Anda di halaman 1dari 17

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan ini telah disetujui untuk diajukan sebagai tinjauan teoritis kasus
kelolaan individu Stase Keperawatan Dasar Profesi (KMB) dengan gangguan
........................................................... di Ruang 24B RS Saiful Anwar untuk memenuhi tugas
individu Program Studi Profesi Ners STIKES ICME JOMBANG.

Disetujui

Hari :
Tanggal :

Mahasiswa

( )

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Ruangan

( ) ( )
Kepala Ruangan

( )
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan ini telah disetujui untuk diajukan sebagai tinjauan teoritis kasus
kelolaan individu Stase Keperawatan Dasar Profesi (KMB) dengan gangguan
...........................................................di Ruang 24B RS Saiful Anwar untuk memenuhi tugas
individu Program Studi Profesi Ners STIKES ICME JOMBANG.

Disetujui

Hari :
Tanggal :

Mahasiswa

( )

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Ruangan

( ) ( )
Kepala Ruangan

( )
ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN .................................................................


DENGAN DIAGNOSA MEDIS ..............................
DI RUANG .............................................

DEPARTEMEN

KEPERAWATAN DASAR PROFESI (KDP)

Disusun Oleh:

...............................................

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2019
LAPORAN PENDAHULUAN
CVA ICH

A. Definisi

Stroke atau penyakit serebrovaskular mengacu pada setiap gangguan neurologik


mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai
arteri otak ( Sylvia A. Price, 2006 )
Stroke merupakan penyakit peredarah darah otak yang diakibatkan oleh tersumbatnya
aliran darah ke otak atau pecahnya pembuluh darah di otak, sehingga suplai darah ke otak
berkurang (Smltzer & Bare, 2005).
Stroke hemoragik yaitu suatu kerusakan pembuluh darah otak sehingga menyebabkan
perdarahan pada area tersebut. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi saraf (Haryono, 2002)
Stroke hemoragik terjadi karena salah satu pembuluh darah di otak (aneurisma,
mikroaneurisma, kelainan pembuluh darah kongenital) pecah atau robek. Keadan penderita
stroke hemoragik umumnya lebih parah. Kesadaran umumnya menurun.Mereka berada
dalam keadaan somnolen, osmnolen, spoor, atau koma pada fase akut.
Stroke perdarahan intraserebral atau perdarahan intraserebral primer adalah suatu
sindroma yang ditandai adanya perdarahan spontan ke dalam substansi otak (Gilroy, 2000).

