Anda di halaman 1dari 42

“FRAKTUR”

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Sistem


Muskuloskeletal
Dosen Pembimbing:
Anggriyana Tri Widianti, M. Kep.

Disusun oleh:
Siti Hajah Aishah (102017045)
Sri Indah Wahyuningsih (102017046)

PROGRAM STUDI VOKASI DIPLOMA III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAH BANDUNG
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat
dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini kami buat
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah yang
menjelaskan materi tentang “Fraktur”.
Penulisan makalah ini kami merasa banyak kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk
itu kami akan menerima segala kritik dan saran dari para pembaca untuk
memperbaiki makalah ini.
Maka daripada itu kami ucapkan terima kasih banyak kepada dosen yang
telah memberikan kesempatan dan kepercayaan kepada kami untuk
menyampaikan materi ini, dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi para pembacanya.
Bandung, 06 April 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................2

C. Tujuan...........................................................................................................2

BAB II TINJAUAN TEORI....................................................................................3

A. Anatomi Fisiologi Tulang.............................................................................3

B. Definisi Fraktur.............................................................................................4

C. Etiologi Fraktur.............................................................................................5

D. Klasifikasi Fraktur.........................................................................................6

E. Manifestasi Klinis Fraktur............................................................................9

D. Komplikasi Fraktur.......................................................................................9

1. Komplikasi Awal.......................................................................................9

2. Komplikasi dalam Waktu Lama..............................................................10

E. Pemeriksaan Penunjang..............................................................................11

F. Patofisiologi................................................................................................12

G. Proses Penyembuhan Tulang......................................................................13

H. Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Fraktur....................................15

1. Faktor Lokal............................................................................................15

2. Faktor Sistemik........................................................................................15

I. Penatalaksanaan..........................................................................................15

1. Fraktur Terbuka.......................................................................................15

2. Seluruh Fraktur........................................................................................15
iii

3. Hold Reduction........................................................................................18

4. Rehabilitasi..............................................................................................18

5. Penalatalaksanaan Kedaruratan...............................................................19

6. Perawatan Klien Fraktur Tertutup...........................................................20

7. Perawatan Klien Fraktur Terbuka...........................................................21

BAB III TINJAUAN KASUS................................................................................22

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. A DENGAN DIAGNOSA MEDIS


FRAKTUR TIBIA.................................................................................................22

A. PENGKAJIAN............................................................................................22

B. Riwayat Kesehatan......................................................................................23

C. Riwayat Psikososial Spiritual......................................................................24

D. Riwayat Activity Daily Living (ADL)........................................................24

E. Pemeriksaan Fisik.......................................................................................25

F. Pemeriksaan Diagnostik..............................................................................26

G. ANALISA DATA.......................................................................................27

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN................................................................28

I. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN............................................29

BAB IV PENUTUP...............................................................................................34

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................35

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup sehari hari yang
semakin meningkat selaras dengan ilmu pengetahuan dan tekologi
modern, manusia tidak akan pernah lepas dari fungsi normal system
musculoskeletal, salah satunya tulang yang merupakan alat gerak utama
pada manusia. Namun akibat dari manusia itu sendiri, fungsi tulang dapat
terganggu karena mengalami fraktur. Sebagaian besar fraktur terjadi
karena kecelakaan.
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat tahun 2009 terdapat lebih
dari 7 juta orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2
juta orang mengalami kecacatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang
memiliki prevalensi cukup tinggi yakni insiden fraktur ekstremitas bawah
yakni sekitar 46,2% dari insiden kecelekaan yang terjadi. Fraktur
merupakan suatu keadaan dimana terjadi diistegritas tulang. Penyebab
terbanyak adalah insiden kecelakaan, tetapi faktor lain seperti proses
degeneratif juga dapat berpengaruh terhadap kejadian fraktur (Depkes RI,
2009).
Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI tahun 2009
didapatkan sekitar delapan juta orang mengalami kejadian fraktur dengan
jenis fraktur yang berbeda dan penyebab yang berbeda. Dari hasil survey
tim depkes RI didapatkan 25% penderita fraktur yang mengalami
kematian, 45% mengalami cacat fisik, 15% mengalami stress psikologis
karena cemas dan bahkan depresi, dan 10% mengalami kesembuhan
dengan baik (Depkes RI, 2009).
Insiden fraktur dapat diatasi dengan baik apabila dilakukan
tindakan segera. Kesembuhan pada penderita fraktur dipengaruhi oleh
keadaan fraktur, pemenuhan nutrisi yang baik, adanya perawatan yang
baik dan adanya kondisi psikologis yang baik dari penderita fraktur
2

sendiri. Pada sebagian besar penderita fraktur ditemukan adanya respon


cemas yang akhirnya berdampak kepada adanya perubahan konsep diri.

2
3

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan anatomi fisiologi tulang?
2. Apa yang dimaksud dengan fraktur?
3. Apa saja etiologi pada fraktur?
4. Apa saja klasifikasi pada fraktur?
5. Bagaimana manifestasi klinis pada fraktur?
6. Bagaimana patofisiologi pada fraktur?
7. Apa saja komplikasi pada fraktur?
8. Apa saja pemeriksaan penunjang pada fraktur?
9. Bagaimana proses penyembuhan tulang?
10. Apa saja faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur?
11. Bagaimana penatalaksanaan pada fraktur?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui anatomi fisiologi tulang.
2. Untuk mengetahui definisi fraktur.
3. Untuk mengetahui etiologi fraktur.
4. Untuk mengetahui klasifikasi fraktur.
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis fraktur.
6. Untuk mengetahui patofisiologi fraktur.
7. Untuk mengetahui komplikasi fraktur.
8. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang fraktur.
9. Untuk mengetahui proses penyembuhan tulang.
10. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur.
11. Untuk mengetahui penatalaksanaan fraktur.
BAB II TINJAUAN TEORI

