raf (7):184 diatas,
Syaikh al-Sawiy berupaya menafsirkan al-Qur’an dengan cara
Menerangkan Asbabun Nuzul, Menganalisa kosa kata Arab dari sudut
pandang bahasa Arab, Memaparkan kandungan ayat secara umum.
Dalam metode tahlili yang dimaksud sebagaimana pengertian di atas,
bukanlah dalam suatu penafsiran harus mencakup semua persyaratan
metode tahlili. Namun dikatakan suatu kitab tafsir menggunakan metode
tahlili jika dalam penafsirannya yang medominasi adalah sebagaimana
syarat dan ketentuan metode tahlili.

2. Metode Ijmali (Global)


Secara harfiyah, kata ijmali berasal dari kata ajmala yang berarti
menyebutkan sesuatu secara tidak terperinci. Kata ijmali secara bahasa
artinya ringkasan, ikhtisaran global, dan penjumlahan. Metode ijmali
(global) ialah menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an secara ringkas namun
mencakup, dengan bahasa yang populer, mudah dimengerti, dan enak untuk
dibaca. Sistematika pembahasannya sesuai dengan susunan ayat-ayat dalam
Mushaf. Makna ayat dalam tafsir ijmali diungkapkan secara ringkas dan
global tetapi cukup jelas. Menurut al-Farmawi metode ijmali adalah
peafsiran al-Qur’an berdasarkan urutan-urutan ayat per ayat dengan suatu
uraian yang ringkas dan dengan bahasa yang sederhana, sehingga dapat
dikonsumsi oleh masyarakat, baik masyarakat awam maupun intelek.12
Jadi, tafsir Ijmali adalah penafsiran al-Quran dengan cara
mengemukakan isi kandungan al-Quran melalui pembahasan yang bersifat

12
Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an…, hlm. 22-24

8
umum (global) tanpa uraian apalagi pembahasan yang Panjang dan luas,
juga tidak dilakukan secara rinci.
Sebagai salah satu metode penafsiran al-Quran, metode ijmali memiliki
beberapa kelebihan yang tidak dimiliki oleh tafsir-tafsir lainnya, diantara
kelebihan ini adalah:
a. Jelas dan Mudah di pahami.
Sesuai dengan sebutannya, tafsir ijmali ini merupakan penafsiran yang
dalam menafsirkan suatu ayat tidak berbelit-belit, ringkas, jelas dan
mudah dipahami oleh pembacanya. Selain itu juga pesan-pesan yang
terkandung dalam tafsir ini, sangat mudah ditangkap oleh pembaca.
b. Bebas dari penafsiran Israiliyat.
Peluang masuknya penafsiran Israiliyat dalam metode penafsiran ini
dapat dihindarkan, bahkan dapat dikatakan sangat jarang sekali
ditemukan. Hal ini disebabkan uraiannya yang singkat hanya
mengemukakan tafsir dari kata-kata dalam suatu ayat dengan ringkas
dan padat.
c. Akrab dengan bahasa Al-Quran
Uraiannya yang singkat dan padat mengakibatkan tidak dijumpainya
penafsiran ayat-ayat Al-Quran yang keluar dari kosa kata ayat tersebut.
Metode ini lebih mengedepankan makna sinonim dari kata-kata yang
bersangkutan, sehingga bagi pembacanya merasa dirinya sedang
membaca Alquran dan bukan membaca suatu tafsir.

Adapun kelemahan yang dimiliki metode penafsiran ini diantaranya


adalah:13
a. Menjadikan petunjuk Al-Quran tidak utuh.
Penafsiran yang ringkas dan pendek membuat pesan Al-Quran tersebut
tidak utuh dan terpecah-pecah. Padahal Al-Quran, menurut Subhi As-
Shaleh mempunyai keistimewaan dalam hal kecermatan dan
cakupannya yang menyeluruh. Setiap kita menemukan ayat yang
bersifat umum yang memerlukan makna lebih lanjut, kita pasti

13
Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, hlm. 22-28

9
menemukan pada bagian lain, baik yang bersifat membatasi maupun
memperjelas secara rinci.
b. Penafsiran dangkal atau tidak mendalam.
Metode tafsir ini tidak menyediakan ruangan untuk memberikan uraian
atau pembahasan yang mendalam dan memuaskan pembacanya
berkenaan dengan pemahaman suatu ayat. Ini boleh disebut suatu
kelemahan yang harus disadari para mufassir yang akan menggunakan
metode ijmali ini. Akan tetapi, kelemahan yang dimaksud di sini
tidaklah bersifat negatif melainkan hanyalah merupakan karakteristik
atau ciri-ciri metode penafsiran ini.

