Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Virus berasal dari bahasa latin yang artinya racun. Virus didefinisikan

sebagai organisme yang submikroskopik, dapat diintroduksi ke dalam sl-sel hidup

yang spesifik serta berkembang biak hanya di dalam sel hidup saja. Ditambahkan

oleh Bawden bahwa virus merupakan wujud submikroskopik yang infektif dan

dapat berkembang biak hanya dalam sel hidup serta dapat menimbulkan penyakit.

Menurut Gibbs dan Horizon virus adalah suatu parasit dengan berat genom asam

nukleat kurang dari 3 x 108 daltons, yang dapat ditularkan ke tanaman sehat, serta

membutuhkan ribosom dan komponen-kompnen sel inangnya untuk berkembang

biak. Dalam budidaya tanaman, virus merupakan salah satu penyebab penyakit

tanaman yang dapat menimbulkan kerugian yang cukup berarti baik secara

kualitas maupun kuantitas produksi. Serangan virus pada tanaman sebetulnya

telah diketahui jauh sebelum orang mengenal penyakit tanaman yang disebabkan

oleh bakteri,namun belum diketahui secara jelas penyebabnya (Sopialena, 2017).

Ciri khas yang dimiliki oleh virus dibandingkan dengan patogen tanaman

lainnya seerti bakteri, jamur ataupun nematoda adalah virus dapat bertingkah laku

seperti molekul kimia. Disamping itu virus tidak menghasilkan struktur

reproduksi seperti spora dan lainnya. Virus memperbanyak diri dengan

memanfaatkan sel-sel inangnya untuk replikasi. Virus tanaman umumnya

menyebabkan penyakit pada inangnya dengan jalan menggunakan substansi sel

inang, mengganggu komponen dan proses sel, memenuhi ruangan dalam sel,

mengganggu proses metabolisme, sehingga mengganggu perkembangan serta

fungsi sel lainnya. Beberapa contoh virus yang menyerang tanaman yaitu Tomato

1
Spotted Wilt Virus, Cucumbar Mosaic virus (CMV) dan Pepper yellow leaf

curl virus (PYLCV). Berdasarkan uraian tersebut maka disusunlah makalah

makalah ini untuk mengetahui gejala, mekanisme, dan penanggulangan dari ketiga

virus tersebut.

1.2 Rumusan masalah

1. Apa itu Tomato Spotted Wilt Virus, Cucumbar Mosaic virus (CMV) dan

Pepper yellow leaf curl virus (PYLCV)

2. Bagaimana mekanisme virus tersebut menyerang tanaman?

3. Bagimana gelaja yang ditimbulkan oleh Tomato Spotted Wilt Virus,

Cucumbar Mosaic virus (CMV) dan Pepper yellow leaf curl virus

(PYLCV)

4. Bagaimana penanggulangan virus tersebut?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini yaitu:

1. Mengetahui Tomato Spotted Wilt Virus, Cucumbar Mosaic virus (CMV) dan

Pepper yellow leaf curl virus (PYLCV)

2. Mengetahui mekanisme virus tersebut menyerang tanaman.

3. Mengetahui gejala yang ditimbulkan oleh virus tersebut.

4. Mengetahui cara penanggulangan virus tersebut.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Tomato Spotted Wilt Virus in Tomato


Tomato Spotted Wilt Virus merupakan virus yang merujuk pada genus

Tospovirus dari famili Bunyaviridae. Tospovirus merupakan satu-satuya genus

dari dari famili Bunyaviridae yang menyerang tanaman. Sebagian besar anggota

dari Bunyaviridae merupakan patogen pada hewan dan juga manusia. TSWV

pertama kali dideskripsikan pada tahun 1915. Virus ini merupakan virus RNA

(Pappu, 2009). TSWV terdiri dari tiga segmen RNA, small (S), medium (M) dan

large (L). S dan M RNA adalah ambisense dalam organisasi genom virus,

sedangkan L RNA berada dalam polaritas negative (Ohnishi et al., 2001). Secara

total, genom dari Tomato Spotted Wilt Virus mengkodekan lima protein, yang

terbesar adalah RNA polimerase 330-kDa yang dikodekan oleh L RNA. M RNA

mengkodekan protein

nonstruktural (NSm) dan

prekursor glikoprotein Gn

dan Gc. S RNA

mengkodekan protein

nukleokapsid (Hull, 2002).

