Anda di halaman 1dari 9

KAWASAN PUSAKA PASAR GEDHE KOTA SURAKARTA

Disusun untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah Arsitektur Pekestarian
Universitas Sebelas Maret

Disusun Oleh:
Kinanthi Barru (I0216045)
Mahdiana Salsabila (I0216050)
Maulana Abdurahman (I0216052)
Pungky Eka Sari (I02160
Prabawati Kusuma J (I0216066)

Pembimbing:
Dr. Eng. Kusumaningdyah NH, ST. MT

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2018
DAFTAR GAMBAR

DAFTAR TABEL

DAFTAR ISI
BAB I LATAR BELAKANG PUSAKA..............................................................................................4
1.1. Pusaka....................................................................................................................................4
1.1.1. Definisi Pusaka..............................................................................................................4
1.1.2. Macam Pusaka...............................................................................................................4
1.2. Kawasan Pusaka Pasar Gedhe................................................................................................4
BAB II KAWASAN KLUSTER PASAR GEDHE..............................................................................4
2.1. Aset Budaya...........................................................................................................................4
2.1.1. Solo Batik Carnival........................................................................................................4
2.1.2. Festival Lampion Pasar Gedhe.......................................................................................5
2.1.3. Solo City Jazz................................................................................................................6
2.1.4. Solo Indonesian Culinary Festival.................................................................................6
2.1.5. Dawet Selasih................................................................................................................6
2.1.6. Tahok Pak Citro.............................................................................................................6
2.2. Struktur Alam........................................................................................................................6
2.2.1. Sungai Pepe...................................................................................................................6
2.3. Struktur Perkotaan.................................................................................................................6
2.3.1. Tugu Pemandengan........................................................................................................6
2.3.2. Monumen Slamet Riyadi...............................................................................................6
2.4. Bangunan dan Struktur..........................................................................................................6
2.4.1 Signifikansi nilai benteng Vastenburg...........................................................................6
2.4.1.1. Profil Bangunan.....................................................................................................6
2.4.1.2. Sejarah Bangunan..................................................................................................6
2.4.1.3. Keadaan Lingjkungan............................................................................................6
2.4.1.4. Bentuk Bangunan dan Material..............................................................................6
2.4.2. Signifikansi nilai bangunan DHC..................................................................................6
2.2.1. Profil Bangunan.........................................................................................................6
2.2.2. Sejarah Bangunan......................................................................................................6
2.2.3. Keadaan Lingjkungan................................................................................................6
2.2.4. Bentuk Bangunan dan Material..................................................................................6
BAB III KONSEP ADAPTASI............................................................................................................7
3.1. Definisi Adaptasi...................................................................................................................7
3.2. Metode Adaptasi....................................................................................................................7
3.3. Apa yang menjadi Penting (??)..............................................................................................8
3.4. Rekomendasi Design.............................................................................................................8
DAFTAR PUSAKA..............................................................................................................................9
BAB I
LATAR BELAKANG PUSAKA

1.1. Pusaka

1.1.1. Definisi Pusaka

1.1.2. Macam Pusaka

1.2. Kawasan Pusaka Pasar Gedhe

BAB II
KAWASAN KLUSTER PASAR GEDHE

2.1. Aset Budaya

2.1.1. Solo Batik Carnival

Gambar 1 Solo Batik Carnival.


Sumber: https://www.akutj.id/

Solo Batik Carnival atau Karnaval Batik Solo merupakan event tahunan yang
diadakan oleh pemerintah Kota Surakarta. Karnaval diadakan unutk memamerkan kreasi
kostum dengan menggunakan batik sebagai bahan utama pembuatannya. Para peserta
karnaval akan membuat kostum karnaval dengan tema-tema yang di tentukan tiap tahunnya.
Para peserta akan mengenakan kostumnya sendiri dan berjalan di atas catwalk yang berada di
jalan Slamet Riyadi dari Stadion Sriwedari hingga ke Benteng Vastenburg. Karnaval ini
diadakan setiap tahun pada bulan Juni sejak tahun 2008.
Gambar 2 Kostum Pada Solo Batik Carnival.
Sumber: https://travel.tempo.co/

