Anda di halaman 1dari 7

2.

3 Bioplastik
Munculnya pencemaran lingkungan oleh plastik yang berasal dari minyak bumi
(petroplastic) di negara berkembang telah mencapai tingkat berbahaya. Plastik konvensional yang
berasal dari minyak bumi ini tidak dapat didegradasi oleh mikroba sehingga berakhir di tempat
pebuangan sampah dan merusak lingkungan, Inilah alasan utama penggunaan bioplastik menjadi
perhatian saat ini (Ashter, 2016). Alasan lain penggunaan bioplastik lebih dipilih ditampilkan pada
gambar 2c.

Gambar 2.c Perbedaan bioplastik dan petroplastik


(sumber: Ashter, S. A., 2016)

Bioplastik atau Bio-based plastic adalah makromolekul organic yang berasal dari sumber
daya hayati dan digunakan sebagai aplikasi plastik dan kertas. Tidak semua bioplastik bersifat
mudah didegradasi (biodegradable). Material dikategorikan mudah didegradasi adalah ketika
material tersebut terurai oleh mikroba sebagai sumber makanannya pada kondisi tertentu. Gambar
2.d menunjukkan klasifikasi plastik berdasarkan sumber plastiknya dan tingkat biodegradasi
(biodegradability). Sistem koordinatnya dibagi menjadi 4 kuadran, yaitu bio-based,
biodegradable, fossil based, dan non-biodegradable. Klasifikasinya, yaitu

 Grup 1 : Bioplastik yang berasal dari sebagian (partly bio-beased) / seluruhnya


sumber daya hayati (bio-based) dan non-biodegradable. Contohnya seperti bio-
based PE, PET, PA, dan PTT.
 Grup 2 : Bioplastik yang berasal dari sumber daya hayati (bio-based) dan
biodegradable. Contohnya seperti PLA, PHA, PBS, starch blends, dan Cellulose
plastic.
 Grup 3 : Bioplastik yang berasal dari fosil ( fossil based) dan non-biodegradable.
Contohnya seperti PE, PP, dan PET konvensional
 Grup 4 : Bioplastik yang berasal dari fosil ( fossil based) dan biodegradable.
Contohnya seperti PBAT dan PCL

Gambar 2.d Klasifikasi material berdasarkan sumber dan tingkat biodegradasi

(sumber: Ashter, S. A., 2016)

American Society for Testing and Materials (ASTM) mengembangkan metodi uji
stadarisasi untuk material yang berasal dari sumber daya hayati dan berjenis mudah didegradasi.
ASTM D6866 digunakan untuk menentukan konten sumber daya hayatinya. Penanggalan
radiokarbon (radiocarbon dating) untuk membedakan sumber yang berasal dari biomassa atau
fosil. Sedangkan, ASTM D6868 dan ASTM D6400 dikembangkan untuk menspesifikasi plastik
yang mudah dibiodegradasi. Mekanisme biodegradasi itu sendiri digambarkan pada gambar 2.e.
Mikroorganisme mengeluarkan exoenzyme yang dapat mengubah polimer panjang menjadi rantai
yang lebih pendek seperti oligomer, dimer, dan monomer. Lalu rantai yang lebih pendek tersebut
dikonsumsi oleh mikroorganisme dan diubah menjadi CO2 , H2 O, CH4 , dan produk metabolisme
lainnya.
Gambar 2.e Biodegradasi dari material polimer

(sumber: Ashter, S. A., 2016)

Berdasarkan gambar 2.f, polimer yang mudai dibiodegradasi (biodegradable polymer)


berasal dari bermacam-macam sumber, dari alam hingga sintetis. Polimer yang berasal dari alam
tersedia dalam jumlah besar dari sumber yang terbarukan. Sedangkan, polimer sintesis dihasilkan
dari sumber minyak bumi yang tidak terbarukan.

Gambar 2.f klasifikasi poliomer yang biodegradable

(sumber: Ashter, S. A., 2016)

Pada perkembangan bioplastik secara global, Starch plastic dan Polylactic acid (PLA) telah
menjadi pelopor kebangkitan bioplastik. Mereka adalah satu-satunya bioplastik yang diproduksi
dalam skala besar dengan total produksi global sebesar 100 kiloton pada tahun 2003. Kapasitas
produksi meningkat sebesar 38% per tahun dari 2003 hingga 2007. Hal ini digambarkan pada
grafik 2.a dimana plastik yang berjenis bio-based monomer dan cellulose film mulai diproduksi.
Lalu, pada tahun 2020, Produksi global bioplastik diperkirakan akan tumbuh sebesar 30% per
tahun dan mencapai 3,5 juta ton pada tahun 2020 (Shen et al., 2010) . Perbandingan kapasitas
produksi dari beberapa jenis plastik digambarkan pada 2.b.