Adapun beberapa kitab-kitab tafsir dengan metode ijmali adalah :


a. Tafsir Al-Jalalain karya Jalal Al-Din Al Sayuthi dan Jajal Al-Din Al-
Mahalli
b. Shofwah Al-Bayan Lima’ani Al-Qur’an karya Sheikh Husnain
Muhammad Mukhlaut,
c. Tafsir Al-Qur’an Azhim karya Ustadz Muhammad Farid Majdy.

Contoh Penafsiran metode Ijmali dari kitab Tafsir al-Jalalain QS. Al-
Baqarah :(2) 1-5.
َ ‫{الم} هللا أعلم بمراده بذلك { ذلك } أي هذا {الكتاب} الذي يقرؤه محمد {الَ َري‬
‫ْب} ال شك‬
ٍ ‫{فِي ِه} أنه من عند هللا وجملة النفي خبر مبتدؤه ذلك واإلشارة به للتعظيم { ُهدًى} خبر‬
‫ثان‬
‫أي هاد {ل ْل ُمتَّقِينَ } الصائرين إلى التقوى بامتثال اْلوامر واجتناب النواهي التقائهم بذلك النار‬
َ ‫ {الذين يُؤْ ِمنُونَ } يصدِقون {بالغيب} بما غاب عنهم من البعث والجنة والنار‬.
َ‫{ويُ ِقي ُمون‬
‫ {والذين‬. ‫{و ِم َّما رزقناهم} أعطيناهم {يُن ِفقُونَ } في طاعة هللا‬
َ ‫الصَلة} أي يأتون بها بحقوقها‬
‫نز َل ِمن قَ ْبلِكَ } أي التوراة واإلنجيل وغيرهما‬ِ ُ ‫{و َما أ‬ ِ ُ ‫يُؤْ ِمنُونَ ِب َما أ‬
َ ‫نز َل ِإ َليْكَ } أي القرآن‬
‫{وباْلخرة ُه ْم يُو ِقنُونَ } يعلمون {أولئك} الموصوفون بما ذكر {على ُهدًى من َّرب ِه ْم وأولئك‬
. ‫ُه ُم المفلحون} الفائزون بالجنة الناجون من النار‬
Penafsiran tersebut nampak sangat singkat dan global, sehingga tidak
ditemui rincian atau penjelasan yang memadai. Penafsiran terhadap (‫)الم‬,
misalnya, beliau hanya menyebutkan “Allah Maha Tahu Maksudnya”.

10
Demikian kata (‫)الكتاب‬, beliau hanya menyebutkan bahwa kata ‫ الكتاب‬tersebut
adalah yang dibaca oleh Nabi Muhammad SAW dan begitu seterusnya.

3. Metode Muqarin (Perbandingan)


Kata muqarin merupakan mashdar dari kata ‫ مقارنة‬-‫ يقارن‬-‫ قارن‬yang
berarti perbandingan (komparatif). Sebagaimana yang dikutip oleh Usman
dari ungkapan Al-Farmawi “Tafsir Muqarran adalah menafsirkan
sekelompok ayat-ayat al-Qur’an atau sesuatu surah tertentu dengan cara
membandingkan antara ayat dengan ayat, atau antara ayat dengan Hadis,
atau antara pendapat para ulma’ tafsir dengan menonjolkan aspek-aspek
perbedaan tertentu dari objek yang dibandingkan tersebut.14 Metode
Muqarran mempunyai cakupan :15
a. membandingkan teks ayat-ayat al-Qur’an yang memiliki persamaan
atau kemiripan redaksi dalam dua kasus atau lebih, dan atau
memiliki redaksi yang berbeda bagi satu kasus yang sama.
b. Membandingkan ayat-ayat al-Qur’an dengan hadis yang pada
lahirnya terlihat bertentangan.
c. Membandingkan berbagai pendapat ulama’ tafsir dalam
menafsirkan ayat al-Qur’an.
Diantara keunggulan tafsir muqaran dari metode yang lainnya adalah:16
a. Memberikan wawasan relatif lebih luas.
b. Membuka pintu untuk bersikap toleran.
c. Mengungkapkan ke-I’jaz-an dan keotentikan Al-Quran
d. Membuktikan bahwa ayat-ayat Al-Quran sebenarnya tidak ada
kontradiktif.
e. Dapat mengungkapkan orisinalitas dan objektifitas mufassir.
f. Dapat mengungkapkan sumber-sumber perbedaan di kalangan
mufassir atau perbedaan pendapat di antara kelompok umat Islam,
yang di dalamnya termasuk masing-masing mufassir