A. Anatomi Fisiologi Tulang


Syaipuddin (1997, hal 17) mengklasifikasikan bagian-bagian
tulang kedalam 10 bagian, yaitu:
1. Foramen, yaitu suatu lubang tempat melewatnya pembuluh darah,
saraf, dan ligamentum, misalnya pada tulang kepala belakang yang
disebut foramen oksipital.
2. Fosa, yaitu suatu lekukan di dalam atau pada permukaan tulang,
misalnya pada skapula yang disebut fosa supraskapula.
3. Prosesus, yaitu suatu tonjolan atau taju misalnya terdapat pada ruas
tulang belakang yang disebut prosesus spinosus.
4. Kondilus, yaitu taju yang bentuknya bundar merupakan benjolan.
5. Tuberkulum, yaitu tonjolan kecil.
6. Tuberositas, yaitu tonjolan besar.
7. Trokanter, yaitu tonjolan besar, pada umumnya tonjolan ini pada tulang
femur.
8. Krista pinggir atau tepi tulang misalnya terdapat pada tulang ilium
yang disebut krista iliaka.
9. Spina, yaitu tonjolan tulang yang bentuknya agak runcing terdapat pada
tulang ilium yang disebut krista iliaka.
10. Kaput, yaitu bagian ujung yang bentuknya bundar terdapat misalnya
pada tulang paha yang disebut kaput femoris.
Long (1996, hal 302) membagi fungsi tulang sebagai berikut,
yaitu :
1. Menahan jaringan tubuh dan memberi bentuk kepada kerangka tulang.
2. Melindungi organ-organ tubuh, contoh: tengkorak melindungi otak.
3. Untuk pergerakan, contoh: otak melekat kepada tulang untuk
berkontraksi dan bergerak.
4. Merupakan gudang untuk menyimpan mineral, contoh: kalsium.
5

5. Hematopoiesis, yaitu tempat pembuatan sel darah merah dalam sumsum


tulang.
Brunner & Suddarth (2001, hal 2264 ) mengklasifikasikan tulang
dalam empat kelompok berdasarkan bentuknya, yaitu:
1. Tulang panjang, yaitu tulang yang terdiri dari satu batang dan dua
epifisis spongi bone, contohnya femur dan humerus.
2. Tulang pendek, yaitu tulang yang bentuknya tidak teratur dan inti dari
cancellous (spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat,
contohnya tarsalia.
3. Tulang pipih, yaitu tulang yang terdiri atas dua lapisan tulang padat
dengan lapisan luar adalah tulang cancellous, contohnya tulang
tengkorak.
4. Tulang yang tidak beraturan, yaitu tulang yang sama seperti dengan
tulang pendek, contohnya vetebra.

B. Definisi Fraktur
Mansjoer et al (2000, hal 346) mengemukakan bahwa fraktur
adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Price dan Wilson (1995, hal 1183)
6

mengemukakan, fraktur adalah patah tulang dan biasanya disebabkan oleh


trauma atau tenaga fisik.
Adapun [ CITATION Sud00 \l 1033 ] mengemukakan bahwa fraktur
adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar dari yang
dapat diabsropsinya. Meskipun tulang patah, jaringan sekitarnya juga akan
terpengaruh menyebabkan edema jaringan lunak, perdarahan otot dan
sendi, dislokasi sendi, ruptur tendon, kerusakan syaraf, dan kerusakan
pembuluh darah.
Sedangkan Ignalativicius et al (1995, hal 1449) dalam bukunya
Medical Surgical Nursing mengemukakan, A Fracture is a break or
discruption in the continuity of abone. Fracture can occur anywhere in the
body and at any age. All fractures have the same basic pathophisiologic
mechanism and nursing management, regardles of fracture type or
location.
Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan, bahwa
fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang biasanya
disebabkan oleh trauma, stres fisik atau tenaga fisik yang lebih besar dari
yang dapat diarbsopsinya, dan biasanya disertai dengan luka disekitar
jaringan lunak, kerusakan otot, ruptur tendon, kerusakan pembuluh darah
dan luka organ-organ tubuh. Selain itu, fraktur juga bisa menyerang semua
usia.

C. Etiologi Fraktur
Fraktur disebabkan oleh sejumlah hal yaitu trauma (kekerasan
langsung dan kekerasan tidak langsung), stress berulang, serta yang lemah
secara abnormal.
1. Trauma Kekerasan Langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik
terjadinya kekerasan. Fraktur demikian seringkali bersifat fraktur terbuka
dengan garis patah melintang atau miring.
7

2. Trauma Kekerasan Tidak Langsung


Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang di tempat
yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Bagian yang patah biasanya
merupakan bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor
kekerasan.
3. Trauma Kekerasaan Akibat Tarikan Otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan
dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan,
kombinasi ketiganya, dan penarikan.

D. Klasifikasi Fraktur
Lilian Shaltis Burner mengklasifikasikan fraktur kedalam
beberapa bagian sebagai berikut, yaitu:
1. Fraktur In Complit, adalah patah hanya terjadi pada sebagian garis tengah.
2. Fraktur Complit, adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan
biasanya mengalami pergeseran (bergeser dari posisi normal).
3. Greenstick, yaitu fraktur dimana satu sisi tulang patah dan sisi lainnya
bengkok.
4. Fraktur spiral, yaitu fraktur memuntir sepanjang garis tengah tulang.
5. Fraktur transversal, yaitu fraktur sepanjang garis tengah tulang.
6. Fraktur obliq yaitu fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang.
7. Fraktur tertutup (fraktur simpel), yaitu fraktur yang tidak menyebabkan
robeknya kulit.
8. Fraktur terbuka (fraktur komplikata), yaitu merupakan fraktur dengan luka
pada kulit atau membran mukosa sampai ke patahan tulang.
9. Fraktur depresi, yaitu fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam
(sering terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah).
10. Fraktur kompresi, yaitu fraktur dimana tulang mengalami kompresi
(terjadi pada tulang belakang).
11. Fraktur avulsi, yaitu fragmen tulang tertarik oleh ligamen atau tendon pada
perlekatannya.
8

12. Fraktur epifiseal, yaitu fraktur melalui epifisis.


13. Fraktur impaksi, yaitu fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke
fragmen tulang lainnya.
14. Fraktur patologik, yaitu fraktur yang terjadi pada daerah berpenyakit (kista
tulang, metastasis tulang, tumor).