2.1.2. Festival Lampion Pasar Gedhe


2.1.3. Solo City Jazz

2.1.4. Solo Indonesian Culinary Festival

2.1.5. Dawet Selasih

2.1.6. Tahok Pak Citro

2.2. Struktur Alam

2.2.1. Sungai Pepe

2.3. Struktur Perkotaan

2.3.1. Tugu Pemandengan

2.3.2. Monumen Slamet Riyadi

2.4. Bangunan dan Struktur

2.4.1 Signifikansi nilai benteng Vastenburg

2.4.1.1. Profil Bangunan

2.4.1.2. Sejarah Bangunan

2.4.1.3. Keadaan Lingjkungan

2.4.1.4. Bentuk Bangunan dan Material

2.4.2. Signifikansi nilai bangunan DHC

2.2.1. Profil Bangunan

2.2.2. Sejarah Bangunan

2.2.3. Keadaan Lingjkungan

2.2.4. Bentuk Bangunan dan Material

BAB III
KONSEP ADAPTASI

3.1. Definisi Adaptasi


Adaptasi menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah penyesuaian
terhadap lingkungan, pekerjaan, dan pelajaran. Adaptasi yang dimaksud adalah adaptasi
dalam pengertian pengembangan Bangunan Cagar Budaya. Pengertian adaptasi berdasarkan
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya adalah
upaya pengembangan cagar budaya untuk kegiatan yang lebih sesuai dengan kebutuhan masa
kini dengan melakukan perubahan terbatas yang tidak akan mengakibatkan kemerosotan nilai
pentingnya atau kerusakan pada bagian yang mempunyai nilai penting.

3.2. Metode Adaptasi


Hampir setiap bangunan akan mengalami perubahan fungsi seiring berjalannya
waktu, yang diikuti dengan perubahan layout ruang dan perubahan fasad/permukaan
bangunan. Melakukan perubahan pada bangunan untuk memuat fungsi baru juga dikatakan
mengaktifkan kembali kegunaan pada bangunan bersejarah. Walaupun demikian pemuatan
fungsi baru harus sesuai dengan fasad bangunan dan integritasnya yang kuat.
Bangunan menjadi terbuang atau tidak terpakai disebabkan oleh berapa hal
diantaranya terjadinya perubahan ekonomi, industri, demografi, dan kenaikan biaya
perawatan bangunan, dan yang paling utama bangunan sudah tidak sesuai dengan fungsi yang
dibutuhkan. Oleh sebab itu agar bangunan dapat memenuhi kebutuhan dari pemiliknya,
bangunan mengalami adaptasi dan diperbarui, sementara struktur utama tetap.
Tidak semua fungsi baru yang digunakan pada bangunan bersejarah sesuai, Apabila
tingkat intervensi yang diperlukan untuk memasukan fungsi baru pada gedung menimbulkan
kerusakan pada nilai sejarahnya, maka fungsi tersebut dikatakan tidak sesuai dengan
bangunannya. Fungsi baru pada bangunan harus mempertimbangkan apakah fungsi yang
ingin dimasukan sesuai dengan bangunannya (apakah memiliki jendela yang cukup, apakah
fungsi yang baru dapat melindungi dan mengangkat bukti kebudayaan pada gedung tersebut).
Selain fungsi, lokasi menjadi salah satu pertimbangan dalam memasukan fungsi baru dalam
sebuah bangunan. Karena setiap lokasi memiliki kebutuhan yang berbeda-beda.
Adanya perkembangan kekinian kota yang sejalan dengan konsep-konsep pemikiran
adaptasi yang juga berkembang menjadi perlu untuk dipahami bahwa apakah konsep-konsep
pemikiran tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia,
dalam hal ini apakah sesuai dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun
2010 Tentang Cagar Budaya. Menjadi penting untuk diketahui untuk menghindari
pelanggaran dan penentangan-penentangan yang bisa menjadi konflik masyarakat dan
lingkungan perkotaan.
Adaptasi bangunan heritage di Indonesia diatur oleh setidaknya tiga undang-undang,
yaitu Undang Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya,
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung, dan
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 27 Tentang Penataan Ruang. Akan
tetapi undang-undang yang khusus mengatur adaptasi Bangunan Cagar Budaya adalah
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya. Di dalam
undang-undang tersebut telah diatur hal-hal mengenai Adaptasi Bangunan Cagar Budaya,
yaitu di Bab I Ketentuan Umum pasal 1, Bab VII Pelestarian Pasal 53, 54, 55, 78, 81, dan
khususnya pasal 83, serta pasal 84. sedangkan tugas dan wewenang serta pendanaan
Pelestarian Cagar Budaya diatur pada pasal 95, 96, 97, dan pasal 98.
Berdasarkan landasan hukum tersebut di atas, maka dapat disusun prinsip-prinsip dari
Adaptasi Bangunan Cagar Budaya sebagai bagian kegiatan Pengembangan pada Pelestarian
Cagar Budaya, sebagai berikut:
1. Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda
buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding,
dan beratap.
2. Pelestarian Cagar Budaya dilakukan berdasarkan hasil studi kelayakan yang dapat
dipertanggungjawabkan secara akademis, teknis, dan administratif.
3. Kegiatan Pelestarian Cagar Budaya harus dilaksanakan atau dikoordinasikan oleh Tenaga
Ahli Pelestarian dengan memperhatikan etika pelestarian.
4. Tata cara Pelestarian Cagar Budaya harus mempertimbangkan kemungkinan dilakukannya
pengembalian kondisi awal seperti sebelum kegiatan pelestarian.
5. Pelestarian Cagar Budaya harus didukung oleh kegiatan pendokumentasian sebelum
dilakukan kegiatan yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan keasliannya.
6. Setiap orang berhak memperoleh dukungan teknis dan/atau kepakaran dari Pemerintah
atau Pemerintah Daerah atas upaya Pelestarian Cagar Budaya yang dimiliki dan/atau yang
dikuasai.
7. Setiap orang dilarang dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan
upaya Pelestarian Cagar Budaya
8. Pengembangan Cagar Budaya dilakukan dengan memperhatikan prinsip kemanfaatan,
keamanan, keterawatan, keaslian, dan nilai-nilai yang melekat padanya.
9. Setiap orang dapat melakukan Pengembangan Cagar Budaya setelah memperoleh izin
Pemerintah atau Pemerintah Daerah dan izin pemilik dan/atau yang menguasai Cagar
Budaya.
10.Pengembangan Cagar Budaya dapat diarahkan untuk memacu pengembangan ekonomi
yang hasilnya digunakan untuk Pemeliharaan Cagar Budaya dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
11.Bangunan Cagar Budaya atau Struktur Cagar Budaya dapat dilakukan adaptasi untuk
memenuhi kebutuhan masa kini dengan tetap mempertahankan ciri asli dan/atau muka
Bangunan Cagar Budaya atau Struktur Cagar Budaya; dan/atau
12.Bangunan Cagar Budaya atau Struktur Cagar Budaya dapat dilakukan adaptasi untuk
memenuhi kebutuhan masa kini dengan tetap mempertahankan ciri asli lanskap budaya
dan/atau permukaan tanah Situs Cagar Budaya atau Kawasan Cagar Budaya sebelum
dilakukan adaptasi.
13.Adaptasi dilakukan dengan mempertahankan nilai-nilai yang melekat pada Cagar Budaya;
14.Adaptasi dilakukan dengan menambah fasilitas sesuai dengan kebutuhan;
15.Adaptasi dilakukan dengan mengubah susunan ruang secara terbatas; dan/atau
16.Adaptasi dilakukan dengan mempertahankan gaya arsitektur, konstruksi asli, dan
keharmonisan estetika lingkungan di sekitarnya.