B. Etiologi
1. Perdarahan serebri
Stroke PIS (perdarahan intra serebri) biasanya terjadi pada saat seseorang sedang
aktif bekerja. PIS dapat mengganggu fungsi motorik volunter karena perdarahannya
biasanya terjadi di arteri dalam (arteri cerebri) yang berdekatan dengan ganglia basalis
dan kapsula interna. Gangguan yang terjadi pada PIS biasanya adalah paralisis dan
kerusakan korteks motorik.
Beberapa penyebab Perdarahaan Intra Serebrum (PIS):
a. Perdarahan intracerebrum hipertensif
b. Perdarahan subaraknoid (PSA)
- Ruptura aneorisma sakular (berry)
- Ruptura malformasi arteriovena (MAV)
- Trauma
Pardarahan Subarakhnoid (PSA) memiliki dua kausa utama: ruptur suatu
aneurisma vaskular dan trauma kepala. Karena perdarahan dapat masif dan
ekstravasi darah ke dalam ruang subaraknoid lapisan meningen dapat berlangsung
cepat. Penyebab tingginya angka kematian ini adalah bahwa empat penyulit dapat
menyebabkan iskemia otak serta morbiditas dan mortalitas “tipe lambat” yang
dapat terjadi lama setelah perdarahan terkendali. Penyulit-penyulit tersebut
adalah:
 Vasopasme reaktif disertai infark
Sekitar 3 sampai 12 hari setelah pendarahan itu, arteri di otak dapat kontrak
(kejang), membatasi aliran darah ke otak. Kemudian jaringan otak tidak
mendapatkan oksigen yang cukup dan dapat mati seperti pada
stroke iskemik. Vasospasm dapat menyebabkan gejala mirip dengan stroke
iskemik, seperti kelemahan atau hilangnya sensasi pada satu sisi tubuh,
kesulitan menggunakan atau memahami bahasa, vertigo, dan koordinasi
terganggu.
 Ruptur ulang
Bagi pasien yang bertahan hidup setelah perdarahan awal, ruptur ulang atau
perdarahan ulang adalah penyulit paling berbahaya pada masa pasca
perdarahan dini.
 Hiponatremia
 Hidrosefalus
Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan subarachnoid dapat
membeku. Darah beku ini dapat mengganggu aliran cairan serebrospinal yang
terletak di sekitar otak. Akibatnya,darah terakumulasi dalam otak,
peningkatan tekanan dalam tengkorak. Hydrocephalus akan menyebabkan
gejala seperti sakit kepala, mengantuk, kebingungan, mual, dan muntah-
muntah dan dapat meningkatkan risiko koma dan kematian (Sylvia A. Price
dan Wilson, 2006).
c. Penyalahgunaan kokain, amfetamin
d. Perdarahan akibat tumor otak
e. Infark hemoragik
f. Perdarahan sistemik termasuk terapi antigulan.
2. Pecahnya aneurisma
Biasanya perdarahan serebri terjadi akibat aneurisme yang pecah maka penderita
biasanya masih muda dan 20% mempunyai lebih dari satu aneurisme. Dan salah satu
dari ciri khas aneurisme adalah kecendrungan mengalami perdarahan ulang (Sylvia A.
Price, 1995).
3. Aterosklerosis (trombosis)
40 % kaitannya dengan kerusakan lokal dinding akibat anterosklerosis. Proses
aterosklerosis ditandai dengan plak berlemak pada lapisan intima arteri besar. Bagian
intima arteri serebri menjadi tipis dan berserabut, sedangkan sel-sel ototnya menghilang.
Lumina elastika interna robek dan berjumbal sehingga lumen pembuluh sebagian berisi
oleh materi sklerotik tersebut.
4. Embolisme
Embolisme serebri termasuk urutan kedua dari penyebab utama stroke.
Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu trombus dalam jantung, sehingga masalah
yang dihadapi sesungguhnya merupakan perwujudan penyakit jantung, jarang terjadi
berasal dari plak ateromatosa sinus carotikus (carotisintema). Setiap batang otak dapat
mengalami embolisme tetapi biasanya embolus akan menyumbat bagian-bagian yang
sempit.
5. Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan).
 Trombosis sinus dura
 Diseksi arteri karotis atau vertebralis
 Vaskulitis sistem saraf pusat
 Penyakit moya-moya (oklusi arteri besar intrakranial yang progresif)
 Kondisi hyperkoagulasi
 Penyalahgunaan obat (kokain dan amfetamin)
 Kelainan hematologis (anemia sel sabit, polisitemia atau leukemia)
 Miksoma atrium.
C. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis yang sering terjadi antara lain;
- Nyeri kepala akut dan terasa berat,
- leher bagian belakang kaku,
- muntah,
- penurunan kesadaran yang berkembang cepat sampai keadaan koma
- Pasien dengan perdarahan pada lobus temporal atau lobus frontal dapat mengalami
seizure/kejang tiba-tiba yang dapat diikuti kelumpuhan kontralateral
90% menunjukkan adanya darah dalam cairan serebrospinal (bila perdarahan besar dan
atau letak dekat ventrikel), dari semua pasien ini 70-75% akan meninggal dalam waktu 1-30
hari, biasanya diakibatkan karena meluasnya perdarahan sampai ke system ventrikel,
herniasi lobus temporalis, dan penekanan mesensefalon, atau mungkin disebabkan karena
perembasan darah ke pusat-pusat yang vital (Hieckey, 1997; Smletzer & Bare, 2005).

D. Patofisiologi
Hemoragik serebral (pecahnya pembuluh darah serebral sehingga terjadi perdarahan ke
dalam jaringan otak atau area sekitar), hemoragik dapat terjadi di epidural, subdural, dan
intraserebral. (Hudak & Gallo, 2005; Ranakusuma, 2002). Stroke hemoragik terjadi
perdarahan yang berasal dari pecahnya arteri penetrans yang merupakan cabang dari
pembuluh darah superfisial dan berjalan tegak lurus menuju parenkim otak yang di bagian
distalnya berupa anyaman kapiler. Aterosklerosis dapat terjadi dengan bertambahnya umur
dan adanya hipertensi kronik, sehingga sepanjang arteri penetrans terjadi aneurisma kecil-
kecil dengan diameter 1 mm. Peningkatan tekanan darah yang terus menerus akan
mengakibatkan pecahnya aneurisme ini, sehingga dapat terjadi perdarahan dalam parenkim
otak yang bisa mendorong struktur otak dan merembas ke sekitarnya bahkan dapat masuk
kedalam ventrikel atau ke ruang intrakranial.
Perdarahan intracranial biasanya disebabkan oleh karena ruptur arteri serebri.
Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan atau subaraknoid, sehingga jaringan yang ada
disekitarnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini sangatn mengiritasi jaringan otak, sehingga
dapat mengakibatkan vasospasme pada arteri di sekitar perdarahan. Spasme ini dapat
menyebar ke seluruh hemisfer otak dan sirkulus willis. Bekuan darah yang semula lunak
akhirnya akan larut dan mengecil. Daerah otak disekitar bekuan darah dapat membengkak
dan mengalami nekrosis, karena kerja enzim-enzim maka bekuan darah akan mencair,
sehingga terbentuk suatu rongga. Sesudah beberapa bulan semua jaringan nekrotik akan
diganti oleh astrosit dan kapiler-kapiler baru sehingga terbentuk jalinan desekitar rongga tadi.
Akhirnya rongga-rongga tersebut terisi oleh astroglia yang mengalami proliferasi (Price &
Willson, 2002).
Kebanyakan kasus PIS terjadi pada pasien dengan hipertensi kronik. Keadaan ini
menyebabkan perubahan arteriosklerotik pembuluh darah kecil, terutama pada cabang-
cabang arteri serebri media, yang mensuplai ke dalam basal ganglia dan kapsula interna.
Pembuluh-pembuluh darah ini menjadi lemah, sehingga terjadi robekan dan reduplikasi pada
lamina interna, hialinisasi lapisan media dan akhirnya terbentuk aneurisma kecil yang dikenal
dengan aneurisma Charcot-Bouchard. Hal yang sama dapat terjadi pembuluh darah yang
mensuplai pons dan serebelum. Rupturnya satu dari pembuluh darah yang lemah
menyebabkan perdarahan ke dalam substansi otak (Gilroy,2000; Ropper, 2005).
Perdarahan subaraknoid sering dikaitkan dengan pecahnya aneurisma. Kebanyakan
aneurisma mengenai sirkulus wilisi. Hipertensi atau gangguan perdarahan mempermudah
kemungkinan terjadinya ruptur, dan sering terdapat lebih dari satu aneurisma. Gangguan
neurologis tergantung letak dan beratnya perdarahan. Pembuluh yang mengalami gangguan
biasanya arteri yang menembus otak seperti cabang cabang lentikulostriata dari arteri serebri
media yang memperdarahi sebagian dari 3 ganglia basalis dan sebagian besar kapsula
interna. Timbulnya penyakit ini mendadak dan evolusinya dapat cepat dan konstan,
berlangsung beberapa menit, beberapa jam, bahkan beberapa hari.
PATHWAY
E. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
1. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara apesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur.
2. CT Scan
Memperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya jaringan otak
yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti. CT scan merupakan pemeriksaan
paling sensitif untuk PIS dalam beberapa jam pertama setelah perdarahan. CT-scan dapat
diulang dalam 24 jam untuk menilai stabilitas
3. Pungsi lumbal
Tekanan yang meningkat dan di sertai dengan bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya haemoragia pada sub arachnoid atau perdarahan pada intrakranial.
Peningkatan jumlah protein menunjukan adanya proses inflamasi.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Dengan menggunakan gelombang magnetic untuk menentukan posisi serta besar/ luas
terjadinya perdarahan otak.
5. USG Dopler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).
6. EEG
Melihat masalah yang timbul dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya
impuls listrik dalam jaringan otak.