14
Samsul Bahri, Konsep-Konsep Dasar Metodologi Tafsir, (Yogyakarta: Teras, 2005), hlm.
73
15
Samsul Bahri, Konsep-Konsep Dasar Metodologi Tafsir…, hlm. 74
16
Samsul Bahri, Konsep-Konsep Dasar Metodologi Tafsir…, hlm. 77

11
g. Dapat menjadi sarana pendekatan (taqrib) diantara berbagai aliran
tafsir dan dapat juga mengungkapkan kekeliruan mufassir sekaligus
mencari pandangan yang paling mendekati kebenaran. Dengan kata
lain seorang mufassir dapat melakukan kompromi (al-Jam’u wa al-
Taufiq) dari pendapat-pendapat yang bertentangan atau bahkan men-
tarjih salah satu pendapat yang dianggap paling benar
Sedangkan kekurangan atau kelemahan tafsir Muqaran adalah:17
a. Penafsiran yang menggunakan metode muqaran tidak dapat
diberikan kepada pemula, seperti mereka yang belajar tingkat
menengah ke bawah. Hal ini disebabkan pembahasan yang
dikemukakan terlalu luas dan kadang-kadang terlalu ekstrim,
konsekuensinya tentu akan menimbulkan kebingungan bagi mereka
dan bahkan mungkin bias merusak pemahaman mereka terhadap
Islam secara universal
b. Metode tafsir muqarin tidak dapat diandalkan untuk menjawab
problem-problem sosial yang sedang tumbuh di tengah
massyarakat. Hal ini disebabkan metode ini lebih mengutamakan
perbandingan daripada pemecahan masalah.
c. Metode tafsir muqarin terkesan lebih banyak menelusuri tafsiran-
tafsiran baru. Sebetulnya kesan serupa tidak akan timbul jika
mufassir kreatif, artinya penafsiran tidak hanya sekadar mengutip
tetapi juga dapat mengaitkan dengan kondisi yang dihadapinya,
sehingga menghasilkan sintesis baru yang belum ada sebelumnya.

Adapun kitab-kitab yang menggunakan metode Muqarin diantaranya


adalah:
a. Kitab Durrah Al-Tanzil wa AlGurrah Al-Ta’wil karya Al-Iskafi,
mengkaji perbadingan antara ayat dengan ayat.
b. Jami’ Ahkam al-Qur’an karya Al-Qurtubi, kitab ini membandingkan
penafsiran para mufassir.

17
Samsul Bahri, Konsep-Konsep Dasar Metodologi Tafsir…, hlm. 79

12
Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat dalam contoh penafsiran berikut ini:18

a. Menghimpun redaksi yang mirip


‫َّللا ْالعَ ِزي ِز‬ ْ ‫َّللاُ إِال بُ ْش َرى لَ ُك ْم َو ِلت‬
ْ َّ‫َط َمئِ َّن قُلُوبُ ُك ْم بِ ِه َو َما الن‬
ِ َّ ‫ص ُر إِال ِم ْن ِع ْن ِد‬ َّ ُ‫َو َما َجعَلَه‬
‫ْال َح ِك ِيم‬
“Dan Allah SWT tidak menjadikan pemberian bala bantuan itu
melainkan sebagai khabar gembira bagi (kemenangan)mu, dan agar
tenteram hatimu karenanya. dan kemenanganmu itu hanyalah dari Allah
yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. Ali ‘Imran: (3):126)