3
Gambar 1. Tomato Spotted Wilt Virus

Virus tersebut dapat ditemukan pada seluruh bagian tanaman yang telah

terinfeksi dan pengelompokan partikel virus sering berada pada retikulum

endoplasmik, vakuola sel dan sitoplasma. Morfologi atau bentuk partikel TSWV

adalah sperikel dengan diameter 80 – 120 nm yang dibungkus oleh suatu lapisan

seperti duri. Virus ini mempunyai kisaran inang sangat luas sekitar 370 spesies

tanaman dalam 50 famili diantaranya adalah tanaman tomat, cabai, tembakau,

semangka, nenas, zucchini, iris, krisan dan kacang tanah (Griep et al., 2000).

2.1.1 Gejala
Gejala yang ditimbulkan oleh virus ini bervariasi, tetapi biasanya dimulai

dengan hawar daun muda berupa bintik-bintik ungu atau coklat pada daun. Gejala

ini timbul pada bagian atas daun, berbeda dengan hawar daun yang disebabkan

oleh jamur yang sering dimulai pada bagian bawah daun. Pada infeksi yang lebih

lanjut, permukaan batang akan tampak goresan berwarna kecoklatan. Virus yang

menginfeksi tanaman muda dapat menghambat pertumbuhan dan akan tampak

berwarna pucat serta daun akan tergulung. Virus ini juga dapat menginfeksi buah

tomat. Gejala yang timbul pada buah yang matang yaitu timbulnya corak

berbentuk cincin kuning, beberapa buah juga dapat berwarna gelap dengan

permukaan kulit yang kasar sehingga biasa disebut alligator skin (Bost, 2018).

4
Gambar 1. Tomato

Spotted Wilt Virus yang

menyerang daun muda tomat

Gambar 2. Gelaja berupa daun yang menggulung

5
Gambar 3. Gejala berupa goresan pada batang

Gambar 4. Virus yang

menyerang tanaman muda

Gambar 5. Timbulnya corak berbentuk cincin kuning

6
2.1.2 Mekanisme Penyakit

TSWV ditularkan dan disebarkan di alam oleh serangga dari keluarga

Thripidae (Thysanoptera), diantaranya yaitu Thrips tabaci, T. setosus,

Frankliniella occidentalis, F. fusca, F. intonsa, F. schultzei dan Scirtothrips

dorsalis (Ertunc, 2020). Infeksi dan replikasi TSWV di dalam tubuh thrips

merupakan suatu proses yang kompleks. Di dalam sel usus thrips, virus

mengalami propagasi. Dari sel usus virus akan berpindah ke visceral muscle cells,

dan kelenjar ludah. Kelenjar ludah merupakan tempat utama dari virus ini untuk

bereplikasi (Gupta et al., 2018).

Gambar 6. Thrips tabaci yang merupakan salah satu vektor dari TSWV

Penularan virus tumbuhan oleh serangga meliputi proses perolehan

(akuisis) virus dari sumber virus yang berupa tanaman sakit atau tumbuhan lain,

sehingga serangga mengandung virus (virulifer) dan infektif. Vector infektif

kemudian menularkan virus yang dibawahnya ke tanaman lain (inokulasi).

Serangga dari Thysanoptera dengan tipe mulut pemarut dan penghisap Thrips

tabaci yang merupakan vektor dari TSWV melakukan akuisisi virus pada stadia

larva saja, dan

7
infektivitasnya diturunkan pada stadia berukutnya (Gupta et al., 2018).

Gambar 7. Siklus transmisi dari Tospovirus

2.1.3 Penanggulangan
J i k a t e l a h t

dilakukan antara lain (Saranaagri, 2012):

8
1. Singkirkan sumber penyebaran virus, termasuk mengendalikan pertumbuhan

rumput, mengendalikan hama seperti kutu dan thrips,

2. banyak insektisida yang terdaftar untuk mengendalikan hama ini, coba

aplikasikan sebelum populasinya meledak,

3. Singkirkan tanaman tomat yang sudah terinfeksi, buang jauh dan bakar,

4. Singkirkan sampah-sampah di sekitar lahan yang bisa berpotensi menjadi

tempat berlindung hama thrips agar risiko infeksi menjadi minimal,

5. Tambahkan produk perekat insektisida atau surfaktan agar daya kendali

insektisida lebih ampuh terhadap hama trips,

6. Tanamlah varietas tomat yang tahan virus ini, anda bisa mendapatkan

informasi dari label benih yang anda tanam.

7. Gunakan insektisida yang tepat dan spesifik dalam mengendalikan hama

Thrips ataupun kutu-kutuan.

2.2 Cucumber Mosaic Virus (CMV)

Cucumber Mosaic Virus (CMV) merupakan virus tanaman yang berbentuk

polihedral dengan  meter 28 nm, menginfeksi lebih dari 775 spesies tumbuhan

9
dalam 67 famili dan dapat ditularkan oleh 75 spesies afid secara non-persistent.

