Anda di halaman 1dari 10

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Sebagian besar penelitian telah menggunakan

istilah psikosis episode awal sebagai nama lain untuk

skizofrenia dan biasanya menerapkan definisi

operasional yang diakui secara internasional, paling

sering dari RDC, ICD-9/10, atau DSM-III-R/IV. Mengingat

onset keparahan akut dari psikosis fase awal dan durasi

DSM-III-R/IV kriteria untuk penyakit skizofrenia,

diagnosis kadang-kadang diperluas untuk psikosis

spektrum skizofrenia sehingga mencakup gangguan

schizophreniform dan gangguan schizoafektif. Namun,

batas-batas psikosis spektrum skizofrenia masih kurang

dipahami. (Baldwin et al., 2005)

Sekitar 3% dari populasi orang akan mengalami

episode psikotik pada tahapan tertentu dalam hidup

mereka. Biasanya episode awal terjadi pada masa remaja

atau dewasa awal, waktu yang krusial dalam pengembangan

identitas diri, hubungan dengan sesama dan rencana

pekerjaan di masa depan (The University of British

Columbia, 2000).
Penyebab dari gangguan psikotik belum diketahui

secara jelas. Pasien yang memiliki gangguan

personalitas mungkin memiliki kerentanan secara

biologis maupun psikologis untuk berkembang menjadi

gejala psikotik, khususnya mereka dengan borderline,

schizoid, schyzotypal, atau paranoid qualities.

Beberapa pasien dengan gangguan psikotik memiliki

riwayat skizofrenia atau gangguan mood pada keluarga

mereka, tetapi temuan ini tidak meyakinkan. Bentukan

psikodinamik telah mengembangkan adanya mekanisme

penggandaan yang tidak sesuai dan kemungkinan

perkembangan sekunder pada pasien dengan gejala

psikotik. Teori mengenai psikodinamik menambahkan bahwa

gejala psikotik adalah pertahanan terhadap pikiran

terlarang, pemenuhan dari keinginan yang tidak

tercapai, atau jalan keluar dari situasi psikososial

yang menekan (Sadock & Sadock, 2007).

Episode awal dari ganggguan psikotik biasanya

merupakan proses yang membingungkan dan mengganggu

orang itu sendiri dan keluarga mereka. Kurangnya

pengertian mengenai gangguan psikotik sering kali

menyebabkan keterlambatan dalam mencari bantuan.

Sebagai hasil, gangguan ini menjadi tidak dikenali dan

tidak dapat disembuhkan. Bahkan ketika pencarian

2
bantuan yang sesuai dilakukan, keterlambatan lebih

lanjut dalam diagnosis dan penyembuhan dapat terjadi

akibat adanya perbedaan keahlian dan pengetahuan di

antara para ahli. Kecurigaan, ketakutan dan kurangnya

wawasan juga menghalangi kontak dengan para ahli (The

University of British Columbia, 2000).

Bukti yang muncul bahwa fase awal setelah

timbulnya penyakit psikotik pertama bisa dipahami

sebagai masa kritis, mempengaruhi program jangka

panjang penyakit. Selama periode ini individu dan

keluarga mereka juga dapat membangun reaksi psikologis

negatif terhadap psikosis dan keadaan manajemennya.

Karena itu diusulkan bahwa intervensi yang tepat waktu

dan efektif pada tahap ini dapat mengubah perjalanan

penyakit selanjutnya (Birchwood et al., 1998).

Pengobatan untuk pasien dengan psikosis episode

awal merupakan tugas yang menantang. Deteksi awal

penyakit dan pencarian pengobatan yang terintergrasi di

pelayanan khusus memberikan pasien dan keluarga harapan

akan tujuan dan outcome yang lebih baik. Kombinasi

farmakoterapi dan intervensi psikososial secara nyata

meningkatkan peluang untuk kesembuhan dan pemulihan

jangka panjang yang berkelanjutan (Petersen et al.,

2005). Namun demikian, masalah psikososial yang

3
kompleks pada pasien masih dapat menyebabkan kesembuhan

dan pemulihan yang tidak sempurna – setidaknya pada

suatu proposi orang (McGorry et al., 2009). Zipursky

(2001) mengatakan dalam farmakoterapi penting untuk

memastikan ketaatan pengobatan dalam masa pemulihan.