ٌ ‫ع ِز‬
‫يز‬ ِ َّ ‫ص ُر إِال ِم ْن ِع ْن ِد‬
َّ ‫َّللا إِ َّن‬
َ َ‫َّللا‬ ْ ‫َّللاُ إِال بُ ْش َرى َو ِلت‬
ْ َّ‫َط َمئِ َّن بِ ِه قُلُوبُ ُك ْم َو َما الن‬ َّ ُ‫َو َما َجعَلَه‬
‫َح ِكي ٌم‬
“Dan Allah tidak menjadikannya (mengirim bala bantuan itu),
melainkan sebagai kabar gembira dan agar hatimu menjadi tenteram
karenanya. dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. Al-Anfal: (8):10).

b. Perbandingan redaksi yang mirip


Jika diperbandingkan, kedua ayat tersebut redaksinya mirip. Namun
didalam kemiripan terdapat perbedaan. Diantaranya, pada ayat pertama
ada kata (‫ ) َل ُكم‬sesudah lafad (‫ ) بُ ْش َرى‬sementara ayat kedua tidak dijumpai
lafat ( ‫) لَ ُك ْم‬. sebaliknya, ayat kedua terdapat kalimat (‫َّللا‬
َ َّ ‫ )إِ َّن‬sesudah ( ‫مِ ْن‬
َّ ‫ ) ِع ْن ِد‬sedangkan ayat yang pertama tidak menggunakan lafad (‫َّللا‬
ِ‫َّللا‬ َ َّ ‫) ِإ َّن‬

c. Analisis redaksi yang mirip


Jika melihat dari sudut historis turunnya ayat, ternyata QS. Ali Imran
(3):126 diturunkan pada waktu perang Uhud, sedangkan QS. Al-Anfal
(8):10 mengenai perang Badar. Perbedaan waktu turun tersebut
menunjukan perbedaan arti dari masing-masing ayat. Sebab situasi dan
kondisi yang dialami ketika dua perang tersebut tidak sama.

Supriana, dan M. Karman, Ulumul Qur’an dan Pengenalan Metodologi Tafsir…, hlm.
18

82-85

13
Penggunaan kata taukid ‫ إِن‬pada ayat kedua berindikasi bahwa kata
tersebut memperkuat keyakinan umat Islam bahwa Allah SWT yang Maha
Perkasa. Jadi tak perlu gentar menghadapi musuh pada perang Badar
tersebut.mengingat perang tersbut merupakan perang pertama dan jumlah
pasukan kaum muslim jauh lebih sedikit. Sedangkan pada QS. Al-Anfal
(8):10 tidak menggunakan kata taukid karena kondisi mereka sudah baik
dan kuat.

4. Metode Maudhui (Tematik)


Metode Maudhui ialah cara membahas ayat al-Qur’an sesuai dengan
tema atau judul yang telah ditetapkan. Semua ayat yang berkaitan dihimpun
kemudian dikaji secara mendalam dan tuntas dari berbagai aspek yang
terkait dengannya. Seperti Asbabu al-Nuzul, kosa kata dan lainnya. Semua
dijelaskan dengan tuntas serta didukung oleh dalil-dalil atau fakta yang
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, baik argumen tersebut berasal
dari al-Qur’an, Hadis maupun pemikiran rasional.
Tafsir tematik memiliki dua bentuk yaitu: pertama, penafsiran
menyangkut satu surah dalam al-Qur’an secara menyeluruh dan utuh,
dengan menjelaskan tujuannya yang bersifat umum dan khusus,
menjelasankan korelasi antar persoalan-persoalan yang beragam dalam
surah tersebut sehingga satu surah tersebut dengan berbagai masalahnya
merupakan satu kesatuan yang utuh. Kedua, penafsiran yang bermula dari
menghimpun ayat-ayat al-Qur’an yang membahas satu masalah tertentu dari
berbagai ayat dan surah al-Qur’an yang diurut sesuai dengan urutan
turunnya, kemudian menjelaskan pengertian menyeluruh dari ayat-ayat
tersebut untuk menarik petunjuk al-Qur’an secara utuh tentang masalah
yang dibahas.19
Diatara kelebihan metode tafsir Maudhui adalah:20
a. Menjawab tantangan zaman, artinya metode ini mampu mengatasi
perkembangan zaman yang selalau berubah dan berkembang, sehingga