F. Penatalaksanaan Stroke
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai berikut:
1. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendir yang sering,
oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.
b. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha memperbaiki
hipotensi dan hipertensi.
2. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
3. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin pasien
harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
Pengobatan Konservatif
1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi maknanya
:pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan
agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral:
1.Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka arteri
karotis di leher.
2.Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling
dirasakan oleh pasien TIA.
3.Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4.Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN STROKE

a. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk mengenal
masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Tahap pengkajian
terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data, pengelompokkan data dan perumusan
diagnosis keperawatan. (Lismidar, 1990)
A. Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan klien
yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif, tingkat
perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien. (Marilynn E.
Doenges et al, 1998)
(a) Data demografi
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor
register, diagnose medis.
(b) Keluhan utama
Didapatkan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan
tidak dapat berkomunikasi.
(c) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat
klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau
gangguan fungsi otak yang lain. (Siti Rochani, 2000) Sedangkan stroke infark tidak
terlalu mendadak, saat istirahat atau bangun pagi, kadang nyeri copula, tidak kejang
dan tidak muntah, kesadaran masih baik.
(d) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D. Ignativicius, 1995)
(e) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus. (Hendro Susilo, 2000)
(f) Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor
biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan
keluarga.(Harsono, 1996)
(g) Pola-pola fungsi kesehatan
- Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat
kontrasepsi oral.
- Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut,
kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia ditandai
dengan kesulitan menelan, obesitas (Doengoes, 2000: 291)
- Pola eliminasi
Gejala menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti inkontinensia
urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder berlebih), bising usus
negatif (ilius paralitik), pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan
peristaltik usus.(Doengoes, 1998 dan Doengoes, 2000: 290)
- Pola aktivitas dan latihan
Gejala menunjukkan danya kesukaran untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah.
Tanda yang muncul adalah gangguan tonus otot (flaksid, spastis), paralitik
(hemiplegia) dan terjadi kelemahan umum, gangguan penglihatan, gangguan
tingkat kesadaran (Doengoes, 1998, 2000: 290)
- Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri
otot
- Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran
untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
- Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak
kooperatif.
- Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/ kekaburan
pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit.
Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir.
- Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan
stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.
- Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena
gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
- Integritas ego
Terdapat gejala perasaan tak berdaya, perasaan putus asa dengan tanda
emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira, kesulian
mengekspresikan diri (Doengoes, 2000: 290)
- Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak
stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. (Marilynn E. Doenges,
2000)
(h) Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
 Kesadaran: umumnya mengelami penurunan kesadaran
 Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang
tidak bisa bicara
 Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
2. Pemeriksaan integumen
 Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan
cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-
tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke
hemoragik harus bed rest 2-3 minggu
 Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
 Rambut : umumnya tidak ada kelainan
3. Pemeriksaan kepala dan leher
 Kepala : bentuk normocephalik
 Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
 Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
4. Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing
ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks
batuk dan menelan, adanya hambatan jalan nafas. Merokok merupakan faktor
resiko.
5. Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan
kadang terdapat kembung.
6. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
7. Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
8. Pemeriksaan neurologi
 Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis
VII dan XII central. Penglihatan menurun, diplopia, gangguan rasa
pengecapan dan penciuman, paralisis atau parese wajah.
 Pemeriksaan motorik: Hampir selalu terjadi kelumpuhan/ kelemahan pada
salah satu sisi tubuh, kelemahan, kesemutan, kebas, genggaman tidak sama,
refleks tendon melemah secara kontralateral, apraksia
 Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi, hilangnya rangsang
sensorik kontralteral.
 Pemeriksaan refleks
 Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah
beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks
patologis.
 Sinkop/pusing, sakitkepala, gangguan status mental/tingkat kesadaran,
gangguan fungsi kognitif seperti penurunan memori, pemecahan masalah,
afasia, kekakuan nukhal, kejang, dll (Jusuf Misbach, 1999, Doengoes, 2000:
291)
B. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan radiologi
b. Pemeriksaan laboratorium

Diagnosa dan Intervensi Keperawatan

1. Perubahan perfusi jaringan serebral b/d interupsi aliran darah, vasospasme serebral, edema
serebral
2. Tidak efektifnya bersihan jalan napas b/d akumulasi sputum akibat penurunan tingkat
kesadaran, penurunan kemampuan batuk, ketidakmampuan mengeluarkan sekret
3. Kerusakan mobilitas fisik b/d keterlibatan neuromuskuler kelemahan, parestesia, kerusakan
perseptual/kognitif
4. Defisit perawatan diri b/d kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan,
kehilangan kontrol, nyeri, depresi
5. Kerusakan komunikasi verbal b/d kerusakan sirkulasi serebral, kehilanga tonus otot fasial
ketidakmampuan berbicara

Rencana Intervensi

1. Perubahan perfusi jaringan serebral b/d interupsi aliran darah, vasospasme serebral,
edema serebral
Kriteria hasil:
- Mempertahankan tingkat kesadaran fungsi kognitif dan motorik/sensori.
- Mendemontrasikan tanda-tanda vital stabil.
Intervensi keperawatan
(1) Kaji faktor-faktor yang berhubungan dengan penyebab terjadinya koma atau menurunnya
perfusi jaringan otak.
R/ mempengaruhi intervensi.
(2) Catat status neurologis dan bandingkan dengan keadaan normal.
R/ mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan
mengetahui lokasi luas dan kemajuan kerusakan SSP.
(3) Pantau tanda-tanda vital.
R/ reaksi mungkin terjadi oleh karena tekanan / trauma serebral pada daerah vasomotor
otak.
(4) Evaluasi pupil: ukuran, bentuk, kesamaan dan reaksi terhadap cahaya.
R/ reaksi pupil berguna dalam menentukan apakah batang otak tersebut masih baik. Ukuran
dan kesamaan pupil ditentukan oleh keseimbangan antara persyaratan simpatis dan
parasimpatis yang mempersarafinya.
(5) Catat perubahan dalam penglihatan : kebutuhan, gangguan lapang pandang.
R/ gangguan penglihatan yang spesifik mencerminkan daerah otak yang terkena dan
mempengaruhi intervensi yang akan dilakukan.
(6) Kaji fungsi bicara jika pasien sadar.
R/ perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupakan indikator dari lokasi.
(7) Letakkan kepala engan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi anatomis.
R/ menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan meningkatkan sirkulasi.
(8) Pertahankan keadaan tirah baring : ciptakan lingkungan yan tenang.
R/ aktivitas yang kontinu dapat meningkatkan TIK, istirahat dan ketenangan diperlukan
untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragik.
(9) Cegah terjadinya mengejan saat defekasi dan pernafasan yang memaksa.
R/ manuver valsava dapat meningkatkan TIK dan memperbesar risiko terjadinya
perdarahan.
(10) Kaji adanya, kegelisahan yang meningkat, peka rangsang dan serangan kejang.
R/ merupakan indikasi adanya meningeal kejang dapat mencerminkan adanya peningkatan
TIK/trauma serebral yang memerlukan perhatian dan intervensi selanjutnya.
(11) Kolaborasi
- Beri oksigen sesuai indikasi
- Beri obat sesuai indikasi anti koagulasi, antifibrolitik, antihipertensi
- Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi.

2. Kerusakan mobilitas fisik b/d keterlibatan neuromuskuler kelemahan, parestesia,


kerusakan perseptual/kognitif
Kriteria hasil:
- Mempertahankan posisi optimal dari fungsi yang dibuktikan oleh tak adanya kontraktur.
- Meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena.
- Mendemonstrasikan teknik yang memungkinkan melakukan aktivitas.
- Mempertahankan integritas kulit.
Intervensi keperawatan
(1) Kaji kemampuan pasien dalam melakukan aktifitas secara fungsional/luasnya kerusakan
awal dan dengan cara yang teratur.
R/ mengidentifikasi kekuatan dan dapat memberikan informasi mengenai pemulih.
(2) Ubah posisi pasien setiap 2 jam.
R/ menurunkan risiko terjadinya trauma/iskemia jaringan.
(3) Letakkan pasien pada posisi telungkup satu kali atau dua kali sehari jika pasien dapat
mentoleransinya.
R/ membantu mempertahankan ekstensi pinggul fungsional.
(4) Latih pasien untuk melakukan pergerakan ROM atif dan pasif untuk semua ekstremitas.
R/ Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktur.
(5) Gunakan penyangga dengan ketika pasien berada dalam posisi tegak, sesuai indikasi.
R/ penggunaan penyangga dapat menurunkan resiko terjadinya subluksasi lengan.
(6) Evaluasi penggunaan dari/kebutuhan alat bantu untuk pengaturan posisi .
R/ kontraktur fleksi dapat terjadi akibat dari otot fleksor lebih kuat dibandingkan dengan
otot ekstensor.
(7) Tindakan Kolaborasi
- Berikan tempat tidur khusus sesuai indikasi.
- Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif, ambulan pasien
- Berikan obat relaksan otot, antispasmodik, sesuai indikasi.
3. Defisit perawatan diri b/d kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan
ketahanan, kehilangan kontrol, nyeri, depresi
Kriteria hasil:
- Mendemonstrasikan teknik untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
- Melakukan aktivitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri.
- Mengidentifikasi sumber pribadi.
Intervensi Keperawatan
(1) Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan untuk melakukan kebutuhan sehari-hari.
R/ membantu dalam mengantisipasi pemenuhan kebutuhan secara individual.
(2) Pertahankan dukungan sikap, yang tegas, beri pasien waktu ya cukup untuk mengerjakan
tugasnya.
R/ Pasien akan memerlukan empati tetap perlu untuk mengetahui pemberi asuhan yang
akan membantu pasien secara konsisten.
(3) Kaji kemampuan pasien untuk berkomunikasi tentang keutuhannya.
R/ tidak dapat mengatakan kebutuhannya pada fase pemulihan akut tetapi biasanya dapat
mengontrol kembali fungsi sesuai perkembangan proses penyembuhan.
(4) Kolaborasi
- Konsultasikan dengan ahli fisioterapi.
R/ memberikan bantuan untuk mengembangkan rencana terapi dan meng-
identifikasikan kebutuhan alat penyokong khusus.
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,
Jakarta, EGC.
Carpenito Linda Juall. 1995, Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Jakarta EGC.
Depkes RI. 1996, Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan,
Jakarta, Diknakes.
Doenges, M.E. 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.
Hudak C.M.,Gallo B.M. 1996, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik. Edisi VI, Volume II,
Jakarta, EGC.
Price S.A., Wilson L.M. 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4,
Buku II, Jakarta, EGC.

Anda mungkin juga menyukai