ASKEP HIV-AIDS DENGAN TBC - Tambahan

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH KEPERAWATAN HIV-AIDS

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN HIV-AIDS DENGAN TBC

Dosen pengampu:

Ns. Pira Prahmawati,S.Kep,M.Kes

Disusun Oleh :

Kelompok 1

1. Alda Puspita Sari (142012018002)


2. Bobby Wahyu Pratama (142012018007)
3. Desvi Royana (142012018009)
4. Rolanda Gusti Al-syukron (142012018036)
5. Tri Yesi Fransiska (142012018041)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG

TAHUN AJARAN 2020


KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan Kehadirat Allah swt, karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun tugas ini
dengan baik dan tepat pada waktunya.Dalam makalah ini kami membahas
mengenai Asuhan Keperawatan Hypotiroid.
Makalah ini dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan
dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan
selama mengerjakan makalah ini.Oleh karena itu, kami mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada
makalah ini.Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan
saran serta kritik yang dapat membangunkami.Kritik konstruktif dari pembaca
sangat kami harapkan untukpenyempurnaanmakalahselanjutnya. Akhir kata
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.

Pringsewu, Februari 2020

Kelompok

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Orang yang terkena virus HIV/AIDS ini akan menjadi rentan


terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Penyakit AIDS
ini telah menyebar ke berbagai negara di dunia. TB ( Tubrkulosis )
merupakan salah satu infeksi oportunistik tersering menyerang pada orang
dengan HIV/AIDS di Indonesia. Infeksi HIV/AIDS memudahkan terjadinya
infeksi mycobacterium tuberculosis. Penderita HIV/AIDS mempunyai
resiko lebih besar menderita TB di bandingkan dengan non-HIV/AIDS.
Tuberkulosis peritoneal yang biasanya disebut dengan HIV-AIDS Ko-
Infeksi TB Paru merupakan masalah besar yang sering dijumpai di Dunia.
Begitu pula di Indonesia masih sering kita jumpai penyakit tersebut. HIV-
AIDS Ko-Infeksi TB Paru cenderung meningkat setiap tahunnya. TB Paru
meningkat dikarenakan HIV-AIDS semakin meningkat terutama dinegara
berkembang (Setiati,2015 Hal.863)

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apasaja pengkajian bio,psiko,sosial spiritual dan cultural?


2. Apasaja pemeriksaan fisik dan diagnostic?
3. Apasaja penatalaksanaan pada pasien HIV-AIDS dengan TBC?
4. Ada diagnosa keperawatan pada pasien HIV-AIDS dengan TBC?
5. Bagaimana rencana keperawatan?

C. TUJUAN

1. Mengetahui apasaja pengkajian bio,psiko,sosial spiritual dan


cultural
2. Mengetahui apasaja pemeriksaan fisik dan diagnostic
3. Mengetahui apasaja penatalaksanaan pada pasien HIV-AIDS
dengan TBC
4. Mengetahui apasaja diagnosa keperawatan
5. Mengetahui bagaimana cara menyusun rencana keperawatan
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengkajian

1. Biologis
a. Respons Biologis (Imunitas)
Secara imunologis, sel T yang terdiri dari limfosit T-helper, disebut
limfosit CD4+ akan mengalami perubahan baik secara kuantitas maupun
kualitas. HIV menyerang CD4+ baik secara langsung maupun tidak
langsung. Secara langsung, sampul HIV yang mempunyai efek toksik
akan menghambat fungsi sel T (toxic HIV). Secara tidak langsung,
lapisan luar protein HIV yang disebut sampul gp 120 dan anti p24
berinteraksi dengan CD4+ yang kemudian menghambat aktivasi sel yang
mempresentasikan antigen (APC).
Setelah HIV melekat melalui reseptor CD4+ dan co-reseptornya bagian
sampul tersebut melakukan fusi dengan membran sel dan bagian intinya
masuk ke dalam sel membran. Pada bagian inti terdapat enzim reverse
transcripatase yang terdiri dari DNA polimerase dan ribonuclease. Pada
inti yang mengandung RNA, dengan enzim DNA polimerase menyusun
kopi DNA dari RNA tersebut. Enzim ribonuclease memusnahkan RNA
asli. Enzim polimerase kemudian membentuk kopi DNA kedua dari
DNA pertama yang tersusun sebagai cetakan (Stewart, 1997;
Baratawidjaja, 2000).
Kode genetik DNA berupa untai ganda setelah terbentuk, maka akan
masuk ke inti sel. Kemudian oleh enzim integrase, DNA copi dari virus
disisipkan dalam DNA pasien. HIV provirus yang berada pada limfosit
CD4+, kemudian bereplikasi yang menyebabkan sel limfosit CD4
mengalami sitolisis (Stewart, 1997). Virus HIV yang telah berhasil
masuk dalam tubuh pasien, juga menginfeksi berbagai macam sel,
terutama monosit, makrofag, sel-sel mikroglia di otak, sel – sel hobfour
plasenta, sel-sel dendrit pada kelenjar limfe, sel- sel epitel pada usus, dan
sel langerhans di kulit. Efek dari infeksi pada sel mikroglia di otak adalah
encepalopati dan pada sel epitel usus adalah diare yang kronis (Stewart,
1997). Gejala-gejala klinis yang ditimbulkan akibat infeksi tersebut
biasanya baru disadari pasien.
Setelah beberapa waktu lamanya tidak mengalami kesembuhan. Pasien
yang terinfeski virus HIV dapat tidak memperlihatkan tanda dan gejala
selama bertahuntahun. Sepanjang perjalanan penyakit tersebut sel CD4+
mengalami penurunan jumlahnya dari 1000/ul sebelum terinfeksi
menjadi sekitar 200 – 300/ul setelah terinfeksi 2 – 10 tahun (Stewart,
1997).

2. Psikologis
Reaksi Psikologis Pasien HIV
Reaksi Proses psikologis Hal-hal yang biasa di jumpai

a. Shock (kaget,goncangan batin)Merasa bersalah, marah,tidak


berdayaRasa takut, hilang akal,frustrasi, rasa sedih, susah,acting out
b. Mengucilkan diri, Merasa cacat dan tidak berguna, menutup diri,
Khawatir menginfeksi oranglain, murung
c. Membuka status secara terbatas, ingin tahu reaksi orang lain, pengalihan
stres, ingin dicintai penolakan, stres, konfrontasi
d. Mencari orang lain yang HIV positif berbagi rasa, pengenalan,
kepercayaan, penguatan, dukungan sosial ketergantungan, campur
tangan, tidak percaya pada pemegang rahasia dirinya
e. Status khusus Perubahan keterasingan menjadi manfaat
khusus,perbedaan menjadi hal yangistmewa, dibutuhkan olehyang
lainnyaKetergantungan, dikotomikita dan mereka (sema orangdilihat
sebagai terinfeksi HIVdan direspon seperti itu), overidentification
f. Perilaku mementingkan orang lain komitmen dan kesatuan kelompok,
kepuasan memberi dan berbagi, perasaan sebagi kelompok pemadaman,
reaksi dan kompensasi yang berlebihan
g. Penerimaan Integrasi status positif HIV dengan identitas diri,
keseimbangan antara kepentingan orang lain dengan diri sendiri, bisa
menyebutkan kondisi seseorang apatis, sulit berubah.

Respons Psikologis (penerimaan diri) terhadap Penyakit Kubler „Ross


(1974) menguraikan lima tahap reaksi emosi seseorang terhadap
penyakit, yaitu.
a. Pengingkaran (denial) Pada tahap pertama pasien menunjukkan
karakteristik perilaku pengingkaran, mereka gagal memahami dan
mengalami makna rasional dan dampak emosional dari diagnosa.
Pengingkaran ini dapat disebabkan karena ketidaktahuan pasien
terhadap sakitnya atau sudah mengetahuinya dan mengancam dirinya.
Pengingkaran dapat dinilai dari ucapan pasien “saya di sini istirahat.”
Pengingkaran dapat berlalu sesuai dengan kemungkinan
memproyeksikan pada apa yang diterima sebagai alat yang berfungsi
sakit, kesalahan laporan laboratorium, atau lebih mungkin perkiraan
dokter dan perawat yang tidak kompeten. Pengingkaran diri yang
mencolok tampak menimbulkan kecemasan, pengingkaran ini
merupakan buffer untuk menerima kenyataan yang sebenarnya.
Pengingkaran biasanya bersifat sementara dan segera berubah menjadi
fase lain dalam menghadapi kenyataan (Achir Yani, 1999).
b. Kemarahan (anger) Apabila pengingkaran tidak dapat dipertahankan
lagi, maka fase pertama berubah menjadi kemarahan. Perilaku pasien
secara karakteristik dihubungkan dengan marah dan rasa bersalah.
Pasien akan mengalihkan kemarahan pada segala sesuatu yang ada
disekitarnya. Biasanya kemarahan diarahkan pada dirinya sendiri dan
timbul penyesalan. Yang menjadi sasaran utama atas kemarahan adalah
perawat, semua tindakan perawat serba salah, pasien banyak menuntut,
cerewet, cemberut, tidak bersahabat, kasar, menantang, tidak mau
bekerja sama, sangat marah, mudah tersinggung, minta banyak
perhatian dan iri hati. Jika keluarga mengunjungi maka menunjukkan
sikap menolak, yang mengakibatkan keluarga segan untuk datang, hal
ini akan menyebabkan bentuk keagresipan (Hudak & Gallo, 1996).
c. Sikap tawar menawar (bargaining) Setelah marah-marah berlalu, pasien
akan berfikir dan merasakan bahwa protesnya tidak ada artinya. Mulai
timbul rasa bersalahnya dan mulai membina hubungan dengan Tuhan,
meminta dan berjanji merupakan ciri yang jelas yaitu pasien
menyanggupi akan menjadi lebih baik bila terjadi sesuatu yang
menimpanya atau berjanji lain jika dia dapat sembuh (Achir Yani,
1999).
d. Depresi Selama fase ini pasien sedih/ berkabung mengesampingkan
marah dan pertahanannya serta mulai mengatasi kehilangan secara
konstruktif. Pasien mencoba perilaku baru yang konsisten dengan
keterbatasan baru. Tingkat emosional adalah kesedihan, tidak berdaya,
tidak ada harapan, bersalah, penyesalan yang dalam, kesepian dan waktu
untuk menangis berguna pada saat ini. Perilaku fase ini termasuk
mengatakan ketakutan akan masa depan, bertanya peran baru dalam
keluarga intensitas depresi tergantung pada makna dan beratnya
penyakit (Netty, 1999). e) Penerimaan dan partisipasi Sesuai dengan
berlalunya waktu dan pasien beradapatasi, kepedihan dari kesabatan
yang menyakitkan berkurang dan bergerak menuju identifikasi sebagai
seseorang yang keterbatasan karena penyakitnya dan sebagai seorang
cacat. Pasien mampu bergantung pada orang lain jika perlu dan tidak
membutuhkan dorongan melebihi daya tahannya atau terlalu
memaksakan keterbatasan atau ketidakadekuatan (Hudak & Gallo,
1996). Proses ingatan jangka panjang yang terjadi pada keadaan stres
yang kronis akan menimbulkan perubahan adaptasi dari jaringan atau
sel. Adaptasi dari jaringan atau sel imun yang memiliki hormon kortisol
dapat terbentuk bila dalam waktu lain menderita stres, dalam teori
adaptasi dari Roy dikenal dengan mekanisme regulator.

3. Sosial
Interaksi social
Gejala : masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis,mis. Kehilangan
karabat/orang terdekat, teman, pendukung rasa takut untuk
mengungkapkannya pada orang lain, takut akan penolakan/kehilangan
pendapatan. Isolasi, keseian, teman dekat ataupun pasangan yang
meninggal karena AIDS. Mempertanyakan kemampuan untuk tetap
mandiri, tidak mampu membuat rencana.
Tanda : perubahan pada interaksi keluarga/ orang terdekat.aktivitas yang tak
terorganisasi.

4. Spiritual
Respons Adaptif Spiritual
Respons Adaptif Spiritual dikembangkan dari konsep Ronaldson (2000) dan
Kauman & Nipan (2003). Respons adaptif Spiritual, meliputi:
a. Menguatkan harapan yang realistis kepada pasien terhadap kesembuhan
Harapan merupakan salah satu unsur yang penting dalam dukungan
sosial. Orang bijak mengatakan “hidup tanpa harapan, akan membuat
orang putus asa dan bunuh diri”. Perawat harus meyakinkan kepada
pasien bahwa sekecil apapun kesembuhan, misalnya akan memberikan
ketenangan dan keyakinan pasien untuk berobat.
b. Pandai mengambil hikmah
Peran perawat dalam hal ini adalah mengingatkan dan mengajarkan
kepada pasien untuk selalu berfikiran positif terhadap semua cobaan
yang dialaminya. Dibalik semua cobaan yang dialami pasien, pasti ada
maksud dari Sang Pencipta. Pasien harus difasilitasi untuk lebih
mendekatkan diri kepada Sang Pencipta dengan jalan melakukan ibadah
secara terus menerus. Sehingga pasien diharapkan memperoleh suatu
ketenangan selama sakit.
c. Ketabahan hati
Karakteristik seseorang didasarkan pada keteguhan dan ketabahan hati
dalam menghadapi cobaan. Individu yang mempunyai kepribadian yang
kuat, akan tabah dalam menghadapi setiap cobaan. Individu tersebut
biasanya mempunyai keteguhan hati dalam menentukan kehidupannya.
Ketabahan hati sangat dianjurkan kepada PHIV. Perawat dapat
menguatkan diri pasien dengan memberikan contoh nyata dan atau
mengutip kitab suci atau pendapat orang bijak; bahwa Tuhan tidak akan
memberikan cobaan kepada umatNYA, melebihi kemampuannya (Al.
Baqarah, 286). Pasien harus diyakinkan bahwa semua cobaan yang
diberikan pasti mengandung hikmah, yang sangat penting dalam
kehidupannya.