19
Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an…, hlm. 164
20
Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an…, hlm. 165-168

14
setiap permasalahan yang ada di alam ini dapat dilihat melalui tafsir
Al-Quran yang dapat ditangani melalui metode penafsiran tematik ini.
Dengan arti kata titik tolak keberangkatan permasalhan ini berdasarkan
kenyataan yang ada dalam masyarakat dan berarkhir pada Al-Quran
untuk mencari jawaban.
b. Praktis dan sistamatis, tafsir dengan metode tematik ini disusun secara
praktis dan tematis dalam memecahkan suatu permasalahan, metode ini
sangat cocok dengan kahidupan masyarakat modern saat ini dengan
menjelaskan satu sub pembahasan secara lengkap dan sempurna, di
samping itumetode ini dapat menghemat waktu mengefektifkannya dan
mengefesienkannya.
c. Dinamis, metode ini selalu dinamis sesuai dengan tuntutan zaman
sehingga menimbulkan image di dalam pikiran si pembaca dan
pendengar dan dapat diterima oleh seluruh lapisan masyarakat, dengan
demikian Al-Quran selalu aktual dan tidak ketinggalan zaman.
d. Membuat pemahaman menjadi utuh. Dengan ditetapkannya judul-
judul pembahasan yang akan dibahas, membuat pembahasan itu
menjadi utuh dan sempurna. Maksudnya penampilan tema suatu
permasalahan secara utuh tidak bercerai berai bias menjadi tolak ukur
untuk mengetahui pandangan- pandangan Al-Quran terhdap suatu
masalah.

Dan diantara kekurang metode ini adalah:


a. Memenggal ayat Al-Quran, maksudnya adalah metode ini mengambil
kasus di dalam satu ayat atau lebih yang mengandung berbagai macam
permasalahan seperti masalah puasa, zakat, haji dan lain sebagainya.
Menurut sebagian ulama (kaum konterkstual) cara seperti ini
dipandang kurang sopan terhadap ayat-ayat Al-Quran, namun jika tidak
membawa kerusakan atau kesalahan di dalam penafsiran hal seperti ini
tidak menjadi masalah.
b. Membatasi pemahaman ayat, dengan adanya penetapan judul di dalam
penafsiran, maka dengan sendirinya berarti membuat suatu

15
permasalahan menjadi terbatas (sesuai dengan topik itu saja), padahal
jika dilihat pada ketentuan Al-Quran, tidak mungkin ayat-ayat yang ada
padanya mempunyai keterbatasan denga arti kata keterbatasan ini tidak
mencakup keseluruhannya makna yang dimaksud.

Dan diantara kitab-kitab tafsir dengan metode maudhui yaitu:


a. Al-Mar’ah fi al-Qur’an al-Karim karya Abbas Al Aqqadi
b. Ar-Riba fi al-Qur’an Al-Karim karya Abu A’la Al-Maududi
c. Al-Aqidah fi al-Qur’an Al-Karim karya Muhammad Abu Zahrah
d. Al-Insan fi Al-Qur’an Al-Karim karya DR. Ibrahim Mahnan
e. Washaya Surat Al-Isra’ karya DR. Ab Al-Hayy Al-Farmawi.
Berikut contoh penerapan metode Maudhui (tematik), khusus
berkenaan dengan penciptaan manusia pertama.
a. Ayat-ayat tentang penciptaan manusia pertama
)١١( ‫ب‬
ٍ ‫الز‬
ِ ‫ين‬ٍ ‫شدُّ خ َْلقًا أَ ْم َم ْن َخلَ ْقنَا إِنَّا َخلَ ْقنَا ُه ْم ِم ْن ِط‬
َ َ‫فَا ْستَ ْفتِ ِه ْم أَ ُه ْم أ‬
“Maka tanyakanlah kepada mereka (musyrik Mekah): "Apakah mereka
yang lebih kukuh kejadiannya ataukah apa yang telah Kami ciptakan
itu?" Sesungguhnya Kami telah menciptakan mereka dari tanah liat”
(QS. Aa-Shaffat (37):11).