Virus mosaik ketimun mempunyai kisaran inang yang sangat luas, terdapat pada

tanaman sayuran, tanaman hias dan tanaman buah-buahan. Selain menyerang

tanaman ketimun, virus mosaik ketimun juga dapat menyerang melon, labu, cabai,

bayam, tomat, seledri, bit, tanaman polong-polongan, pisang, tanaman famili

Crucifereae, delphinium, gladiol, lili, petunia, zinia dan beberapa jenis gulma

(Agrios, 1988). Dibeberapa negara, virus mosaik ketimun telah menyebabkan

penyakit yang berat pada tanaman tertentu. Virus mosaik ketimun terdapat hampir

di semua negara dan strain yang berbeda sifat biologinya telah dilaporkan dari

berbagai tempat. Virus mosaik ketimun mempunyai banyak strain, oleh karena itu

mempunyai jumlah inang yang banyak serta gejala yang ditimbulkan beragam. 

Virus Cucumber Mosaic Virus (CMV) termasuk kedalam Cucumo virus.

Zarah virus berbentuk isometrik dengan diameter 30 nm. CMV mempunyai suhu

inaktivasi antara 60-750C, dengan titik pengenceran akhir 10-4. Dalam tanaman

sakit, virus akan menjadi inaktif setelah disimpan selama 96 jam pada suhu

kamar. CMV dapat ditularkan secara mekanis, oleh lebih dari 60 jenis kutu daun

secara non-persisten, termasuk Myzus persicae dan Aphis gossypii, serta melalui

biji beberapa tanaman inang. CMV termasuk jenis virus yang mempunyai sebaran

tanaman inang yang sangat luas dan dapat menyerang 775 jenis tanaman dari 85

famili, termasuk famili Cucurbitaceae, Papilionaceae, Solanaceae dan Cruciferae.

Diantara tanaman tersebut yang sering ditemukan berada disekitar tanaman

tembakau adalah: tomat, cabai, mentimun, terung, buncis, kacang tunggak, dan

kacang panjang (Suhara, 2019).

2.2.1 Gejala

Gejala yang terlihat pada penyakit ini adalah didominasi dengan gejala

mosaik selain gejala klorosis pada daun atau adanya bintik belang hijau coklat,

10
daun menguning, permukaan daun bergelombang, daun berlepuh hijau gelap,

bercak cincin, pengerdilan juga distorsi daun, bunga dan buah. atau bintik daun,

menguning, bercak cincin, pengerdilan, juga distorsi daun, bunga, dan buah. CMV

menunjukkan gejala pada daun yang dikenal sebagai efek “shoestring” efek untuk

hampir semua spesies inang. Efek ini menyebabkan daun muda terlihat kurus dan

seluruh tanaman akan mengerdil. Secara khusus CMV dapat menyebabkan

ketimun untuk menjadi pucat dan bergelombang. Daun-daun tumbuhan yang

terinfeksi berubah mosaik, berkerut, dan berubah bentuk. Pertumbuhan biasanya

terhambat dan hanya menghasilkan sedikit bunga. Seringkali bentuk buah

mentimun menjadi aneh dan tampak abu-abu, penampilan ini sering menyebabkan

mentimun disebut sebagai “acar putih”, juga seringkali ketimun yang terinfeksi

terlihat bercak putih pada buah dan mempunyai rasa yang pahit (Ni Putu, dkk.,

2018).

Gambar 1. Cucumber Mosaic Virus yang menyerang daun ketimun

11
Gambar 2. Gelaja mosaik pada daun

Gambar 3. Timbulnya bercak putih pada buah

2.2.2 Mekanisme Penyebaran Penyakit

Mekanisme penyebaran virus ini melalui serangga dan beberapa

tumbuhan. Serangga vektor mempunyai peranan penting dalam penyebaran virus

terutama dari kelompok kutu daun (Aphididae: Homoptera). Spesies kutu daun

yang dilaporkan dapat menularkan ChiVMV adalah A. craccivora, A. gossypii, A.

spiraecola, M. persicae, Toxoptera citricidus, Hystreroneura setariae dan

Rhopaloshipum maydis. Penyebaran CMV dapat dilakukan oleh lebih dari 60

12
spesies aphid, khususnya oleh Aphis gossypii dan Myzus persicae secara non-

persistent. Virus ini bisa ditularkan hanya dalam waktu 5 detik sampai 10 detik

dan ditranslokasikan dalam waktu kurang dari satu menit. Kemampuan CMV

untuk ditranslokasikan menurun kira-kira setelah 2 menit dan biasanya hilang.

