DEFINISI PSIKOFARMAKA
Psikofarmaka adalah obat-obatan kimia yang digunakan untuk klien
dengan gangguan mental. Psikofarmaka termasuk obat-obatan psikotropik yang
bersifat neuroleptika (bekerja pada sistem saraf pusat) karena obat-obatan
tersebut dapat mempengaruhi bagian – bagian otak tertentu dan menekan atau
mengurangi atau menghilangkan gejala – gejala tertentu pada penderita.
B. KLASIFIKASI
1. Anti Psikotik,
Anti psikotik pemberiannya sering disertai pemberian anti
parkinson. Anti-psikosis disebut juga neuroleptic, dahulu dinamakan major
transquilizer. Salah satunya adalah chlorpromazine (CPZ), yang
diperkenalkan pertama kali tahun 1951 sebagai premedikasi dalam anastesi
akibat efeknya yang membuat relaksasi tingkat kewaspadaan seseorang.
CPZ segera dicobakan pada penderita skizofrenia dan ternyata berefek
mengurangi delusi dan halusinasi tanpa efek sedatif yang berlebihan.
a) Mekanisme kerja
Semua obat anti-psikosis merupakan obat-obat potensial dalam
memblokade reseptor dopamin dan juga dapat memblokade reseptor
kolinergik, adrenergik dan histamin. Pada obat generasi pertama
(fenotiazin dan butirofenon), umumnya tidak terlalu selektif, sedangkan
benzamid sangat selektif dalam memblokade reseptordopamine D2.
Anti-psikosis “atypical” memblokade reseptor dopamine dan juga
serotonin 5HT2 dan beberapa diantaranya juga dapat memblokade
dopamin dalam otak (di ganglia dan substansia nigra) pada sistem
limbic, terutama pada striatum dan sistem ekstrapiramidal.
b) Cara Penggunaan
Umumnya dikonsumsi secara oral, yang melewati “first-pass
metabolism” di hepar. Beberapa diantaranya dapat diberikan lewat
injeksi short-acting Intra muscular (IM) atau Intra Venous (IV), Untuk
beberapa obat anti-psikosis (seperti haloperidol dan flupenthixol), bisa
diberikan larutan ester bersama vegetable oil 3 dalam bentuk “depot”
IM yang diinjeksikan setiap 1-4 minggu. Obat-obatan depot lebih
mudah untuk dimonitor. Pemilihan jenis obat anti-psikosis
mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek samping
obat. Penggantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalennya. Apabila
obat psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam dosis
optimal setelah jangka waktu memadai, dapat diganti dengan obat anti-
psikosis lainnya.
Jika obat anti-psikosis tersebut sebelumnya sudah terbukti efektif dan
efek sampingnya dapat ditolerir dengan baik, dapat dipilih kembali
untuk pemakaian sekarang. Dalam pemberian dosis, perlu
dipertimbangkan:
a. Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu
b. Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam
c. Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari)
d. Dosis pagi dan malam berbeda untuk mengurangi dampak efek
samping, sehingga tidak menganggu kualitas hidup pasien
Mulailah dosis awal dengan dosis anjuran -> dinaikkan setiap 2-3 hari -
> hingga dosis efektif (sindroma psikosis reda) -> dievaluasi setiap 2
minggu dan bila perlu dinaikkan -> dosis optimal -> dipertahankan
sekitar 8-12 minggu (stabilisasi) ->diturunkan setiap 2 minggu -
> dosis maintenance -> dipertahankan selama 6 bulan – 2 tahun
(diselingi drug holiday 1-2 hari/minggu -> tapering off (dosis
diturunkan tiap 2-4 minggu) -> stop
Obat anti-psikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang
hebat walaupun diberikan dalam jangka waktu lama, sehingga potensi
ketergantungan sangat kecil. Jika dihentikan mendadak timbul
gejala cholinergic rebound, yaitu: gangguan lambung, mual, muntah,
diare, pusisng, gemetar dan lain-lain dan akan mereda jika
diberikananticholinergic agents (injeksi sulfas atropine 0,25 mg IM dan
tablet trihexylfenidil 3x2 mg/hari). Obat anti-psikosis parenteral
berguna untuk pasien yang tidak mau atau sulit teratur makan obat atau
tidak efektif dengan medikasi oral. Dosis dimulai dengan 0,5 4cc setiap
bulan. Pemberiannya hanya untuk terapi stabilisasi dan
pemeliharaan terhadap skizofrenia. Penggunaan CPZ sering
menimbulkan hipotensi orthostatik pada waktu merubah posisi tubuh.