ْ ُ‫ب ث ُ َّم ِم ْن ن‬
‫طفَ ٍة ث ُ َّم ِم ْن‬ ِ ‫ب ِمنَ ْال َب ْع‬
ٍ ‫ث فَإِنَّا َخلَ ْقنَا ُك ْم ِم ْن ت ُ َرا‬ ُ َّ‫َيا أَيُّ َها الن‬
ٍ ‫اس ِإ ْن ُك ْنت ُ ْم ِفي َر ْي‬
‫اْلر َح ِام َماَشَا ُء ِإلَى أَ َج ٍل‬ ْ ‫غي ِْر ُم َخ َّلقَ ٍة ِلنُ َب ِينَ لَ ُك ْم َونُ ِق ُّر ِفي‬
َ ‫ضغَ ٍة ُم َخلَّقَ ٍة َو‬
ْ ‫علَقَ ٍة ث ُ َّم ِم ْن ُم‬
َ
‫شدَّ ُك ْم َو ِم ْن ُك ْم َم ْن يُت ََوفَّى َو ِم ْن ُك ْم َم ْن ي َُردُّ ِإلَى أَ ْر َذ ِل‬
ُ َ‫س ًّمى ث ُ َّم نُ ْخ ِر ُج ُك ْم ِط ْفَل ث ُ َّم ِلتَ ْبلُغُوا أ‬
َ ‫ُم‬
‫علَ ْي َها ْال َما َء‬
َ ‫َامدَة ً فَإِذَا أَ ْنزَ ْلنَا‬
ِ ‫ضه‬ َ ‫اْلر‬ْ ‫ش ْيئًا َوت ََرى‬ َ ‫ْالعُ ُم ِر ِل َكيَْل يَ ْعلَ َم ِم ْن بَ ْع ِد ِع ْل ٍم‬
ْ ‫ت َوأَ ْنبَت‬
)٥( ٍ‫َت ِم ْن ُك ِل زَ ْوجٍ بَ ِهيج‬ ْ ‫ا ْهت ََّز‬
ْ َ‫ت َو َرب‬
“Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari
kubur), Maka (ketahuilah) Sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu
dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah,
kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang
tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan
dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah

16
ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian
(dengan berangsur- angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan
di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang
dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya Dia tidak mengetahui lagi
sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. dan kamu Lihat bumi ini
kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah
bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-
tumbuhan yang indah”. (QS. Al-Haji (22):5).

)١٣( ‫ين‬ ٍ ‫طفَةً فِي قَ َر ٍار َم ِك‬ ْ ُ‫) ث ُ َّم َجعَ ْلنَاهُ ن‬١٢( ‫ين‬ ٍ ‫سَللَ ٍة ِم ْن ِط‬ ُ ‫سانَ ِم ْن‬ َ ‫َولَقَ ْد َخلَ ْقنَا اإل ْن‬
‫ام لَحْ ًما‬
َ ‫ظ‬َ ‫س ْونَا ْال ِع‬ َ ‫ضغَةَ ِع‬
َ ‫ظا ًما فَ َك‬ ْ ‫ضغَةً فَ َخلَ ْقنَا ْال ُم‬ْ ‫علَقَةً فَ َخلَ ْقنَا ْالعَلَقَةَ ُم‬
َ َ‫طفَة‬ْ ُّ‫ث ُ َّم َخلَ ْقنَا الن‬
)١٤( َ‫سنُ ْالخَا ِلقِين‬
َ ْ‫َّللاُ أَح‬ َ َ‫ث ُ َّم أَ ْنشَأْنَاهُ خ َْلقًا آخ ََر فَتَب‬
َّ َ‫ارك‬
”Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu
saripati (berasal) dari tanah. (12) kemudian Kami jadikan saripati itu
air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). (13)
kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal
darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami
jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan
daging. kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang (berbentuk) lain.
Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik. (14)”. (QS. Al-
Mukminun (23):12-14).