Berbagai spesies gulma dapat menjadi inang CMV, oleh karenanya dapat menjadi

sumber virus bagi tanaman budidaya lain (Chandra,dkk.,2016)

13
Setelah menginfeksi tanaman partikel virus memperbanyak diri di dalam sel

inang sehingga mengganggu proses fisiologi tanaman inang. Virus yang mampu

melakukan replikasi dengan cepat di dalam sel tanaman memiliki daya virulensi yang

tinggi. Respon tanaman terhadap infeksi virus juga menetukan bagaimana virus

bereplikasi di dalam jaringan tanaman (Chandra,dkk.,2016).

14
2.2.3 Pengendalian virus

Pengendalian penyakit yang disebabkan oleh virus sampai saat ini masih
sangat sulit, hal ini disebabkan karena beberapa faktor, antara lain:
1) Keragaman genetik CMV yang tinggi sehingga sulit menemukan jenis yang
tahan,
2) Kisaran tanaman inang CMV yang luas, dan
3) CMV dapat ditularkan oleh berbagai jenis kutu daun secara nonpersisten.
Sifat CMV tersebut dan metabolisme sel inang sangat erat kaitannya
sehingga sampai saat ini belum diketahui zat kimia yang secara spesifik dapat
mengendalikan perkembangan virus tanpa mempengaruhi tanaman inangnya.
Oleh karena itu pengendalian virus secara kimiawi belum dapat dilaksanakan
(Hamida dan cece 2013).
Namun Sejauh ini pengendalian virus masih bersifat preventif, yang
dilakukan dilakukan secara tidak langsung dengan memadukan beberapa metode
yaitu : 1) pencegahan infeksi di lapang misalnya dengan rotasi tanaman dengan
tanaman yang bukan inang virus maupun vektornya, menekan populasi vektor, 2)
mencegah penyebaran di dalam tanaman misalnya dengan menghilangkan gulma
inang, mencegah penularan mekanis, 3) menanam bibit bebas virus, 4) tanam
serempak dan 5) proteksi silang. Alternatif pengendalian CMV dengan vaksin
Carna-5 sebagai biokontrol.

2.3 Pepper yellow leaf curl virus (PYLCV)

15
Virus kuning cabai atau dikenal dengan Pepper Yellow Leaf

Curl Virus adalah penyebab penyakit yang dapat ditularkan oleh

serangga vektor kutu kebul (Bemisia tabaci L.) dan bukan

merupakan seed born diseases (Nur Aini, 2007). Menurut

Sulandari et al. (2001) bahwa penyakit ini disebabkan oleh virus

Gemini. Virus ini ditularkan oleh serangga vektor yaitu kutu kebul

(Bemisia tabaci). Penyakit kuning di Indonesia diketahui

disebabkan oleh infeksi begomovirus, Pepper yellow leaf curl

virus (PepYLCV), family Geminiviridae, genus Begomovirus yang

ditularkan oleh serangga Bemisia tabaci L secara persisten (De

Barrow et al.,2008).

Penyakit virus Pepper yellow leaf curl virus (PYLCV) atau

yang lebih dikenal sebagai virus kuning cabai. Menurut Sulandari

et al. (2001) menemukan bahwa penyakit ini disebabkan oleh

virus Gemini. Virus ini ditularkan oleh serangga vektor yaitu kutu

kebul (Bemisia tabaci). Penyakit ini banyak terdapat pada cabai

rawit, cabai besar, paprika dan juga pada tomat. Menurut

Sudiono et al. (2001), virus ini dapat ditularkan melalui teknik

penyambungan dan melalui perantara kutu kebul. Masa inkubasi

virus dalam tanaman hingga memunculkan gejala hanya

memakan waktu 15-29 hari. Mekanisme infeksi virus diawali

dengan replikasi dan pembentukan protein virus di dalam tubuh

tanaman menggunakan ATP dari tanaman inang. Proses ini

diikuti dengan perubahan proses fisiologi yang berupa

16
peningkatan aktivitas protein anaplerotik, peningkatan laju

fotosintesis dan peningkatan kandungan pati. Setelah proses

replikasi selesai maka laju fotosintesis akan turun yang

disebabkan oleh induksi dan degradasi dinding sel floem dengan

menghidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa (Nur Aini,

2007).

Tanaman cabai yang terinfeksi berat tidak dapat

menghasilkan bunga dan buah. Bila serangan terjadi pada fase

vegetatif jumlah tunas menjadi lebih banyak namun

pertumbuhan tanaman kerdil. Salah satu faktor yang berperan

sangat penting dalam epidemi penyakit kuning cabai yang

disebabkan oleh virus ini adalah keberadaan serangga vektor

yang menyebarkan virus tersebut yaitu kutu kebul (Bemisia

tabaci). Serangga ini termasuk dalam kelompok serangga

penusuk penghisap.