Gambar 2.a Kapasitas produksi global dari bioplastic pada tahun 2003 dan 2007
(sumber: Shen et al., 2010)

Gambar 2.b Kapasitas produksi bioplastik diseluruh dunia


(sumber: Shen et al., 2010)

Berdasarkan dari grafik yang dijelaskan sebelumnya, Starch plastic dan PLA memiliki
kapasitas produksi yang paling besar. Starch plastic merupakan bioplastik yang memiliki tipe
polimer polisakarida dan berasal dari tumbuhan seperti jagung dan kentang. Sementara, PLA
merupakan bioplastik yang memiliki tipe polimer polieseter dan berasal dari fermentasi tebu.
Bahan baku kedua jenis bioplastik tersebut merupakan bahan pangan sehingga dapat
memunculkan permasalahan mengenai kebutuhan pagan. Hal ini memunculkan pengembangan
jenis bioplastik lain penting dilakukan, salah satunya adalah cellulose plastic. Plastik yang berasal
dari selulosa ini dapat berasal dari cellulose ester. Contoh cellulose ester adalah Celluloce acetate,
cellulose palmitate, cellulose oleat, dan sebagainya. Jenis yang paling umum digunakan adalah
celluloce acetate. Aplikasi dari material ini adalah dapat digunakan sebagai kemasan makanan
atau minyak. Hal ini dikarenakan sifatnya yang tahan terhadap air dan minyak. Gambar 2.f
menunjukkan aplikasi penggunaan bioplastik berjenis cellulose acetate dan tabel 2.x menunjukkan
perbandingan karakteristik cellulose acetate dan jenis plastik konvensional yang umum digunakan
sebagai kemasan, LDPE.

Gambar 2.f aplikasi kemasan bioplastik berjenis cellulose acetate


(sumber: Isroi et al., 2017)

Tabel 2.x perbedaan Cellulose acetate dan LDPE

Cellulose acetate LDPE


Melting point ( ºC ) 306 120
Tensile strength (MPa) 79 33
Elongasi (%) 23 256
Modulus elastisitas (Mpa) 2250 705
Referensi (Olabisi, 1997) (Huijuan, zhou, 2016) &
& (Leppänen, Ilona , Vikman, (kopeliovich, 2013)
Harlin, Orelma, 2019)
Dari segi kemampuan biodegradasinya, cellulose acetate termasuk plastik yang
biodegradable. Berdasarkan penelitian Northrop dan Rowe (1987), Mereka menemukan bahwa
selulosa asetat secara signifikan memburuk setelah 2 bulan di tanah yang lembab dan benar-benar
hancur setelah 4-9 bulan. Berikut tampilan photomicrograph (foto yang diperbesar dengan bantuan
mikroskop) dari cellulose acetate sebelum dan sesudah dikubur ditanah.

a) b)
Gambar 2.x photomicrograph dari Cellulose acetate a) sebelum dan b) sesudah dikubur ditanah
(sumber: Northrop D.M., Rowe W.F. ,1987)

Daftar pustaka

References

Ashter, S. A. (2016). Introduction to Bioplastics Engineering. Cambridge: Elsevier Inc.

Huijuan, zhou, (2016). Physico-chemical Properties of Bioplastics and its Application for Fresh-
cut Fruits Packaging. Doctoral dissertation. Hokkaido university.
kopeliovich, d. (2013, August 4). Thermoplastic Low Density Polyethylene (LDPE). Retrieved from
SubsTech :
https://www.substech.com/dokuwiki/doku.php?id=thermoplastic_low_density_polyethylene_l
dpe

Leppänen, Ilona , Vikman, Harlin, Orelma. (2019). Enzymatic Degradation and Pilot-Scale Composting of
Cellulose-Based Films with Different Chemical Structures. Journal of polymers and the
environment , 1-13.

Olabisi, o. (1997). Handbook of Thermoplastics. New york : Marcel Dekker, Inc. .

Shen, Li & Worrell, Ernst & Patel, Martin. (2010). Present and future development in plastics from
biomass. Biofuels Bioproducts and Biorefining. 4. 10.1002/bbb.189.
Northrop D.M., Rowe W.F. (1987) Effect of the Soil Environment on the Biodeterioration of Man-Made
Textiles. In: Llewellyn G.C., O’Rear C.E. (eds) Biodeterioration Research 1. Biodeterioration Research, vol
1. Springer, Boston, MA

Anda mungkin juga menyukai