Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH FIQIH MUAMMALAH

“RAHN (GADAI)

DISUSUN OLEH :

Nur Muhammad Rois (B91219112)

M. Khairun Chandra (B912191--)

Saifi Atoillah (B91219126)

DOSEN PENGAMPU:

Fahrur Rozi M. Ag.

PRODI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2020

1
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam. Atas rahmat, taufik dan hidayah-
Nya lah kami dapat merampungkan makalah ini yang Alhamdulillah sudah ada ditangan
pembaca.

Kata terima kasih tak lupa kami ucapkan kepada rekan-rekan mahasiswa dan
mahasiswi, atas bantuan dan partisipasinya untuk penyelesaian makalah ini. Adapun isi
makalah ini tentang Fiqh Muammalah Gadai (Rahn).
Besar harapan kami agar makalah ini dapat berguna untuk para rekan-rekan sesama
mahasiswa dan mahasiswi dalam proses perkuliahan untuk membantu Mahasiswa(i) dalam
mencari informasi yang relevan dan aktual serta menambah dan memperluas wawasan kita
mengenai ekonomi.
Akhir kata yang kami ucapkan mohon maaf jika dalam prose penulisan makalah ini
banyak kekurangan disana dan disini. Pikiran kritis dan sumbang saran sangat diharapkan
demi perbaikan makalah ini.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i

DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii

BAB I: PENDAHULUAN ................................................................................................ 1

A. Latar Belakang ..................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah.................................................................................................... 1

C. Tujuan ....................................................................................................................... 1

BAB II: PEMBAHASAN ................................................................................................. 3

A. Pengertian Gadai (Rahn) .......................................................................................... 3

B. Dasar Hukum Rahn .................................................................................................. 4

C. Rukun dan Syarat Rahn (Gadai) .............................................................................. 5

D. Aplikasi dalam Perbankan ....................................................................................... 7

E. Manfaat Rahn ........................................................................................................... 7

F. Risiko Rahn.............................................................................................................. 7

G. Perbedaan dan Persamaan Gadai Syariah dan Gadai Konvensional ....................... 8

BAB III: PENUTUP ......................................................................................................... 9

A. Kesimpulan .............................................................................................................. 9

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam agama yang lengkap dan sempurna telah meletakkan kaedah-kaedah dasar dan
aturan dalam semua sisi kehidupan manusia baik dalam ibadah dan juga mu’amalah
(hubungan antar makhluk). Setiap orang mesti butuh berinteraksi dengan lainnya untuk
saling menutupi kebutuhan dan saling tolong menolong diantara mereka. Karena itulah
sangat perlu sekali kita mengetahui aturan islam dalam seluruh sisi kehidupan kita sehari-
hari, diantaranya yang bersifat interaksi sosial dengan sesama manusia, khususnya
berkenaan dengan berpindahnya harta dari satu tangan ketangan yang lainnya.

Hutang piutang terkadang tidak dapat dihindari, padahal banyak bermunculan


fenomena ketidakpercayaan diantara manusia, khususnya dizaman modern ini. Sehingga
orang terdesak untuk meminta jaminan benda atau barang berharga dalam meminjamkan
hartanya. Dalam hal jual beli sungguh beragam, bermacam-macam cara orang untuk
mencari uang dan salah satunya dengan cara Rahn (gadai). Para ulama berpendapat bahwa
gadai boleh dilakukan dan tidak termasuk riba jika memenuhi syarat dan rukunnya. Akan
tetapi banyak sekali orang yang melalaikan masalah tersebut senghingga tidak sedikit dari
mereka yang melakukan gadai asal-asalan tampa mengetahui dasar hukum gadai tersebut.
Oleh karena itu kami akan mencoba sedikit menjelaskan apa itu gadai dan hukumnya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Gadai (Rahn) ?


2. Apa saja Dasar Hukum Rahn ?
3. Apa saja Rukun dan Syarat Gadai (Rahn) ?
4. Bagaimana implementasinya dalam lembaga keuangan syariah?
C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian Gadai (Rahn)


2. Untuk mengetahui Dasar Hukum Rahn

1
3. Untuk mengetahui Rukun dan Syarat Gadai (Rahn)
4. Untuk mengetahui penerapan rahn dalam lembaga keuangan syariah

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Gadai (Rahn)

Gadai atau al-rahn (‫ )الرهن‬secara bahasa dapat diartikan sebagai (al stubut,al
habs) yaitu penetapan dan penahanan.1 Istilah hukum positif di indonesia rahn adalah apa
yang disebut barang jaminan, agunan, rungguhan, cagar atau cagaran, dan tanggungan.
Istilah secara syar'i adalah harta yang dijadikan sebagai jaminan atas hutang supaya
dipenuhi hutang tadi dari harta tersebut apabila orang yang wajib membayar hutang itu tak
mampu memenuhi hutangnya.2

Azhar Basyir memaknai rahn (gadai) sebagai perbuatan menjadikan suatu benda
yang bernilai menurut pandangan syara’ sebagai tanggungan uang, dimana adanya benda
yang menjadi tanggungan itu di seluruh atau sebagian utang dapat di terima. Dalam hukum
adat gadai di artikan sebagai menyerahkan tanah untuk menerima sejumlah uang secara
tunai, dengan ketentuan si penjual (penggadai) tetap berhak atas pengembalian tanahnya
dengan jalan menebusnya kembali.3

Al-rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam atas pinjaman yang
diterimanya. Barang yang di tahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian
pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau
sebagian piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam
jaminan hutang atau gadai. Pemilik barang gadai disebut rahin dan orang yang
mengutangkan yaitu orang yang mengambil barang tersebut serta menahannya
disebut murtahin, sedangkan barang yang di gadaikan disebut.

1 Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah al-Majadallad al-Tsalis, (Kairo: Dar al-fath lil I’lam al-‘Arabi, 1990), h. 123
2 Abu Abdurrahman Adil, Tamamul Minnah: Shahih Fiqih Sunnah, Halaman Buku online, diakses pada 29
februari 2020 dari http://pdfdrive.net, h. 600
3 Dadan Muttaqien, Aspek Legal Lembaga Keungan Syari’ah, cet 1, (Yogyakarta: Safira Insani Press, 2009),
h. 106-107

3
B. Dasar Hukum Rahn

Akad rahn diperbolehkan oleh syara’ dengan berbagai dalil Al-Qur’an ataupun
Hadits nabi SAW. Begitu juga dalam ijma’ ulama’. Diantaranya

firman Allah dalam Qs.Al-baqarah; 283

َّ ‫ق‬
ۗ ُ‫َّللاَ َربَّه‬ ِ َّ‫ض ُكم بَ ْعضًا فَ ْلي َُؤ ِد الَّذِي اؤْ ت ُ ِمنَ أ َ َمانَتَه َو ْليَت‬
ُ ‫ضةٌ ۖ فَإ ِ ْن أ َ ِمنَ بَ ْع‬
َ ‫َان َّم ْقبُو‬
ٌ ‫سفَ ٍر َولَ ْم ت َِجد ُوا كَاتِبًا فَ ِره‬
َ ‫َوإِن ُكنت ُ ْم َعلَ ٰى‬
َّ ‫ش َهادَة َ ۚ َو َمن يَ ْكت ُ ْم َها َفإِنَّهُ آثِ ٌم قَ ْلبُهُ ۗ َو‬
‫َّللاُ بِ َما‬ َّ ‫َو َل ت َ ْكت ُ ُموا ال‬
ُ ‫ت َ ْع َملُونَعَ ِلي ٌم‬

Artinya: "Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah secara tidak tunai) sedangkan
kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang
dipegang (oleh piutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain,
maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah
ia bertaqwa kepada Allah Tuhannya". (Al-Baqarah 283). [3]

Diriwayatkan oleh Ahmad, Bukhari, Nasai, dan Ibnu Majah dari Anas r.a berkata:

ٍ ‫ى – صلى هللا عليه وسلم – د ِْرعًا لَهُ بِ ْال َمدِينَ ِة ِع ْندَ يَ ُهود‬
ُ‫ِى َوأَ َخذَ ِم ْنه‬ ُّ ِ‫ لَقَدْ َرهَنَ النَّب‬: ‫َع ْن أَن ٍَس – رضى هللا عنه – قال‬
‫يرا‬
ً ‫ش ِع‬
َ

Artinya: " Rasullulah SAW, telah merungguhkan baju besi beliau kepada seorang Yahudi
di Madina, sewaktu beliau menghutang syair (gandum) dari orang Yahudi itu untuk
keluarga itu untuk keluarga beliau". (HR. Ahmad, Bukhari, Nasai, dan Ibnu Majah).

4
C. Rukun dan Syarat Rahn (Gadai)

Gadai atau pinjaman dengan jaminan suatu benda memiliki beberapa rukun, antara
lain yaitu:

1. Akad dan ijab Kabul


2. Aqid, yaitu orang yang menggadaikan (rahin) dan yang menerima gadai
(murtahin). Adapun syarat yang berakad adalah ahli tasyarruf, yaitu mampu
membelanjakan harta dan dalam hal ini memahami persoalan-persoalan yang
berkaitan dengan gadai. Menurut ulama Syafi’iyah ahliyah adalah orang yang telah
sah untuk jual beli, yakni berakal dam mumyyis, tetapi tidak disyaratkan harus
baligh.
3. Barang yang dijadikan jaminan (borg), syarat pada benda uyang dijadikan jaminan
ialah keadaan barang itu tidak rusak sebelum janji utang harus dibayar. Rosul
bersabda: “Setiap barang yang boleh diperjual belikan boleh dijadikan barang
gadai”
4. Ada hutang, disyaratkan keadaan hutang telah tetap.

Ar-Rahnu memiliki syarat-syarat terbentuknya akad (syarat al - In'iqaad), syarat-


syarat sah, dan satu syarat al-Luzuum (syarat supaya akad berlaku mengikat) yaitu al-
Qabdhu (barang yang digadaikan telah diserahterimakan dan berada di tangan pihak al-
Murtahin).

1. Syarat kedua belah pihak yang melakukan akad (yaitu rahin dan murtahin)
Syarat yang terkait dengan orang yang berakad adalah cakap bertindak
hukum, kecakapan bertindak hukum menurut jumhur ulama’ adalah orang yang
baligh dan berakal (Ahliyyah). Sedangkan menurut Hanafiyah kedua belah pihak
yang berakal tidak disyaratkan baligh tetapi cukup berakal saja.4 Oleh sebab itu
menurut mereka anak kecil yang mumayyiz boleh melakukan akad rahn, dengan
syarat akad rahn yang di lakukan anak kecil yang sudah mumayyiz ini mendapat
persetujuan walinya.

4 Wahab Az-Zuhaili, Fiqih Islam wa Adillatuhu: Jilid 6, Halaman Buku Online, dilihat pada 29 Februari 2020,
http://pdfdrive.net, h. 113

5
2. Syarat As-Shighoh (ijab dan qabul)
Disyaratkan tidak boleh terikat dengan waktu tertentu dan sesuatu masa
depan.
3. Syarat al-Marhun bih (utang yang dijamin dengan barang gadaian)
Menyangkut adanya utang, bahwa utang tersebut disyaratkan merupakan
utang yang tetap, dengan kata lain utang tersebut bukan merupakan utang yang
bertambah-tambah atau utang yang mempunyai bunga, sebab seandainya utang
tersebut merupakan utang yang berbunga maka perjanjian tersebut sudah
merupakan perjanjian yang mengandung unsur riba, sedangkan perbuatan riba ini
bertentangan dengan ketentuan syari'at Islam
4. Syarat Marhun (barang yag digadaikan)
Syarat marhun menurut ahli fiqh adalah harus dapat di jual dan nilainya
seimbang dengan besarnya utang, marhun harus bernilai dan dapat di manfaatkan
menurut ketentuan hukum islam, marhun harus jelas dan dapat di tunjukkan,
marhun milik sah raahin, marhun tidak terkait dengan pihak lain, marhun harus
merupakan harta yang utuh dan marhun dapat diserahterimakan kepada pihak lain,
baik materi maupun manfaatnya.
Para ulama Hanafiyah, juga memberikan persyaratan terkait dengan syarat
gadai sebagai berikut ;5
1. Sighat dapat dilakukan dalam bentuk tulisan maupun lisan asalkan
didalamnya terkandung maksud adanya perjanjian gadai diantra kedua belah
pihak.
2. Pihak-pihak yang berakad harus orang yang cakap hukum menurut syara’.
3. Barang yang dijadikan sebagai jaminan haruslah milik pemberi gadai dan
barang itu harus ada pada akad perjanjian gadai.
4. Dalam perjanjian gadai ini haruslah berupa utang yang tetap bukan utang
bertambah-tambah. Utang tersebut merupakan hak yang wajib dikembalikan
kepada rahin kepada murtahin serta utang tersebut bisa dilunasi dengan
barang jaminan apabila pemberi gadai tidak bisa lagi melunasi utangnya.

5 Adnan Muroh Nasution, Gadai Dalam Prespektif Hukum Ekonomi Islam, Yurisprudentia: Jurnal Hukum
Ekonomi, Vol. 5, No. 02, 2019. 140

6
D. Aplikasi dalam Perbankan

Kontrak rahn dipakai dalam perbankan dalam dua hal, yaitu:

1. Sebagai Produk Pelengkap


Rahn dipakai dalam produk pelengkap, artinya sebagai akad tambahan
(jaminan/collateral) terhadap produk lain seperti dalam pembiayaan bai’al
murabahah. Bank dapat menahan nasabah sebagai konsekuensi akad tersebut.
2. Sebagai Produk Tersendiri
Di beberapa negara Islam termasuk di antaranya adalah Malaysia,
akad rahn telah dipakai sebagai alternatif dari pegadaian konvensional. Bedanya
dengan pegadaian biasa, dalam rahn nasabah tidak dikenakan bunga, yang
dipungut dari nasabah adalah biaya penitipan, pemeliharaan, penjagaan, serta
penaksiran. Perbedaan utama antara biaya rahn dan bunga pegadaian adalah dari
sifat bunga yang bisa berakumulasi dan berlipat ganda, sementara biaya rahn hanya
sekali dan di tetapkan di muka.

E. Manfaat Rahn

Manfaat yang dapat di ambil oleh bank dari prinsip ar-rahn adalah:

1. Menjaga kemungkinan nasabah untuk lalai atau bermain-main dengan fasilitas


pembiayaan yang diberikan.
2. Memberikan keamanan bagi segenap penabung dan pemegang deposito bahwa
dananya tidak akan hilang begitu saja. Jika nasabah peminjam ingkar janji, ada suatu
asset atau barang (marhun) yang dipegang oleh bank.
3. Jika rahn diterapkan dalam mekanisme pegadaian, maka akan sangat membantu
saudara kita yang kesulitan dana terutama didaerah-daerah.
F. Risiko Rahn

Adapun resiko yang mungkin terdapat pada rahn apabila diterapkan sebagai produk
adalah:

1. Resiko tak terbayarnya hutang nasabah (wanprestasi)


2. Resiko penurunan nilai aset yang ditahan atau rusak.

7
G. Perbedaan dan Persamaan Gadai Syariah dan Gadai Konvensional

a. Persamaan Gadai Konvensional dengan Gadai Syariah

Persamaan gadai konvensional dengan gadai syariah adalah seperti berikut:


1. Hak gadai berlaku atas pinjaman uang
2. Adanya agunan (barang jaminan) sebagai jaminan utang
3. Apabila batas waktu pinjaman uang telah habis , barang yang di gadaikan boleh di
jual atau di lelang

b. Perbedaan gadai syariah dengan gadai konvensional


Perbedaan gadai syariah dengan gadai konvensional adalah sebagai berikut:

INDIKATOR Rahn ( Gadai Syariah ) Gadai Konvensional


Konsep Dasar Tolong menolong ( jasa Profit Oriented ( Bunga dari
pemeliharaan barang pinjaman pokok/ biaya sewa
jaminan) modal)
Jenis Barang Barang bergerak dan Hanya barang bergerak
Jaminan tidak bergerak
Beban Biaya pembiayaan Bunga (dari pokok pinjaman)
Lembaga Hanya bisa dilakukan Bisa dilakukan perseorangan
oleh lembaga (perum
penggadaian)
Perlakuan Dijual (kelebihan Dilelang
dikembalikan kepada
yang memiliki)

8
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Rahn adalah harta yang dijadikan sebagai jaminan atas hutang supaya dipenuhi
hutang tadi dari harta tersebut apabila orang yang wajib membayar hutang itu tak mampu
memenuhi hutangnya. Sedangkan rukun dan syaratnya ada 4: Orang yang akad rahn
(raahin dan murtahin) dengan syarat harus cakap dalam urusan hukum, shighah (ijab &
kabul) dengan syarat tidak ada ikatan waktu tertentu atau masa depan, marhun (barang
yang digadaikan) dengan syarat merupakan benda yang bernilai dan marhun bih (hutang)
dengan syarat hutang tersebut tetap (tidak bertambah dalam jangka waktu lama).

Dalam implementasi perbankan syariah rahn (gadai) dipakai dalam dua bentuk,
yang pertama adalah sebagai produk terlengkap dan kedua sebagai produk tersendiri. Rahn
memiliki berbagai manfaat yakni menjadikan murtahin ketenangan akan tidak
terbayarkannya hutang tersebut, selan itu juga memberikan kemudahan bagi pihak raahin
untuk mendapatkan pinjaman utang. Namun juga memiliki resiko diantaranya menurunnya
nilai marhun dan tidak terbayarnya marhun bih. Gadai syariah dan konvensional juga
memiliki kesamaan maupun perbedaan. Salah satu kesamaannya adalah adanya jaminan
(marhun) atas hutang (marhun bih). Adapun perbedaannya menyangkut berbagai aspek,
meliputi konsep dasar, jenis barang jaminan, beban, lembaga dan perlakuan.

9
DAFTAR PUSTAKA
Sabiq, Sayyid, “Fiqh al-Sunnah al-Majadallad al-Tsalis.” Kairo: Dar al-fath lil I’lam al-
‘Arabi, 1990

Muttaqien, Dadan, “Aspek Legal Lembaga Keungan Syari’ah.” cet 1, Yogyakarta: Safira
Insani Press, 2009.

Az-Zuhaili, Wahab, “Fiqih Islam wa Adillatuhu,” Jilid 6, Halaman Buku Online, diakses
pada 29 Februari 2020 dari http://pdfdrive.net.

Nasution, Adnan Muroh, “Gadai Dalam Prespektif Hukum Ekonomi Islam,”


Yurisprudentia: Jurnal Hukum Ekonomi, Vol. 5, No. 02, 2019, diakses pada 29
Februari 2020 dari http://jurnal.iain-padangsidimpuan.ac.id/index.php/.

Adil, Abu Abdurrahman, Tamamul Minnah: Shahih Fiqih Sunnah, Jilid 3, Halaman Buku
online, diakses pada 29 februari 2020 dari http://pdfdrive.net.

10

Anda mungkin juga menyukai