Hal ini dapat diatasi dengan injeksi nor-adrenalin (effortil IM).
Haloperidol juga dapat menimbulkan sindroma Parkinson, dan diatasi
dengan tablet trihexylfenidil 3-4x2 mg/hari.
c) Efek farmakologi
sebagai penenang, menurunkan aktivitas motorik, mengurangi
insomnia, sangat efektif untuk mengatasi: delusi, halusinasi, ilusi dan
gangguan proses berpikir.
d) Indikasi pemberian
Pada semua jenis psikosa, kadang untuk gangguan maniak dan paranoid.
Untuk obat jenis konvesional biasanya hanya mampu menghilangkan
gejala positif saja, tetapi obat jenis atipkal bisa menghilangkan gejala
positif dan gejala negatif. Antipsikosik merupakan terapi medis utama
dalam menangani skizofrenia untuk mengurangi delusi, halusinasi,
gangguan proses dan isi pikiran dan juga efektif dalam mencegah
kekambuhan. Major transquilizer juga efektif dalam menangani mania,
Tourette’s syndrome, perilaku kekerasan dan agitasi akibat bingung dan
demensia. Juga dapat dikombinasikan dengan anti-depresan dalam
penanganan depresi delusional. Jenis obat anti psikotik yang sering
digunakan: Chlorpromazine (thorazin) disingkat (CPZ), Halloperidol
disingkat Haldol dan Serenase.
e) Penggolongan antipsikotika
Antisipkotika (antipsikosis) biasanya dibagi dalam dua kelompok besar,
yakni obat typis atau klasik dan obat atypis.
a. Antipsikotika klasik, terutama efektif mengatasi simtom positif;
pada umumnya dibagi lagi dalam sejumlah kelompok kimiawi
sebagai berikut :
Derivat-fenotiazin : klorpromazin, levomepromazin dan
triflupromazin (Siquil), thioridazin, dan periciazin, perfenazin
dan flufenazin, perzin (Taxilan), trifluoperazin, proklorperazin
(Stemetil) dan Thietilperazin (Torecan).
Derivat – thioxanthen: klorprotixen (Truxal) dan zuklopentixol
(Cisordinol)
Derivat- butirofenon : haloperidol, bromperidol, pipamperondan
droperidol
Derivat-butilpiperidin : pimozida, fluspirilen dan penfluridol
b. Antisipsikotika atypis (sulprida, klozapin, risperidon, olanzapin, dan
quetiapin) bekerja efektif melawan simtom negatif, yang praktis
kebal terhadap obat klasik. Lagi pula efek sampingnya lebih ringan,
khususnya gangguan ekstrapiramidal dan dysnesia tarda. Bila
penggunaan antipsikotika kurang menghasilkan efek yang
diinginkan adakalanya ditambahkan adjuvansi, misalnya suatu
antiansietas dan hipnotik-sedatif (contoh : benzodiazepin),
antidepresan (contoh : garam litium, antidepresiva trisiklis misalnya
amitriptilin) dan antikonvulsi (contoh : karbamzepin):
f) Efek Samping Antipsikotik
Efek samping antipsikotik yaitu sebagai berikut:
a. Efek samping pada sistem saraf (extrapyramidal side efect/EPSE)
Parkinsonisme
Efek samping ini muncul setelah 1 - 3 minggu pemberian obat.
Terdapat trias gejala parkinsonisme: Tremor: paling jelas pada
saat istirahat, Bradikinesia: muka seperti topeng, berkurang
gerakan reiprokal pada saat berjalan, dan Rigiditas: gangguan
tonus otot (kaku).
Reaksi distonia: kontraksi otot singkat atau bisa juga lama
Tanda-tanda: muka menyeringai, gerakan tubuh dan anggota
tubuh tidak terkontrol
Akathisia
Ditandai oleh perasaan subyektif dan obyektif dari kegelisahan,
seperti adanya perasaan cemas, tidak mampu santai, gugup,
langkah bolak-balik dan gerakan mengguncang pada saat duduk.
Ketiga efek samping di atas bersifat akur dan bersifat reversible
(bisa ilang/kembali normal).
b. Efek samping pada sistem saraf perifer atau anti cholinergic side
efect
Terjadi karena penghambatan pada reseptor asetilkolin. Yang
termasuk efek samping anti kolinergik adalah, Mulut kering,
Konstipasi, Pandangan kabur: akibat midriasis pupil dan sikloplegia
(pariese otot-otot siliaris) menyebabkan presbyopia, Hipotensi
orthostatik, akibat penghambatan reseptor adrenergic,
Kongesti/sumbatan nasal
g) Kontraindikasi
Penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, kelainan jantung, febris yang
tinggi, ketergantungan alkohol, penyakit SSP dan gangguan kesadaran
h) Cara pemberian obat golongan antipsikotik
Golongan Antipsikotik Klasik (Typis)
Contoh:
a. Trifluoperazin
Dosis obat : ekivalensi 5 mg
Batasan dosis rumataan : 10-80 mg/hari
Bentuk yang tersedia: Tablet (1 mg, 2 mg, 5 mg, 10 mg), Konsentrat
10 ml, Suntikan (IM) : 0,25 ml, 1,25 ml, 5 ml, 10 ml
b. Haloperidol
Dosis obat: 2 mg
Batasan dosis rumatan: 5-100 mg
Bentuk yang tersedia: Tablet (0,5 mg, 1 mg, 2 mg, 5 mg, 10 mg, 20
mg, Konsentrat: 2 ml dan Eliksir : 50 ml
Golongan Antipsikotik Atypis
Contoh :
a. Klozapin
Dosis obat : 100 mg
Batasan dosis rumatan : 300-600 mg
Bentuk yang tersedia : tablet 25 mg, 100 mg
2. Anti Depresi
Kelainan depresi mayor dan kelainan distimik merupakan dua tipe
kelainan depresi yang tercantum pada Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorder. Gambaran penting pada kelainan depresi mayor adalah
keadaan klinis yang ditandai dengan satu lebih episode depresi tanpa
riwayat mania, gabungan depresi mania, atau hipomania. Kelainan distimik
adalah gangguan suasana hati (mood) kronis yang melibatkan depresi
suasana hati dan sekurangnya dua gejala lain, dan kelaianan ini pada
umumnya lebih ringan dibandingkan kelaiana depresi mayor. Untuk
mengeliminasi atau mengurangi gejala depresi dapat di gunakan terapi non
farmakologi dan terapi farmakologi, namun dalam hal ini yang akan di
bahas adalah terapi farmakologi yaitu dengan penggunaan obat anti
depresan.
a) Mekanisme kerja obat:
a. Meningkatkan sensitivitas terhadap aminergik neurotransmitter
b. Menghambat re-uptake aminergik neurotransmitter
c. Menghambat penghancuran oleh enzim MAO (Mono Amine
Oxidase) sehingga terjadi peningkatan jumlah aminergik
neurotransmitter pada neuron di SSP.
b) Cara Penggunaan
Umumnya bersifat oral, sebagian besar bisa diberikan sekali sehari dan
mengalami proses first-pass metabolism di hepar. Respon anti-depresan
jarang timbul dalam waktu kurang dari 2-6 minggu. Untuk sindroma
depresi ringan dan sedang, pemilihan obat sebaiknya mengikuti urutan:
Langkah 1 : golongan SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)
Langkah 2 : golongan tetrasiklik (TCA)
Langkah 3 :golongan tetrasiklik, atypical, MAOI (Mono Amin Oxydase
Inhibitor) reversibel.
c) Efek farmakologi dan Indikasi
Efek farmakologi : mengurangi gejala depresi, sebagi penenang
Indikasi: syndroma depresi, Obat –obatan ini biasanya digunakan dalam
terapi gangguan depresif mayor, gangguan panik, dan gangguan ansietas
lain, depresi bipolar,dan depresi psikotik. Obat-obatan ini sangat
bermanfaat untuk pengobatan gejala depresi seperti mutisme , hipoaktif
dan disforik. Disamping itu bisa untuk mengobati keadaan panic,
enurises, pada anak dengan gangguan perhatian, bumilia narkolepsi dan
,obsesi kumpulsif. Anti depresan ini berinteraksi dengan dua
neurotransmiter, norepinefrin,dan serotonin yang mengatur mood,
keinginan perhatian, proses sensori, dan nafsu makan.