‫سَللَ ٍة‬ُ ‫) ث ُ َّم َج َع َل نَ ْسلَهُ ِم ْن‬٧( ‫ين‬ٍ ‫ان ِم ْن ِط‬ ِ ‫س‬َ ‫ش ْيءٍ َخلَقَهُ َو َب َدأَ خ َْلقَ اإل ْن‬ َ ‫سنَ ُك َّل‬ َ ْ‫الَّذِي أَح‬
َ‫ار َواْل ْفئِدَة‬
َ ‫ص‬َ ‫وح ِه َو َجعَ َل لَ ُك ُم الس َّْم َع َواْل ْب‬
ِ ‫س َّواهُ َونَفَ َخ فِي ِه ِم ْن ُر‬ َ ‫) ث ُ َّم‬٨( ‫ين‬ ٍ ‫ِم ْن َماءٍ َم ِه‬
)٩( َ‫قَ ِليَل َما تَ ْش ُك ُرون‬
“Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan
yang memulai penciptaan manusia dari tanah (7). Kemudian Dia
menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (8). Kemudian Dia
menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan
Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi)
kamu sedikit sekali bersyukur (9)”. (QS. As-Sajdah (32):7-9).

17
b. Penafsiran
Dalam ayat-ayat diatas sudah jelas bahwa Allah menciptakan
manusisa tidak secara langsung, melainkan secara berevolusi (bertahap)
mulai dari saripati tanah, nuthfah, darah, daging, akhirnya menjadi
manusia yang utuh secara fisik, setelah itu baru ditiupkan ruh.
Kesimpulan ini didukung oleh QS. Nuh (71):14
)١٤( ‫ارا‬ ْ َ‫َوقَ ْد َخلَقَ ُك ْم أ‬
ً ‫ط َو‬
“Padahal Dia Sesungguhnya telah menciptakan kamu dalam beberapa
tingkatan kejadian”
Sepintas timbul kesan ayat tersebut tidak ada hubungannya dengan
penciptaan nabi adam, melainkan penciptaan manusia setelah Nabi Adam
diciptakan. Namun kesan tersebut akan hilang jika diperhatikan (QS. Ali
imran (3) : 59).
)٥٩( ُ‫ب ث ُ َّم قَا َل لَهُ ُك ْن فَ َي ُكون‬
ٍ ‫َّللا َك َمثَ ِل آ َد َم َخلَقَهُ ِم ْن ت ُ َرا‬ َ ‫ِإ َّن َمثَ َل ِعي‬
ِ َّ ‫سى ِع ْن َد‬
“Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti
(penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah
berfirman kepadanya: "Jadilah" (seorang manusia), Maka jadilah Dia”.
Dengan penjelasan ayat tersebut, sudah jelaslah bahwa penciptaan
adam tidak langsung dari tanah liat, melainkan melalui proses. Dalam ayat
itu juga dijelaskan bahwa Allah dengan jelas menegaskan kesamaan asal-
usul isa dengan Adam, yakni sama-sama berasal dari turab, meskipun
melalui proses yang berbeda karena Isa mempunyai ibu sedangkan adam
tidak mempunyai ayah maupun ibu. Oleh karena itu, adam bukanlah
manusia yang dikandung oleh manusia lainnya karena pada saat
penciptaannya belum ada satupun manusia. Sedangkan Nabi isa lahir dari
rahim seorang ibu tanpa proses pembuahan.
Jadi, penciptaan seluruh manusia berdasarkan ayat-ayat diatas melalui
evolusi, termasuk penciptaan adam sendiri. Namun, karena adam
merupakan manusia yang pertama, proses evolusinya hingga menjadi
manusia utuh nampa lebih rumit. Proses evolusi tersebut berlangsung sangat
lama dan melalui tahapan-tahapan yang panjang. Dengan demikian lahirlah

18
makhluk baru yang berbeda dengan makhluk lainnnya. Sebagaimana
dijelaskan dalam ayat ‫“ ثم أنشأناه خلقا اخر‬kemudian kami ciptakan dia menjadi
makhluk lain yang berbeda dari makhluk sebelumnya”.
Akhirnya lahirlah spesies baru yamg mempunyi kemampuan lebih
tinggi terutama dari segi akal pikirannya, yaitu jenis manusia yang bernama
Adam. Baik fisik, akal pengetahuan jauh lebih baik dari makhluk
sebelumnya. Selain itu juga diberi intelektual yang tinggi sehingga mampu
berpikir lebih baik.