Pasien dengan psikosis fase awal merupakan

kelompok risiko besar untuk tidak taat pada pengobatan

awal (Robinson et al., 1999b, 2002). Dengan demikian,

pendekatan preventif harus dilakukan. Contohnya, dengan

terapi keteraturan bahkan pada pasien tanpa faktor

risiko tidak taat mungkin dapat bermanfaat (McGorry et

al., 2009).

Penelitian ini kedepannya akan dapat membantu

kita untuk memahami dengan lebih baik mengenai hubungan

antara tingkat keteraturan kontrol dengan tingkat

ketaatan pengobatan pada penderita gangguan psikosis

fase awal.

I.2. Perumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini adalah: Apakah

terdapat hubungan antara tingkat keteraturan kontrol

dengan tingkat ketaatan pengobatan pada penderita

gangguan psikotik fase awal di Yogyakarta?

4
I.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian tentang latar belakang masalah

dan perumusan masalah tersebut di atas maka penelitian

ini bertujuan untuk: Melakukan identifikasi adanya

hubungan antara tingkat keteraturan kontrol dengan

tingkat ketaatan pengobatan pada penderita gangguan

psikotik fase awal.

I.4 Keaslian Penelitian

Gangguan psikotik fase awal sudah banyak diteliti

tentang faktor-faktor beserta asosiasinya, namun sampai

saat ini belum ada yang membahas mengenai hubungan

keteraturan kontrol dengan ketaatan pengobatan secara

langsung pada pasien penderita gangguan psikotik fase

awal di Indonesia, tepatnya di Yogyakarta. Namun

demikian penelitian ini memiliki hubungan dengan

beberapa penelitian, yaitu :

1. Disertasi doktoral Marchira (2012) yang

berjudul Pengaruh Intervensi Psikoedukatif Interaktif

Singkat tentang Skizofrenia terhadap Pengetahuan

Caregiver, Keteraturan Kontrol, Ketaatan Pengobatan

dan Kekambuhan pada Penderita Gangguan Psikotik Fase

Awal di Yogyakarta. Perbedaannya adalah penelitian

5
Marchira merupakan penelitian eksperimental dengan

pre-test dan post-test group control design. Perbedaan

juga terlihat pada tujuan penelitian, pada penelitian

Marchira tujuannya adalah untuk mengidentifikasi

pengaruh intervensi psikoedukatif singkat tentang

skizofrenia terhadap pengetahuan caregiver,

keteraturan kontrol, ketaatan pengobatan, dan

kekambuhan pada penderita gangguan psikotik fase awal

di Yogyakarta. Persamaan terletak pada sampel yang

digunakan yaitu 100 pasien gangguan psikotik fase awal

dan caregiver. Pada penelitian Marchira disimpulkan

intervensi psikoedukatif singkat tentang skizofrenia

memiliki pengaruh terhadap pengetahuan caregiver,

keteraturan kontrol, ketaatan pengobatan dan

kekambuhan pada pasien gangguan psikotik fase awal.

2. Penelitian Balikci et al. (2013) dengan judul

Adherence with Outpatient Appointment and Medication: A

Two-Year Prospective Study of Patients with

Schizophrenia. Perbedaan terletak pada jenis

penelitian, yang merupakan penelitian prospektif,

dilakukan selama 2 tahun. Sampel yang digunakan juga

berbeda, yaitu 132 pasien yang dirawat di rumah sakit

di Turki dan diobati skizofrenia selama periode

Desember 2007 sampai Desember 2009. Sedangkan persamaan

6
terletak pada tujuan penelitian, yaitu untuk melihat

korelasi antara ketidakteraturan kontrol dan ketaatan

pengobatan pada pasien skizofrenia yang rawat jalan

setelah keluar dari rumah sakit. Disimpulkan bahwa

terdapat hubungan erat antara ketidakteratuan kontrol

dengan ketaatan pengobatan.