d) Penggolongan abat antidepresan
Pada farmakoterapi digunakan obat anti depresan, dimana anti depresan
dibagi dalam beberapa golongan yaitu :
a. Golongan trisiklik, seperti : amitryptylin, imipramine, clomipramine
dan opipramol.
b. Golongan tetrasiklik, seperti : maproptiline, mianserin dan
amoxapine.
c. Golongan MAOI-Reversibel (RIMA, Reversibel Inhibitor of Mono
Amine Oxsidase-A), seperti : moclobemide.
d. Golongan atipikal, seperti : trazodone, tianeptine dan mirtazepine.
e. Golongan SSRI (Selective Serotonin Re-Uptake Inhibitor), seperti :
sertraline, paroxetine, fluvoxamine, fluxetine dan citalopram
Jenis obat yang sering digunakan: trisiklik (generik), MAO inhibitor,
amitriptyline (nama dagang).
e) Efek samping:
Efek samping dari obat anti depresi yaitu efek samping kolinergik (efek
samping terhadap sistem saraf perifer) yang meliputi mulut kering,
penglihatan kabur, konstipasi, hipotensi orthostatik.
SSRI : nausea, sakit kepala
MAOI : interaksi tiramin
Jika pemberian telah mencapai dosis toksik timbul atropine toxic
syndrome dengan gejala eksitasi SSP, hiperpireksia, hipertensi,
konvulsi, delirium, confusion dan disorientasi. Tindakan yang dapat
dilakukan untuk mengatasinya:
a. Gastric lavage
b. Diazepam 10 mg IM untuk mengatasi konvulsi
c. Postigmin 0,5-1 mg IM untuk mengatasi efek antikolinergik,
dapat diulangi setiap 30-40 menit hingga gejala mereda.
d. Monitoring EKG
f) Kontraindikasi
Penyakit jantung koroner, Glaucoma, retensi urin, hipertensi prostat,
gangguan fungsi hati, epilepsy
g) Cara pemberian obat golongan antidepresi: Antidepresan Trisiklik
Nama Obat : Amitriptilin
Rentang dosis dewasa yang lazim : 50-300 mg / hari
Cara pemberian : PO, IM
Sediaan beredar: limbritol (valeant combiphar), mutabon D (Schering-
Plough), mutabon M (Schering-Plough).
3. Anti Mania
Obat anti mania mempunyai beberapa sinonim antara lain mood modulators,
mood stabilizers dan antimanik. Dalam membicarakan obat antimania yang
menjadi acuan adalah litium karbonat. Hipotesis: pada mania terjadi
peluapan aksi reseptor amine.
a) Mekanisme kerja:
Mekanisme kerja obat antimania yaitu: menghambat pelepasan
serotonin dan mengurangi sensitivitas reseptor dopamin
serta meningkatkan ”cholinergic muscarinic activity” dan menghambat
” cyclic AMP” (adenosine monophospat).
b) Cara Penggunaan Obat
Pada mania akut diberikan haloperidol IM atau tablet litium karbonat.
Pada gangguan afektif bipolar dengan serangan episodik mania depresi
diberi litium karbonat sebagai obat profilaks. Daapt mengurangi
frekwensi, berat dan lamanya suatu kekambuahan. Bila penggunaan
obat litium karbonat tidak memungkinkaan dapat digunakan
karbamezin. Obat ini terbukti ampuh meredakan sindroma mania akut
dan profilaks serangan sindroma mania pada gangguan afektif bipolar.
Pada ganguan afektif unipolar, pencegahan kekambuhan dapat juga
denagn obat antidepresi SSRI yang lebih ampuh daripada litium karonat.
Dosis awal harus lebih rendah pada pasien usia lanjut atau pasien
gangguan fisik yang mempengaruhi fungsi ginjal. Pengukuran serum
dilakukan dengan mengambil sampeel darah pagi hari, yaitu sebelum
makan obat dan sekitar 12 jam setelah dosis petang.
c) Efek farmakologi
Mengurangi agresivitas, tidak menimbulkan efek sedatif,
mengoreksi/mengontrol pola tidur, iritabel dan adanya flight of idea
d) Indikasi
Mania dan hipomania, lebih efektif pada kondisi ringan. Pada mania
dengan kondisi berat pemberian obat anti mania dikombinasi dengan
obat antipsikotik. Obat-obat ini berguna untuk menghilangkan gejala
manik seperti logorhoe, hiperaktive euphoria
e) Efek samping:
a. Efek neurologik ringan: fatigue, lethargi, tremor di tangan terjadi
pada awal terapi dapat juga terjadi nausea, diare.
b. Efek toksik: pada ginjal (poliuria, edema), pada SSP (tremor,
kurang koordinasi, nistagmus dan disorientasi; pada ginjal
(meningkatkan jumlah lithium, sehingga menambah keadaan
oedema.
c. Gejala intoksikasi
Gejala dini : muntah, diare, tremor kasar, mengantuk, kosentrasi
pikiran menurun, bicara sulit, pengucapan kata tidak jelas,
berjalan tidak stabil
Dengan semangkin beratnya intoksikasi terdapat gejala :
kesadaran menurun, oliguria, kejang-kejang
Penting sekali pengawasan kadar lithium dalam darah
d. Faktor predisposisi terjadinya intoksikasi lithium :
Demam (berkeringat berlebihan)
Diet rendah garam
Diare dan muntah-muntah
Diet untuk menurunkan berat badan
Pemakaian bersama diuretik, antireumatik, obat anti inflamasi
non Steroid
e. Tindakan mengatasi intoksikasi lithium
Mengurangi faktor predisposisi
Diuresis paksa dengan garam fisiologis NaCl diberikan secara
IV sebanyak 10 ml
f. Tindakan pencegahan intoksikasi lithium dengan edukasi tentang
factor predisposisi, minum secukupnya, bila berkeringat dan
diuresis banyak harus diimbangi dengan minum lebih banyak,
mengenali gejala dan intoksikasi dan kontrol rutin
g. Macam-macam obat anti mania
Macam-macam obat anti mania yaitu sebagai berikut:
No Nama generik Sediaan Dosis anjuran
1. Lithium carbonte 250-500 mg
2. Haloperidol Tab 0,5 mg,2 mg, 5 mg 4,5-15 mg
Liq 2 mg/hr
Injk 5 mg/ml
3. Carbamazepine Tab 200 mg 400-600 mg/hr
2-3 x/hr
5. Anti-Insomnia
Sinonimnya adalah hipnotik, somnifacient, atau hipnotika. Obat acuannya
adalah fenobarbital.
a) Mekanisme kerja
Obat anti-insomnia bekerja pada reseptor BZ1 di susunan saraf pusat
yang berperan dalam memperantarai proses tidur.
b) Cara Penggunaan
Dosis anjuran untuk pemberian tunggal 15-30 menit sebelum
tidur.
Dosis awal dapat dinaikkan sampai mencapai dosis efektif dan
dipertahankan sampai 1-2 minggu, kemudian secepatnya
tapering off untuk mencegah timbulnya rebound dan toleransi
obat.
Pada usia lanjut, dosis harus lebih kecil dan peningkatan dosis
lebih perlahan-lahan untuk menghidari oversedation dan
intoksikasi. Lama pemberian tidak lebih dari 2 minggu agar
risiko ketergantungan kecil.
c) Efek samping
Efek samping dari obat anti insomnia yaitu: supresi SSP pada saat
tidur, Rebound Phenomen. Disinhibiting efect yang menyebabkan
perilaku penyerangan dan ganas pada penggunaan golongan
benzodiazepine dalam waktu yang lama
d) Kontra indikasi
Kontra indikasi dari obat insomnia yaitu: Sleep apnoe syndrome,
Congestive heart failure, Chronic respiratory disease dan wanita hamil
dan menyusui
e) Penggolongan obat anti insomnia
No Nama generik Golongan Sediaan Dosis
anjuran
1. Nitrazepam Benzodiazepin Tab 5 mg Dewasa 2 tab
Lansia 1 tab
2. Triazolam Benzodiazepin Tab 0,125 Dewasa 2 tab
mg Lansia 1 tab
Dewasa 2 tab
Tab 0,250 Lansia 1 tab
mg
DAFTAR PUSTAKA
Elin.Prof.Dr.dkk. 2008. ISO FARMAKOTERAPI. Jakarta: PT.ISFI Penerbitan.
Isaacs, Ann.2005.Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Praktek. Edisi 3.Jakarta:EGC
http://www.scribd.com/doc/17692967/Psikofarmaka (11 oktober 2012)
http://www.docstoc.com/docs/51615838/PERAN-PERAWAT-PADA-
REHABILITASI-KLIEN-GANGGUAN-JIWA (11 Oktober 2012)