5. Kultural
Faktor budaya berkaitan juga dengan fenomena yang muncul dewasa ini
dimana banyak ibu rumah tangga yang “baik-baik” tertular virus HIV
/AIDS dari suaminya yang sering melakukan hubungan seksual selain
dengan istrinya. Hal ini disebabkan oleh budaya permisif yang sangat berat
dan perempuan tidak berdaya serta tidak mempunyai bargaining position
(posisi rebut tawar) terhadap suaminya serta sebagian besar perempuan
tidak memiliki pengetahuan akan bahaya yang mengancamnya.
Kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah untuk menanggulangi
masalah HIV /AIDS Selama ini adalah melaksanakan bimbingan sosial
pencegahan HIV /AIDS, pemberian konseling dan pelayanan sosial bagi
penderita HIV /AIDS yang tidak mampu. Selain itu adanya pemberian
pelayanan kesehatan sebagai langkah antisipatif agar kematian dapat
dihindari, harapan hidup dapat ditingkatkan dan penderita HIV /AIDS dapat
berperan sosial.

B. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan umum :

1. Kesadaran : Dapat terjadi penurunan kesadaran hingga koma


2. Tekanan darah : -
3. Nadi : Penurunan / peningkatan nadi
4. Pernafasan : penurunan / peningkatan RR
5. Suhu : demam menetap > 4 minggu
6. TB/BB : Pada stadium awal akhir akan mengalami
penurunan berat badan secara progresif (BMI < 18,5)

Pemeriksaan Head to toe :

1. Kepala :

Sebhorroic dermatitis, gejala pneumocystis cranii, nyeri kepala


menetap

2. Kulit :

Infeksi kulit umum, herpes simplex, popular pruritic eruption (PPE)


pada lengan, tungkai, dan bokong, turgor kulit tidak elastis, sarcoma
Kaposi

3. Mata : renitis
4. Hidunga :-
5. Telinga :-
6. Mulut :

a. Lesi pada mulut →kaposi sarcoma


b. Candida oral→ plaque putih yang melapisi rongga mulut dan
lidah→ candidiasis
c. Candidiasis esophagus
d. Hairy leukoplakia : lesi / plaque atau seperti proyeksi
rambutbergelombang pada bagian lateral lidah yang tidak nyeri
dan tidak dapat hilang dengan menggosoknya
e. Ginggivitis
f. Angular cheilitis

7. Leher
Lymphadenopathy persisten

8. Dada atau pernafasan

a. Sesak nafas (dispneu atau takipneu)


b. Batuk produktif dan batuk non produktif dengan SaO2< 80
%(PCP)
c. Retraksi interkostalis
d. Infeksi saluran saluran pernafasan yang berulang
e. Batuk menetap > 4 minggu
f. Gejala tuberculosis paru

9. Thoraks (jantung)

Inspeksi : ictus cordis terlihat

Palpasi : ictus cordis teraba

Auskultasi : S1 dan S2 reguler

Perkusi: batas jantung normal

10. Abdomen

Inspeksi : tidak ada lesi , terdapat pembesaran abdomen

Palpasi : tidak ada nyeri tekan

Auskultasi : bising usus < 15 x / menit

Perkusi : Timpani

11. Genetalia

12. Ekstremitas
5555 5555

4444 4444

0 : tidak mampu bergerak sama sekali

1 : hanya mampu menggerakkan ujung ekstremitas

2 : hanya mampu menggeser sedikit

3 : mampu mengangkat tangan dengan bantuan

4 : kekuatan otot sedikit berkurang, mampu melawan gravitasi sesaat


lalu jatuh

5 : kekuatan otot utuh mampu melawan gravitasi

C. Diagnostik

1. Tes untuk mendiagnosa infeksi HIV

- ELISA
- Western blot
- P24 antigen test
- Kultur HIV

2. Tes untuk mendeteksi gangguan sistem imun

- Hematokrit
- LED
- Rasio CD4 / CD Limposit
- Serum mikroglobulin B2
- Hemoglobin

D. Penatalaksanaan pasien HIV-AIDS dengan TBC


1. Pengobatan Suporatif

Tujuan :

- Meningkatkan keadaan umum pasien


- Pemberian gizi yang sesuai
- Obat sistometik dan vitamin
- Dukungan Pasienikologis

2. Pengobatan infeksi oportunistik

g. untuk infeksi :

- Kardidiasis eosofagus
- Tuberculosis
- Toksoplasmosis
- Herpes
- Pcp
- Pengobatan yang terkait AIDS , limfoma malignum ,
sarcoma Kaposi dan sarcoma servik, disesuaikan dengan
standar terapi penyakit kanker

h. Terapi :

- Flikonasol

- Rifamfisin, INH , Etambutol, Piraziramid, Stremptomisin

- Pirimetamin, Sulfadiazine, Asam folat - Ansiklovir

- Kotrimoksazol

3. Pengobatan anti retro virus

Tujuan :
- Mengurangi kematian dan kesakitan
- Menurunkan jumlah virus
- Meningkatkan kekebalan tubuh
- Mengurangi resiko penularan

E. Patofisiologi

Patofisiologi Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans (


sel imun ) adalah sel-sel yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (
HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang.
Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat pengikatan
dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu
antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun,
maka Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain dengan
meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang juga
dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi
virus dan sel yang terinfeksi. Virus HIV dengan suatu enzim, reverse
transkriptase, yang akan melakukan pemograman ulang materi genetik dari
sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA. DNA ini akan
disatukan kedalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian
terjadi infeksi yang permanen. Enzim inilah yang membuat sel T4 helper
tidak dapat mengenali virus HIV sebagai antigen. Sehingga keberadaan
virus HIV didalam tubuh tidak dihancurkan oleh sel T4 helper.
Kebalikannya, virus HIV yang menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari
sel T4 helper adalah mengenali antigen yang asing, mengaktifkan limfosit
B yang memproduksi antibodi, menstimulasi limfosit T sitotoksit,
memproduksi limfokin, dan mempertahankan tubuh terhadap infeksi
parasit. Kalau fungsi sel T4 helper terganggu, mikroorganisme yang
biasanya tidak menimbulkan penyakit akan memiliki kesempatan untuk
menginvasi dan menyebabkan penyakit yang serius. Dengan menurunya
jumlah sel T4, maka sistem imun seluler makin lemah secara progresif.
Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel
T penolong. Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus
(HIV ) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama
bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari
sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 per
ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi. Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini,
gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur oportunistik ) muncul,
Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan
menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah.
Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah
200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau
dimensia AIDS.

F. Pathway
G. Diagnosa keperawatan

a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan adanya


sputum di jalan nafas
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan jalan nafas
c. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan menurunnya nafsu makan dan mual muntah
d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kegelisahan akibat
perubahan status kesehatan
e. Resiko tinggi infeksi b/d malnutrisi dan pola hidup beresiko
f. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan, pertukaran oksigen malnutrisi

H. Rencana keperawatan

Diagnosa Tujuan dan kriteria


No Intervensi Rasional
Keperawatan Hasil
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan 1. Kaji keadaan umum 1. Memantau
bersihan jalan tindakan keperawatan klien kondisi pasien

nafas selama …diharapkan


berhubungan bersihan jalan nafas
dengan adanya kembali efektif 2. Berikan posisi 2. Memberikan
sputum di jalan dengan kriteria hasil : semifowler kenyaman pada

nafas` pasien
 Mampu 3. Posisikan klien 3. Memudahkan
mengeluarkan untuk pasien ketika

sputum memaksimalkan bernafas


4. Mengeluarkan
 Frekuensi ventilasi
sputum
pernafasan dalam
4. Ajarkan untuk 5. Pemberian
rentang normal (18
batuk efektif oksigen sebanyak 4
– 20 / menit)
l / menit
 Tanda – tanda vital 5. Monitor respirasi
dalam rentang dan status O2, oxygen
normal therapy

2. Pola nafas tidak Setelah dilakukan 1. Kaji pola nafas 1. Untuk


efektif tindakan keperawatan mengetahui
2. Auskultasi bunyi
berhubungan selama … jam pola nafas
nafas dan catat adanya 2. Rhonki dan
dengan diharapkan pola nafas
bunyi nafas seperti wheezing
gangguan jalan kembali efektif
krekels dan wheezing menyertai
nafas dengan kriteria hasil :
obstruksi jalan
3. Berikan posisi
 nafas dalam batas nafas /
semifowler
normal (18 – 20 x/ kegagalan
menit) bernafas
4. Ciptakan
 Tidak ada retraksi lingkungan yang
3.
dinding dada Memaksimalka
adekuat
n ekpansi paru
5. Kolaborasi dengan 4. Memberikan

tim medis dalam lingkungan

pemberian terapi aman dan


nyaman
5. Membantu
dalam
pemberian
terapi yang
tepat
3. Ketidakseimban Setelah dilakukan 1. Kaji keadaan umum 1. Memantau
gan nutrisi tindakan selama pasien kondisi pasien
kurang dari …ketidakseimbangan 2.Monitor input dan
outpur 2. Menyesuaikan
kebutuhan tubuh nutrisi terpenuhi
3. Anjurkan makan kebutuhan
berhubungan dengan kriteria hasil :
sedikit tapi sering kalori yang
dengan
menurunnya  Tanda – tanda vital 4. Kolaborasi dengan dibutuhkan

nafsu makan dan dalam batas ahli gizi


3. Memenuhi
mual muntah normal
kebutuhan
 BB menigkat
nutrisi pasien
 Klien mengatakan
nafsu makan 4. Menjaga
meningkat keseimbangan
 Mual muntah pasien
berkurang

4. Gangguan pola Setelah dilakukan 1. Kaji keadaan umum 1. Memantau


tidur tindakan selama … pasien kondisi klien
berhubungan diharapkan perubahan
2. Kaji kebutuhan 2. Mengetahui
dengan pola tidur tidak terjadi
istirahat tidur intensitas tidur
kegelisahan dengan kriteria hasil :
pasien klien
akibat perubahan
status kesehatan  Klien mengatakan
3. Identifikasi 3. Mengetahui
sudah bisa tidur
penyebab penyebab
 Jumlah tidur
perubahan pola untuk
normal (6 – 8
tidur klien memberikan
jam/hari)
4. Berikan posisi intervensi
semifowler yang tepat

5. Kolaborasi dengan 4. Merangsang


keluarga klien klien supaya
supaya tertidur
menciptakan
5. Membantu
suasana yang
klien untuk
tenang dan nyaman
tidur nyenyak
1 Reiko tinggi Pasien akan bebas - Monitor tanda- - Untuk
infeksi b/d infeksi oportunistik tanda infeksi pengobata
malnutrisi dan dan komplikasinya, baru n dini
pola hidup dengan KH : - Gunakan - Mencegah
beresiko teknik aseptik pasien
- Tidak ada
pada setiap terpapar
tanda-tanda
tindakan kuman
infeksi baru
inovatif pathogen
- - TTV dalam
- Kumpulkan dari RS
batas normal
specimen - Meyakink
untuk test lab, an
sesuai order diagnosis
- Atur akurat dan
pemberian anti pengobata
infeksi sesuai n
oerder - Memperta
hankan
kadar
darah
yang
terapeutik
2 Intoleransi Pasien dapat - Monitor - respon
aktivitas b/d berpartisifasi dalam respon bervariasi
kelemahan, kegiatan, dengan KH : fisiologis dari hari
pertukaran terhadap ke hari
- Bebas dyspnea
oksigen, aktivitas - menguran
dan takikardi
malnutrisi - Berikan gi
selama
bantuan kebutuhan
aktivitas
perawatan energy
yang pasien - ekstra
sendiri tidak istirahat
mampu perlu
- - Jadwalkan untuk
perawatan meningkat
pasien kan
sehingga tidak kebutuhan
mengganggu metabolic
istirahat
DAFTAR PUSTAKA

Barbara C. Long. 1996 Perawatan Medikal Bedah. Pedjajaran Bandung

Doenges, Marylyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 4. Penerbit


Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Padila. S.Kep.NS.2012. Keperawatan Medikal Bedah. Numed. Yogyakarta

Smeltzer , Bare, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah , Brunner dan
suddart, Edisi 8, Jakarta, EGC

Anda mungkin juga menyukai