Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH FISIOLOGI HEWAN

“SISTEM IMUN”

Disusun Oleh :

Nailul Ilmi Nabila (A1C418033)

Puji Rizky Widyaningsih (A1C418081)

Sari Mawaddah (A1C418087)

Pebi Tri Amaliah (A1C418093)

DosenPengampu :

1. Prof. Dr. Dra. Asni Johari, M.Si.

2. Dr. Afreni Hamidah, S.Pt.,M.Si.


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JAMBI

2020

SISTEM IMUNITAS
A. Pengertian Sistem Imunitas
Sistem imunitas (immune system) adalah sistem pertahanan alamiah tubuh
untuk melawan (organisme) patogen. Organisme patogen yaitiu organisme yang
dapat menimbulkan penyakit pada manusia: Cacing parasit, protozoa, fungi,
bakteria, dan virus.
Sistem imunitas terdiri atas:
1. Sistem imunitas bawaan (innate immune system; sistem imunitas
nonspesifik): Merupakan lini pertahanan pertama terhadap patogen. Ciri
sistem imunitas bawaan adalah:
 Respons terbentuk cepat
 Respons selalu sama, tak bersifat spesifik-antigen
 Pajanan (exposure) berulang terhadap antigen yang sama tak
meningkatkan respons
Sistem imunitas bawaan terdiri atas komponen selular yaitu fagosit dan
komponen kimiawi yaitu komplemen.

Sistem imun non spesfik, sebenarnya ada dua komponen, yaitu:


1. Proteksi fisik, mekanik dan biokimia: yaitu pertahanan terluar tubuh,
seperti kulit, pH asam dari keringat dan sekret sebasea, air mata, mukus di
saluran napas, HCl di lambung, empedu di duodenum, dan sebagainya.
2. Proteksi melalui barier humoral dan seluler: contohnya Fagositosis dan
Inflamasi.
Fagositosis

Fagositosis adalah suatu mekanisme pertahanan yang dilakukan oleh sel-sel


fagosit, dengan jalan mencerna mikroorganisme/partikel asing hingga
menghancurkannya berkeping-keping. Sel fagosit ini terdiri dari 2 jenis, yaitu
fagosit mononuklear dan polimorfonuklear. Fagosit mononuklear contohnya
adalah monosit (di darah) dan jika bermigrasi ke jaringan menjadi makrofag.
Contoh fagosit polimorfonuklear adalah granulosit, yaitu netrofil, eusinofil,
basofil dan cell mast (di jaringan). Supaya proses ini bisa terjadi, suatu
mikroorgansime harus berjarak dekat dengan sel fagositnya.

Proses fagositosis adalah sebagai berikut:


1. Pengenalan (recognition), yaitu proses dimana mikroorganisme/partikel
asing ‘terdeteksi’ oleh sel-sel fagosit.
2. Pergerakan (chemotaxis); setelah suatu partikel mikroorganisme
dikenali, maka sel fagosit akan bergerak menuju partikel tersebut. Proses
ini sebenarnya belum dapat dijelaskan, akan tetapi kemungkinan adalah
karena bakteri/mikroorganisme mengeluarkan semacam zat chemo-attract
seperti kemokin yang dapat ‘memikat’ sel hidup seperti fagosit untuk
menghampirinya.
3. Perlekatan (adhesion); setelah sel fagosit bergerak menuju partikel asing,
partikel tersebut akan melekat dengan reseptor pada membran sel fagosit.
Proses ini akan dipemudah apabila mikroorganisme tersebut berlekatan
dengan mediator komplemen seperti opsonin yang dihasilkan komplemen
C3b di dalam plasma (opsonisasi).
4. Penelanan (ingestion); ketika partikel asing telah berikatan dengan
reseptor di membran plasma sel fagosit, seketika membran sel fagosit
tersebut akan menyelubungi seluruh permukaan partikel asing dan
menelannya ‘hidup-hidup’ ke dalam sitoplasma. Sekali telan, partikel
tersebut akan masuk ke sitoplasma di dalam sebuah gelembung mirip
vakuola yang disebut fagosom.
5. Pencernaan (digestion); fagosom yang berisi partikel asing di dalam
sitoplasma sel fagosit, dengan segera mengundang kedatangan lisosom.
Lisosom yang berisi enzim-enzim penghancur seperti acid hydrolase dan
peroksidase, berfusi dengna fagosom membentuk fagolisosom. Enzim-
enzim tersebut pun tumpah ke dalam fagosom dan mencerna seluruh
permukaan partikel asing hingga hancur berkeping-keping. Sebagian
epitop/ bagian dari partikel asing tersebut, akan berikatan dengan sebuah
molekul kompleks yang bertugas mempresentasikan epitop tersebut ke
permukaan, molekul ini dikenal dengan MHC (major histocompatibility
complex) untuk dikenali oleh sistem imunitas spesifik.
6. Pengeluaran (releasing); produk sisa partikel asing yang tidak dicerna
akan dikeluarkan oleh sel fagosit.

Inflamasi

Inflamasi merupakan respon yang terjadi untuk melindungi tubuh dari penyebab
kerusakan sel, seperti mikroba atau toksin, dan konsekuensi dari kerusakan sel
tersebut, seperti nekrosis sel atau jaringan. Respon inflamasi terjadi pada jaringan
ikat yang mempunyai pembuluh darah, dan melibatkan pembuluh darah, plasma
dan sel-sel dalam sirkulasi. Selain itu, inflamasi juga melibatkan matriks ekstra
seluler di jaringan, seperti protein yang berstruktur serat (kolagen dan elastin),
molekul adhesi dan proteoglikan.

Proses inflamasi ini adalah kumpulan dari 4 gejala sekaligus, yaitu dolor (nyeri),
rubor (kemerahan), calor (panas) dan tumor (bengkak). hal ini terjadi karena:

 dilatasi pembuluh darah setempat, menyebabkan aliran darah meningkat,


menghasilkan rubor dan calor.
 peningkatan permeabilitas kapiler, menyebabkan cairan keluar dari sel dan
pembuluh darah, begitu juga dengan leukosit, terutama netrofil PMN, makrofag
dan monosit, sehingga menghasilkan dolor dan tumor.

Proses inflamasi adalah sebagai berikut:

1. Signalling. Ketika mikroba masuk ke dalam jaringan yang berada di sekitar


pembuluh darah, yang pertama kali terangsang di jaringan adalah makrofag.
Makrofag ini kemudian akan menegeluarkan mediator inflamasi yaitu interleukin-
1 (IL-1) dan tumour necrosis factor (TNF). Kedua molekul mediator ini
menginduksi sel endotel pembuluh darah untuk mengekspresikan molekul adhesi
yaitu selectin-E (CD62E) dan selectin-P. (sebenarnya, selain kedua jenis selectin
ini, ada lagi jenis molekul adhesi yang diekspresikan endotel yaitu
Immunoglobulin superfamily, seperti ICAM dan VCAM). Molekul adhesi ini akan
menarik leukosit yang mengekspresikan molekul adhesinya yaitu selectin-L
(CD62L) (Molekul adhesi leukosit lain bisa berupa integrin LFA-1, Mac-1, dll).
Ketika leukosit lewat di sekitar endotel yang mengekspresikan selectin-E dan
selectin-P ini, selectin-L di leukosit tersebut akan menimbulkan perlekatan yang
lemah dengan kedua molekul tersebut, sehingga leukosit perlahan akan melekat
dengan endotel.
2. Rolling. Setelah terjadi perlekatan lemah antara leukosit dan endotel, perlahan-
lahan ikatan ini menjadi kuat dan semakin kuat. Bahkan aliran darah tidak dapat
melepaskan ikatan ini. Leukosit pun akan menggelinding di sepanjang endotel
pembuluh darah. Perlekatan antara leukosit dan endotel menjadi semakin kuat
karena aktivasi oleh faktor kemotaktik seperti leukotrin B4,platelet activating
factor dean Interleukin-8 dengan cara kerja meningkatkan afinitas molekul adhesi
leukosit untuk molekul adhesi endotel.
3. Emigrasi. Setelah terjadi perlekatan yang lebih kuat antara leukosit dengan
endotel, sel leukosit pun berhenti menggelinding. Seketika, leukosit menembus
dinding endotel tersebut dengan proses diapedesis melalui celah antar sel endotel.
4. Kemotaksis. Ketika sel leukosit (berupa granulosit seperti netrofil dan eosinofil)
telah bermigrasi ke ekstrasel dari pembuluh darah, ia akan bergerak ke arah
jaringan yang diserang oleh mikroba tadi karena terangsang oleh zat chemo-attract
tertentu yang dihasilkan oleh mikroba (sama seperti pengenalan sel di proses
fagositosis).
5. Fagositosis. Ketika sel leukosit telah bertemu dengan mikroba penyebab
kerusakan sel tersebut, ia akan memfagositnya. Produk dari fagositosis akan
menghasilkan bermacam eksudat sehingga jaringan di sekitar area tersebut akan
membengkak. Bisa juga apabila leukosit tersebut mati, ia akan berubah menjadi
abses atau nanah.
6. Penglepasan Mediator Inflamasi. Sel leukosit yang telah bermigrasi ke jaringan
akan berubah fungsi menjadi sel mast. Granul-granul di dalam sel mast segera
dilepaskan ke area sekitar. Granul tersebut mengandung zat-zat mediator
inflamasi (cell derived mediator), contohnya adalah histamin dan serotonin.
Keduanya akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan meningkatkan
permeabilitas vaskuler supaya leukosit mudah bermigrasi ke area tersebut. Selain
dua contoh mediator di atas, ada lagi zat mediator inflamasi lainnya yaitu plasma
derived mediator yang dihasilkan oleh komplemen. Contohnya adalah
anafilatoksin yang meningkatkan permeabilitas pembuluh darah, opsonin yang
mempermudah fagositosis mikroba, kinin yang berefek vasodilatasi, dan lain-lain.
7. Pemulihan. Ketika semua agen mikroba telah mati, inflamasi pun berakhir
perlahan. Biasanya jika inflamasi terjadi di bawah kulit, ia akan pecah keluar kulit
dan menumpahkan derivat inflamasi yang ada.
2. Sistem imunitas adaptif (adaptive immune system; sistem imunitas
spesifik): Reaksi pertahanan tubuh yang disesuaikan/diadaptasikan
terhadap karakteristik antigen. Ciri sistem imunitas adaptif yaitu:
 Respons terbentuk lebih lambat (memerlukan waktu untuk beradaptasi
terhadap antigen)
 Respons bersifat spesifik terhadap berbagai antigen.
 Pajanan awal akan membentuk sel memori, sehingga pajanan berikutnya
dengan antigen yang sama menghasilkan respons yang lebih cepat.
Sistem imunitas adaptif terdiri atas reseptor yang terekspresi pada limfosit
sel T dan limfosit sel B.
Mekanisme efektor dalam respons imun spesifik dapat dibedakan menjadi :

a. Respons imun seluler

Telah banyak diketahui bahwa mikroorganisme yang hidup dan


berkembang biak secara intra seluler, antara lain didalam makrofag sehingga sulit
untuk dijangkau oleh antibody. Untuk melawan mikroorganisme intraseluler
tersebut diperlukan respons imun seluler, yang diperankan oleh limfosit T.
Subpopulasi sel T yang disebut dengan sel T penolong (T-helper) akan mengenali
mikroorganisme atau antigen bersangkutan melalui major histocompatibility
complex (MHC) kelas II yang terdapat pada permukaan sel makrofag. Sinyal ini
menyulut limfosit untuk memproduksi berbagai jenis limfokin, termasuk
diantaranya interferon, yang dapat membantu makrofag untuk menghancurkan
mikroorganisme tersebut. Sub populasi limfosit T lain yang disebut dengan sel T-
sitotoksik (T-cytotoxic), juga berfungsi untuk menghancurkan mikroorganisme
intraseluler yang disajikan melalui MHC kelas I secara langsung (cell to cell).
Selain menghancurkan 9 mikroorganisme secara langsung, sel T-sitotoksik, juga
menghasilkan gamma interferon yang mencegah penyebaran mikroorganisme
kedalam sel lainnya.
b. Respons Imun Humoral

Respons imun humoral, diawali dengan deferensiasi limfosit B menjadi


satu populasi (klon) sel plasma yang melepaskan antibody spesifik ke dalam
darah. Pada respons imun humoral juga berlaku respons imun primer yang
membentuk klon sel B memory. Setiap klon limfosit diprogramkan untuk
membentuk satu jenis antibody spesifik terhadap antigen tertentu (Clonal
slection). Antibodi ini akan berikatan dengan antigen membentuk kompleks
antigen – antibodi yang dapat mengaktivasi komplemen dan mengakibatkan
hancurnya antigen tersebut. Supaya limfosit B berdiferensiasi dan membentuk
antibody diperlukan bantuan limfosit T-penolong (T-helper), yang atas sinyal-
sinyal tertentu baik melalui MHC maupun sinyal yang dilepaskan oleh makrofag,
merangsang produksi antibody. Selain oleh sel T- penolong, produksi antibody
juga diatur oleh sel T penekan (T-supresor), sehingga produksi antibody seimbang
dan sesuai dengan yang dibutuhkan.
c. Interaksi Antara Respons Imun Seluler dengan Humoral

Interaksi ini disebut dengan antibody dependent cell mediated cytotoxicity


(ADCC), karena sitolisis baru terjadi bila dibantu oleh antibodi. Dalam hal ini
antibodi berfunsi melapisi antigen sasaran, 10 sehingga sel natural killer (NK),
yang mempunyai reseptor terhadap fragmen Fc antibodi, dapat melekat erat pada
sel atau antigen sasaran. Perlekatan sel NK pada kompleks antigen antibody
tersebut mengakibatkan sel NK dapat menghancurkan sel sasaran.

B. Fungsi Respons Imun

Dalam pandangan modern, system imun mempunyai tiga fungsi utama


yaitu: pertahanan, homeostasis dan perondaan.

a. Pertahanan

Fungsi pertahanan menyangkut pertahanan terhadap antigen dari luar


tubuh seperti invasi mikroorganisme dan parasit kedalam tubuh. Ada dua
kemungkinan yang terjadi dari hasil perlawanan antara dua fihak yang berhadapan
tersebut, yaitu tubuh dapat bebas dari akibat yang merugikan atau sebaliknya,
apabila fihak penyerang yang lebih kuat (mendapat kemenangan), maka tubuh
akan menderita sakit.
b. Homeostasis

Fungsi homeostasis, memenuhi persyaratan umum dari semua organisma


multiseluler yang menghendaki selalu terjadinya bentuk uniform dari setiap jenis
sel tubuh. Dalam usaha memperoleh keseimbangan tersebut, terjadilah proses
degradasi dan katabolisme yang bersifat normal agar unsure seluler yang telah
rusak dapat dibersihkan dari tubuh. Sebagai contoh misalnya dalam proses
pembersihan eritrosit dan leukosit yang telah habis masa hidupnya.

c. Perondaan

Fungsi perondaan menyangkut perondaan diseluruh bagian tubuh


terutama ditujukan untuk memantau pengenalan terhadap sel-sel yang berubah
menjadi abnormal melalui proses mutasi. Perubahan sel tersebut dapat terjadi
spontan atau dapat diinduksi oleh zat-zat kimia tertentu, radiasi atau infeksi virus.
Fungsi perondaan (surveillance) dari sistem imun bertugas untuk selalu waspada
dan mengenal adanya perubahabperubahan dan selanjutnya secara cepat
membuang konfigurasi yang baru timbul pada permukaan sel yang abnormal.

C. Antigen dan Antibodi


 Antigen adalah substansi yang dianggap oleh tubuh sebagai benda asing
atau berpotensi merusak.
 Antibodi adalah Molekul yang dihasilkan oleh sistem imunitas sebagai
reaksi terhadap antigen, berfungsi untuk menetralkan antigen.
D. PENGELOMPOKKAN ANTIGEN
Secara umum antigen dapat digolongkan menjadi antigen eksogen dan
antigen endogen. Antigen eksogen adalah antigen yang berasal dari luar tubuh
individu, misalnya berbagai jenis bakteri, virus dan obat-obatan. Sedangkan
antigen endogen adalah antigen yang berasal dari dalam tubuh sendiri, misalnya;
antigen xenogenic atau heterolog yang terdapat dalam spesies yang berlainan.
Antigen autolog atau idiotipik yang merupakan komponen dari tubuh sendiri, dan
antigen allogenic atau homolog yang membedakan satu individu dari individu
yang lain dalam satu spesies. Contoh determinant antigen homolog adalah antigen
yang terdapat pada eritrosit, leukosit, trombosit, protein serum dan major
histocompatibility complex (MHC).

E. SISTEM LIMFORETIKULER

Sistem limforetikuler dapat dikelompokkan menjadi :

1. UNSUR SELULER

Terdiri dari limfosit T, limfosit B dan subset limfosit yang terutama


berfungsi dalam respons imun spesifik, serta sel-sel lain yang berfungsi dalam
respons imun nonspesifik. Semua sel yang berfungsi dalam respons imun, berasal
dari sel induk pluripoten yang kemudian berdiferensiasi melalui dua jalur, yaitu:
jalur limfoid yang akan membentuk limfosit dan subsetnya, dan jalur myeloid
yang membentuk sel-sel fagosit dan sel-sel lain. Sel-sel imunokompeten yang
utama, adalah limfosit T (sel T) dengan berbagai subsetnya dan limfosit B (sel B).
Sel T berdiferensiasi dalam kelenjar timus, sedangkan sel B berdiferensiasi dalam
bursa fabricius yang hanya terdapat dalam bangsa unggas. Disamping populasi
limfosit masih ada sel-sel lain yang berfungsi dalam respons imun seperti : sel
null, fagosit mononuclear (monosit dan makrofag), sel-sel polimorfonuklear
(neutrofil, eosinofil dan basofil), mastosit dan trombosit.

a. Limfosit T

Limfosit T berperan pada berbagai fungsi imunologi, yaitu sebagai


efektor pada respons imun seluler dan sebagai regulator yang akan mengatur
respons imun seluler dan respons imun humoral. Untuk membedakan limfosit T
dengan limfosit B, dapat dilakukan dengan mereaksikan limfosit dengan eritrosit
domba. Limfosit T dapat membentuk roset dengan eritrosit domba secara spontan,
sedangkan 27 limfosit B tidak. Berkat adanya antibodi monoklonal, kemudian
terungkap bahwa molekul pada permukaan limfosit T yang dapat mengikat
eritrosit Domba tersebut terdiri atas molekul glikoprotein yang berfungsi sebagai
reseptor. Molekul ini sekarang dikenal dengan sebutan CD2 (CD = clusters of
differentiation). Dari jumlah limfosit yang ada dalam sirkulasi, 65 – 80%
merupakan limfosit T. Dalam perkembangannya di Timus, sel T mengekspresikan
bermacam-macam antigen permukaan diantaranya CD4, CD5 dan CD8. Namun
dalam perkembangan selanjutnya sebagian antigen itu menghilang dan sebagian
lagi menetap, yang akan menandai subset limfosit T. Pada fase pematangan sel T
lebih lanjut, antigen CD5 menghilang, kemudian sel T berproliferasi dan
berdiferensiasi menjadi salah satu subset sel T. Sel yang kehilangan antigen CD4,
tetapi tetap menunjukkan antigen CD8, akan menjadi sel T penekan (T suppressor
= Ts) dan sel T sitotoksik (T cytotoxic = Tc). Sedangkan sel yang kehilangan
CD8, tetapi tetap menunjukkan CD4, akan menjadi sel T penolong ( T helper =
Th). berdasarkan antigen permukaanya maka Ts dan Tc dikenal sebagai CD8 +,
sedangkan Th dikenal sebagai CD4+. berkat adanya antibodi monoclonal yang
dapat digunakan untuk mendeteksi berbagai antigen permukaan, maka limfosit
CD4+ dapat dikelompokkan lagi kedalam dua subset yang ternyata mempunyai
fungsi yang berbeda yaitu T helper inducer yang berproliferasi atas rangsangan
antigen larut dan memicu sel B untuk memproduksi antibodi, dan subset lain yaitu
suppressor-inducer yang berproliferasi atas rangsangan concanavalin A dan sel
autolog, serta 28 berfungsi menyulut sel CD8+ untuk menghambat atau menekan
sel B untuk memproduksi antibodi. Sel T suppresoor-inducer ini, tidak bereaksi
terhadap antigen yang larut.
b. Limfosit B

Limfosit B, adalah sel-sel dalam sistem imun yang mengkhususkan diri


dalam pembentukan antibodi. Hematopoetik sebagai pendahulu sel pra-B dalam
sumsum tulang membelah diri dengan cepat dan akan menjadi jenis sel berukuran
besar yang mengandung rantai u, sel prekursor mengatur kembali gena variabel
(V) dengan gena D dan gena J. Tingkat pematangan sel B dapat diketahui dengan
menentukan ciri-ciri sel B, sesuai dengan stadium pematangannya, yaitu: ada
tidaknya imunoglobulin intrasitoplasmik, imunoglobulin permukaan (surface
immunoglobulin = sIg), dan antigen permukaan lainnya. Sel B primitif (pra-B)
ditandai dengan adanya: rantai u sitoplasma, tanpa rantai ringan, tidak memiliki
rantai ringan dalam sitoplasmanya, dapat mengekspresikan Hla-DR dan reseptor
untuk C3b, tetapi tidak memiliki reseptor Fc. Sel-sel pra-B membelah diri dengan
cepatan menjadi sel dengan ukuran yang lebih kecil. Apabila sel-sel para-B telah
memiliki molekul Ig sebagai molekul integral membran selnya, maka sel tersebut
telah berkembang menjadi sel muda. sel muda dengan cepat memiliki reseptor
untuk virus Epstein barr, C3B dan untuk Fc dari Ig G. Semakin dewasa selnya,
akan dijumpai pula Major Histocompatibility Complex (MHC) kelas I yang juga
semakin bertambah jumlahnya. 29 Sel B perawan (virgin) yang terdapat didalam
sumsum tulang, dan belum pernah terpapar oleh antigen, umumnya menunjukkan
respons yang lebih lambat dibandingkan dengan sel B yang terdapat dalam
jaringan limfoid perifer. Apabila sel B mendapat rangsangan dari antigen atau
imunogen, maka limfosit B akan mengalami dua proses perkembangan yaitu :
pertama, akan berdiferensiasi menjadi sel plasma yang membentuk imunoglobulin
(Ig), dan kedua akan membelah dan kemudian kembali dalam keadaan istirahat
sebagai limfosit B memory. Apabila kemudian ada rangsangan antigen pada sel
memori ini, maka akan timbul reaksi yang lebih cepat dari reaksi pertama tadi dan
menyebabkan sel B berproliferasi menjadi sel plasma yang akan mensekresikan Ig
spesifik. Sel B dapat mengenali antigen yang berkadar sangat rendah. hal ini
disebabkan oleh karena sel B mempunyai sIg yang berfungsi sebagai reseptor
untuk antigen. Melalui proses endositosis antigen yang ditangkap oleh sIg tersebut
masuk kedalam sitoplasma hanya dalam beberapa menit saja, untuk kemudian
diproses menjadi fragmenfragmen. Melalui proses eksositosis fragmen antigen ini
bersamasama dengan MHC kelas II disajikan pada limfosit T, sehingga dengan
demikian sel B juga berfungsi sebagai antigen presenting cell (APC).

c. Sel Plasma

Sel Plasma merupakan fase diferensiasi terminal dari perkembangan sel B


dalam upaya memproduksi dan mensekresi antibodi. Sel plasma tidak dapat
membelah lagi dan pada permukaannya tidak dijumpai adanya s Iagi maupun
reseptor-reseptor seperti yang dimiliki sel B. sel plasma berukuran lebih besar dari
limfosit dan ditandai dengan inti bulat yang letaknya eksentris dan berkromatin
kasar seperti roda. satu sel plasma dapat melepaskan beribu-ribu molekul antibodi
setiap detiknya.

d. Antigen Presenting Sel (APC)

Sel-sel ini, berfungsi untuk menyajikan antigen kepada sel limfoid yang
tersensitisasi. Supaya antigen dapat dikenal oleh sel limfoid, penyajian antigen
yang telah diproses, dilakukan bersama ekspresi MHC kelas II pada permukaan
sel. Makrofag, disamping berfungsi sebagai fagosit yang profesional, juga
merupakan APC yang pertama diketahui. Dalam garis besarnya, semua sel yang
menampilkan MHC kelas II dapat bertindak sebagai APC, misalnya: sel-sel
dendritik, kupfer, langerhans, endotel, fibroblast dan sel B. Diantara sel-sel diatas,
sel dendritik, makrofag dan sel B merupakan APC yang terpenting.

F. Organ Limfoid
Sebagian kecil limfosit beredar dalam darah, sebagian besar limfosit
berada dalam sekumpulan organ dan jaringan yang dinamakan organ limfoid.
Organ limfoid terdiri atas organ limfoid primer dan organ limfoid perifer.
Organ limfoid primer merupakan tempat pembuatan dan pematangan
limfosit (“pemrograman fungsi mendatangnya”). Organ limfoid perifer adalah
tempat limfosit berpartisipasi dan berperan dalam sistem imunitas tubuh
Gambar Organ limfoid
Lain-lain: Akumulasi limfosit pada permukaan traktus intestinalis.

G. DIFERENSIASI DAN PEMATANGAN LIMFOSIT


Semua limfosit berasal dari sumsum tulang. Limfosit sel B (Bone-marrow)
adalah satu-satunya jenis limfosit yang selain difererensiasi sekaligus mengalami
pematangan pada sumsum tulang.
Gambar Diferensiasi dan pematangan limfosit
Limfosit sel T (Thymus) menuju ke timus, mengalami diferensiasi lebih
lanjut dan pematangan di sana. Diferensiasi lebih lanjut ini menghasilkan T
sitotoksik, T helper, dan S suppressor. Limfosit sel NK (Natural Killer)
mengalami pematangan pada organ limfoid perifer. Rincian perjalanan lebih
lanjut limfosit setelah keluar dari sumsum tulang diperlihatkan pada gambar.
Gambar Perjalanan limfosit dari sumsum tulang
H. TRANSFORMASI LIMFOSIT DALAM SISTEM IMUNITAS
Beberapa tipe leukosit yang beredar dalam darah akan mengalami transformasi
menjadi tipe sel lain pada saat berpindah ke jaringan.

Transformasi leukosit dalam sistem imunitas


Darah Jaringan
Basofil Sel mast
Monosit Makrofag
Sel B Sel plasma
I. FAGOSIT DAN FAGOSITOSIS
Fagosit adalah sel darah putih yang dapat melakukan fungsi fagositosis
(menelan dan menghancurkan patogen. Fagosit terdiri atas makrofag dan
neutrofil.

Gambar 10.4 Fagosit


J. MAKROFAG
Makrofag adalah monosit (salah satu tipe sel darah putih) yang telah
bermigrasi dari pembuluh darah ke ruang interstitial. Makrofag berusia panjang
(puluhan tahun) dan tetap survive setelah melakukan fagositosis. Aktivitas
fagositosis kurang daripada neutrofil. Makrofag. Mmenghasilkan zat kimia
sitokin.
K. NEUROFIL
Neutrofil adalah salah satu tipe sel darah putih yang dapat berfungsi fagositosis.
Usia neutrofil relatif pendek, sel mati setelah melakukan fagositosis. Aktivitas
fagositosis lebih tinggi daripada makrofag. Sebagian besar pus (nanah) adalah sel
neutrofil yang mati setelah melakukan fagositosis.

Gambar Fagositosis
L. MEDIATOR
Mediator pada sistem imunitas adalah zat kimia yang berfungsi memediasi
berbagai proses pada sistem imunitas. Asal mediator pada sistem imunitas adalah:
 Protein plasma, misalnya komplemen
 Leukosit, misalnya sitokin
M. MEDIATOR PROTEIN PLASMA DAN KOMPLEMEN
Komplemen adalah komponen kimiawi sistem imunitas bawaan. Dalam
keadaan biasa (tanpa adanya invasi patogen), komplemen merupakan bagian dari
protein plasma. Komplemen terdiri atas + 20 macam protein yang dapat
menyerang dan merusak patogen
N. MEDIATOR LEUKOSIT DAN SITOKIN
Mediator leukosit (sel mast) berupa:
 Mediator primer: Granula dalam sel mast dalam bentuk tidak aktif
Contoh: Histamin, serotonin, heparin, dan sebagainya.
 Mediator sekunder: Disintesis jika sel mast teraktivasi.
Contoh: Leukotrien, prostaglandin, bradikinin, sitokin, dan lain-lain.
Sitokin (cytokines) adalah protein yang diproduksi sebagai respons
terhadap antigen tertentu, berfungsi sebagai messengers kimiawi untuk mengatur
sistem imunitas bawaan maupun adaptif.
Sitokin terutama diproduksi oleh sel T helper, tetapi juga oleh sel lain dalam
sistem imunitas. Contoh sitokin yaitu:
 Monokin: diproduksi oleh monosit dan makrofag.
 Limfokin: diproduksi oleh sel T helper.
O. SISTEM IMUNITAS BAWAAN
Sistem imunitas bawaan mencakup antara lain:
1. Anatomi eksternal dan barrier kimiawi
2. Inflamasi
P. ANATOMI EKSTERNAL DAN BARRIER KIMIAWI
Anatomi eksternal dan barrier kimiawi berturut-turut mencakup:
 Kulit utuh
 Sekresi kelenjar keringat, sebasea,dan air mata
 Selaput lendir (mukosa)
 Sekresi mukus
 Rambut getar (silia) pada saluran pernapasan
 Bulu hidung
 Refleks batuk dan bersin
 Sekresi ludah
 Sekresi asam lambung
 Keasaman vagina
Q. INFLAMASI
Tahap-tahap inflamasi adalah:
a. Invasi patogen
b. Pelepasan mediator kimiawi (kinin-salah satu mediator dari protein
plasma) dan zat-zat kimia yang dilepas oleh eosinofil dan basofil _
vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah di
area invasi
c. Difusi protein dan cairan ke ruang ekstraselular _ oedema
d. Pelepasan kemokin (salah satu satu sitokin) _ efek kemotaksis:
Menghasilkan migrasi dan eksudasi neutrofil (dan monosit) ke area
inflamasi
e. Fagositosis & destruksi patogen oleh komplemen
f. Pemulihan jaringan

R. IMUNITAS TERMEDIASI-SEL
Imunitas termediasi-sel dilaksanakan oleh sel T, makrofag, dan sel NK. Sistem
imunitas termediasi-sel mengeliminasi:
 Patogen intraselular dan sel yang terinfeksi
 Sel tumor
 Sel cangkokan
Thimus berperanan penting dalam imunitas termediasi-sel karena
merupakan tempat pematangan sel T. Interferon adalah protein yang diproduksi
oleh sel sistem imunitas, terdiri atas interferon -α, -β dan -γ. Interferon -αdan –β
diproduksi oleh sel yang terinfeksi virus, menginduksi ketahanan sel tetangga
terhadap virus. Interferon-γ diproduksi oleh sel NK teraktivasi, mengaktivasi sel
NK dan makrofag.
S. IMUNODEFISIENSI
Imunodefisiensi dibedakan menjadi:
1. Imunodefisiensi bawaan (congenital immunodeficiency)
2. Imunodefisiensi didapat (acquired immunodeficiency)
1. Immunodefisiensi Bawaan
Contoh imunodefisiensi bawaan yaitu:
 Agammaglobulinemia
 Hipogammaglobulinemia
Agammaglobulinemia
Γ-globulin praktis tidak ada dalam darah, subjek rentan terhadap infeksi
berulang oleh bakteria piogenik, kelainan bersifat genetik X-linked ataupun
autosomal-recessive.
Hipogammaglobulinemia
Kadar γ-globulin rendah di bawah nilai normal.
2. Immunodefisiensi Didapat
Contoh imunodefisiensi didapat: AIDS (Acquired Immuno-Deficiency
Syndrome)
 AIDS
AIDS merupakan tahap lanjut infeksi HIV (Human Immunodeficiency
Virus), HIV menginfeksi sel T helper, makrofag, dan sel dendritik, menyebabkan
apoptosis dan pemusnahan sel T helper yang terinfeksi oleh sel T sitotoksik serta
gangguan fungsi makrofag dan sel dendritik.
Penderita AIDS sangat rentan terhadap infeksi bakteria, virus, dan jamur;
juga seringkali terserang tumor seperti limfoma, sarkoma Kaposi, Ca serviks, dan
sebagainya.
T. HIPERSENSITIVITAS
Hipersensitivitas dibedakan menjadi:
 Immediate hypersensitivity: Diakibatkan oleh gangguan pada humoral
immunity
 Delayed hypersensitivity: Diakibatkan oleh gangguan pada cell-mediated
immunity
1. Immediate Hypersentivity
Contoh immediate hypersensitivity yaitu:
 Syok anafilaktik
 Rheumatoid arthritis
 Systemic lupus erythematosus
 Syok Anafilaktik
Syok anafilaksik adalah syok yang disebabkan reaksi alergi yang
berat, parah, dan mengancam jiwa, harus segera ditanganI.

Ruam anafilaktik.
 Rheumatoid Arthritis
Rheumatoid arthritis adalah penyakit auto-imun yang menyebabkan nyeri
sendi dan kerusakan di seluruh tubuh.

Rheumatoid arthritis

 Systemic Lupus Erythematosus


Systemic lupus erythematosus adalah penyakit peradangan kronik dengan
beragam manifestasi dengan perjalanan penyakit relaps dan remisi (kambuh dan
reda) secara berulang.
Systemic lupus erythematosus

2. Delayed Hypersensitivity
Contoh delayed hypersensitivity yaitu:
 Psoriasis
Psoriasis adalah kondisi kulit yang gatal, merah, bersisik, diakibatkan oleh siklus
hidup sel kulit yang dipercepat.
Psoriasis
 Multiple Sclerosis
Multiple sclerosis adalah penyakit yang berpotensi merusak kemampuan
otak dan sumsum tulang belakang.

Multiple sclerosis

Anda mungkin juga menyukai