19
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Metode tafsir Al-Qur’an adalah suatu cara yang teratur dan terpikir baik-
baik untuk mencapai pemahaman yang benar tentang apa yang dimaksudkan
Alla SWT didalam ayat-ayat Al-Qur’an. Sedangkan metodologi tafsir adalah
sebuah ilmu yang mengajarkan kepada orang yang mempelajarinya untuk
menggunakan metode tersebut dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an. Ada
empat metode dalam penafsiran al-Quran yakni : metode tahlili, metode ijmali,
metode muqorin, dan metode maudhui.
Metode Tahlili (Analitis), adalah metode penafsiran al-Quran yang
dilakukan dengan cara menjelaskan ayat-ayat al-Quran dalam berbagai aspek,
serta menjelaskan maksud yang terkandung di dalamnya sehingga kegiatan
mufassir hanya menjelaskan ayat demi ayat, surat demi surat, makna lafal
tertentu, susunan kalimat, persesuaian kalimat satu dengan kalimat lain,
asbabun nuzul, nasikh mansukh, yang berkenaan dengan ayat yang ditafsirkan.
Metode Ijmali (Global), ialah menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an secara
ringkas namun mencakup, dengan bahasa yang populer, mudah dimengerti, dan
enak untuk dibaca. Sistematika pembahasannya sesuai dengan susunan ayat-
ayat dalam Mushaf. Makna ayat dalam tafsir Ijmali diungkapkan secara ringkas
dan global tetapi cukup jelas.
Metode Muqorin (Perbandingan), yaitu metode penafsiran al-Qur’an yang
dilakukan dengan menemukan dan mengkaji perbedaan-perbedaan antara
unsur-unsur yang diperbandingkan, baik dengan menemukan unsur yang benar
diantara yang kurang benar, atau untuk tujuan memperoleh gambaran yang
lebih lengkap mengenai masalah yang dibahas dengan jalan penggabungan
unsur-unsur yang berbeda itu.
Metode Maudhui (Tematik), ialah cara membahas ayat al-Qur’an sesuai
dengan tema atau judul yang telah ditetapkan. Semua ayat yang berkaitan
dihimpun kemudian dikaji secara mendalam dan tuntas dari berbagai aspek
yang terkait dengannya.

20
B. Saran
Penulis mendapatkan pengalaman yang sangat berharga dalam pembuatan
makalah ini mengenai Empat Macam Metode Penafsiran al-Quran yakni
metode tahlili, metode ijmali, metode muqorin, dan metode maudhui. dapat
diketahui bahwa mempelajari dan memahami tentang metode-metode dalam
penafsiran al-Quran sangatlah penting bagi kita semua sebagai generasi muslim
sejati, akan banyak dampak positif yang akan terjadi dalam kehidupan kita
terutama dalam bidang keilmuan tentang al-Quran, semoga kita semua
termasuk di dalam barisan para muslim sejati yang selalu berpegang teguh
terhadap al-Quran dan Sunah Rosulullah SAW.

21
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Muhammad, Suma. 2014. Ulumul Qur’an. Depok: RajaGrafindo.

Bahri, Samsul. 2005. Konsep-Konsep Dasar Metodologi Tafsir. Yogyakarta: Teras.

Baidan, Nashruddin. 2005. Metodologi Penafsiran al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Drajat, Amroeni. 2017. Ulumul Qura’an Pengantar Ilmu Al-Qur’an. Depok: Kencana.

Gufran, Muhammad. dan Rahmawati. 2013. Ulumul Qur’an. Yogyakarta: Teras.

Muhammad, Utsaimin. bin Shaleh. 2008. Ushul fi at-Tafsir, Terjemah Abu

Abdillah Ibnu Rasto. Solo: Pustaka Ar-Rayyan.

Supriana. Karman, M. 2002. Ulumul Qur’an dan Pengenalan Metodologi Tafsir.

Bandung : Pustaka Islamika.

22

Anda mungkin juga menyukai