17
Gambar 2.3.1. Tanaman cabai yang terinfeksi virus dan vektor

pembawa virus

2.3.1 Mekanisme infeksi virus

Kutu kebul dan hubungannya dengan virus kuning cabai ini

bersifat persisten. Kutu memperoleh virus ketika dia mengambil

makanan dari tanaman yang telah terinfeksi (akuisisi). Virus

yang diambil dari tanaman sakit beredar melalui saluran

pencernaan, menembus dinding usus, bersirkulasi dalam cairan

tubuh serangga (haemolymph) dan selanjutnya kelenjar saliva.

Pada saat dia menghisap makanan dari tanaman sehat, virus ikut

masuk ke dalam tubuh tanaman bersama dengan cairan dari

mulut serangga tersebut. Retensi virus ini di dalam tubuh

serangga sangat lama bahkan bisa dipindahkan secara

transovarial melalui telur ke tubuh progeni (Ariyanti, 2012).

Virus yang ditularkan oleh kutu kebul bereplikasi di dalam

nukleus dan bergerak dari sel ke sel melalui plasmodesmata.

Pada gambar 1 terlihat bahwa tidak hanya virion dari hasil

replikasi yang bergerak dari sel ke sel dan masuk ke dalam

floem, namun juga coat protein (CP) dan movement protein (MP)

berperan dalam penyebaran virus ke dalam tubuh tanaman. Coat

protein dan movement protein bergerak melalui retikulum

endoplasma menuju ke viral assembly site (VAS) sebelum masuk

ke dalam floem dan bergerak bersama aliran di dalam floem ke

seluruh tubuh tumbuhan. Translokasi virus dari satu bagian

tanaman ke bagian tanaman yang lain (Samuel Ann, 1934;

Ariyanti, 2012).

18
Gambar 2.3.1.1 mekanisme Translokasi virus dalam

tubuh tanaman

Gambar 2.3.1.2 Tahap pertumbuhan virus pada tanaman

Dari gambar 2 di atas dapat kita lihat bahwa biasanya fase

pertama adalah infeksi lokal pada daun dewasa yang terjadi

setelah inokulasi yang dilakukan oleh serangga. Namun tidak

semua daun dapat memperlihatkan gejala terinfeksi seperti daun

menjadi berubah berwarna kuning, karena munculnya gejala

sangat dipengaruhi oleh strain virus dan faktor lingkungan lain

seperti suhu lingkungan. Penelitian yang dilakukan menunjukkan

bahwa perubahan warna daun hanya akan terjadi jika suhu

19
lingkungan di atas 25ºC dan intensitasnya akan meningkat jika

suhu lingkungan mencapai 40ºC (Dawson, W., 1999, Ariyanti,

2012). Fase selanjutnya virus bergerak dari sel ke sel yang lain

hingga mencapai floem melalui vascular system, sehingga dapat

bergerak cepat ke dalam daun-daun muda yang masih

berkembang. Di sinilah biasanya gejala daun berubah menjadi

kuning, mengeriting dan menjadi kerdil akan tampak, sehingga

penyakit kuning cabai ini sering juga disebut sebagai jambul

amerika karena yang menguning hanya daun bagian atas atau

daun muda saja

Setelah virus masuk ke dalam tanaman, maka hal pertama

yang akan dia lakukan adalah mereplikasi dirinya sehingga

jumlah mereka mencukupi untuk menguasai tubuh tanaman.

Menurut Te’csi, et al. (1996); Ariyanti (2012) virus yang sudah

dapat masuk ke dalam tubuh tanaman akan melakukan replikasi

dan pembentukan protein virus. Pada saat proses ini terjadi,

tanaman akan mengalami peningkatan aktivitas protein

anaplerotik, peningkatan laju fotosintesis dan peningkatan

kandungan pati. Setelah laju replikasi menurun maka laju

fotosintesis pun akan menurun.

Virus yang menginfeksi tanaman melakukan replikasi

sehingga menyebabkan peningkatan aktivitas enzim anaplerotik,

laju fotosintesis dan kandungan pati. Apabila sintesis virus

menurun, laju fotosintesis dan kandungan pati dalam daun akan

20
menurun, sedangkan glikolisis dan respirasi dalam mitokondria

akan meningkat. Perubahan ini ditunjukkan dengan terjadinya

klorosis pada daun (Funayama dan Terashima, 2006).

