Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pembangunan kesehatan di indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah,

disatu pihak penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan

masyarakat yang belum tertangani, dilain pihak telah terjadi peningkatan

kasus penyakit-penyakit tidak menular (PTM) yang disebabkan oleh gaya

hidup manusia, penularan bakteri, dan infeksi virus. (Gustin, 2011).

Peyakit pada neonatus masih merupakan salah satu masalah di bidang

kesehatan di indonesia, sehingga menyebabkan angka kematian dan

kesakitan neonatus di indonesia tinggi. Salah satu penyakit yang menyerang

neonatus dengan angka prevalensi yang paling tinggi adalah Sepsis. Sepsis

merupakan infeksi aliran darah yang bersifat invasif dan ditandai dengan

ditemukannya bakteri dalam cairan tubuh seperti darah, cairan sumsum

tulang atau air kemih. (IDAI, 2008). Sepsis neonatorum merupakan masalah

kesehatan yang belum dapat terpecahkan dalam pelayanan dan perawatan

bayi baru lahir. Sepsis neonatorum merupakan penyebab utama morbiditas

dan mortalitas pada bayi baru lahir. Pada bulan pertama kehidupan, infeksi

yang terjadi berhubungan dengan angka kematian yang tinggi, yaitu 13%-

15% (Hartanto et al., 2016).

Sepsis neonatal adalah sindrom klinik penyakit sistemik, disertai

bakteremia yang terjadi pada bayi dalam satu bulan pertama kehidupan
(Pudjiadi et al., 2011). Angka kejadian sepsis neonatal di negara

berkembang meningkat yaitu (1,8-18 per 1000 kelahiran hidup), sedangkan

pada negara maju sebanyak (4-5 per 1000 kelahiran hidup) (Wilar et al.,

2016).

World Health Organitation (WHO) memperkirakan di negara berkembang

terdapat 98% dari 5 juta kematian pada neonatal terjadi di negara

berkembang. Sedangkan angka kematian neonatus di Asia Tenggara adalah

39 per 1000 kelahiran hidup bayi baru lahir. Lebih dari dua pertiga kematian

itu terjadi pada periode neonatal dini dan 42% kematian neonatal

disebabkan infeksi karena sepsis. (WHO, 2012).

Menurut Riskesdas 2007, penyebab kematian bayi baru lahir 0-6 hari di

Indonesia sebanyak 12% disebabkan sepsis, sedangkan penyebab kematian

bayi umur 7-28 hari sebanyak 20,5% penderita sepsis. Data Survei

Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menunjukkan

bahwa angka kematian bayi (AKB) sebesar 32 per 1000 kelahiran hidup

pada tahun 2012. Ini berarti di Indonesia, ditemukan kurang lebih 440 bayi

yang meninggal setiap harinya dan penyebab kematian terbanyak

disebabkan oleh masalah neonatal salah satunya disebabkan oleh sepsis

(Kemenkes, 2014).

Case fatality rate yang tinggi ditemukan pada sepsis neonatorum, hal ini

terjadi karena banyak faktor infeksi pada masa perinatal yang belum dapat

dicegah dan ditanggulangi. Masalah yang sering timbul sebagai 3


komplikasi sepsis neonatorum adalah hiperbilirubinemia, meningitis,

kejang, hipotermi, gangguan nafas, (Depkes, 2007). Kompikasi sepsis

neonatorum paling banyak timbul disebabkan oleh hiperbilirubinemia.

Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling

sering ditemukan pada bayi baru lahir. Umumnya merupakan transisi

fisiologis yang lazim pada 60%-70% bayi aterm dan hampir semua bayi

preterm (Rahardjani, 2008).

Berdasarkan survei kesehatan tahun 2016 infeksi sepsis yang merupakan

salah satu penyebab kematian terbanyak yaitu 13%-15% erat kaitannya

dengan ikterus neonatal (hiperbilirubinemia) (Hartanto et al., 2016).

Terdapat dua proses yang melibatkan antara komplikasi dengan risiko

terjadinya ikterus neonatorum, pertama produksi yang berlebihan, hal ini

melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada

perdarahan tertutup dan sepsis. Kedua karna gangguan dalam proses uptake

dan konjugasi hepar, gangguan ini dapat disebabkan oleh hipoksia dan

infeksi salah satunya sepsis. Sehingga bisa disimpulkan bahwa terdapat

hubungan antara komplikasi perinatal dengan kejadian ikterus neonatorum

(hiperbilirubinemia), (Tazami et al. 2013)

Berdasarkan hasil penelitian Tazami et al. (2013) ada hubungan tentang

hiperbilirubinemia dengan komplikasi sepsis di RSUD Raden Mattaher

Jambi 2013. Penelitian Mardalena (2016) terdapat Faktor yang


berhubungan dengan kejadian sepsis (hiperbilirubinemia, meningitis,

kejang, hipotermi, dan asfeksia) pada neonatorum di Rumah Sakit

Moehammad Hoesin Palembang 2016. Dan kejadian sepsis pada balita di

RS Bhayangkara TK. I R. Said Sukanto Jakarta Timur didapatkan bahwa

sepanjang tahun 2017 terdapat sebanyak 747 kasus neonatus yang menderita

sepsis. Berdasarkan data tersebut didapatkan bahwa masih tingginya angka

kejadian sepsis pada tahun 2017, hal ini semakin menghawatirkan bagi

kesehatan bayi baru lahir.

Dari data tahunan neonatorum dengan sepsis yang di rawat inap di ruang

PICU wilayah kerja RS. Polri jakarta timur terhitung dari bulan januari –

desember Jumlah bayi baru lahir dengan sepsis di RS Polri dari tahun ke

tahun mengalami peningkatan, pada tahun 2015 sebanyak 346 neonatorum,

tahun 2016 sebanyak 573 neonatorum, dan 747 neonatorum pada tahun

2017. Di RS Polri selama 6 bulan terakhir (januari sampai Juni 2018)

sebanyak 218 neonatorum dengan sepsis, dan 173 neonatorum sepsis

dengan hiperbilirubin (RM RS Polri, 2017).

Sepsis merupakan salah satu termasuk 10 penyakit yang terbanyak yang

dialami oleh neonatorum di RS. Polri Jakarta Timur. Hasil dari laporan

tahun 2016-2017 terjadinya peningkatan hingga 11%. Peningkatan tersebut

paling banyak di pengaruhi oleh Hiperbilirubin.

Survey awal yang dilakukan diwilayah RS Bhayangkara Tk.1 R. Said

Sukanto kepada 25 pasien didapatkan 18 pasien yang menderita sepsis

dikarnakan oleh hiperbilirubin neonatorum. Berdasarkan latar belakang


diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan

hiperbilirubin pada kejadian sepsis neonatorum di wilayah kerja RS

Bhayangkara Tk.1 R.Said Sukanto tahun 2018.

B. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi masalah pada penelitian ini adalah masih tingginya

sepsis pada neonatus, faktor yang menjadi penyebab adalah

hiperbilirubinemia, meningitis, kejang, hipotermi, gangguan nafas. Menurut

observasi masih tingginya pasien dengan hiperbilirubin yang menderita

sepsis yang ada diwilayah kerja RS Bhayangkara Tk.1 R.Said Sukanto

tahun 2018. Sehingga peneliti tertarik untuk meneliti apakah ada hubungan

antara hiperbilirubin dengan kejadian sepsis pada neonatorum diwilayah

kerja RS Bhayangkara Tk.1 R.Said Sukanto tahun 2018.

Anda mungkin juga menyukai