Anda di halaman 1dari 7

NURUL AFIA ABD.

MAJID (H041171312)

A. Penyakit Terkait Nutrigenomik

Nutrigenomik meliputi pembelajaran yang luas dengan dua tujuan utama.

Tujuan yang pertama adalah untuk menganalisis karakter dari masing-masing

individu. Tujuan yang kedua adalah untuk menggunakan informasi tersebut dalam

pencegahan penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup dengan efektifitas

dari konsumsi dan komponen makanan. Nutrisi berbasis genomik dapat

meningkatkan pengetahuan untuk melakukan diet dan pemilihan gaya hidup yang

mungkin dapat mengubah kerentanan terhadap penyakit dan meningkatkan

potensi kesehatan (Kato, 2008).

Pada studi nutrigenomik memerlukan pengujian dengan analisis DNA

dengan biaya yang relatif mahal, meskipun demikian telah ada beberapa riset

nutrigenomik yang membuktikan bahwa antara peran gen dalam DNA, diet yang

dikonsumsi, dan penyakit-penyakit tertentu mempunyai keterkaitan yang sangat

kuat. Pengetahuan tentang nutrigenomik ini akan membantu kita untuk

mengetahui makanan dan minuman apa yang cocok untuk gen tubuh kita,

sehingga penyakit dapat dihindari. Kajian nutrigenomik memberitahu makanan

apa yang kita butuhkan dan makanan apa yang harus kita hindari, apabila dikaji

berdasarkan database gen yang berasosiasi dengan suatu penyakit. Makanan yang

kita makan tersusun atas molekul kimia yang mampu menginduksi ekspresi gen.

Komposisi kebutuhan gizi berbasis profil genotip akan memberian pengetahuan

tentang jenis-jenis pangan apa saja yang sesuai untuk dikonsumsi. Pengetahuan

ini penting untuk menjaga kesehatan dan menghindarkan dari potensi penyakit

kronis yang mungkin menyerang sehingga kebutuhan terhadap obat juga dapat

dikurangi. Efek dari variasi genetik ini dipengaruhi oleh lokasi gen tersebut dan
NURUL AFIA ABD. MAJID (H041171312)

ekspresi protein dari gen tersebut dan berefek terhadap proses matobolisme gen-

gen terkait (genes cascade). Perubahan dalam gen juga memberikan dampak yang

berbeda terhadap populasi (ras) yang berbeda. Susunan DNA tertentu juga

memiliki ketahanan terhadap penyakit tertentu. Oleh karena itu, perkembangan

ilmu nutrigenomik merupakan momen yang krusial untuk merevolusi pemahaman

manusia terhadap apa yang dimakannya. Beberapa komponen nutrisi essensial

juga dapat mempengaruhi perubahan aktivitas gen dan kesehatan, seperti

karbohidrat, asam amino, asam lemak, kalsium, zinc, selenium, folate dan

Vitamin A, C & E, dan juga komponen bioaktif non-essesial mempengaruhi

secara signifikan terhadap kesehatan (Corthesy, et al., 2005).

Komponen bioaktif makanan (essensial dan non-essensial) telah diketahui

mampu memodifikasi sejumlah proses seluler dalam meningkatkan kesehatan

seseorang dan mencegah suatu penyakit, contohnya memicu metabolism zat-zat

dalam tubuh, meningkatkan keseimbangan hormon, pensinyalan dalam sel-sel,

kontrol siklus sel, apopotosis dan angiogenesis. Komponen bioaktif ini juga dapat

berperan secara simultan dalam proses seluler tersebut (Kaput and Rodriguez,

2004). Beberapa penyakit yang berkembang dari interaksi nutrient dan gen yaitu

kanker, diabetes, dan hipertensi (Rajoka et al., 2012).