3.3. Apa yang menjadi Penting (??)

3.4. Rekomendasi Design


DAFTAR PUSAKA

Anda mungkin juga menyukai

  • Kebakar
    Kebakar
    Dokumen8 halaman
    Kebakar
    Kinanthi Barru
    Belum ada peringkat
  • Listrik Bagan
    Listrik Bagan
    Dokumen2 halaman
    Listrik Bagan
    Kinanthi Barru
    Belum ada peringkat
  • Pung Kin
    Pung Kin
    Dokumen16 halaman
    Pung Kin
    Kinanthi Barru
    Belum ada peringkat
  • Pasar Gedhe Baru
    Pasar Gedhe Baru
    Dokumen12 halaman
    Pasar Gedhe Baru
    Kinanthi Barru
    Belum ada peringkat
  • FGD Pedoman KP 2015update 30 Agustus
    FGD Pedoman KP 2015update 30 Agustus
    Dokumen34 halaman
    FGD Pedoman KP 2015update 30 Agustus
    Kinanthi Barru
    Belum ada peringkat
  • Kwu
    Kwu
    Dokumen2 halaman
    Kwu
    Kinanthi Barru
    Belum ada peringkat
  • c1 LB
    c1 LB
    Dokumen1 halaman
    c1 LB
    Kinanthi Barru
    Belum ada peringkat
  • Ineks
    Ineks
    Dokumen2 halaman
    Ineks
    Kinanthi Barru
    Belum ada peringkat