Fraktur terbuka dibagi atas 3 derajat , yaitu:


1. Derajat I :
a. Luka < 1 cm
b. Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk
c. Fraktur sederhana, transversal, atau kominutif ringan
d. Kontaminasi minimal
2. Derajat II :
a. Laserasi > 1 cm
b. Kerusakan jaringan lunak tidak luas
c. Fraktur kominutif sedang
d. Kontaminasi sedang
3. Derajat III :
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit,
otot, dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi.

Fraktur tertutup berdasarkan keadaan jaringan lunak di sekitar


trauma, yaitu:
1. Tingkat 0
Fraktur dapat dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak di
sekitarnya.
2. Tingkat 1
Fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
3. Tingkat 2
9

Fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian


dalam dan pembengkakan.
4. Tingkat 3
Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman sindrom kompartemen.

Fraktur dapat dikategorikan berdasarkan:


1. Jumlah Garis
a. Simple fraktur : Terdapat satu garis fraktur.
b. Multiple fraktur : Lebih dari satu garis fraktur.
c. Comminutive fraktur : Lebih banyak garis fraktur dan patah
menjadi fragmen kecil.
2. Luas Garis Fraktur
a. Fraktur inkomplit : Tulang tidak terpotong secara total.
b. Fraktur komplikasi : Tulang terpotong total.
c. Hair line fraktur : Garis fraktur tidak tampak.
3. Bentuk Fragmen
a. Green stick : Retak pada sebelah sisi dari tulang (sering
pada anak-anak).
b. Fraktur transversal : Fraktur fragmen melintang.
c. Fraktur obligue : Fraktur fragmen miring.
d. Fraktur spiral : Fraktur fragmen melingkar.

Jenis-jenis Fraktur dapat anda lihat pada gambar di bawah ini:


Gambar 2.1
Jenis-jenis Fraktur
10

E. Manifestasi Klinis Fraktur


Manifestasi klinis fraktur dapat mencakup beberapa, sebagai
berikut:
1. Deformitas akibat kehilangan kelurusan (aligment) yang alami.
2. Pembengkakan akibat vasodilatasi dan infiltrasi leukosit serta sel-sel mast.
3. Spasme otot.
4. Nyeri tekan.
5. Kerusakan sensibilitas disebelah distal lokasi fraktur akibat unsur-unsur
neurovascular terjepit atau tertekan oleh trauma atau fragmen tulang.
6. Kisaran gerak yang terbatas.
7. Krepitasi atau bunyi “berderik” ketika bagian fraktur digerakkan, bunyi ini
disebabkan oleh gesekan fragmen tulang.

D. Komplikasi Fraktur
Fraktur memiliki beberapa komplikasi, diantaranya:
1. Komplikasi Awal
a. Kerusakan Vaskular
Pecahnya arteri karena trauma ditandai dengan nadi tidak
teraba, CRT menurun, sianosis bagian distal, hematoma yang lebar,
dan ektremitas teraba dingin yang disebabkan oleh tindakan
emergency splinting, perubahan posisi pada bagian yang sakit,
tindakan reduksi, dan pembedahan.
b. Sindrom Kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan komplikasi serius yang
terjadi karena otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah terjebak dalam
jaringan parut. Kondisi ini disebabkan oleh edema atau pendarahan
yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu, juga
11

disebabkan oleh adanya tekanan dari luar, misalnya bidai dan


pembebatan yang terlalu kuat.
c. Fat Embolism Syndrome
Fat embolism syndrom (FES) merupakan komplikasi serius
yang sering kali terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi
karena sel lemak yang dihasilkan sumsum tulang kuning masuk ke
aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah
yang ditandai dengan gangguan pernafasan, takikardia, hipertensi,
takipnea, dan demam.
d. Infeksi
Sistem pertahanan tubuh akan rusak jika terdapat trauma pada
jaringan. Pada trauma ortopedi, infeksi dimulai pada kulit (superfisial)
dan pada lapisan kulit bagian dalam. Kondisi ini biasanya terjadi pada
kasus fraktur terbuka. Selain itu juga, dapat disebabkan oleh
penggunaan bahan lain dalam pembedahan, misalnya pin dan plat.
e. Avaskular Nekrosis
Avaskular nekrosis (AVN) terjadi karena terganggunya aliran
darah ke tulang yang dapat menyebabkan nekrosis tulang dan diawali
dengan adanya folkman's ischemia.
f. Syok
Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan
meningkatnya permeabilitas kapiler yang dapat menyebabkan
menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
2. Komplikasi dalam Waktu Lama
a. Delayed Union
Merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Hal ini disebabkan
oleh penurunan suplai darah ke tulang, kerusakan jarimgan lunak yang
berat, atau periosteum yang robek.
12

b. Non-union
Merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan, jika tidak
dilakukan intervensi. Non-union ditandai dengan adanya pergerakan
yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk celah antar fraktur
atau pseudoartrosis.
c. Mal-union
Merupakan penggabungan fragmen tulang dalam posisi yang
tidak memuaskan (angulasi, rotasi, atau pemendekan). Pada mal-union
dilakukan pembedahan dan remobilisasi yang baik.

E. Pemeriksaan Penunjang
Terdapat beberapa pemeriksaan untuk melihat adanya fraktur atau
tidaknya, yaitu sebagai berikut:
1. X-ray :menentukan lokasi/luasnya fraktur.
2. Scan tulang :memperlihatkan fraktur lebih jelas,
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Arteriogram :dilakukan untuk memastikan ada tidaknya
kerusakan vaskuler.
4. Hitung Darah Lengkap:hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun
pada perdarahan :peningkatan leukosit sebagai respon terhadap
peradangan.
5. Kretinin :trauma otot meningkatkan beban kretinin untuk
klirens ginjal.
6. Profil koagulasi :perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfuse atau cedera hati.
13

F. Patofisiologi
Trauma tidak langsung

Tekanan pada tulang

Tidak mampu meredam energi yang terlalu besar

Fraktur

Pergeseran fragmen tulang

Merusak jaringan sekitar

Menembus kulit
(pemasangan OREF) Pelepasan mediator nyeri

Ditangkap reseptor nyeri


Luka perifer

Kerusakan Integritas Impuls ke otak


Jaringan

Persepsi nyeri

Nyeri akut
14

G. Proses Penyembuhan Tulang


Tulang dapat bergenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain.
Fraktur merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah
dengan jalan membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang.
Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel tulang. Sejumlah tahapan dalam
penyembuhan tulang yaitu inflamasi, proliferasi sel, pembentukan kalus,
osifikasi, dan remodeling menjadi tulang dewasa.
Tabel. 2.1 Tahap 5 Stadium Penyembuhan Tulang.
Stadium Keterangan
Stadium Satu Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma
Pembentukan disekitar dan di dalam area fraktur. Sel darah
Hematoma membentuk fibrin untuk melindungi tulang yang
rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan
fibroblast. Stadium ini berlangsung 24-48 jam dan
pendarahan berhenti sama sekali. Tulang pada
permukaan fraktur mati sekitar 1-2 mm akibat
kekurangan suplai darah.
Stadium Dua Pada stadium ini terjadi reaksi inflamasi akut dengan
Inflamasi dan perpindahan sel inflamasi, serta proliferasi dan
Proliferasi Seluler diferensiasi sel menjadi fibro kartilago yang berasal
dari periosteum, endosteum, dan sumsum tulang yang
telah mengalami trauma. Sel yang mengalami
proliferasi ini akan masuk kedalam lapisan yang lebih
dalam dan osteoblast yang beregenerasi. Kemudian,
terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari,
terbentuklah tulang baru yang menggabungkan dua
fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung
selama 8 jam setelah terjadinya fraktur sampai selesai,
15

tergantung dari frakturnya.


Stadium Tiga Sel yang berkembang memiliki potensi yang
Pembentukan Kalus kondrogenik dan osteogenik. Jika berada pada
keadaan yang tepat, maka sel tersebut akan mulai
membentuk tulang dan kartilago. Populasi sel ini
dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklas
yang mulai berfungsi dengan mengabsorpsi sel tulang
yang mati. Masa sel yang tebal dengan tulang yang
imatur dan kartilago membentuk kalus pada
permukaan endosteal dan feriosteal. Sementara itu,
tulang yang imatur (anyaman tulang) menjadi lebih
padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang
pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.
Stadium Empat Jika aktivitas osteoklas dan osteoblast berlanjut maka
Konsolidasi anyaman tulang berubah menjadi lamelrard. Sistem
ini telah cukup kuat untuk osteoklas menerobos
melalui runtuhan pada garis fraktur, dan berada tepat
di belakangnya. Osteoklas mengisi celah yang tersisa
diantara fragmen dengan tulang yang baru. Hal ini
merupakan proses yang lambat dan membutuhkan
waktu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk
membawa beban yang normal.
Stadium Lima Fraktur telah dijembatani oleh suatu tulang yang
Remodeling padat. Setelah beberapa bulan atau tahun, pengerasan
kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorpsi dan
pembentukan tulang yang terus menerus.
Lamellae/lamela tulang yang lebih tebal diletakkan
pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding
yang tidak diperlukan dibuang, rongga sumsum
dibentuk, dan akhirnya membentuk struktur yang
mirip dengan normalnya.
16

H. Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Fraktur


Penyembuhan fraktur dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Faktor Lokal
a. Lokasi terjadinya trauma.
b. Jenis tulang yang mengalami trauma.
c. Reposisi anatomis dan imobilisasi yang stabil.
d. Adanya kontak antar fragmen.
e. Adanya infeksi atau tidak.
f. Tingkatan dari trauma.
2. Faktor Sistemik
a. Keadaan umum klien.
b. Usia.
c. Status nutrisi.
d. Penyakit sistemik.

I. Penatalaksanaan
Penatalaksaan pada fraktur dibagi menjadi beberapa, yaitu sebagai
berikut:
1. Fraktur Terbuka
Fraktur terbuka merupakan emergensi karena dapat terjadi
kontaminasi oleh bakteri dan disertai dengan perdarahan yang hebat.
Sebelum kuman meresap terlalu jauh, sebaiknya dilakukan:
a. Pembersihan luka.
b. Eksisi (pengangkatan jaringan).
c. Hecting situasi (jahitan situasi).
d. Antibiotik.
2. Seluruh Fraktur
a. Rekognisi/pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk menentukan diagnosis dan
tindakan selanjutnya.
17

b. Reduksi/manipulasi/reposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali
seperti semula secara optimum. Selain itu, dapat juga diartikan sebagai
reduksi fraktur (setting tulang), yaitu mengembalikkan fragmen tulang
pada kesejajarannya dan rotasi anatomis.
Reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka dapat dilakukan
untuk mereduksi fraktur. Metode tertentu yang dipilih bergantung
dengan sifat fraktur, namun prinsip yang mendasarinya tetap sama.
Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera mungkin untuk
mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi
karena edema dan perdarahan. Pada sebagian besar kasus, reduksi
fraktur menjadi semakin sulit jika cedera sudah mulai mengalami
penyembuhan.
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, klien harus
dipersiapkan untuk menjalani prosedur diantaranya menandatangani
informed consent, baik klien atau keluarga, dan analgesik diberikan
sesuai ketentuan. Selain itu, dapat juga diberikan anestesi untuk
mengurangi rasa nyeri. Ekstremitas yang akan dimanipulasi harus
ditangani dengan hati-hati untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
Penatalaksanaan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi terbuka, sebagai
berikut:
1) Reduksi tertutup:
a) Reduksi tertutup dilakukan saat kontur tulang berada cukup
sejajar dan dapat dipertahankan dengan imobilisasi. Pada
sebagian besar kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (bagian ujungnya
saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.
b) Ekstremitas dipertahankan pada posisi yang diinginkan.
c) Alat imobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan
ekstremitas untuk penyembuhan tulang.
18

d) Foto rontgen harus dilakukan untuk mengetahui apakah


fragmen tulang telah berada dalam kesejajaran yang benar.
2) Traksi:
a) Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan
imobilisasi.
b) Saat fragmen tulang tidak berada pada tempatnya, berat
digunakan untuk memberikan traksi pada sumbu panjang
tulang.
c) Traksi meregangkan dan melemaskan otot yang menarik tulang
keluar dari tempatnya, sehingga fragmen distal dapat sejajar
dengan fragmen proksimal.
d) Foto rontgen digunakan memantau reduksi fraktur dan
aproksimasi fragmen tulang. Saat tulang telah sembuh, maka
akan terlihat pembentukan kalus pada hasil foto rontgen dan
saat kalus telah kuat, maka dapat dipasang bidai untuk
melanjutkan imobilisasi.

3) Reduksi terbuka:
a) Reduksi terbuka merupakan prosedur bedah yang membuka
tempat fraktur di mana fragmen disejajarkan langsung.
b) Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat paku,
atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang
yang solid terjadi.
19

c) Alat ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga


sumsum tulang.
d) Alat tersebut berfungsi untuk menjaga aproksimal dan fiksasi
yang kuat bagi fragmen tulang.
3. Hold Reduction
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga
kembali seperti posisi anatomi semula yaitu melakukan imobilisasi fraktur.
Pembatasan pergerakan dibutuhkan untuk mendorong penyembuhan
jaringan lunak dan memungkinkan gerakan bebas dari bagian yang tidak
terkena. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi atau
dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sehingga terjadi
penyatuan tulang. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fraksi eksterna atau
fiksasiinterna. Metode fiksasi ekterna diantaranya pembalutan, bidai, pen
dan teknik bidai, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat digunakan
untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai interna untuk imobilisasi
fraktur.

4. Rehabilitasi
Menghindari atrofi dan kontraktur dapat dilakukan dengan
fisioterapi. Segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan
lunak. Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhhan.
Status neurovaskular (misalnya pengkajian peredaran darah, nyeri,
20

perabaan, serta gerakan) harus dipantau dan segera memberi tahu ahli
bedah ortopedi jika terdapat tanda gangguan neuromuskular. Kegelisahan,
ansietas, dan ketidaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan
(misalnya perubahan posisi, strategi peredaan nyeri, termasuk analgesik).
Latihan isometrik terhadap kekuatan otot diusahakan untuk meminimalkan
atropi disuse syndrome dan meningkatkan peredaran darah. Partisipasi
dalam aktivitas hidup sehari-hari diusahakan untuk memperbaiki
kemandirian fungsi dan harga diri. Ahli bedah yang memperkirakan
stabilitas fiksasi fraktur menentukan tingkat aktivitas dan beban berat
badan.
5. Penalatalaksanaan Kedaruratan
Langkah – langkah dalam penatalaksanaan kedaruratan sebagai
berikut:
a. Segera setelah cedera klien berada dalam keadaan bingung tidak
menyadari adanya fraktur dan berusaha berjalan dengan tungkai yang
patah. Oleh karena itu, jika dicurigai adanya fraktur, maka penting untuk
segera imobilisasi bagian tubuh sebelum klien dipindahkan.
b. Jika klien yang mengalami cedera harus dipindahkan dari kendaraan
sebelum dapat dilakukan pembidaian, maka ektremitas harus disangga
pada bagian atas dan bagian bawah tempat terjadinya fraktur untuk
mencegah gerakan rotasi maupun angulasi.
c. Gerakan fragmen patah tulang dapat menyebabkan nyeri, kerusakan
jaringan lunak dan pendarahan lebih lanjut.
d. Nyeri sehubungan dengan fraktur merupakan hal yang sangat berat dan
dapat dikurangi dengan menghindari gerakan fragmen tulang dan sendi
sekitar fraktur. Pembidaian yang memadai sangat penting untuk mencegah
kerusakan jaringan lunak oleh fragmen tulang.
e. Area yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai sementara dengan
bantalan yang memadai, yang kemudian dibebat dengan kencang.
f. Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah juga dapat dilakukan dengan
ekstremitas yang sehat bertindak sebagai bidai bagi ektremitas yang
21

cedera. Pada cedera lengan dapat dibebatkan ke dada, atau lengan bawah
yang cedera digunting pada sling.
g. Pendarahan darah pada bagian distal dari cedera harus dikaji untuk
menentukan kecukupan perfusi jaringan perifer.
h. Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril) untuk
mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam. Tidak boleh melakukan
reduksi fraktur, bahkan jika terdapat fragmen tulang yang keluar melalui
luka. Bidai dipasang sesuai yang diterangkan sebelumnya.
i. Pada bagian gawat darurat, klien dievaluasi dengan lengkap dan pakaian
dilepas dengan lembut. Pertama, dilakukan pada bagian tubuh yang sehat.
Setelah itu, dilanjutkan kebagian sisi yang cedera. Pakaian klien harus
dipotong pada sisi yang cedera. Pada bagian ektremitas, sebisa mungkin
tidak boleh digerakkan untuk mencegah kerusakaan lebih lanjut.
6. Perawatan Klien Fraktur Tertutup
Adapun perawatan pada fraktur tertutup, sebagai berikut:
a. Klien dengan fraktur tertutup (sederhana) harus diusahakan untuk dapat
kembali ke aktifitas sesegera mungkin. Penyembuhan fraktur dan
pengembalian kekuatan penuh, serta mobilitas dibutuhkan waktu sampai
berbulan-bulan.
b. Klien diajarkan bagaimana mengontrol pembengkakkan dan nyeri
sehubungan dengan fraktur, serta trauma jaringan lunak.
c. Klien didorong untuk aktif dalam batas imobilisasi fraktur. Tirah baring
diusahakan seminimal mungkin.
d. Latihan segera dimulai untuk mempertahankan kesehatan otot yang tidak
cedera, serta meningkatkan kekuatan otot yang dibutuhkan untuk
pemindahan dan menggunakan alat bantu (misalnya tongkat dan walker).
e. Klien diajarkan tentang bagaimana menggunakan alat tersebut dengan
aman.
f. Perencanaan dilakukan untuk membantu klien menyesuaikan lingkungan
rumahnya sesuai kebutuhan dan bantuan keamanan pribadi, jika
diperlukan.
22