1. Interaksi Zat Makanan dan Gen pada Terjadinya Penyakit Kardiovaskular


Sebuah studi epidemioligi menyatakan bahwa ada hubungan antara
meningkatnya kadar homosistein dengan risiko terjadinya penyakit
kardiovaskular. Methylene tetrahydrofolate reductase (MTHFR) mengkatalisis
sebuah reaksi yang menghasilkan 5-methylene tetrahidro-folate yang merupakan
kofaktor pada reaksi perubahan homosistein menjadi metionin. SNPs (C677T dan
A1298C) dihubungkan dengan penurunan aktivitas MTHFR sehingga akan
mengakibatkan peningkatan konsentrasi homosistein di plasma yang berimbas
NURUL AFIA ABD. MAJID (H041171312)

pada meningkatnya risiko venous thromboembolic disease, ischemic arterial


disease, dan neural tube defect. Untuk meminimalkan efek polimorfisme dari gen
MTHFR ini, maka diperlukan treatment suplementasi asam folat (Dean, 2016).
2. Hipertensi

Hipertensi atau teknan darah tinggi merupakan penyakit umum yang

mendunia. Penyebab utama dari penyakit ini mencakup genetik, nutrisi, dan

berbagai faktor lingkungan lainnya seperti obesitas. Salah satu komponen yang

mempengaruhi tekanan darah adalah Agiostensin. Angiostensin meregulasi

tekanan darah dan dikodekan oleh gen agiostensin. Menurut Gard (2010) terdapat

pengaruh yang ditimbulkan dari polymorphisme gen yang mengkodekan

angiostensin. Terdapat dua genotipe (AA dan GG). Individu dengan genotipe AA

secara efektif dapat mengurangi mengurangi tekanan darah dengan diet tetapi

dengan hal yang sama individu dengan genotipe GG cenderung tidak berkurang

tekanan darahnya. Sedangkan individu dengan genotipe Heterozigot AG memiliki

tingkat tekanan darah yang sedang.

Dari beberapa penelitian mengatakan terdapat kelainan pada gen

angiotensinogen yang berkaitan dengan keturunan, tetapi mekanismenya mungkin

bersifat poligenik. Gen angiotensinogen berperan penting dalam produksi zat

penekan angiotensin, yang dapat meningkatkan tekanan darah. Terjadinya

perubahan bahan angiostensinogen menjadi angiotensin I dan di dalam sirkulasi

pulmonal angiotensin I diubah menjadi angiotensin II dan selanjutnya bahan

angiostensin II inilah yang berperan merangsang beberapa pusat yang penting dan

mengakibatkan terjadinya perubahan tekanan darah (Nasution et al., 2014).

3. Interaksi Zat Makanan dan Gen pada Diabetes Melitus Type II


NURUL AFIA ABD. MAJID (H041171312)

Diabetes melitus type II merupakan kelainan metabolik yang ditandai

dengan meningkatnya kadar glukosa darah akibat adanya resisensi insulin. Pada

resistensi insulin, hati, otot, dan lemak tidak mempunyai respon terhadap insulin.

Kadar glukosa darah yang stabil diperlukan untuk menyediakan energi bagi otak,

otot, dan organ, dan kelebihan energi akan disimpan di jaringan lemak. Pada saat

kadar glukosa dalam darah turun, sel-sel beta pankreas akan memproduksi

glukagon, yang akan menstimulasi hati untuk mengubah glikogen menjadi

glukosa dan melepaskan glukosa ke dalam darah sehingga kadar glukosa dalam

darah naik. Pada saat kadar glukosa darah naik, sel alfa pankreas akan

memproduksi insulin yang menahan glukosa tetap berada di dalam hati dan

menstimulasi jaringan otot dan lemak untuk menyerap glukosa dari darah. Banyak

penelitian menyatakan bahwa diabetes melitus type II juga dipengaruhi oleh

faktor genetik. Antara lain penelitian di Belanda menyatakan bahwa anak yang

lahir dengan berat lahir rendah pada kondisi kelaparan di Amsterdam memiliki

kadar glukosa darah post pandrial lebih tinggi. Penelitian di India 7 menyatakan

bahwa bayi dengan Body Mass Index (BMI) rendah pada 2 tahun pertama

kehidupan memiliki risiko yang tinggi terkena diabetes. Dengan demikian dapat

dikatakan bahwa gizi buruk pada janin dan bayi menimbulkan pengaruh buruk

pada mekanisme yang mengatur toleransi karbohidrat. Hal ini akan

mempengaruhi struktur dan fungsi sel beta dan bisa merubah respon jaringan

terhadap insulin (Prasetyo, 2013).

Beberapa hipotesis menjelaskan resistensi insulin terjadi akibat antara lain

bawaan sejak lahir, peran insulin pada bayi, serta hipotesis Barker, thrifty

fenotype. Menurut Barker (2004), malnutrisi pada masa janin yaitu riwayat berat
NURUL AFIA ABD. MAJID (H041171312)

bayi lahir rendah (BBLR) berkaitan dengan sindrom metabolik, diabetes melitus

tipe 2 (DMT2), dan penyakit kardiovaskular di kemudian hari. Pada BBLR

mengalami perubahan struktur, fungsi, metabolisme, dan endokrin yang menetap.

Dengan demikian, pada perkembangan janin telah terjadi perubahan metabolisme

yang berkembang menjadi faktor risiko termasuk berkembangnya resistensi

insulin. Kejadian resistensi insulin pada BBLR dikuatkan dengan hasil penelitian

di kecamatan Tanjung Sari tahun 2003 yang menemukan kejadian dislipidemia

dan gangguan toleransi glukosa pada usia 12–13 tahun dengan riwayat BBLR

(Sukesi, 2005).

Insulin receptor substrate-1 (IRS-1) berperan sangat penting dalam

transduksi sinyal insulin, apabila terdapat perubahan pada IRS-1 maka akan

terjadi gangguan sinyal transduksi insulin, seperti pada individu tertentu yang

mempunyai polimorfisme Gly972Arg gen IRS-1, terjadi perubahan kedudukan

asam amino glisin pada posisi kodon 927 diganti oleh asam amino arginin dan

menimbulkan gangguan transduksi sinyal insulin. Mutasi pada varian Gly972Arg

gen IRS-1 memengaruhi struktur tersier IRS-1 yang menyebabkan cacat pengikat

pada PI3K dan mengganggu metabolisme glukosa (Permana et al., 2012).

4. Kanker

Kanker dapat disebabkan karena radikal bebas. Radikal bebas adalah

sekelompok bahan kimia baik berupa atom maupun molekul yang memiliki

elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya atau kehilangan elektron,

sehingga apabila dua radikal bebas bertemu, mereka bisa memakai bersama

elektron tidak berpasangan membentuk ikatan kovalen. Radikal bebas bersifat

tidak stabil dan selalu berusaha mengambil elektron dari molekul di sekitarnya,
NURUL AFIA ABD. MAJID (H041171312)

sehingga radikal bebas bersifat toksik terhadap molekul biologi/sel. Radikal bebas

yang mengambil elektron dari DNA dapat menyebabkan perubahan struktur DNA

sehingga timbullah sel-sel mutan. Bila mutasi ini terjadi berlangsung lama dapat

menjadi kanker (Werdhasari, 2014).

Radikal bebas dapat dihasilkan dari hasil metabolisme tubuh dan faktor

eksternal seperti asap rokok, hasil penyinaran ultra violet, zat kimiawi dalam

makanan dan polutan lain. Tubuh manusia dapat menetralisir radikal bebas bila

jumlahnya tidak berlebihan. Mekanisme pertahanan tubuh dari radikal bebas

adalah berupa antioksidan di tingkat sel, membran, dan ekstra sel. Antioksidan

Berdasarkan sumbernya, antioksidan dibagi menjadi antioksidan endogen, yaitu

enzim-enzim yang bersifat antioksidan, seperti: Superoksida Dismutase (SOD),

katalase (Cat), dan glutathione peroksidase (Gpx); serta antioksidan eksogen,

yaitu yang didapat dari luar tubuh/makanan (Werdhasari, 2014).

Berbagai bahan alam asli Indonesia banyak mengandung antioksidan dengan

berbagai bahan aktifnya, antara lain vitamin C, E, pro vitamin A, organosulfur, α-

tocopherol, flavonoid, thymoquinone, statin, niasin, phycocyanin, dan lain-lain.

Salah satu bahan alam yang memiliki kandungan antioksidan yaitu bawang.

Bawang mengandung organosulfur yang bersifat antioksidan. Antioksidan

diperlukan untuk mencegah stres oksidatif. Stres oksidatif adalah kondisi

ketidakseimbangan antara jumlah radikal bebas yang ada dengan jumlah

antioksidan di dalam tubuh. Antioksidan bersifat sangat mudah dioksidasi,

sehingga radikal bebas akan mengoksidasi antioksidan dan melindungi molekul

lain dalam sel dari kerusakan akibat oksidasi oleh radikal bebas atau oksigen

reaktif (Werdhasari, 2014).


NURUL AFIA ABD. MAJID (H041171312)

Kato, H. 2008. Nutrigenomiks: The Cutting Edge and Asian Perspectives. Asia
Pasific Journal. Vol. 17 (S1):12-15.

Corthésy, T. I., Johan, T., Dunnen , 2005. Nutrigenomics: The Impact of Biomics
Technology on Nutrition Research. Nutrition and metabolism journal.
49:355–365.

Rajoka, M. I., Qadir, M. I., Pervaiz, N., Ibrahim, Z., Shazia, Bukhari dan
Ahmad, B., 2012. Nutrigenomics and Its Approaches for Control of
Chronic Diseases. Current Biotechnology. 1: 258-265.

Dean, L., 2016. Methylenetetrahydrofolate Reductase Deficiency. National


Center for Biotechnology Information (US), Bethesda (MD).

Prasetyo, B., 2013. Nutrigenomik dan Kesehatan. Journal of Nutritional and


Health. Vol. 1(1): 1-10.

Gard, P. R. 2010. Implications of the angiotensin converting enzyme gene


insertion/deletion polymorphism in health and disease: a snapshot review.
J Mol Epidemiol Genet. Vol. 1(2):145-157.

Suksmarin, N. M. P. W., Dewi, N. N. A., I., Sumad, W., 2018. Metilasi DNA
dalam Perkembangan Kanker Kolorektal. Vol. 9(2): 124-130.

Werdhasari, A., 2014. Peran Antioksidan Bagi Kesehatan. Jurnal Biotek


Medisiana Indonesia. Vol. 3(2): 59-68.

Nasution, A.T. P., Ramayanti, R., Ramayani, O. R., Siregar, R., Siregar, B., 2014.
Kualitas tidur sebagai faktor risiko peningkatan tekanan darah pada
remaja. Majalah Kedokteran Nusantara. Vol. 47 (2): 105-109.

Barker D. J. 2004. The developmental origins of adult disease. J Am Coll Nutr. Vol. 23(6)
:588–95S.

Sukesi L, Sjukrudin ES, Purnomowati A, Widjaja G, Fadlyana E, Alisjahbana, B.,


2005. The association between prenatal and or post natal growth disorder
and lipid profile in adolescents aged 12–15 years old in Tanjungsari
Subdistrict, Sumedang, West Java. Acta Med Indones. Vol. 37 (3):149–56.

Permana, H., Nugraha, G. I., Sri, H. K. S., dan Kariadi. 2012. Polimorfisme
Gly972Arg Gen IRS-1 dan Cys981Tyr Gen PTPN1 sebagai Faktor Risiko
pada Sindrom Metabolik dengan Riwayat Berat Bayi Lahir Rendah. MKB.
Vol. 44 (3): 170-178.

Badzlina, F., Wulandari, E. N., 2013. Kajian Nutrigenimik. Gizi Kesehatan


Fakultas Kedokteran. Universitas Brawijaya.

Anda mungkin juga menyukai