Diantara patogen tanaman, virus tanaman memiliki

pengaruh yang sangat besar terhadap tanaman inangnya,

karena mereka menggunakan mesin seluler inang untuk

mereplikasi diri. Virus harus mempertahankan tanaman inangnya

untuk tetap hidup, karena mereka membutuhkan energi dari

tanaman inang untuk proses hidupnya. Beberapa faktor yang

mempengaruhi virus memanfaatkan tanaman inangnya antara

lain adalah resistensi tanaman, serta jenis infeksi yang lokal atau

sistemik (Funayama dan Terashima, 2006).

Kloroplas merupakan organel utama yang diserang oleh

virus tumbuhan. Penurunan laju fotosintesis disebabkan karena

bentuk kloroplas yang abnormal, dengan ukuran yang relatif

lebih kecil dan jumlah tilakoid pada setiap grana yang menurun

akibat infeksi virus. Hasil penelitian Funayama dan Terashima

(2006) menyebutkan bahwa apabila tanaman terinfeksi virus

maka peningkatan kandungan klorofil setiap satuan daun akan

terhenti ketika panjang daun mencapai setengah dari panjang

daun maksimum, yang mungkin merupakan bagian dari

penghambatan sintesis klorofil.

2.3.2 Penanggulangan virus (PYLCV)

21
Tanaman yang sudah terinfeksi tidak dapat lagi

dikembalikan menjadi tanaman sehat meskipun dengan

pemberian pupuk yang melebihi dosis yang disarankan oleh

Dinas Pertanian. Hal yang perlu dilakukan jika sudah terinfeksi

adalah melakukan pencabutan tanaman yang terinfeksi agar

tidak mempengaruhi tanaman sehat. Meskipun begitu

berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hartono, dkk (2006)

serangan virus ini dapat dicegah dengan beberapa teknik

budidaya tertentu. Hal pertama yang harus dilakukan adalah

menyelamatkan bibit cabai di persemaian dengan menggunakan

sungkup rapat (kain sifon) sehingga bibit akan terhindar dari

virus yang ditularkan oleh kutu kebul ini. Selain itu, sebaiknya

lahan pertanaman ditanami tanaman border (tanaman tepi)

dengan pola tanam zigzag gunakan tanaman penghalang seperti

jagung dan bunga matahari dan pengaturan waktu tanam yang

baik sehingga pertanaman cabai terlindungi baik selama fase

vegetatif maupun fase generatif.

Salah satu bentuk pengendalian virus ini adalah dengan

menekan populasi hama pembawa virus yaitu kutu kebul.

Penyebaran dan perkembangan kutu kebul B. tabaci pada

berbagai tanaman didukung oleh kemampuan tingkat

reproduksinya yang tinggi dan beberapa faktor lainnya yang

dapat menyebabkan terjadinya dinamika populasi, seperti

tanaman inang dan suhu (Subagyo dan Purnama, 2014) .

22
Gambar 2.3.2.1 Siklus hidup kutu kebul
Telur kutu kebul berwarna kuning terang, berbentuk

lonjong dengan kedua ujungnya agak runcing. Telur-telur kutu

kebul memiliki ukurang panjang yang sangat kecil, yaitu antara

0,2 hingga 0,3 mm. Uniknya, serangga lebih menyukai

menyimpan telur-telurnya pada daun tanaman yang telah

terinveksi virus mosaik dan virus gemini. Satu ekor kutu kebul

betina mampu bertelur antara 50 sampai 400 butir dalam sekali

bertelur.

Stadium telur rata-rata berlangsung selama 6 hari. Telur

kutu kebul yang dibuahi menghasilkan kutu kebul betina yang

bersifat diplioid, sedangkan kutu kebul jantan bersifat haploid

yang berasal dari telur yang terjadi tanpa pembuahan. Setelah

itu telur kemudian melewati 3 tahap instar, yaitu instar pertama

(1) memiliki bentuk bulat telur dan pipih, berwarna kuning

kehijauan, dan memiliki tungkai yang berfungsi untuk bergerak.

23
Instar kedua (2) dan ketiga (3) selama masa pertumbuhannya

hanya melekat pada daun dan tidak memiliki tungkai. Stadium

nimfa rata-rata berlangsung selama 9 hari.

Pengendalian hama ini dengan mengadakan musuh alami

(parasit, predator dan patogen serangga) merupakan faktor

pengendali hama alamiah yang penting, sehingga perlu

dilestarikan dan dikelola agar mampu berperan secara

maksimum dalam pengaturan populasi hama di lapang. Ataupun

dengan Pestisida nabati atau kimiawi secara selektif untuk

mengembalikan populasi hama pada asas keseimbangannya.