g. Pengajaran klien diantaranya perawatan diri, informasi obat-obatan,


pemantauan terjadinya masalah, dan perlunya melanjutkan supervisi
perawatan kesehatan.
7. Perawatan Klien Fraktur Terbuka
Pada fraktur terbuka (yang berhubungan dengan luka terbuka
memanjang sampai permukaan kulit dan area cedera tulang) terdapat resiko
infeksi, misalnya osteomielitis, gas gangren, dan tetanus.
Tujuan penanganan pada klien yang mengalami fraktur terbuka
yaitu meminimalkan kemungkinan infeksi luka pada jaringan lunak dan
tulang untuk mempercepat penyembuhan.
Langkah – langkah yang harus dilakukan sebagai berikut:
a. Bawa klien ke ruang operasi. Kemudian, bersihkan dan debridemen luka
(benda asing dan jaringan mati diangkat dan irigasi).
b. Lakukan usapan luka untuk biakan dan kepekaan. Angkat dan irigasi
fragmen tulang mati.
c. Lakukan graft tulang untuk menjembatani defek, jika perlu. Namun, harus
yakin bahwa jaringan resipien masih sehat dan mampu memfasilitasi
penyatuan.
d. Reduksi fraktur dengan hati- hati dan stabilisasi dengan fiksasi eksterna.
Perbaiki setiap kerusakan pada pembuluh darah, jaringan lunak, otot,
saraf, dan tendon.
e. Tinggikan ektremitas untuk meminimalkan terjadinya edema.
f. Kaji status neurovaskular sesering mungkin.
g. Periksa suhu tubuh klien dengan interval teratur dan pantau klien untuk
mengetahui adanya tanda infeksi.
h. Penutupan primer tidak dapat dicapai karena terdapat edema potensial
iskemia cairan luka yang tidak dapat keluar dan terdapat infeksi anaerob.
i. Jangan jahit luka yang sangat terkontaminasi, yang dibalut dengan
pembalut steril, dan yang tidak ditutup sampai diketahui bahwa area
tersebut tidak mengalami infeksi.
23

j. Berikan profilaksis tetanus. Kemudian, berikan antibiotik intravena untuk


mencegah atau menangani infeksi serius.
k. Tutup luka dengan jahitan atau graft atau plap kulit autogen pada hari ke
-5 sampai ke -7
BAB III TINJAUAN KASUS

KASUS – FRAKTUR
Tn. A berumur 35 tahun, dirawat di ruang bedah orthopedic dengan
keluhan nyeri pada kaki kiri karena kecelakaan mobil. Saat pengkajian, pasien
mengeluh nyeri pada tungkai kiri yang terpasang skin traksi. Ekstremitas bawah
kanan lebih panjang 2 cm dari ekstremitas bawah kiri. Tungkai kanan terpasang
fiksasi internal yang terbalut kasa pada tibia 1/3 proksimal (OREF). Nyeri
dirasakan seperti disayat-sayat benda tajam. Nyeri bertambah bila sedang
dilakukan perawatan luka, skala nyeri 4 pada rentang 0-5. Nyeri berkurang bila
sedang diistirahatkan.
Berdasarkan pengkajian fisik: RR 18x/menit, nadi 80x/menit, tekanan
darah 120/80 mmHg, CRT 3 detik pada kuku kaki. Data lab: HB 11,7 g/dl,
hematokrit 36%, leukosit 9.000/mm3, trombosit 450.000 mm3/gr dl. Protein total
6,8 g/dl. Pasien mendapatkan terapi metronidazole 2x500 mg drip, vitamin B
kompleks 3x1 tablet, vitamin C 3x1 tablet, infuse NaCl 5 gtt/menit, kalsium 3x1
tablet, diet TKTP.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. A DENGAN

DIAGNOSA MEDIS FRAKTUR TIBIA

A. PENGKAJIAN
I. Identitas Pasien
Nama Pasien : Tn. A
Tanggal Lahir : Tidak Terkaji
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Tidak Terkaji
Pekerjaan : Tidak Terkaji
Agama : Tidak Terkaji
Pendidikan : Tidak Terkaji
Status : Tidak Terkaji
Nomor RM : Tidak Terkaji
Diagnosa Medis : Tidak Terkaji
25

Tanggal Pengkajian : Tidak Terkaji


Tanggal Masuk RS : Tidak Terkaji

II. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Tidak Terkaji
Jenis Kelamin : Tidak Terkaji
Pendidikan : Tidak Terkaji
Hubungan dengan Pasien : Tidak Terkaji
Alamat : Tidak Terkaji

B. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Pasien mengatakan nyeri pada kaki kiri karena kecalakaan mobil.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien dirawat diruang bedah orthopedic dengan keluhan nyeri pada
kaki kiri karena kecalakaan mobil. Saat pengkajian, pasien mengeluh
nyeri pada tungkai kiri yang terpasang skin traksi. Ekstremitas
bawah kanan lebih panjang 2 cm dari ekstremitas bawah kiri.
Tungkai kanan terpasang fiksasi internal yang terbalut kasa pada
tibia 1/3 proksimal (OREF). Nyeri dirasakan seperti disayat-sayat
bneda tajam. Nyeri bertambah bila sedang dilakukan perawatan luka,
skala nyeri 4 pada rentang 0-5. Nyeri berkurang bila sedang
diistirahatkan.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Tidak terkaji.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak terkaji.

C. Riwayat Psikososial Spiritual


a. Data Psikologis
26

Tidak terkaji.
b. Data Sosial
Tidak terkaji.
c. Data Spiritual
Tidak terkaji.

D. Riwayat Activity Daily Living (ADL)


No Kebiasaan di rumah di rumah sakit
1 Nutrisi
Makan
 Jenis  Tidak terkaji  Diet TKTP
 Frekuensi
 Porsi
 Keluhan
Minum
 Jenis  Tidak terkaji  Tidak terkaji
 Frekuensi
 Jumlah (cc)
 Keluhan
2 Eliminasi
BAB
 Frekuensi  Tidak terkaji  Tidak terkaji
 Warna
 Konsistensi
 Keluhan
BAK
 Frekuensi  Tidak terkaji  Tidak terkaji.
 Warna
 Jumlah (cc)
 Keluhan
3 Istirahat dan tidur
27

 Waktu tidur
o Malam, pukul  Tidak terkaji  Tidak terkaji.
o Siang, pukul
 Lamanya
 Keluhan
4 Kebiasaan diri
 Mandi  Tidak terkaji  Tidak terkaji
 Perawatan kuku
 Perawatan gigi
 Perawatan rambut
 Ketergantungan

E. Pemeriksaan Fisik
a. Status Kesehatan Umum
Penampilan umum :
Kesadaran :
Tanda-tanda vital : TD = 120/80 mmHg
HR = 88 kali/menit
RR = 18 kali/menit
S = tidak terkaji
Status Antopometri : BB = Tidak terkaji
TB = tidak terkaji
IMT = tidak terkaji

b. Sistem Pernapasan
RR 18x/menit.
c. Sistem Kardiovaskular
CRT 3 detik, nadi 88x/menit, TD 120/80mmHg.
d. Sistem Pencernaan
Tidak terkaji.
e. Sistem Endokrin
Tidak terkaji.
28

f. Sistem Perkemihan
Tidak terkaji.
g. Sistem Persarafan
Tidak terkaji.
h. Sistem Muskuloskeletal
Ekstremitas bawah kanan lebih panjang 2 cm dari ekstremitas bawah
kiri. Tungkai kanan terpasang fiksasi internal yang terbalut kasa pada
tibia 1/3 proksimal (OREF).
i. Sistem Integumen
Tungkai kanan terpasang fiksasi internal yang terbalut kasa pada tibia
1/3 proksimal (OREF).

F. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan Interpretasi


Hematologi
1. Hemoglobin 11,7 13,5 ~ 17,5 g/dL
2. Hematokrit 36 40 ~ 52 %
3. Leukosit 9000 4400 ~ 11300 /mm3 -
4. Trombosit 450000 150000 ~ 450000 /m -

b. Program Terapi
Obat Dosis Rute Indikasi
1. Metronidazole 2x500 mg drip IV Untuk mengobati
infeksi
2. Vitamin B 3x1 tablet Oral Meningkatkan energi
kompleks dan terhindar dari
29

racun.
3. Vitamin C 3x1 tablet Oral Menangkal radikal
bebas.
4. Infuse NaCl 5 gtt/menit IV Untuk menambah
cairan.
5. Calcium 3x1 tablet Oral Untuk membantu
pembentukan tulang.

G. ANALISA DATA
No. Data Subjektif Etiologi Masalah
1. DS: Fraktur Nyeri Akut
 Nyeri dirasakan
seperti disayat-sayat Pergeseran fragmen
benda tajam. tulang
 Nyeri bertambah bila
sedang dilakukan Merusak jaringan sekitar
perawatan luka.
 Nyeri berkurang bila Pelepasan mediator
sedang diistirahatkan. nyeri
DO:
 Nyeri pada tungkai Ditangkap reseptor nyeri

kiri yang terpasang perifer

skin traksi.
 Skala nyeri 4 pada Impuls ke otak

rentang 0-5.
Persepsi nyeri

Nyeri akut
2. DO: Fraktur Kerusakan
 Ekstremitas bawah Integritas
kanan lebih panjang 2 Pergeseran fragmen Jaringan
cm dari ekstremitas tulang
bawah kiri
30

 Tungkai kanan Merusak jaringan sekitar


terpasang fiksasi
internal yang terbalut Menembus kulit
kasa pada tibia 1/3 (terpasang OREF)
proksimal (OREF)
 HB 11.7 g/dl, Luka
 Hematokrit 36%
Kerusakan integritas
jaringan

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d agen cedera fisik (fraktur).
2. Kerusakan integritas jaringan b.d perawatan OREF.
3. Resiko infeksi
4. Resiko ketidakefektifn perfusi perifer
5. Gangguan mobilitas fisik
31

I. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


Nama Pasien : Tn. A Ruangan : (Neurologi)
No. Medrek : Tidak terkaji Diagnosa Medis : Fraktur

DIAGNOSA
NO. TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN
1 Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
cedera fisik keperawatan selama 2 x 24 1. Lakukan pengkajian nyeri 1. Untuk mengetahui bagaimana
(fraktur) jam pasien di harapkan bisa secara komprehensif termasuk nyeri yang dirasakan oleh klien.
mengontrol nyeri dengan lokasi, karakteristik, durasi,
kriteria hasil : frekuensi, kualitas, dan faktor
1. Skala nyeri berkurang presipitasi.
menjadi 1. 2. Gunakan teknik komunikasi 2. Untuk mengetahui rasa nyeri
2. Melaporkan nyeri terapeutik untuk mengetahui yang pasien rasakan.
terkontrol. pengalaman nyeri pasien.
3. Klien dapat mengontrol 3. Ajarkan tentang teknik non 3. Untuk mengurangi rasa nyeri
nyeri. farmakologi (tarik nafas dalam, dengan cara non medis.
4. terapi musik, mendengarkan
murrotal).
4. Tingkatkan istirahat. 4. Untuk mengurangi nyeri.
32

