Anda di halaman 1dari 14

ENZIM II

Pendahuluan

Enzim adalah molekul biopolimer yang tersusun dari serangkaian asam amino dalam
komposisi dan susunan rantai yang teratur dan tetap. Enzim memegang peranan penting dalam
berbagai reaksi di dalam sel. Sebagai protein, enzim diproduksi dan digunakan oleh sel hidup
untuk mengkatalisis reaksi, antara lain konversi energi dan metabolisme pertahanan sel. Amilase
mempunyai kemampuan untuk memecah molekul-molekul pati dan glikogen Molekul pati yang
merupakan polimer dari alfa-D-glikopiranosa akan dipecah oleh enzim pada ikatan alfa-1,4- dan
alfa-l,6-glikosida. Enzim digolongkan menurut reaksi yang diikutinya, sedangkan masing-
masing enzim diberi nama menurut nama substratnya, misalnya urease, arginase dan lain-lain. Di
samping itu ada pula beberapa enzim yang dikenal dengan nama lama misalnya pepsin, tripsin
dan lain-lain.
Enzim dibagi dalam enam golongan besar oleh Commision on Enzymes of the
International Union of Biochemistry.Penggolongan ini didasarkan atas reaksi kimia di mana
enzim memegang peranan Dalam mempelajari mengenai enzim, dikenal beberapa istilah
diantaranya holoenzim, apoenzim, kofaktor, gugus prostetik, koenzim, dan substrat.Apoenzim
adalah suatu enzim yang seluruhnya terdiri dari protein, sedangkan holoenzim adalah enzim
yang mengandung gugus protein dan gugus non protein.Gugus yang bukan protein tadi dikenal
dengan istilah kofaktor.Pada kofaktor ada yang terikat kuat pada protein dan sukar terurai dalam
larutan yang disebut gugus prostetik dan adapula yang tidak terikat kuat pada protein sehingga
mudah terurai yang disebut koenzim.Baik gugus prostetik maupun koenzim, keduanya
merupakan bagian yang memungkinkan enzim bekerja pada substrat.Substrat merupakan zat-zat
yang diubah atau direaksikan oleh enzim (Poedjiadi 2006).
Enzim dikatakan sebagai suatu kelompok protein yang berperan dalam aktivitas
biologis.Enzim ini berfungsi sebagai katalisator dalam sel dan sifatnya sangat khas.Dalam
jumlah yang sangat kecil, enzim dapat mengatur reaksi tertentu sehingga dalam keadaan normal
tidak terjadi penyimpangan hasil reaksinya. Enzim akan kehilangan aktivitasnya karena panas,
asam dan basa kuat, pelarut organik atau apa saja yang bisa menyebabkan denaturasi protein.
Enzim dinyatakan mempunyai sifat yang sangat khas karena hanya bekerja pada substrat tertentu
(Girinda 1990).
Enzim merupakan unit fungsional dari metabolisme zat, bekerja dengan urutan yang
teratur.Enzim mengkatalis ratusan reaksi tahap yang menguraikan molekul nukleat.Reaksi yang
menyimpan dan mengubah energi kimia dan membuat makromolekul sel dan prekusor
sederhana.Diantara sekelompok yang berpartisipasi dalam metabolisme terdapat sekelompok
khusus yang dikenal sebagai enzim pengatur yang dapat mengenali berbagai isyarat metabolik
dan mengubah kecepatan kataliknya sesuai dengan isyarat yang diterima.Melalui aktivitasnya,
sistem enzim terkoordinasi dengan baik menghasilkan suatu hubungan yang harmonis antara
sejumlah aktivitas metabolik yang berbeda yang diperlukan untuk menunjang kehidupan
(Lehnninger 1995).
Fungsi penting dari enzim adalah sebagai biokatalisator, reaksi kimia secara kolektif
membentuk metabolisme perantara sel, suatu bagian yang sangat kecil dari suatu molekul besar
protein enzim sangat berperan untuk katalis reaksi.Bagian yang kecil ini dinamakan bagian aktif
enzim.Aktivitas katalik enzim dapat ditentukan juga melalui struktur tiga dimensi molekul enzim
tersebut.Enzim disini mempunyai peranan katalis dalam menurunkan aktivitas dari reaksi
energi.Aktivasi dapat diartikan sebagai sejumlah energi atau kalori yang diturunkan oleh suatu
mol zat pada temperatur tertentu untuk membawa molekul kedalam aktifnya atau keadaan
aktifnya, menurunkan energi aktivasi, mempercepat reaksi pada suhu dan tekanan tetap tanpa
mengubah besarnya tetapan seimbangnya, dan mengendalikan reaksi (Wirahadikusuma
1989).Enzim terdiri atas dua bagian, yaitu koenzim dan apoenzim.Koenzim dan apoenzim
membentuk haloenzim yang merupakan enzim aktif.Tanpa adanya koenzim, enzim menjadi tidak
aktif (Winarno 1983).
Enzim memegang peranan penting dalam berbagai reaksi dalam sel. Sebagai protein,
enzim diproduksi dan digunakan oleh sel hidup untuk mengkatalisis reaksi seperti konversi
energi dan metabolisme pertahanan sel. Enzim amilase memiliki kemampuan untuk memecah
molekul-molekul pati dan glikogen. Molekul pati yang merupakan polimer dari alfa-D-
glikopiranosa akan dipecah oleh enzim pada ikatan alfa-1,4- dan alfa-1,6-glikosida (Hart 2003).

Enzim amilase dapat diperoleh dari sekresi air liur atau saliva.Saliva adalah suatu cairan
oral yang kompleks dan tidak berwarna yang terdiri atas campuran sekresi dari kelenjar ludah
besar dan kecil yang ada pada mukosa oral.Saliva dapat disebut juga kelenjar ludah atau kelenjar
air liur.Semua kelenjar ludah mempunyai fungsi untuk membantu mencerna makanan dengan
mengeluarkan suatu sekret yang disebut “saliva” (ludah atau air liur). Pembentukan kelenjar
ludah dimulai pada awal kehidupan fetus (4 - 12 minggu) sebagai invaginasi epitel mulut yang
akan berdiferensiasi ke dalam duktus dan jaringan asinar.

Saliva merupakan cairan mulut yang kompleks terdiri dari campuran sekresi kelenjar
saliva mayor dan minor yang ada dalam rongga mulut.Saliva sebagian besar yaitu sekitar 90
persennya dihasilkan saat makan yang merupakan reaksi atas rangsangan yang berupa
pengecapan dan pengunyahan makanan (Kidd 1992).
Saliva terdapat sebagai lapisan setebal 0,1-0,01 mm yang melapisi seluruh jaringan
rongga mulut. Pengeluaran air ludah pada orang dewasa berkisar antara 0,3-0,4 ml/menit
sedangkan apabila distimulasi, banyaknya air ludah normal adalah 1-2 ml/menit. Menurunnya
pH air ludah (kapasitas dapar / asam) dan jumlah air ludah yang kurang menunjukkan adanya
resiko terjadinya karies yang tinggi. Meningkatnya pH air ludah (basa) akan mengakibatkan
pembentukan karang gigi.

Saliva memiliki beberapa fungsi, yaitu melicinkan dan membasahi rongga mulut
sehingga membantu proses mengunyah dan menelan makanan, membasahi dan melembutkan
makanan menjadi bahan setengah cair ataupun cair sehingga mudah ditelan dan dirasakan,
membersihkan rongga mulut dari sisa-sisa makanan dan kuman, mempunyai aktivitas
antibacterial dan sistem buffer, membantu proses pencernaan makanan melalui aktivitas enzim
ptyalin (amilase ludah) dan lipase ludah, perpartisipasi dalam proses pembekuan dan
penyembuhan luka karena terdapat faktor pembekuan darah dan epidermal growth factor pada
saliva, jumlah sekresi air ludah dapat dipakai sebagai ukuran tentang keseimbangan air dalam
tubuh dan membantu dalam berbicara (pelumasan pada pipi dan lidah).

Tujuan Percobaan

Praktikum bertujuan menentukan aktvitas enzim terhadap pengaruh suhu, pH, konsentrasi
substrat, dan konsentrasi enzim.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah tabung reaksi, pipet tetes, pipet Mohr, gelas piala, bulb,
kaki tiga, pembakar spirtus,
Bahan-bahan yang digunakan adalah air liur, air suling, Na2CO3, kanji, pereaksi Iod,
pereaksi Benedict, HCl, CH3COOH.

Prosedur Percobaan

Penentuan pengaruh suhu pada aktivasi amilase air liur dilakukan dengan disiapkan 4
tabung reaksi berisi 2 ml air liur.Air liur ditambahkan 2 ml aquades dan dikocok.Tabung dibuat
pada suhu 5oC, 28oC, 37oC, dan 100oC menggunakan penangas air.Diamkan selama 15 menit
dan ditambahkan 2 ml larutan kanji 1% dan dikocok hingga merata.Lakukan uji iod dan
benedict.

Penentuan pengaruh pH pada aktivasi amilase air liur dilakukan dengan disiapkan 4
tabung reaksi berisi 2 ml air liur. Tabung diatur pada suhu 1,5,7, dan 9 dengan cara tabung
ditambahkan pereaksi berturut-turut 2 ml HCl, 2 ml asam asetat, 2 ml aqudes, dan 2 ml Na-
karbonat 0,1%. Diamkan selama 15 menit pada penangas air 37% dan ditambahkan 2 ml larutan
kanji 1% dan dikocok hingga merata. Lakukan uji iod dan benedict.

Penentuan hidrolisis pati matang dengan berbagai variasi [substrat] dan [enzim]
dilakukan dengan dimasukkan 2 ml air liur dalam tabung reaksi.Atur suhu 37oC dan
ditambahkan larutan kanji 1%.Tiap 5 menit diuji dengan papan uji dan ditambahkan yodium
hingga tidak berwana kemudian catat waktunya.

Pembahasan

Percobaan dilakukan dengan menguji enzim yang terkandung dalam air liur
(saliva).Enzim berfungsi meningkatkan laju sehingga terbentuk kesetimbangan kimia antara
produk dan pereaksi.Pada keadaaan kesetimbangan, istilah pereaksi dan produk tidaklah pasti
dan bergantung pada pandangan kita.Dalam keadaan fisiologi yang normal, suatu enzim tidak
mempengaruhi jumlah produk dan pereaksi yang sebenarnya dicapai tanpa kehadiran enzim.Jadi,
jika keadaan kesetimbangan tidak menguntungkan bagi pembentukan senyawa, enzim tidak
dapat mengubahnya (Salisbury dan Ross, 1995).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi enzim antara lain suhu , pH, konsentrasi
substrat, konsentrasi enzim dan zat-zat penghambat. Suhu berpengaruh terhadap fungsi enzim
karena reaksi kimia menggunakan katalis enzim yang dapat dipengaruhi oleh suhu. Di samping
itu, karena enzim adalah suatu protein, maka kenaikan suhu dapat menyebabkan denaturasi dan
bagian aktif enzim akan terganggu, sehingga konsentrasi dan kecepatan enzim berkurang.
Kemudian pH berpengaruh terhadap fungsi enzim karena pada umumnya efektifitas maksimum
suatu enzim pada pH optimum, yang lazimnya berkisar antara pH 4,5 – 8,0.
Pada pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah umumnya enzim menjadi non aktif secara
irreversibel karena menjadi denaturasi protein. Kemudian konsentrasi enzim, seperti pada katalis
lain kecepatan suatu reaksi yang menggunakan enzim tergantung pada konsentrasi enzim
tersebut. Pada suatu konsentrasi substrat tertentu, kecepatan reaksi bertambah dengan
bertambahnya konsentrasi enzim.konsentrasi substrat, hasil eksperimen menunjukkan bahwa
dengan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepat reaksi. Akan tetapi, pada batas tertentu
tidak terjadi kecepatan reaksi, walaupn konsenrasi substrat diperbesar. Zat-zat penghambat,
hambatan atau inhibisi suatu reaksi akan berpengaruh terhadap penggabungan substrat pada
bagian aktif yang mengalami hambatan. Suatu enzim hanya dapat bekerja spesifik pada suatu
substrat untuk suatu perubahan tertentu. Misalnya, sukrase akan menguraikan rafinosa menjadi
melibiosa dan fruktosa, sedangkan oleh emulsin, rafinosa tersebut akan terurai menjadi sukrosa
dan galaktosa (Salisbury dan Ross, 1995).
Pada perubahan suhu, kecepatan reaksi yang dikatalisis oleh enzim mula-mula meningkat
karena adanya peningkatan suhu. Energi kinetik akan meningkat pada kompleks enzim dan
substrat yang bereaksi. Namun, peningkatan energi kinetik oleh peningkatan suhu mempunyai
batas yang optimum.Jika batas tersebut terlewati, maka energi tersebut dapat memutuskan ikatan
hidrogen dan hidrofobik yang lemah yang mempertahankan struktur sekunder-tersiernya. Pada
suhu ini, denaturasi yang disertai dengan penurunan aktivitas enzim sebagai katalis akan terjadi.
Suhu optimal enzim bergantung pada lamanya pengukuran kadar yang dipakai untuk
menentukannya. Semakin lama suatu enzim dipertahankan pada suhu dimana strukturnya sedikit
labil, maka semakin besar kemungkinan enzim tersebut mengalami denaturasi.
Pada suhu 5oC, besarnya aktivitas enzim cukup signifikan besarnya.Pada uji iod dan
benedict diperoleh hasil positif, seharusnya pada uji benedict diperoleh hasil negatif.Seharusnya
pada suhu ini enzim dalam keadaan inaktif.Kesalahan yang mungkin terjadi disebabkan karena
kurang cepatnya praktikan mengisolasi enzim sehingga enzim telah bereaksi pada suhu kamar
dan akibatnya ada sedikit aktivitas enzim yang terjadi. Belum lagi suhu penangas air yang tidak
stabil. Sehingga kemungkinan besar temperatur yang diinginkan 5oC tidak dapat tercapai.Pada
suhu 25oC dan 37oC diperoleh hasil positif pada uji iod dan benedict.Suhu 25oC dan 37oC
merupakan suhu dimana aktivitas enzim maksimal.Pada suhu ini reaksi berlangsung paling
cepat.Hal ini terjadi karena temperatur ini merupakan temperatur normal tubuh manusia (suhu
optimal enzim amilase salivarius adalah 25oC dan 37 oC).Kesalahan dapat timbul karena suhu di
dalam ruangan laboratorium lebih tinggi daripada suhu ruangan yang normal (28 oC) atau
mungkin karena inkubasi pada suhu 37 oC kurang tepat atau tidak akurat.Pada interval suhu 0oC-
37oC, kecepatan reaksi enzimatik mengalami kenaikan.Setelah melewati suhu optimum (37oC),
maka kecepatan reaksi enzimatik kembali menurun.Pada suhu 100oC diperoleh hasil uji iod dan
benedict positif.Seharusnya pada uji benedict diperoleh hasil negatif, tetapi hasil percobaan
menunjukkan hasil positif yang baik sekali.Hal ini dapat dikarenakan sampel telah
terkontaminasi atau suhu 100oC tidak tercapai sebab pada suhu tersebut air mudah sekali
menguap.

Efek toksisitas merkuri pada manusia bergantung pada bentuk komposisi merkuri, jalan
masuknya ke dalam tubuh, dan lamanya berkembang.Contohnya adalah bentuk merkuri (HgCl2).Hal ini
disebabkan karena bentuk divalent lebih mudah larut dari pada bentuk monovalen.Di samping itu,
bentuk HgCl2 juga cepat dan mudah diabsorpsi sehingga daya toksisitasnya lebih tinggi (Zul Alfian,
1987, 1998, 2000, 2001).
Bentuk organik seperti metal-merkuri, sekitar 90% diabsorpsi oleh dinding usus, hal ini jauh lebih besar
dari pada bentuk anorganik (HgCl2) yang hanya sekitar 10%. Akan tetapi, bentuk merkuri anorganik ini
kurang bersifat korosif dari pada bentuk organik.Bentuk organik tersebut juga dapat menembus barrier
darah dan plasenta sehingga dapat menimbulkan pengaruh teratogenik dan gangguan saraf (Darmono,
2001).

Enzim
Enzim adalah satu atau beberapa gugus polipeptida (protein) yang berfungsi sebagai katalis
(senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia.
Enzim bekerja dengan cara menempel pada permukaan molekul zat-zat yang bereaksi dan
dengan demikian mempercepat proses reaksi. Percepatan terjadi karena enzim menurunkan
energi pengaktifan yang dengan sendirinya akan mempermudah terjadinya reaksi.

Berdasarkan strukturnya, enzim terdiri atas komponen yang disebut apoenzim yang berupa
protein dan komponen lain yang disebut gugus prostetik yang berupa nonprotein. Gugus
prostetik dibedakan menjadi koenzim dan kofaktor.Koenzim berupa gugus organik yang pada
umumnya merupakan vitamin, seperti vitamin B1, B2, NAD+ (Nicotinamide Adenine
Dinucleotide).Kofaktor berupa gugus anorganik yang biasanya berupa ion-ion logam, seperti
Cu2+, Mg2+, dan Fe2+.Beberapa jenis vitamin seperti kelompok vitamin B merupakan
koenzim.Jadi, enzim yang utuh tersusun atas bagian protein yang aktif yang disebut apoenzim
dan koenzim, yang bersatu dan kemudian disebut holoenzim.

Enzim bekerja dengan dua cara, yaitu menurut Teori Kunci-


Gembok (Lock and Key Theory) dan Teori Kecocokan
Induksi (Induced Fit Theory). Menurut teori kunci-gembok,
terjadinya reaksi antara substrat dengan enzim karena
adanya kesesuaian bentuk ruang antara substrat dengan situs
aktif (active site) dari enzim, sehingga sisi aktif enzim
cenderung kaku.Substrat berperan sebagai kunci masuk ke
dalam situs aktif, yang berperan sebagai gembok, sehingga terjadi kompleks enzim-substrat.
Pada saat ikatan kompleks enzim-substrat terputus, produk hasil reaksi akan dilepas dan enzim
akan kembali pada konfigurasi semula. Berbeda dengan teori kunci gembok, menurut teori
kecocokan induksi reaksi antara enzim dengan substrat berlangsung karena adanya induksi
substrat terhadap situs aktif enzim sedemikian rupa sehingga keduanya merupakan struktur yang
komplemen atau saling melengkapi.Menurut teori ini situs aktif tidak bersifat kaku, tetapi lebih
fleksibel.(lihat bagan)

Sebagai katalis dalam reaksi-reaksi di dalam tubuh organisme, enzim memiliki beberapa sifat,
yaitu:
1. Enzim adalah protein, karenanya enzim bersifat thermolabil, membutuhkan pH dan suhu yang
tepat.
2. Enzim bekerja secara spesifik, dimana satu enzim hanya bekerja pada satu substrat.
3. Enzim berfungsi sebagai katalis, yaitu mempercepat terjadinya reaksi kimia tanpa mengubah
kesetimbangan reaksi.
4. Enzim hanya diperlukan dalam jumlah sedikit.
5. Enzim dapat bekerja secara bolak-balik.
6. Kerja enzim dipengaruhi oleh lingkungan, seperti oleh suhu, pH, konsentrasi, dan lain-lain.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kerja enzim diantaranya adalah sebagai berikut.

1. Suhu
Enzim tidak dapat bekerja secara optimal apabila suhu lingkungan terlalu rendah atau terlalu
tinggi.Jika suhu lingkungan mencapai 0° C atau lebih rendah lagi, enzim tidak aktif. Jika suhu
lingkungan mencapai 40° C atau lebih, enzim akan mengalami denaturasi (rusak). Suhu optimal
enzim bagi masing-masing organisme berbeda-beda. Untuk hewan berdarah dingin, suhu optimal
enzim adalah 25° C, sementara suhu optimal hewan berdarah panas, termasuk manusia, adalah
37° C.

2. pH (Tingkat Keasaman)
Setiap enzim mempunyai pH optimal masing-masing, sesuai dengan "tempat kerja"-nya.
Misalnya enzim pepsin, karena bekerja di lambung yang bersuasana asam, memiliki pH optimal
2. Contoh lain, enzim ptialin, karena bekerja di mulut yang bersuasana basa, memiliki pH
optimal 7,5-8.

3. Aktivator dan Inhibitor


Aktivator adalah zat yang dapat mengaktifkan dan menggiatkan kerja enzim. Contohnya ion
klorida, yang dapat mengaktifkan enzim amilase.
Inhibitor adalah zat yang dapat menghambat kerja enzim. Berdasarkan cara kerjanya, inhibitor
terbagi dua, inhibitor kompetitif dan inhibitor nonkompetitif. Inhibitor kompetitif adalah
inhibitor yang bersaing aktif dengan substrat untuk mendapatkan situs aktif enzim, contohnya
sianida bersaing dengan oksigen dalam pengikatan Hb. Sementara itu, inhibitor nonkompetitif
adalah inhibitor yang melekat pada sisi lain selain situs aktif pada enzim, yang lama kelamaan
dapat mengubah sisi aktif enzim.

4. Konsentrasi enzim dan substrat


- Semakin tinggi konsentrasi enzim akan semakin mempercepat terjadinya reaksi. Dan
konsentrasi enzim berbanding lurus dengan kecepatan reaksi.
- Jika sudah mencapai titik jenuhnya, maka konsentrasi substrat berbanding terbalik dengan
kecepatan reaksi.

Dewasa ini, enzim adalah senyawa yang umum digunakan dalam proses produksi. Enzim yang
digunakan pada umumnya berasal dari enzim yang diisolasi dari bakteri. Penggunaan enzim
dalam proses produksi dapat meningkatkan efisiensi yang kemudian akan meningkatkan jumlah
produksi.

Logam berat merupakan bahan kimia yang biasanya mempunyai berat jenis di atas 5,0, bersifat
racun.

dapat diperoleh di alam secara alamiah atau sebagai akibat dari aktivitas manusia
(anthoropogenic) misalkan pertambangan.

Logam berat dapat berpotensi racun karena tidak dapat dimetabolisme/biotransformasi


menjadi bentuk senyawa kimia lain. Logam berat ini hanya bisa diekskresikan oleh tubuh
melalui ginjal, dalam bentuk ion logam berat dan menyebabkan gangguan fungsi ginjal.
Beberapa logam berat yang dibutuhkan manusia untuk kesehatan antara lain tembaga (Cu) untuk
metabolisme sel, besi(Fe) untuk sitesis protein haema yang berfungsi dalam proses tranport
oksigen dan metabolisme oksidatif, seng (Zn) sebagai pembentuk enzim di dalam tubuh, kobalt
(Co), dan mangan (Mn).
Sesuai dengan keputusan Direktur Jendral Pengawasan Obat dan Makanan
No.03725/B/SK/VII/1989 tentang batas maksimum cemaran logam dalam makanan diatur bahwa
batas maksimum cemaran logam yang diperbolehkan dalam beberapa produk pangan yaitu :
arsen (As) 0,1 sampai dengan 1,0 mg/kg; timbal (Pb) 0,1 sampai dengan 10 mg/kg; tembaga (Cu)
0,1 sampai dengan 150 mg/kg; seng (Zn) 2,0 sampai dengan 100 mg/kg; timah (Sn) 40 mg/kg
dan air raksa 0,03 sampai dengan 0,5 mg/kg.

Beberapa logam berat beresiko tinggi (high risk) pada kesehatan seperti timbal (Pb), merkuri
(Hg), kadmium (Cd) dan arsen (As).Timbal (Pb) merupakan logam berat berbentuk padat,
berwarna putih abu-abu kebiruan, lunak, tidak berbau dan sangat tahan terhadap korosi.

Timbal biasanya digunakan sebgai bahan aditif dalam bahan bakar bensin dalam bentuk
timbal tetraetil (TEL) sebagai anti knocking agent. Senyawa timbal juga digunakan dalam
formulasi cat dan mainan anak-anak. Selain itu, timbal juga digunakan di berbagai industri
sepeti industri baterai, paduan logam (alloy), sarung kabel, amunisi, tinta cetak, zat
warna/pigmen, stabilisator pada plastik polivinil klorida, keramik dan gelas kristal yang
menggunakan timbal oksida dan silikat.

Di beberapa negara penggunaan timbal telah dilarang dalam bensin, cat dan mainan anak.
Timbal sangat berbahaya, apabila mengenai kulit akan terserap dan masuk peredaran darah yang
dapat menyebabkan efek serius pada sistem syaraf dan organ-organ lain. Timbal tidak dapat
terutai secara biologis dan toksisitasnya tidak dapat berubah sepanjang waktu. Timbal yang
terhirup atau tertelan akan beredar mengikuti aliran darah, diserap kembali dalam ginjal dan
otak, ditimbun dalam tulang dan gigi. Penimbunan timbal berpotensi menimbulkan dampak
jangka panjang atau efek kronis.Timbal yang ditimbun dalam tulang seorang perempuan yang
sedang mengandung, dimobilisasi dan masuk ke dalam peredaran darah, lalu masuk ke janin dan
pada girlirannya mengganggu kesehatan janin.

Pada anak-anak paparan kronik timbal dapat menyebabkan anak menjadi hiperaktif dan
penurunan kecerdasan. Setiap kenaikan kadar timbal dalam darah sebesar 10-20 µg/dl, dapat
menurunkan IQ rata-rata sebesar 3 pin. Oleh Internasional Agency for Research on Cancer
(IARC) timbal bersifat karsinogenik kategori 2B.Air raksa (Hg) merupakan satu-satunya logam
yang berbentuk cairan, berat, mudah bergerak, warna abu-abu keperakan, mudah menguap pada
suhu kamar dan tidak berbau. Selain terdapat dalam bentuk logam Hg, air raksa juga terdapat
sebagai senyawa organik dan garam anorganik.Air raksa di alam dapat dirubah menjadi metil
merkuri atau campurannya oleh bakteri.

Semua senyawa air raksa beracun dan toksisitasnya sangat beragam. Metil merkuri dan
garam merkuri yang larut dalam air merupakan bentuk yang paling beracun. uap air raksa sangat
berbahaya dapat menyebar ke paru masuk ke dalam darah dan otak yang mengakibatkan
kerusakan otak. Logam air raksa dan senyawanya dapat mengakibatkan kerusakan susunan saraf
pusat, ginjal dan hati. Metil merkuri bersifat teratogenik, seperti pada kasus di minamata-
Jepang, bayi yang lahir dari ibu yang mengkonsumsi ikan yang tercemar metil merkuri
mengalami abnormalitas syaraf termasuk retardasi mental, gangguan jalan (disturbances gait),
gangguan bicara, gangguan dalam mencium, gangguan menelan dan refleks yang tidak normal
(tremor).
Alkil merkuri dapat terakumulasi dalam jaringan karena sifatnya yang lipofilik sehingga
ditimbun dalam jaringan lemak, dan mengganggu pembelahan sel DNA dengan menghambat
fungsi enzimatik.merkuri tidak bersifat karsinogenik.Kadmium (Cd) merupakan logam berat
berupa padatan serbuk berwarna putih, berkilau. Kadmium digunakan sebagi bahan pematri/
solder alumunium, dalam proses elektroplating, dalam pembutan barang-barang ukiran, elektroda
lampu kadmium, dan sel fotoelektrik. Kadmium bila terhirup akan mengakibatkan iritasi ringan
di saluran pernafasan atas, radang selaput lendir hidung, pusing berat (vertigo), perasaan sesak di
tenggorokan, rasa logam di mulut dan batuk.

Paparan akut yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya jaringan ikat paru yang
permanen, pembesaran pembuluh cabang tenggorokan, kematian sel ginjal yang akut dan atau
kerusakan hati.Jika terpapar dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan pembengkakan
paru, radang pada kulit dan kerusakan pada organ lainnya, seperti kegagalan ginjal dan gangguan
fungsi hati yang permanen (irrevesible).Perubahan fungsi hati, pankreas dan kelenjar anak ginjal
(adrenal glands) dapat merubah metabolisme glukosa. Menurut Internasional Agency for reseach
on Cancer (IARC), kadmium dan persenyawaanya dapat menyebabkan kanker pada manusia dan
masuk ke dalam kategori 1.Arsen ( As) merupakan unsur metaloida (semi logam) berbentuk
padat yang rapuh berwarna kuning, abu-abu dan hitam, tidak berbau dan hampir tidak berasa.

Di alam arsen biasanya terdapat dalam bentuk mineral pada kerak bumi, seperti realgar
(As₄S₄), orpiment (As₂S₃), arsenolit (As₂O₃) dan mineral besi seperti arsenopirit (FeAsS) dan
loellingit (FeAs₂). Penggunaan arsen sangat bervariasi antara lain pada industri pengerasan
tembaga dan timbal sebagai bahan pengisi pembentukan campuran logam, dari pelindung cacing,
industri pengawet kayu (bersama dengan tembaga dan krom), untuk pelapis perunggu
(menjadikannya warna merah tua), industri cat, keramik, gelas (penjernih dari kotoran noda besi)
dan kertas dinding, isotop ⁷⁶As radioaktif dalam toksikologi, dalam industri kulit, industri
petasan dan gas perang. Unsur arsen maupun persenyawaannya sejak dulu dikenal sangat
beracun.Persenyawaan arsen dapat anorganik dan organik.

Senyawa anorganik lebih beracun daripada senyawa organik.Senyawa arsen anorganik arsen
bervalensi 3 merupakan senyawa arsen yang paling beracun.Senyawa bentuk ini mudah diserap
pada saluran pencernaan dan paru, misalnya senyawa arsen trioksida (AsO₃), senyawa ini berbau
seperti bawang putih.Arsen dan persenyawaannya berakibat fatal jika terhirup, tertelan atau
diabsorbsi melalui kulit, disamping dapat menyebabkan gangguan reproduksi. Jika terpapar
dalam jangka lama (15 sampai 30 tahun) dapat mengakibatkan kanker kulit dan paru, dan
menurut IARC arsen masuk ke dalam kategori 1.Dalam konteks keamanan pangan, peluang
terjadinya kontaminasi logam berat dalam pangan melalui berbagai cara perlu mendapatkan
perhatian yang memadai, mengingat tingkat bahayanya yang besar.

Regulasi yang memuat ketentuan tentang batas cemaran logam berat dalam produk pangan di
banyak negara digunakan sebagai alat pengendali dengan maksud untuk melindungi
publik.Dalam hal ini, Badan POM RI mempunyai peran yang sangat menentukan dalam hal
pengawasan dan pemantauan kandungan cemaran logam berat dalam produk pangan.

Di masa mendatang, beberapa logam berat yang di butuhkan manusia seperti Fe , Zn, Cu,
Co, dan Mn perlu mendapat kesepakatan nasional apakah termasuk sebagai zat gizi atau sebagai
cemaran. Kesepakatan nasional ini akan diprakarsai oleh Direktorat Standardisasi produk pangan
dalam suatu bentuk lokakarya di tahun 2007.

Gambar 1 Kurva hubungan temperatur dan kecepatan reaksi


Kondisi pH dapat mempengaruhi aktivitas enzim melalui pengubahan struktur atau
pengubahan muatan pada residu yang berfungsi dalam pengikatan substrat atau katalis. Sebagai
contoh, enzim bermuatan negatif (Enz-) bereaksi dengan substrat bermuatan positif (SH+) : Enz-
+ SH+ EnzSH. Pada pH yang rendah, Enz- mengalami protonasi dan kehilangan muatan
negatifnya (enzim dinetralisir) : Enz- + H+ EnzH. Sedangkan pada pH yang tinggi, SH+
mengalami ionisasi dan kehilangan muatan positifnya (substrat dinetralisir) : SH+ S + H+.
Karena (berdasarkan definisi) satu-satunya bentuk yang mengadakan interaksi adalah SH+ dan
Enz-, nilai pH yang ekstrim (tinggi ataupun rendah) akan menurunkan kecepatan reaksi.
Pada kurva yang diperoleh melalui percobaan, dapat dilihat bahwa enzim amilase saliva
memiliki pH optimal pada pH 7, karena pada pH ini diperoleh aktivitas enzim yang tinggi
(kecepatan reaksi enzimatik tinggi).Umumnya, kecepatan reaksi enzimatik meningkat hingga
mencapai pH optimal dan menurun setelah pH lebih besar dari pH optimal.Pada pH 1, 3, dan 5
aktivitas enzim masih ada, tetapi kecil (ditunjukkan oleh kecepatan reaksi enzimatik yang kecil
pula).Hal ini disebabkan pada pH kurang dari 4, enzim amilase saliva menjadi tidak aktif.Pada
pH 5 diperoleh hasil positif pada uji iod dan hasil negatif pada uji benedict.Seharusnya hasil
yang diperoleh negatif untuk uji iod dan hasil positif untuk uji benedict sebab pada suhu tersebut
enzim amilase tidak aktif.Karbohidrat seharusnya tidak terhidrolisis pada suhu tersebut.
Gambar 2 Kurva hubungan antara pH dan kecepatan reaksi
Aktivitas enzim dipengaruhi oleh kadar enzim. Aktivitas enzim dan kadar enzim
memiliki hubungan perbandingan yang lurus. Hal ini berarti semakin besar kadar enzim, semakin
besar aktivitas enzim dan semakin cepat reaksi yang dikatalisis enzim. Apabila kadar substrat
tetap dan kadar enzim turun, maka kecepatan rekasi yang dikatalisis enzim akan menurun karena
enzim yang tersedia tidak cukup banyak untuk bereaksi dengan substrat. Reaksi enzimatik yaitu:
k1 k2
Enz + S Enz-S Enz + P
Semakin banyak enzim yang berikatan dengan substrat, kecepatan reaksi semakin meningkat dan
semakin banyak kompleks enzim-substrat yang terbentuk.Maka produk yang terbentuk pun
semakin banyak. Hal ini disebabkan banyak enzim yang bereaksi dengan substrat sehingga
kecepatan reaksi tinggi dan produk banyak yang dihasilkan. Semakin menurun kadar enzim,
aktivitas enzim seharusnya semakin menurun.
Percobaan yang dilakukan praktikan tidak sesuai dengan hasil yang seharusnya didapat.
Terjadi penyimpangan-penyimpangan sehingga kecepatan reaksi enzimatik tidak berbanding
lurus dengan kadar enzim melainkan kecepatan enzim bervariasi naik turun terhadap kadar
enzim. Penyimpangan tersebut dapat disebabkan oleh berbagai hal yaitu kesalahan waktu atau
suhu saat pengeraman dan saliva sebagai sumber enzim telah dipengaruhi oleh pengenceran
konsentrasi enzim oleh asam asetat yang digunakan untuk memicu pengeluaran saliva.
Gambar 3 Kurva hubungan konsentrasi enzim dan kecepatan reaksi
Jika suhu naik, maka benturan antara molekul bertambah, sehingga reaksi kimia akan
meningkat, dan sebaliknya. Enzim amilase bekerja pada suhu kompartemen ± 37˚C. Pemanasan
yang dilakukan (meningkatkan suhu), mengakibatkan enzim amilase menjadi inaktif. Bahkan
bila diberi perlakuan termal berlebihan dapat menyebabkan denaturasi koenzim (kompenen
enzim yang berupa protein). Denaturasi adalah kerusakan sturuktural dari sebuah makromolekul
(enzim amilase) yang disebabkan beberapa faktor sehingga tidak dapat mengubah amilum
menjadi maltosa dengan produk antara berupa dekstrin. Akibatnya, amilum yang bereaksi
dengan indikator warna, larutan iodium, tetap menghasilkan warna ungu meskipun didiamkan
dalam waktu yang lama.
Pada suhu 45˚C aktivitas enzim masih menunjukkan kenaikan, jika suhu > 45˚C, akan
timbul efek yang berlawanan dan menjelang suhu 55˚C fungsi katalitik enzim akan musnah.
Dalam saliva yang tidak dipanaskan, dihasilkan warna ungu yang makin lama makin jernih. Hal
ini menunjukkan bahwa pada suhu optimum, enzim amilase dapat menjalankan fungsinya,
mengubah amilum menjadi maltosa. Amilum dan dekstrin yang molekulnya masih besar dengan
iodium memberi warna biru, dekstrin-dekstrin antaranya (eritrodekstrin) memberi warna coklat
kemerah-merahan. Sedangkan dekstrin-dekstrin yang molekulnya sudah kecil lagi
(akhrodekstrin) dan maltosa tidak memberi warna dengan iodium. Titik saat campuran tidak
memberi warna lagi (jernih) disebut titik akromatik. Bila setelah uji iod tidak berwarna diadakan
uji Benedict akan memberikan warna positif yang berwarna hijau. Pada uji benedict, teori yang
mendarsarinya adalah gula yang mengandung gugus aldehida atau keton bebas akan mereduksi
ion Cu2+ dalam suasana alkalis, menjadi Cu+, yang mengendap sebagai Cu2O (kupro oksida)
berwarna merah bata. Berikut reaksi yang berlangsung:
O O
║ ║
R—C—H + Cu2+ 2OH- → R—C—OH + Cu2O
Gula Pereduksi Endapan Merah Bata
Gambar 4 Reaksi gula pereduksi

Simpulan

Uji hidrolisis pati oleh amilase dengan berbagai variasi suhu diperoleh hasil positif untuk
uji iod pada suhu 5oC dan 100oC dan positif pada uji benedict untuk semua suhu, uji hidrolisis
pati pada berbagai variasi pH diperoleh positif pada uji iod untuk pH 5 dan 9 dan positif pada uji
benedict untuk pH 1 dan 3, hasil hidrolisis pati matang diperoleh hasil negatif untuk uji iod dan
negatif untuk uji benedict serta titik akromatik diperoleh saat 5 menit untuk semua tabung.

Anda mungkin juga menyukai