3. Penelitian Modi et al. (2012) yang berjudul

White Coat Adherence over the First Year of Therapy in

Pediatric Epilepsy. Perbedaan terletak pada jenis

penelitian, yaitu prospektif longitudinal, dilakukan

selama periode 13 bulan. Perbedaan juga terletak pada

sampel yang digunakan, yaitu 120 anak yang baru

didiagnosis dengan epilepsy.persamaan terletak pada

tujuan penelitian, kedua penelitian memiliki tujuan

untuk meneliti keteraturan kontrol pada pasien. Modi et

al. (2012) menyimpulkan bahwa ketaatan pengobatan

meningkat setelah kunjungan dokter pada awalnya dan

menurun setelah kunjungan dokter yang terakhir.

4. Penelitian Ogedegbe et al. (2007) dengan judul

Appointment-Keeping Behavior is Not Related to

Medication Adherence in Hypertensive African Americans.

Peneltian Ogedegbe menggunakan metode penelitian yang

sama, yaitu cross-sectional. Perbedaan terletak pada

sampel yang digunakan, yaitu penderita hipertensi ras

7
Afrika-Amerika yang ada di pelayanan kesehatan

komunitas di New York. Kedua penelitian sama-sama

melakukan identifikasi hubungan keteraturan kontrol

dengan ketaatan pengobatan. Pada penelitian Ogedegbe

setelah dilakukan analisis regresi logistik menunjukkan

hasil yang tidak mengindikasikan adanya hubungan yang

signifikan antara keteraturan kontrol dan ketaatan

pengobatan.

5. Penelitian yang dilakukan Kunutsor et al. pada

tahun 2010 dengan judul Clinic Attendance for

Medication Refills and Medication Adherence amongst an

Antiretroviral Treatment Cohort in Uganda: A

Prospective Study. Perbedaan pertama adalah penelitian

yang dilakukan di Rumah Sakit Kayunga, Uganda ini

menggunakan metode prospective cohort. Lalu perbedaan

juga terlihat pada populasi penelitian, yang meliputi

orang dewasa (18 tahun ke atas) yang menerima

pengobatan di klinik HIV/ART Rumah Sakit Kayunga.

Persamaan terletak pada tujuan penelitian, yaitu

mengidentifikasi hubungan keteraturan kontrol dan

ketaatan pengobatan pada sampel yang berbeda. Kunutsor

menyimpulkan keteraturan kontrol secara statistik

berhubungan secara signifikan dengan ketaatan

8
pengobatan, pasien yang teratur kontrol empat kali

lebih besar memiliki ketaatan pengobatan yang optimal.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif

dengan metode penelitian cross-sectional. Sampel yang

digunakan adalah 100 pasien gangguan psikotik fase awal

dan caregiver sebagai pelapor keteraturan kontrol dan

ketaatan pengobatan. Penelitian kali ini akan lebih

membahas mengenai hubungan tingkat keteraturan kontrol

dengan tingkat ketaatan pengobatan pada pasien psikotik

fase awal di Yogyakarta.

I.5 Manfaat Penelitian

Manfaaat dari penelitian ini adalah :

1. Bagi Peneliti

Dapat menambah pengetahuan dan wawasan serta

dapat mengaplikasikan dan mensosialisasikan teori yang

telah diperoleh dari pembahasan penelitian.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Dapat bermanfaat untuk mengetahui dan memahami

asosiasi tingkat keteraturan kontrol dengan tingkat

ketaatan pengobatan pada penderita psikotik fase awal.

9
3. Bagi Pasien

Penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan

penanganan yang efektif sehingga meningkatkan prognosis

bagi penderita psikotik fase awal.

10

Anda mungkin juga menyukai