Cara lain yang dapat dilakukan dengan melakukan pengawasan

secara teliti pada saat pindah tanam, pengendalian cepat harus

dilakukan jika hama pembawa virus ada disekitar tanaman cabai

atau dengan menekan perkembangan hama pembawa virus

gunakan mulsa perak agar dapat menentukan sinar matahari ke

balik daun tempat hama berlindung dari cahaya.

Berikut ini cara pengerndalian virus tersebut dapat dilakukan dengan Teknik

budidaya tertentu, diantaranya :

1. Mengutamakan menanam bibit sehat (Tanpa virus)

Menanam bibit sehat atau tanpa virus merupakan pengendalian yang

paling efektif. Pengadaan bibit bebas virus dapat dilakukan dengan pembibitan

pada lokasi yang terisolasi pada lingkungan yang bukan merupakan tempat

24
yang cocok untuk perkembangan vector, misalnya disekitar pertanaman padi

(Sulandari, S., 2006).

2. dengan menggunakan sungkup rapat (kain sifon) pada bibit cabai di

persemaian

Penelitian yang dilakukan oleh Nur Aeni (2007) d menunjukkan

bahwa pemberian pupuk daun dan pupuk anorganik yang dilakukan oleh

petani di daerah endemis virus kuning tidak dapat menghindarkan tanaman

dari inveksi virus tersebut. Tanaman yang sudah terinveksi tidak dapat lagi

dikembalikan menjadi tanaman sehat meskipun dengan pemberian pupuk yang

melebihi dosis yang disarankan oleh Dinas Pertanian. Meskipun begitu

berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hartono, dkk (2006) serangan

virus ini dapat dicegah dengan beberapa teknik budidaya tertentu. Hal pertama

yang harus dilakukan adalah menyelamatkan bibit cabai di persemaian dengan

menggunakan sungkup rapat (kain sifon) sehingga bibit akan terhindar dari

virus yang ditularkan oleh kutu kebul ini.

3. Menanam tanaman perangkap disekitarnya

sebaiknya lahan pertanaman ditanami tanaman border (tanaman tepi) dengan

pola tanam zigzag dan pengaturan waktu tanam yang baik sehingga

pertanaman cabai terlindungi baik selama fase fegetatif maupun fase

generative Nur Aeni (2007). Dengan menanam tanaman berdaun besar disekit

pertanaman cabai, menanam tanaman barier dipematang dengan tanaman

sorgum atau jagung atau sejenisnya serta tanaman tahan serangga vector

maupun virusnya, kiranya member prospek yang baik.

4. Melakukan eredikasi tanaman sakit maupun maupun inang alternatifnya yang

berupa tanaman budidaya ataupun jenis gulma (Sulandari, S., 2006).

25
5. Menggunakan bahan kimi dan agen hayati dengan memanfaatkan predator dan

parasitoid seta menggunakan cendawan entomofag (Sulandari, S., 2006).

BAB III
KESIMPULAN

Dalam budidaya tanaman, virus merupakan salah satu penyebab penyakit

tanaman yang dapat menimbulkan kerugian yang cukup berarti baik secara

26
kualitas maupun kuantitas produksi. Beberapa contoh virus yang menyerang

tanaman yaitu Tomato Spotted Wilt Virus (TSWV), Cucumbar Mosaic virus

(CMV) dan Pepper yellow leaf curl virus (PYLCV). Ketiga jenis virus

ini menimbulkan gejala yang berbeda-beda dan menyebabkan

penyakit pada tanaman inang yang berbeda. Tomato Spotted Wilt

Virus merupakan virus yang merujuk pada genus Tospovirus dari famili

Bunyaviridae yang dapat menyebabkan penyakit pada tanaman tomat. Pepper

yellow leaf curl virus (PepYLCV) merupakan virus yang berasal

dari familia Geminiviridae, genus Begomovirus yang ditularkan

oleh serangga Bemisia tabaci. Sedangkan Cucumber Mosaic Virus

(CMV) merupakan virus yang termasuk ke dalam Cucumo virus yang menyerang

tanaman mentimun.

DAFTAR PUSTAKA

27
Ariyanti, N. A. 2012. Mekanisme infeksi virus kuning cabai (Pepper yellow leaf
curl virus) dan pengaruhnya terhadap proses fisiologi tanaman cabai. In
Prosiding Seminar Biologi (Vol. 9, No. 1).
Bost, S., 2018. Tomato Spotted Wilt Virus in Tomato. Entomology and Plant
Pathology. University of Tennessee Institute of Agriculture.
Chandra. I. G. A. A., I Dewa N. N. I G N A.S.W. Gede S., 2016. Deteksi Simultan
Cmv Dan Chivmv Penyebab Penyakit Mosaik Pada Tanaman Cabai Dengan
Duplex Rt-Pcr. J. Agric. Sci. And Biotechnol. 5(1)
De Barrow, P. J., S. H. Hidayat, D. Frohlich, S. Subandiyah, U. Shigenori. 2008. A Virus
and its Vector, Pepper Yellow Leaf Curl Virus and Bemisia tabaci, Two New
Invaders of Indonesia. Biological Invasions 10 (4): 411-433.
Ertunc, F., 2020. Emerging Plant Viruses. Emerging and Reemerging Viral
Pathogens.
Funayama, S. and Terashima, I. 2006. Effect of Eupatorium Yellow Vein Virus
Infection on Photosynthetic Rate, Chlorophyll Content and Chloroplast
Structure in Leaves of Euphatorium makinoi During Leaf Development.
Functional Plant Biology. 165-175.
Griep, R.A., M. Prins, C. van Twisk, J.H.G. Keller, R.J. Kerschbaumer, R.
Komerlink, R.W. Goldbach, A. Schots. 2000. Application of Phage
Display in Selecting Tomato spotted wilt virus –Specific Single- Chain
Antibodies (scFvs) for Sensitive Diagnosis in ELISA. Phytopathology 90 :
183-190.
Gupta, R., Kwon, S. Y., dan Kim, S. T., 2018. An insight into the tomato spotted
wilt virus (TSWV), tomato and thrips interaction. Plant Biotechnology
Reports. Springer.
Hamida.R., Dan Cece Suhara. 2013. Pengaruh Infeksi Cucumber Mosaic Virus
(CMV) Terhadap Morfologi, Anatomi, Dan Kadar Klorofil Daun
Tembakau Cerutu. Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri.
5(1):11-19.
Hartono, S., Sumardiyono, Y.B., Purwanto, B. H., dan Endang-Sulistyaningsih.
2006. Aplikasi Model Manajemen Kesehatan Tanaman Pada Agribisnis
Cabai Di Daerah Endemis Penyakit Virus Kuning. Majalah Lontar.
Inpress.
Hull, R., 2002. Matthews’ Plant Virology. Academic Press, New York.
Ni Putu, P., Farida, H., Eka, P.A., 2018. Kejadian Penyakit Mosaik dan varietas
Tahan Cucumber Mosaic Virus (Cmv) Penyebab Penyakit Mosaik pada
Tanaman Mentimun. Jurnal AGRIMETA. Vol 8 (15): 2088-2521.
Nur Aeni, A. 2007. Kajian Kestabilan Produktivitas Cabai Keriting Di Daerah
Endemis Virus Kuning dengan Optimalisasi Nutrisi Tanaman.Tesis.
UGM.

28
Ohnishi, J., L.M. Knight, D. Hosokawa, I. Fujisawa, S. Tsuda. 2001. Replication
of Tomato spotted wilt virus After Ingestion by Adult Thrips setosus is
Restricted to Midgut Ephithelial Cells. Phytopathology 91 : 1149-1155.
Pappu, H.R., Jones, R.A.C. and Jain, R.K., 2009. Global status of tospovirus
epidemics in diverse cropping systems: successes achieved and challenges
ahead. Virus research, 141(2), pp.219-236.
Subagyo, V. N. O., & Purnama, H. 2015. Neraca kehidupan kutukebul Bemisia
tabaci (Gennadius)(Hemiptera: Aleyrodidae) pada tanaman cabai dan
gulma babadotan pada suhu 25° C dan 29° C. Jurnal Entomologi
Indonesia, 11(1), 11.
Sudiono, S. S. Hidayat., Rusmilah, S. and Soemartono, S. 2001. Deteksi
Molekuler dan Uji Kisaran Inang Virus Gemini Asal Tanaman Tomat.
Prosid. Konggres Nasional XVI. PFI. Bogor. 22-24 Agustus.
Suhara, C., 2019. Virus Mosaik Ketimun (Cucumber Mosaic Virus). Malang Jawa
Timur. BALITTAS (Balai Penelitian Pemanis dan Serat) Kementerian
Pertanian.
Sulandari, S., 2006. Penyakit Keriting Daun Kuning Cabai Di Indonesia. Jurnal
Perlindungan Tanaman Indonesia. Vol 12(1): 1-12.
Sulandari, S., Rusmilah, S., S. S. Hidayat, Jumanto, H., dan Sumartono, S. 2001.
Deteksi Virus Gemini pada Cabai di Daerah Istimewa Jogjakarta. Prosid.
Konggres Nasional XVI. PFI. Bogor. 22-24 Agustus.

29

Anda mungkin juga menyukai