5. Kendalikan faktor lingkungan 5. Untuk meningkatkan rasa


yang dapat mempengaruhi nyaman pasien dan
respon pasien terhadap mempercepat penyembuhan
ketidaknyamanan (misalnya juga mengurangi rasa stress
suhu, ruangan, pencahayaan, yang dapat meningkatkan nyeri
suara bising). timbul.
Terapi Latihan: Ambulansi
1. Bantu pasien perpindahan 1. Untuk meminimalisir luka tekan
sesuai kebutuhan. yang akan dialami pasien.
2. Instruksikan pasien/keluarga 2. Agar pasien dan keluarga
mengenai pemindahan dan mengetahui cara pemindahan
teknik ambulansi yang aman. yang aman.
3. Terapkan dan sediakan alat 3. Untuk membantu
bantu (tongkat, kursi roda) mempermudah pasien jika ingin
untuk ambulansi jika pasien ke kamar mandi.
tidak stabil.
Terapi Latihan: Mobilitas Sendi
1. Inisiasi pengukuran kontrol
nyeri sebelum memulai latihan 1. Agar dapat melakukan latihan
33

sendi. sendi sesuai dengan rentang


2. Tentukan batasan pergerakan nyeri.
sendi dan efeknya terhadap 2. Agar pasien dapat mengurangi
fungsi sendi. hal-hal yang dapat
memperlambat
3. Bantu pasien mendapatkan penyembuhannya.
posisi tubuh yang optimal 3. Agar dalam melakukan ROM
untuk pergerakan sendi pasif dapat maksimal.
maupun aktif.
4. Dukung latihan ROM aktif,
sesuai jadawal yang teratur dan 4. Agar pasien dapat melakukan
terencana. gerakan pada ekstremitas yang
5. Lakukan latihan ROM pasif tidak ada hambatan.
atau ROM dengan bantuan, 5. Agar ekstremitas yang ada
sesuai indikasi. hambatan tidak terjadi atrofi.
6. Instruksikan pasien/keluarga
cara melakukan latihan ROM 6. Agar dapat membantu
pasif, ROM dengan bantuan mempercepat pemulihan ROM.
atau ROM aktif.
34

2. Kerusakan Setelah dilakukan tindakan Perlindungan Infeksi


integritas jaringan keperawatan selama 3 x 24 1. Periksa kondisi setiap sayatan 1. Untuk mengetahui kondisi
b.d perawatan jam pasien diharapkan dapat bedah atau luka. luka.
OREF meminimalkan kerusakan 2. Ajarkan pasien dan keluarga
integritas jaringan dengan mengenai tanda dan gejala 2. Untuk mengantisipasi
kriteria hasil: infeksi dan kapan harus terjadinya infeksi dan dapat
1. Tidak ada tanda-tanda melaporkannya kepada pemberi ditangani dengan segera.
infeksi. layanan kesehatan.
2. Menunjukkan terjadinya Pembidaian
proses penyembuhan luka. 1. Monitor sirkulasi pada area
5. yang mengalami trauma 1. Untuk mengetahui sirkulasi atau
(misalnya, nadi, waktu sensasi yang dapat
pengisian kapiler, dan sensasi). menyebabkan trauma lebih
2. Instruksikan pasien dan parah.
keluarga mengenai cara 2. Agar pasien dan keluarga dapat
perawatan bidai. membantu merawat bidai.
Perawatan Luka
1. Monitor karakteristik luka,
termasuk drainase, warna, 1. Untuk mengetahui
35

ukuran, dan bau. kondisi luka pada


pasien agar
terkontrol jika tidak
2. Ganti balutan sesuai dengan ada perubahan
jumlah eksudat dan drainase. 2. Agar luka cepat
kering dan tidak
3. Pertahankan teknik balutan terinfeksi
steril ketika melakukan 3. Steril sangat
perawatan luka, dengan tepat. diperlukan agar
tidak ada bakteri
yang masuk pada
4. Dokumentasikan lokasi luka, luka
ukuran, dan tampilan. 4. Agar mengetahui
kondisi luka

3. Resiko infeksi
4. Gangguan mobilitas
Fisik
36
BAB IV PENUTUP

Kesimpulan
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar dari yang dari
yang dapat diabsopsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung,
gaya meremuk, gerakan puntir, mendadak dan bahkan kontraksi otot ekstrem.
Jenis Fraktur ada terbuka dan tertutup. Kemudia etiologi fraktur adalah :
• Kejadian terjatuh
• Kecelakaan kendaraan bermotor
• Olahraga
• Pemakaian obat yang mengganggu kemampuan penilaian atau mobilitas
• Usia muda (immaturitas tulang)
• Tumor tulang
• Penyakit metabolik
• Obat-obatan yang menyebabkan osteoporosis latrogenik seperti preparasi
steroid.
Maka dari kasus dapat kita lihat klien mengeluhkan Nyeri pada kaki kirinya
yang sudah terpasang skin traksi, ekstremitas bawah kanan lebih panjang 2 cm
dari ekstremitas bawah kiri. Tungkai kanan terpasang fiksasi internal yang
terbalut kasa pada tibia 1/3 proksimal (OREF) ini semua di lakukan karna
klien mengalami kecelakaan mobil. Diagnosis keperawatan yang di angkat
Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik. Asuhan keperawatan yang
diberikan pada klien
DAFTAR PUSTAKA

Askin,M., M.Nasi.,dkk. 2016. Keprawatan Medikal Bedah Sistem


Muskuloskeletal. Jakarta: Erlangga
Black,MJ., Jane HH. 2014. Keperawatan Medikal Bedah Manajemen klinis untuk
hasil yag dharapka ed.8 vol.1. Singapura: Elsivier
Mayer., Welsh dan Kowalak. 2001. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC
Padila. 2012 . Buku Ajar,Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika
Burnner dan Suddart.2001. Buku Ajar Keperawatan Medial-Bedah ed.8 vol.3.
Jakarta: EGC
Corwn. Elizabet. J. 2001. Buku Saku Patofisiologi.Jakarta: EGC
Price. A dan Wilson ,L.1995. Ptofiiologi buku 2 ed.4. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai