1 Pengertian TB Paru
2 Etiologi
Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderita
menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk Droplet (percikan Dahak). Droplet yang
mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang
dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. Selama kuman
TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar
dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe,
saluran napas, atau penyebaran langsung kebagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari
seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin
tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil
pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak
menular.
secara genetik.
2. Jenis kelamin: pada akhir masa kanak-kanak dan remaja, angka kematian
4. Pada masa puber dan remaja dimana masa pertumbuhan yang cepat,
5. Keadaan stress: situasi yang penuh stress (injury atau penyakit, kurang
nutrisi, stress emosional, kelelahan yang kronik)
mudah.
3 Patofisiologi
Ketika seorang klien TB paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara tak sengaja keluarlah
droplet nuklei dan jatuh ke tanah, lantai, atau tempat lainnya. Akibat terkena sinar matahari
atau suhu udara yang panas, droplet nuklei tadi menguap. Menguapnya droplet bakteri ke
udara dibantu dengan pergerakan angin akan membuat bakteri tuberkolosis yang terkandung
dalam droplet nuklei terbang ke udara. Apabila bakteri ini terhirup oleh orang sehat, maka
orang itu berpotensi terkena infeksi bakteri tuberkolosis. Penularan bakteri lewat udara
disebut dengan air-borne infection. Bakteri yang terisap akan melewati pertahanan
mukosilier saluran pernapasan dan masuk hingga alveoli. Pada titik lokasi di mana terjadi
implantasi bakteri, bakteri akan menggandakan diri (multiplying). Bakteri tuberkolosis dan
fokus ini disebut fokus primer atau lesi primer (fokus Ghon). Reaksi juga terjadi pada
jaringan limfe regional, yang bersama dengan fokus primer disebut sebagai kompleks primer.
Dalam waktu 3-6 minggu, inang yang baru terkena infeksi akan menjadi sensitif terhadap tes
tuberkulin atau tes Mantoux.
Berpangkal dari kompleks primer, infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui berbagai
jalan, yaitu:
1) Percabangan bronkhus
Dapat mengenai area paru atau melalui sputum menyebar ke laring (menyebabkan ulserasi
laring), maupun ke saluran pencernaan.
Aliran vena pulmonalis yang melewati lesi paru dapat membawa atau mengangkut material
yang mengandung bakteri tuberkulosis dan bakteri ini dapat mencapai berbagai organ melalui
aliran darah, yaitu tulang, ginjal, kelenjar adrenal, otak, dan meningen.
Jika pertahanan tubuh (inang) kuat, maka infeksi primer tidak berkembang lebih jauh dan
bakteri tuberkulosis tak dapat berkembang biak lebih lanjut dan menjadi dorman atau tidur.
Ketika suatu saat kondisi inang melemah akibat sakit lama/keras atau memakai obat yang
melemahkan daya tahan tubuh terlalu lama, maka bakteri tuberkulosis yang dorman dapat
aktif kembali. Inilah yang disebut reaktifasi infeksi primer atau infeksi pasca-primer. Infeksi
ini dapat terjadi bertahun-tahun setelah infeksi primer terjadi. Selain itu, infeksi pasca-primer
juga dapat diakibatkan oleh bakteri tuberkulosis yang baru masuk ke tubuh (infeksi baru),
bukan bakteri dorman yang aktif kembali. Biasanya organ paru tempat timbulnya infeksi
pasca-primer terutama berada di daerah apeks paru.
Infeksi Primer
Tuberkulosis primer adalah infeksi bakteri TB dari penderita yang belum mempunyai reaksi
spesifik terhadap bakteri TB. Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali
dengan kuman TB. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati
sistem pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai di alveolus dan
menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara
pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru, saluran limfe akan
membawa kuman TB ke kelenjar limfe disekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks
primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah 4-6
minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari
negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung kuman yang masuk dan
besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh
tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun demikian, ada beberapa
kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya
tahan tubuh tidak mampu mengehentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa
bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita Tuberkulosis. Masa inkubasi, yaitu waktu
yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.
Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi
primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi
yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan
terjadinya kavitas atau efusi pleura.
Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (Cellular
Immunity), sehingga jika terjadi infeksi oportunistik, seperti tuberkulosis, maka yang
bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan mengakibatkan kematian. Bila jumlah horang
terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah penderita TB akan meningkat, dengan demikian
penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.
4 Klasifikasi TB Paru
Disebut TB Paru BTA (+) apabila sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS
(Sewaktu Pagi Sewaktu) hasilnya positif, atau 1 spesimen dahak SPS positif disertai
pemeriksaan radiologi paru menunjukan gambaran TB aktif.
Apabila dalam 3 pemeriksaan spesimen dahak SPS BTA negatif dan pemeriksaan radiologi
dada menunjukan gambaran TB aktif. TB Paru dengan BTA (-) dan gambaran radiologi
positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan, bila menunjukan keparahan yakni kerusakan
luas dianggap berat.
1. b. TB ekstra paru yaitu tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain
paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe,
tulang persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing dan alat kelamin. TB ekstra paru
dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya yaitu :
a) TB ekstra paru ringan yang menyerang kelenjar limfe, pleura, tulang (kecuali tulang
belakang), sendi dan kelenjar adrenal
Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe
penderita :
1. Kasus baru adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) kurang dari satu bulan.
2. Kambuh (relaps) adalah penderita TB yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali berobat dengan hasil
pemeriksaan BTA positif.
3. Pindahan (transfer in) yaitu penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu
kabupaten lain kemudian pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita pindahan
tersebut harus membawa surat rujukan/pindah.
4. Kasus berobat setelah lalai (default/drop out) adalah penderita yang sudah berobat
paling kurang 1 bulan atau lebih dan berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian datang
kembali berobat.
1. TB anak lokasinya pada setiap bagian paru, sedangkan pada dewasa di daerah apeks
dan infra klavikuler
2. Terjadi pembesaran kelenjar limfe regional sedangkan pada dewasa tanpa pembesaran
kelenjar limfe regional
3. Penyembuhan dengan perkapuran sedangkan pada dewasa dengan fibrosis
4. Lebih banyak terjadi penyebaran hematogen, pada dewasa jarang
5 Manifestasi Klinis
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan.
Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah
ada kerusakan jaringan.
b.Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-
bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak
terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar
kecilnya pembuluh darah yang pecah.
c.Sesak nafas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang
menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila
sistem persarafan di pleura terkena.
a. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip
demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa
bebas serangan makin pendek.
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise.
Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan
akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala
pneumonia.
1. Batuk darah
a. Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan
b. Darah berbuih bercampur udara
c. Darah segar berwarna merah muda
d. Darah bersifat alkalis
e. Anemia kadang-kadang terjadi
f. Benzidin test negatif
2. Muntah darah
a. Darah dimuntahkan dengan rasa mual
b. Darah bercampur sisa makanan
c. Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung
d. Darah bersifat asam
e. Anemia seriang terjadi
f. Benzidin test positif
3. Epistaksis
a. Darah menetes dari hidung
b. Batuk pelan kadang keluar
c. Darah berwarna merah segar
d. Darah bersifat alkalis
e. Anemia jarang terjadi
Gejala-gejala tersebut diatas dijumpai pula pada penyakit paru selain TBC. Oleh sebab itu
orang yang datang dengan gejala diatas harus dianggap sebagai seorang “suspek
tuberkulosis” atau tersangka penderita TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara
mikroskopis langsung. Selain itu, semua kontak penderita TB Paru BTA positif dengan gejala
sama, harus diperiksa dahaknya.
6 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan sputum penting untuk dilakukan karena dengan pemeriksaan tersebut akan
ditemukan kuman BTA. Di samping itu pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi
terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan murah sehingga
dapat dikerjakan di lapangan (puskesmas). Tetapi kadang-kadang tidak mudah untuk
mendapat sputum, terutama pasien yang tidak batuk atau batuk yang non produktif Dalam hal
ini dianjurkan satu hari sebelum pemeriksaan sputum, pasien dianjurkan minum air sebanyak
+ 2 liter dan diajarkan melakukan refleks batuk. Dapat juga dengan memberikan tambahan
obat-obat mukolitik eks-pektoran atau dengan inhalasi larutan garam hipertonik selama 20-30
menit. Bila masih sulit, sputum dapat diperoieh dengan cara bronkos kopi diambil dengan
brushing atau bronchial washing atau BAL (bronchn alveolar lavage). BTA dari sputum bisa
juga didapat dengan cara bilasan lambung. Hal ini sering dikerjakan pada anak-anak karena
mereka sulit mengeluarkan dahaknya. Sputum yang akan diperiksa hendaknya sesegar
mungkin. Bila sputum sudah didapat. kuman BTA pun kadang-kadang sulit ditemukan.
Kuman bant dapat dkcmukan bila bronkus yang terlibat proses penyakit ini terbuka ke luar,
sehingga sputum yang mengandung kuman BTA mudah ke luar.
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman
BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1 mil sputum Hasil
pemeriksaan BTA (basil tahan asam) (+) di bawah mikroskop memerlukan kurang lebih 5000
kuman/ml sputum, sedangkan untuk mendapatkan kuman (+) pada biakan yang merupakan
diagnosis pasti, dibutuhkan sekitar 50 - 100 kuman/ml sputum. Hasil kultur memerlukan
waktu tidak kurang dan 6 - 8 minggu dengan angka sensitiviti 18-30%.
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan paling bermanfaat untuk menunjukkan
sedang/pernah terinfeksi Mikobakterium tuberkulosa dan sering digunakan dalam "Screening
TBC". Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin adalah lebih dari
90%.
Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji tuberkulin positif
100%, umur 1–2 tahun 92%, 2–4 tahun 78%, 4–6 tahun 75%, dan umur 6–12 tahun 51%.
Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji
tuberkulin semakin kurang spesifik. Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun
sampai sekarang cara mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux
umumnya pada ½ bagian atas lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke
dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan 48–72 jam setelah penyuntikan dan diukur
diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi.
Pada hasil pemeriksaan rontgen thoraks, sering didapatkan adanya suatu lesi sebelum
ditemukan adanya gejala subjektif awal dan sebelum pemeriksaan fisik menemukan kelainan
pada paru. Bila pemeriksaan rontgen menemukan suatu kelainan, tidak ada gambaran khusus
mengenai TB paru awal kecuali di lobus bawah dan biasanya berada di sekitar hilus.
Karakteristik kelainan ini terlihat sebagai daerah bergaris-garis opaque yang ukurannya
bervariasi dengan batas lesi yang tidak jelas. Kriteria yang kabur dan gambar yang kurang
jelas ini sering diduga sebagai pneumonia atau suatu proses edukatif, yang akan tampak lebih
jelas dengan pemberian kontras.
Pemeriksaan rontgen thoraks sangat berguna untuk mengevaluasi hasil pengobatan dan ini
bergantung pada tipe keterlibatan dan kerentanan bakteri tuberkel terhadap obat
antituberkulosis, apakah sama baiknya dengan respons dari klien. Penyembuhan yang
lengkap serinng kali terjadi di beberapa area dan ini adalah observasi yang dapat terjadi pada
penyembuhan yang lengkap. Hal ini tampak paling menyolok pada klien dengan penyakit
akut yang relatif di mana prosesnya dianggap berasal dari tingkat eksudatif yang besar.
TB paru milier terbagi menjadi dua tipe, yaitu TB paru milier akut dan TB paru milier
subakut (kronis). Penyebaran milier terjadi setelah infeksi primer. TB milier akut diikuti oleh
invasi pembuluh darah secara masif/menyeluruh serta mengakibatkan penyakit akut yang
berat dan sering disertai akibat yang fatal sebelum penggunaan OAT. Hasil pemeriksaan
rontgen thoraks bergantung pada ukuran dan jumlah tuberkel milier. Nodul-nodul dapat
terlihat pada rontgen akibat tumpang tindih dengan lesi parenkim sehingga cukup terlihat
sebagai nodul-nodul kecil. Pada beberapa klien, didapat bentuk berupa granul-granul halus
atau nodul-nodul yang sangat kecil yang menyebar secara difus di kedua lapangan paru. Pada
saat lesi mulai bersih, terlihat gambaran nodul-nodul halus yang tak terhitung banyaknya dan
masing-masing berupa garis-garis tajam.
Diagnosis terbaik dari penyakit diperoleh dengan pemeriksaan mikrobiologi melalui isolasi
bakteri. Untuk membedakan spesies Mycobacterium antara yang satu dengan yang lainnya
harus dilihat sifat koloni, waktu pertumbuhan, sifat biokimia pada berbagai media, perbedaan
kepekaan terhadap OAT dan kemoterapeutik, perbedaan kepekaan tehadap binatang
percobaan, dan percobaan kepekaan kulit terhadap berbagai jenis antigen Mycobacterium.
Pemeriksaan darah yang dapat menunjang diagnosis TB paru walaupun kurang sensitif
adalah pemeriksaan laju endap darah (LED). Adanya peningkatan LED biasanya disebabkan
peningkatan imunoglobulin terutama IgG dan IgA.
7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tuberkulosis antara lain :
Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan
penderita tuberkulosis paru BTA positif. Pemeriksaan meliputi tes tuberkulin, klinis,
dan radiologis. Bila tes tuberkulin positif, maka pemeriksaan radiologis foto thorax
diulang pada 6 dan 12 bulan mendatang. Bila masih negatif, diberikan BCG vaksinasi.
Bila positif, berarti terjadi konversi hasil tes tuberkulin dan diberikan kemoprofilaksis.
Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompok-kelompok populasi
tertentu misalnya: karyawan rumah sakit/Puskesmas/balai pengobatan, penghuni
rumah tahanan, dan siswa-siswi pesantren.
o Vaksinasi BCG
o Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan
dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih
sedikit. Indikasi kemoprofilaksis primer atau utama ialah bayi yang menyusu
pada ibu dengan BTA positif, sedangkan kemoprofilaksis sekunder diperlukan
bagi kelompok berikut: bayi di bawah lima tahun dengan hasil tes tuberkulin
positif karena resiko timbulnya TB milier dan meningitis TB, anak dan remaja
di bawah 20 tahun dengan hasil tes tuberkulin positif yang bergaul erat dengan
penderita TB yang menular, individu yang menunjukkan konversi hasil tes
tuberkulin dari negatif menjadi positif, penderita yang menerima pengobatan
steroid atau obat imunosupresif jangka panjang, penderita diabetes mellitus.
o Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberkulosis
kepada masyarakat di tingkat Puskesmas maupun di tingkat rumah sakit oleh
petugas pemerintah maupun petugas LSM (misalnya Perkumpulan
Pemberantasan Tuberkulosis Paru Indonsia – PPTI).
Tujuan tahapan awal adalah membunuh kuman yang aktif membelah sebanyak-banyaknya
dan secepat-cepatnya dengan obat yang bersifat bakterisidal. Selama fase intensif yang
biasanya terdiri dari 4 obat, terjadi pengurangan jumlah kuman disertai perbaikan klinis.
Pasien yang infeksi menjadi noninfeksi dalam waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien
dengan sputum BTA positif akan menjadi negatif dalam waktu 2 bulan. Menurut The Joint
Tuberculosis Committee of the British Thoracic Society, fase awal diberikan selama 2 bulan
yaitu INH 5 mg/kgBB, Rifampisin 10 mg/kgBB, Pirazinamid 35 mg/kgBB dan Etambutol 15
mg/kgBB.
Selama fase lanjutan diperlukan lebih sedikit obat, tapi dalam waktu yang lebih panjang.
Penggunaan 4 obat selama fase awal dan 2 obat selama fase lanjutan akan mengurangi resiko
terjadinya resistensi selektif. Menurut The Joint Tuberculosis Committee of the British
Thoracic Society fase lanjutan selama 4 bulan dengan INH dan Rifampisin untuk tuberkulosis
paru dan ekstra paru. Etambutol dapat diberikan pada pasien dengan resistensi terhadap INH.
Pada pasien yang pernah diobati ada resiko terjadinya resistensi. Paduan pengobatan ulang
terdiri dari 5 obat untuk fase awal dan 3 obat untuk fase lanjutan. Selama fase awal sekurang-
kurangnya 2 di antara obat yang diberikan haruslah yang masih efektif.
Paduan obat yang digunakan terdiri atas obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama
yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid,
Streptomisin, dan Etambutol (Depkes RI, 2004).
Untuk program nasional pemberantasan TB paru, WHO menganjurkan panduan obat sesuai
dengan kategori penyakit. Kategori didasarkan pada urutan kebutuhan pengobatan dalam
program. Untuk itu, penderita dibagi dalam empat kategori sebagai berikut:
1. 1. Kategori I (2HRZE/4H3R3)
Kategori I adalah kasus baru dengan sputum positif dan penderita dengan keadaan yang berat
seperti meningitis, TB milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis massif atau bilateral,
spondiolitis dengan gangguan neurologis, dan penderita dengan sputum negatif tetapi
kelainan parunya luas, TB usus, TB saluran perkemihan, dan sebagainya. Selama 2 bulan
minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari (tahap intensif), dan 4
bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam seminggu ( tahap lanjutan
).
1. 2. Kategori II ( HRZE/5H3R3E3 )
Kategori II adalah kasus kambuh atau gagal dengan sputum tetap positif.
diberikan kepada :
1. Penderita kambuh
2. Penderita gagal terapi
3. Penderita dengan pengobatan setelah lalai minun obat
4. 3. Kategori III ( 2HRZ/4H3R3 )
Kategori III adalah kasus sputum negatif tetapi kelainan parunya tidak luas dan kasus TB di
luar paru selain yang disebut dalam kategori I.
4. Kategori IV
Kategori IV adalah tuberkulosis kronis. Prioritas pengobatan rendah karena kemungkinan
keberhasilan rendah sekali.
1. Isoniazid (INH) : merupakan obat yang cukup efektif dan berharga murah.
Seperti rifampisin, INH harus diikutsertakan dalam setiap regimen pengobatan,
kecuali bila ada kontra-indikasi. Efek samping yang sering terjadi adalah neropati
perifer yang biasanya terjadi bila ada faktor-faktor yang mempermudah seperti
diabetes, alkoholisme, gagal ginjal kronik dan malnutrisi dan HIV. Dalam keadaan ini
perlu diberikan peridoksin 10 mg/hari sebagai profilaksis sejak awal pengobatan. Efek
samping lain seperti hepatitis dan psikosis sangat jarang terjadi.
3. Pyrazinamid : bersifat bakterisid dan hanya aktif terhadap kuman intrasel yang
aktif memlah dan mycrobacterium tuberculosis. Efek terapinya nyata pada dua atau
tiga bulan pertama saja. Obat ini sangat bermanfaat untuk meningitis TB karena
penetrasinya ke dalam cairan otak. Tidak aktif terhadap Mycrobacterium bovis.
Toksifitas hati yang serius kadang-kadang terjadi.
Rekomendasi Dosis
Obat anti-TB (mg/kgBB)
Aksi Potensi
esensial Per minggu
Per hari
3x 2x
Isoniazid (INH) Bakterisidal Tinggi 5 10 15
2.7 Komplikasi
Penyakit TB Paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi,
diantaranya :
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN
3.1.1 Identitas
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan,
pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya.
1. 1. Keluhan utama
Keluhan yang sering menyebabkan klien dengan TB paru meminta pertolongan dari tim
kesehatan dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu:
- Batuk darah, seberapa banyak darah yang keluar atau hanya berupa blood streak,
berupa garis, atau bercak-bercak darah
- Sesak napas
- Nyeri dada
Tabrani Rab (1998) mengklasifikasikan batuk darah berdasarkan jumlah darah yang
dikeluarkan:
- Batuk darah masif, darah yang dikeluarkan lebih dari 600 cc/24 jam.
- Batuk darah ringan. Darah yang dikeluarkan kurang dari 250 cc/24 jam.
- Demam, timbul pada sore atau malam hari mirip demam influenza, hilang timbul, dan
semakin lama semakin panjang serangannya, sedangkan masa bebas serangan semakin
pendek
- Keluhan sistemis lain: keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan, dan
malaise.
Pengkajian ringkas dengan PQRST dapat lebih memudahkan perawat dalam melengkapi
pengkajian.
Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor penyebab sesak napas, apakah
sesak napas berkurang apabila beristirahat?
Quality of Pain: seperti apa rasa sesak napas yang dirasakan atau digambarkan klien, apakah
rasa sesaknya seperti tercekik atau susah dalam melakukan inspirasi atau kesulitan dalam
mencari posisi yang enak dalam melakukan pernapasan?
Time: berapa lama rasa nyeri berlangsung, kapan, bertambah buruk pada malam hari atau
siang hari, apakah gejala timbul mendadak, perlahan-lahan atau seketika itu juga, apakah
timbul gejala secara terus-menerus atau hilang timbul (intermitten), apa yang sedang
dilakukan klien saat gejala timbul, lama timbulnya (durasi), kapan gejala tersebut pertama
kali timbul (onset).
Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah sebelumnya klien pernah
menderita TB paru, keluhan batuk lama pada masa kecil, tuberkulosis dari organ lain,
pembesaran getah bening, dan penyakit lain yang memperberat TB paru seperti diabetes
mellitus. Tanyakan mengenai obat-obat yang biasa diminum oleh klien pada masa lalu yang
relevan, obat-obat ini meliputi obat OAT dan antitusif. Catat adanya efek samping yang terjai
di masa lalu. Kaji lebih dalam tentang seberapa jauh penurunan berat badan (BB) dalam
enam bulan terakhir. Penurunan BB pada klien dengan TB paru berhubungan erat dengan
proses penyembuhan penyakit serta adanya anoreksia dan mual yang sering disebabkan
karena meminum OAT.
Secara patologi TB paru tidak diturunkan, tetapi perawat perlu menanyakan apakah penyakit
ini pernah dialami oleh anggota keluarga lainnya sebagai faktor predisposisi di dalam rumah.
5. Pengkajian Psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis klien meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk
memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Perawat
mengumpulkan data hasil pemeriksaan awal klien tentang kapasitas fisik dan intelektual saat
ini. Data ini penting untuk menentukan tingkat perlunya pengkajian psiko-sosio-spiritual
yang seksama. Pada kondisi, klien dengan TB paru sering mengalami kecemasan bertingkat
sesuiai dengan keluhan yang dialaminya.
Pemeriksaan fisik pada klien dengan TB paru meliputi pemerikasaan fisik umum per system
dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (breathing), B2 (Blood), B3
(Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), dan B6 (Bone) serta pemeriksaan yang focus pada B2
dengan pemeriksaan menyeluruh system pernapasan.
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan TB paru biasanya didapatkan
peningkatan suhu tubuh secara signifikan, frekuensi napas meningkat apabila disertai sesak
napas, denyut nadi biasanya meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan
frekuensi pernapasan, dan tekanan darah biasanya sesuai dengan adanya penyulit seperti
hipertensi.
B1 (Breathing)
Pemeriksaan fisik pada klien dengan TB paru merupakan pemeriksaan fokus yang terdiri atas
inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
Inspeksi
Bentuk dada dan pergerakan pernapasan. Sekilas pandang klien dengan TB paru biasanya
tampak kurus sehingga terlihat adanya penurunan proporsi diameter bentuk dada antero-
posterior dibandingkan proporsi diameter lateral. Apabila ada penyulit dari TB paru seperti
adanya efusi pleura yang masif, maka terlihat adanya ketidaksimetrian rongga dada, pelebar
intercostals space (ICS) pada sisi yang sakit. TB paru yang disertai atelektasis paru membuat
bentuk dada menjadi tidak simetris, yang membuat penderitanya mengalami penyempitan
intercostals space (ICS) pada sisi yang sakit. Pada klien dengan TB paru minimal dan tanpa
komplikasi, biasanya gerakan pernapasan tidak mengalami perubahan. Meskipun demikian,
jika terdapat komplikasi yang melibatkan kerusakan luas pada parenkim paru biasanya klien
akan terlihat mengalami sesak napas, peningkatan frekuensi napas, dan menggunakan otot
bantu napas.
Batuk dan sputum. Saat melakukan pengkajian batuk pada klien dengan TB paru, biasanya
didapatkan batuk produktif yang disertai adanya peningkatan produksi secret dan sekresi
sputum yang purulen. Periksa jumlah produksi sputum, terutama apabila TB paru disertai
adanya brokhiektasis yang membuat klien akan mengalami peningkatan produksi sputum
yang sangat banyak. Perawat perlu mengukur jumlah produksi sputum per hari sebagai
penunjang evaluasi terhadap intervensi keperawatan yang telah diberikan.
Palpasi
Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi pernapasan. TB paru tanpa komplikasi pada saat
dilakukan palpasi, gerakan dada saat bernapas biasanya normal seimbang antara bagian kanan
dan kiri. Adanya penurunan gerakan dinding pernapasan biasanya ditemukan pada klien TB
paru dengan kerusakan parenkim paru yang luas.
Getaran suara (fremitus vokal). Getaran yang terasa ketika perawat meletakkan tangannya di
dada klien saat klien berbicara adalah bunyi yang dibangkitkan oleh penjalaran dalam laring
arah distal sepanjang pohon bronchial untuk membuat dinding dada dalam gerakan resonan,
teerutama pada bunyi konsonan. Kapasitas untuk merasakan bunyi pada dinding dada disebut
taktil fremitus.
Perkusi
Pada klien dengan TB paru minimal tanpa komplikasi, biasanya akan didapatkan resonan
atau sonor pada seluruh lapang paru. Pada klien dengan TB paru yang disertai komplikasi
seperti efusi pleura akan didapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang sesuai
banyaknya akumulasi cairan di rongga pleura. Apabila disertai pneumothoraks, maka
didapatkan bunyi hiperresonan terutama jika pneumothoraks ventil yang mendorong posisi
paru ke sisi yang sehat.
Auskultasi
Pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi napas tambahan (ronkhi) pada sisi yang sakit.
Penting bagi perawat pemeriksa untuk mendokumentasikan hasil auskultasi di daerah mana
didapatkan adanya ronkhi. Bunyi yang terdengar melalui stetoskop ketika klien berbica
disebut sebagai resonan vokal. Klien dengan TB paru yang disertai komplikasi seperti efusi
pleura dan pneumopthoraks akan didapatkan penurunan resonan vocal pada sisi yang sakit.
B2 (Blood)
Perkusi : Batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru dengan efusi pleura
masif mendorong ke sisi sehat.
Auskultasi : Tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan biasanya tidak
didapatkan.
B3 (Brain)
Kesadaran biasanya compos mentis, ditemukan adanya sianosis perifer apabila gangguan
perfusi jaringan berat. Pada pengkajian objektif, klien tampak dengan meringis, menangis,
merintih, meregang, dan menggeliat. Saat dilakukan pengkajian pada mata, biasanya
didapatkan adanya kengjungtiva anemis pada TB paru dengan gangguan fungsi hati.
B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Oleh karena itu, perawat
perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok. Klien
diinformasikan agar terbiasa dengan urine yang berwarna jingga pekat dan berbau yang
menandakan fungsi ginjal masih normal sebagai ekskresi karena meminum OAT terutama
fifampisin.
B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan.
B6 (Bone)
Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan TB paru. Gejala yang muncul
antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup menetap, jadwal olahraga menjadi tak
teratur.
3.2. DIAGNOSA
1. Bersihan jalan nafas tak efektif, berhubungkan dengan sekret kental / sekret darah,
upaya batuk buruk, dapat ditandai dengan:
Dispnoe.-
1. Bersihan jalan nafas tak efektif, berhubungkan dengan sekret kental / sekret darah,
kelemahan, upaya batuk buruk, edema tracheal / faringeal dapat ditandai dengan:
- Dispnoe.
Rencana keperawatan
1.
1. Berikan pasien posisi semi atau fowler tinggi, bantu pasien untuk latihan nafas
dalam.
2. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea ; pengisapan sesuai dengan keperluan.
3. Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa / batuk efektif, catat karakter,
jumlah sputum dan adanya hemoptisis.
4. Kaji fungsi pernafasan, contoh bunyi nafas, kecepatan, irama dan kedalaman
serta penggunaan otot aksesori.
Rasionalisasi
1.
1. Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya
pernafasan, ventilasi meksimal membuka area atelektasis dan meningkatkan
gerakan sekret kedalam jalan nafas besar untuk dikeluarkan.
1. Pengeluaran sulit bila sekret sangat tebal ( misalnya ; efek infeksi dan atau
tidak adekuat hydrasi ) sputum berdarah kental atau darah cerah diakibatkan oleh
kerusakan ( kapitasi ) paru atau luka bronkial, dan dapat memerlukan evaluasi /
intervensi lanjut.
1.
1. Mencegah obstruksi / aspirasi, penghisapan dapat diperlukan bila pasien tidak
mampu mengeluarkan sekret.
2. Penurunan bunyi nafas dapat menunjukan atelektasis, ronchi, mengi,
menunjukan akumulasi sekret/ketidakmampuan untuk membersihkan jalan
nafas yang dapat menimbulkan pengguanaan otot aksesori pernafasan dan
peningkatan kerja pernafasan.
Rencana tindakan.
1. Tingkatkan tirah baring / batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri sesuai
dengan keperluan.
2. Tunjukan / dorong bernafas bibir selama ekhalasi, khususnya untuk pasien dengan
fibrosis atau kerusakan parenkhim.
3. Kaji diespnoe, tachipnoe, tak normal / menurunnya bunyi nafas, peningkatan
upaya pernapasan, terbatasnya ekspansi dinding dada & kelemahan.
4. Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran, catat sianosis dan / atau perubahan pada
warna kulit, termasuk membran mukosa dan kuku.
Rasionalisasi.
1. Anjurkan pasien untuk batuk / bersin dan mengeluarkan pada tissue &
menghindari meludah di tempat umum serta tehnik mencuci tangan yang
tepat.
2. Kaji patologi / penyakit ( aktif / tak aktif diseminasi infeksi melalui bronchus
untuk membatasi jaringan atau melalui aliran darah / sistem limfatik ) dan
potensial penyebaran melalui droplet udara selama batuk, bersin,
meludah,bicara, dll.
3. Identifikasi orang lain yang beresiko, contoh anggota rumah, anggota, sahabat
karib / teman.
Rasionalisasi.
Rencana tindakan :
Rasionalisasi :
1. Cairan dalam tubuh sangat penting guna menjaga homeostasis (keseimbangan) tubuh.
Apabila suhu tubuh meningkat maka tubuh akan kehilangan cairan lebih banyak.
2. Suhu tubuh harus dipantau secara efektif guna mengetahui perkembangan dan
kemajuan dari pasien.
3. Antibiotik berperan penting dalam mengatasi proses peradangan (inflamasi)
4. Jika metabolisme dalam tubuh berjalan sempurna maka tingkat kekebalan/ sistem
imun bisa melawan semua benda asing (antigen) yang masuk.
5. Resiko regimen terapi berhubungan dengan banyaknya kombinasi obat yang harus
diminum
Rencana tindakan :
1. Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian kombinasi obat.
2. Kaji dari efek penggunaan regimen terapi.
3. Berikan penyuluhan dan pendidikan kesehatan tentang ketidakteraturan
berobat akan menyebabkan resistensi.
Rasionalisasi :
DAFTAR PUSTAKA
Sudoyo, Aruw. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 2 Edisi IV. Jakarta: Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Soeparman dan sarwono Waspadji. 1990. Ilmu Penyakit Dalam jilid 2. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI.