Anda di halaman 1dari 48

SKENARIO 1

“Mata Merah”

BLOK PANCA INDERA

Disusun oleh:

KELOMPOK A-1

KETUA : DHARMANING ESTU WIRASTYO (1102013081)


SEKRETARIS : ABIYYA FARAH PUTRI (1102013003)
ANGGOTA : ELISA ROSANI (1102012074)
JAJANG PERMANA SUBHAN (1102012136)
AMIRTHA MUSTIKASARI (1102013022)
LUVIANTI (1102013158)
AYUNINGTYAS TRI HANDINI (1102013050)
AIMAN IDRUS ALATAS (1102013015)
BENING IRHAMNA (1102013057)
INTAN MARSELA (1102013136)
LATHIFA NABILA (1102013154)

UNIVERSITAS YARSI

Jl. Let. Jend. Suprapto. Cempaka Putih, Jakarta Pusat. DKI Jakarta. Indonesia. 10510.
Telepon: +62 21 4206675.
SKENARIO 1

MATA MERAH

Seorang anak laki-laki berusia 8 tahun datang ke poliklinik diantar ibunya dengan keluhan
kedua mata merah sejak 2 hari yang lalu setelah bermain sepak bola. Keluhan disertai dengan
keluar banyak air mata dan gatal. Penglihatan tidak mengalami gangguan. Pasien pernah
menderita penyakit seperti ini 6 bulan yang lalu.

Pada pemeriksaan oftalmologi:


VOD: 6/6, VOS: 6/6
Segmen anterior ODS: palpebral edema (-), lakrimasi (+), Konjungtiva tarsalis superior: giant
papil (+) (cobble stone appearance), konjungtiva bulbi: injeksi konjungtiva (+), limbus kornea:
infiltrate (+).
Lain-lain tidak ada kelainan.

Pasien sudah mencoba mengobati dengan obat warung tapi tidak ada perubahan.
Setelah mendapatkan terapi pasien diminta untuk control rutin dan menjaga serta memelihara
kesehatan mata sesuai ajaran Islam.

1
KATA SULIT

1. Pemeriksaan Oftalmologi : Pemeriksaan untuk menilai anatomi dan fungsi mata


2. Giant Papil : Papila berukuran lebih dari 1 mm. Pembesarannya terjadi di palpebral
superior bagian posterior
3. Limbus Kornea : Perbatasan kornea dengan sklera
4. Injeksi Konjungtiva : Pelebaran arteri konjungtiva superior
5. Lakrimasi : Proses keluarnya air mata

PERTANYAAN

1. Mengapa air mata banyak keluar dan terasa gatal?


2. Mengapa dapat terjadi Giant Papil?
3. Apakah ada hubungan antara riwayat penyakit terdahulu dengan penyakit yang
sekarang?
4. Mengapa pada limbus kornea infiltrat positif?
5. Mengapa visusnya tetap normal?
6. Mengapa mata pasien memerah?
7. Mengapa tidak ada perubahan setelah diberikan obat warung?
8. Apakah diagnosis dari skenario ini?
9. Bagaimanakah tatalaksana awalnya?
10. Bagaimana cara merawat kesehatan mata secara umum dan dalam Islam?
11. Apa saja pemeriksaan yang dapat dilakukan kepada pasien ini?
12. Apa saja etiologi yang dapat menimbulkan gejala seperti kasus ini?

2
JAWABAN

1. Karena adanya paparan allergen yang dapat menyebabkan adanya hipersensitivitas tipe
I sehingga mediator inflamasi seperti histamine keluar. Histamin ini dapat
menyebabkan mata gatal. Sedangkan air mata merupakan faktor pertahanan tubuh.
2. Adanya timbunan allergen dan sel-sel radang pada konjungtiva
3. Ada. Karena pasien ini memiliki riwayat alergi
4. Adanya sel-sel radang sebagai pertahanan terhadap mata agar tidak mengenai kornea
5. Karena visus berhubungan dengan media refraksi dalam, sedangkan dalam kasus ini
yang terkena adalah bagian luar mata sehingga visus tidak terpengaruh
6. Ada vasodilatasi a. conjunctiva superior
7. Karena obat warung tidak memiliki kandungan antihistamin dan kortikosteroid. Obat
warung hanya mengobati mata merah.
8. Diagnosisnya adalah conjunctivitis imunologis. Karena pada conjunctivitis tidak ada
penurunan visus dan juga pada conjunctivitis yang disebabkan karena faktor
imunologis terdapat cobble stone appearance dan giant papil
9. - Mencuci mata dengan air untuk menghilangkan kotoran pada mata
- Berikan antihistamin dan kortikosteroid ( dalam bentuk tetes mata )
10. - Jangan sering mengucek mata
- Mengkonsumsi vitamin A
- Menghindarkan mata dari debu, bulu dll
- Menjaga kebersihan lensa kontak
- Hindari baca dengan jarak pandang dekat
- Berwudhu dengan tatacara yang benar
- Menjaga pandangan
11. Diawali dengan pemeriksan oftalmologi lalu dilanjutkan dengan pemeriksaan
laboratorium seperti serologi dan dilanjutkan dengan pemeriksaan mikrobiologi untuk
melihat mikroorgansime apa yang menyerang
12. Ada 3 macam etiologi:
- Infeksius : karena bakteri, jamur, dan virus
- Imunologis : karena allergen
- Iritatif : karena bahan kimia dan suhu

3
HIPOTESA

Infeksi bakteri, jamur dan virus serta kontak dengan allergen pada mata dapat menyebabkan
terjadinya reaksi hipersensitifitas tipe I yang dapat mengeluarkan mediator inflamasi sehingga
membuat mata menjadi gatal. Perlu dilakukan pemeriksaan oftalmologi serta pemeriksaan
penunjang lainnya seperti pemeriksaan laboratorium. Adanya timbunan allergen dan sel-sel
radang tersebut dapat menyebabkan Giant Papil. Sedangkan mata merah dapat disebabkan
karena adanya vasodilatasi arteri conjunctiva superior. Giant Papil, mata merah dan lakrimasi
serta gejala-gejala lainnya menunjukan bahwa konjungtivitis disebabkan karena faktor
imunologis.

4
SASARAN BELAJAR

LI I Memahami dan Menjelaskan Anatomi Mata


1.1 Makroskopis Anatomi Mata
1.2 Mikroskopis Anatomi Mata

LI II Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Mata


2.1 Fisiologi Penglihatan
2.2 Fisiologi Lakrimasi

LI III Memahami dan Menjelaskan Konjungtivitis


3.1 Definisi
3.2 Epidemiologi
3.3 Etiologi
3.4 Klasifikasi
3.5 Manifestasi Klinik
3.6 Patofisiologi
3.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding
3.8 Tatalaksana
3.9 Komplikasi
3.10 Prognosis
3.11 Pencegahan

LI IV Memahami dan Menjelaskan Menjaga Kesehatan Mata dan Menjaga Kesehatan Mata
dalam Sudut pandang Islam

5
LI I Memahami dan Menjelaskan Anatomi Mata
1.1 Makroskopis Anatomi Mata

6
Mata terdiri dari :
1. Suatu lapisan luar keras yang transparan di anterior (kornea) dan opak di posterior
(sklera). Sambungan antara keduanya disebut limbus. Otot-otot ekstraokular melekat
pada sklera sementara saraf optik meninggalkan sklera di posterior melalui lempeng
kribiformis.
2. Suatu lapisan kaya pembuluh darah (koroid) melapisi segmen posterior mata dan
memberi nutrisi pada permukaan dalam retina.
3. Korpus siliaris terletak di anterior. Korpus siliaris mengandung otot siliaris polos yang
kontraksinya mengubah bentuk lensa dan memungkinkan fokus mata berubah-ubah.
Epitel siliaris mensekresi aqueous humor dan mempertahankan tekanan okular. Korpus
siliaris merupakan tempat perlekatan iris.
4. Lensa terletak di belakang iris dan disokong oleh serabut-serabut halus (zonula) yang
terbentang di antara lensa dan korpus siliaris.
5. Sudut yang dibentuk oleh iris dan kornea (sudut iridokornea) dilapisi oleh suatu
jaringan sel dan kolagen (jalinan trabekula). Pada sklera di luar jalinan ini, kanal
schlemm mengalirkan aqueous humor dari bilik anterior ke dalam sistem vena,
sehingga terjadi drainase aqueous. Daerah ini dianamakan sudut drainase.
Antara kornea di anterior dan lensa serta iris di posterior terdapat bilik mata anterior. Di antara
iris, lensa, dan korpus siliaris terdapat bilik mata posterior (yang berbeda dari korpus vitreous).
Kedua bilik ini terisi oleh aqueous humor. Di antara lensa retina terletak korpus vitreous.
Di anterior, konjungtiva akan berlanjut dari sklera ke bagian bawah kelopak mata atas dan
bawah. Satu lapis jaringan ikat (kapsul tenon) memisahkan konjungtiva dari sklera dan
memanjang ke belakang sebagai satu penutup di sekitar otot-otot rektus.

Orbita
Mata terletak dalam ruang orbita yang memiliki bentuk seperti piramida berisi empat. Pada
apeks posterior terletak kanal optik yang merupakan tempat lewatnya saraf optik ke otak.
Fissura orbita superior dan inferior merupakan tempat lewatnya pembuluh darah dan saraf
kranialis yang memberikan persarafan pada struktur orbita. Pada dinding anterior media
terdapat fossa untuk sakus lakrimalis. Kelenjar lakrimal terletak di anterior pada aspek
superolateral orbit.

Kelopak Mata
Fungsi :

1. Memberikan proteksi mekanis pada bola mata anterior.


2. Mensekresi bagian berminyak dari lapisan film air mata.
3. Menyebarkan film air mata ke konjungtiva dan kornea.
4. Mencegah mata menjadi kering.
5. Memiliki pungta tempat air mata mengalir ke sistem drainase lakrimal.

Kelopak mata terdiri dari :


1. Suatu lapisan permukaan kulit.
2. Otot-otot orbikularis.
3. Suatu lapisan kolagen kuat (lempeng tarsal).
4. Suatu lapisan epitel, konjungtiva, sampai ke bola mata.

7
Otot levator berjalan ke arah kelopak mata atas dan berinsersi pada lempeng tarsal. Otot ini
dipersarafi oleh saraf ketiga. Kerusakan pada saraf ini atau perubahan-perubahan pada usia tua
menyebabkan jatuhnya kelopak mata (ptosis). Suatu otot polos datar yang muncul dari
permukaan profunda levator berinsersi pada lempeng tarsal. Otot ini dipersarafi oleh sistem
saraf simpatis. Jika persarafan simpatis rusak (seperti pada sindrom Horner) akan terjadi ptosis
ringan.
Tepi kelopak mata adalah letak sambungan mukokutan. Sambungan ini mengandung muara
kelenjar minyak Meibomm yang terletak di lempeng tarsal. Kelenjar ini mensekresikan
komponen lipid dari film air mata. Di medial, pada kelopak mata atas dan bawah, dua pungta
kecil membentuk bagian awal sistem drainase lakrimal.

Sistem Drainase Lakrimal

Air mata mengalir ke dalam pungta atas dan bawah dan kemudian ke dalam sakus lakrimalis
melalui kanalikuli atas dan bawah. Kanalikuli-kanalikuli membentuk kanalikulus komunis
sebelum memasuki sakus lakrimalis. Duktus nasolakrimalis berjalan dari sakus ke hidung.
Kegagalan bagian distal duktus nasolakrimalis untuk membentuk saluran sempurna pada saat
lahir biasanya merupakan penyebab mata berair dan lengket pada bayi. Drainase air mata
melalui sistem ini.

Perdarahan
Mata mendapat pasokan darah dari arteri oftalmika (cabang dari arteri karotis interna) melalui
arteri retina, arteri siliaris, dan arteri muskularis. Sirkulasi konjungtiva beranastomosis di ante
rior dengan cabang-cabang dari arteri karotis eksterna. Saraf optik anterior mendapat pasokan
darah dari cabang-cabang dari arteri siliaris. Retina mendapat pasokan darah dari cabang arter
iol dari arteri retina sentral. Fovea sangat tipis sehingga tidak membutuhkan pasokan dari sirk
ulasi retina. Fovea mendapat darah secara tidak langsung, seperti juga lapisan luar retina, oleh
difusi oksigen dan metabolit dari koroid melewati epitel pigmen retina.

Persarafan

1. Nervus III
Saraf ini memasuki sinus kavernosus pada dinding lateral dan memasuki orbita melalui
fissura orbita superior. Nukleusnya terletak di tengah.
2. Nervus IV
Saraf keempat memasuki orbita melalui fissura orbita superior. Nukleusnya terletak di otak
tengah.
3. Nervus VI
Saraf ini memasuki orbita melalui fissura orbita superior. Nukleusnya terletak di pons.

Media Refraksi
Yang termasuk media refraksi antara lain kornea, pupil, lensa, dan vitreous. Media refraksi
targetnya di retina sentral (macula). Gangguan media refraksi menyebabkan visus turun (baik
mendadak aupun perlahan). Bagian berpigmen pada mata: uvea bagian iris, warna yang
tampak tergantung pada pigmen melanin di lapisan anterior iris.
a. banyak pigmen = coklat.
b. sedikit pigmen = biru.
c. tidak ada pigmen = merah / pada albino.

8
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas kornea,
aqueous humor (cairan mata), lensa, badan vitreous (badan kaca), dan panjangnya bola mata.
Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjang bola mata
sedemikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan
tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan
menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan
akomodasi atau istirahat melihat jauh.

Kornea
Kornea (Latin cornum=seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang
tembus cahaya. Kornea merupakan lapisan jaringan yang menutupi bola mata sebelah depan
dan terdiri atas 5 lapis.

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf
nasosiliar, saraf V. saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk ke dalam stroma kornea,
menembus membran Boeman melepaskan selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel
dipersarafi samapai kepada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk
sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah
limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.
Trauma atau panyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa endotel
terganggu sehingga dekompresi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel tidak mempunya
daya regenerasi. Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata
di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50
dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea.

Aqueous Humor (Cairan Mata)


Aqueous humor mengandung zat-zat gizi untuk kornea dan lensa, keduanya tidak memiliki
pasokan darah. Adanya pembuluh darah di kedua struktur ini akan mengganggu lewatnya
cahaya ke fotoreseptor. Aqueous humor dibentuk dengan kecepatan 5 ml/hari oleh jaringan
kapiler di dalam korpus siliaris, turunan khusus lapisan koroid di sebelah anterior. Cairan ini
mengalir ke suatu saluran di tepi kornea dan akhirnya masuk ke darah.
Jika aqueous humor tidak dikeluarkan sama cepatnya dengan pembentukannya (sebagai
contoh, karena sumbatan pada saluran keluar), kelebihan cairan akan tertimbun di rongga
anterior dan menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler (di dalam mata). Keadaan ini
dikenal sebagai glaukoma. Kelebihan aqueous humor akan mendorong lensa ke belakang ke
dalam vitreous humor, yang kemudian terdorong menekan lapisan saraf dalam retina.
Penekanan ini menyebabkan kerusakan retina dan saraf optikus yang dapat menimbulkan
kebutaan jika tidak diatasi.

Lensa
Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di dalam bola mata dan
bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris dan terdiri dari zat tembus
cahaya (transparan) berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat
terjadinya akomodasi.
Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik mata belakang. Lensa
akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa di dalam kapsul lensa. Epitel
lensa akan membentuk serat lensa terus-menerus sehingga mengakibatkan memadatnya serat
lensa di bagian sentral lensa sehingga membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa
merupakan serat lensa yang paling dahulu dibentuk atau serat lensa yang tertua di dalam kapsul
lensa. Di dalam lensa dapat dibedakan nukleus embrional, fetal dan dewasa.

9
Di bagian luar nukleus ini terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut sebagai korteks
lensa. Korteks yang terletak di sebelah depan nukleus lensa disebut sebagai korteks anterior,
sedangkan dibelakangnya korteks posterior. Nukleus lensa mempunyai konsistensi lebih keras
dibanding korteks lensa yang lebih muda. Di bagian perifer kapsul lensa terdapat zonula Zinn
yang menggantungkan lensa di seluruh ekuatornya pada badan siliar.
Secara fisiologis lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu:

1. Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk
menjadi cembung,
2. Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan,
3. Terletak di tempatnya, yaitu berada antara posterior chamber dan vitreous body dan
berada di sumbu mata.
Keadaan patologik lensa ini dapat berupa:

1. Tidak kenyal pada orang dewasa yang mengakibatkan presbiopia,


2. Keruh atau apa yang disebut katarak,
3. Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi

Badan Vitreous (Badan Kaca)


Badan vitreous menempati daerah mata di balakang lensa. Struktur ini merupakan gel
transparan yang terdiri atas air (lebih kurang 99%), sedikit kolagen, dan molekul asam
hialuronat yang sangat terhidrasi. Badan vitreous mengandung sangat sedikit sel yang
menyintesis kolagen dan asam hialuronat (Luiz Carlos Junqueira, 2003). Peranannya mengisi
ruang untuk meneruskan sinar dari lensa ke retina. Kebeningan badan vitreous disebabkan
tidak terdapatnya pembuluh darah dan sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya
kekeruhanbadan vitreous akan memudahkan melihat bagian retina pada pemeriksaan
oftalmoskopi. Vitreous humor penting untuk mempertahankan bentuk bola mata yang sferis.
Panjang Bola Mata
Panjang bola mata menentukan keseimbangan dalam pembiasan. Panjang bola mata seseorang
dapat berbeda-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh karena kornea (mendatar atau
cembung) atau adanya perubahan panjang (lebih panjang atau lebih pendek) bola mata, maka
sinar normal tidak dapat terfokus pada mekula. Keadaan ini disebut sebagai ametropia yang
dapat berupa miopia, hipermetropia, atau astigmatisma.

Lapisan Mata
Lapisan mata dari luar ke dalam adalah: (1) tunika fibrosa, terdiri dari sklera di bagian belakang
dan kornea di bagian depan; (2) tunika vascular berpigmen, di bagian belakang terdapat koroid,
dan di bagian depan terdapat badan siliaris dan iris; dan (3) tunika nervosa, retina.

A. Tunika fibrosa (tunica fibrosa oculi)


Sklera dan kornea membentuk tunika fibrosa bola mata; sklera berada di lima perenam bagian
posterior dan opak; kornea membentuk seperenam bagian anterior dan transparan.Sklera
memiliki densitas yang tinggi dan sangat keras, merupakan membran solid yang berfungsi
mempertahankan bentuk bola mata. Sklera lebih tebal di bagian belakang daripada di depan;
ketebalan di bagian belakang 1 mm. Permukaan eksternal sklera berwarna putiih, dan
menempel pada permukaan dalam fascia bulbi; bagian anterior sklera dilapisi membran
konjungtiva bulbi.
Di bagian depan, sklera berhubungan langsung dengan kornea, garis persatuannya
dinamakan sclero-corneal junction atau limbus.

10
Pada bagian dalam sklera dekat dengan junction terdapat kanal sirkular, sinus venosus
sclera (canal of Schlemm). Pada potongan meridional dari bagian ini, sinus tampak seperti
cekungan (cleft), dinding luarnya terdiri dari jaringan solid sklera dan dinding dalamnya
dibentuk oleh massa triangular jaringan trabekular.
Aqueous humor direasorbsi menuju sinus skleral oleh jalur pectinate villi yang analog dengan
struktur dan fungsi arachnoid villi pada meninges serebral menuju pleksus vena sklera.
Kornea merupakan bagian proyeksi transparan dari tunika eksternal, dan membentuk
seperenam permukaan anterior bola mata. Kornea berbentuk konveks di bagian anterior dan
seperti kubah di depan sklera. Derajat kelengkungannya berbeda pada setiap individu.

B. Tunika vaskular (tunica vasculosa oculi)


Tunika vaskular mata terdiri dari koroid di bagian belakang, badan siliaris serta iris di bagian
depan. Koroid berada di lima perenam bagian posterior bola mata, dan memanjang sepanjang
ora serrata. Badan siliaris menghubungkan koroid dengan lingkaran iris. Iris adalah diafragma
sirkular di belakang kornea, dan tampak di sekeliling pusat, apertura bundar, pupil.
Koroid merupakan membran tipis, vaskular, warna coklat tua atau muda. Di bagian belakang
ditembus oleh nervus optikus. Lapisan ini lebih tebal di bagian belakang daripada di bagian
depan. Salah satu fungsi koroid adalah memberikan nutrisi untuk retina serta menyalurkan
pembuluh darah dan saraf menuju badan siliaris dan iris.
Badan siliaris (corpus ciliare) merupakan terusan koroid ke anterior yang terdapat processus
ciliaris serta musculus ciliaris. Iris dinamakan berdasarkan warnanya yang beragam pada
individu berbeda. Iris adalah lempeng (disk) kontraktil, tipis, sirkular, berada di aqueous
humorantara kornea dan lensa, dan berlubang di tengah yang disebut pupil. Di bagian
perifernya, iris menempel dengan badan siliaris, dan juga terkait dengan; permukaannya
rata, bagian anterior menghadap ke kornea, bagian posterior menghadap prosesus siliaris dan
lensa.
Iris membagi ruangan antara lensa dan kornea sebagai ruang anterior dan posterior. Ruang
anterior mata dibentuk di bagian depan oleh permukaan posterior kornea; di bagian belakang
oleh permukaan anterior iris dan bagian tengah lensa. Ruang posterior adalah celah sempit di
belakang bagian perifer iris, dan di depan ligamen suspensori lensa dan prosesus siliaris.

C. Tunika nervosa (Tunica interna)


Retina adalah membran nervosa penting, dimana gambaran objek eksternal ditangkap.
Permukaan luarnya berkontak dengan koroid; permukaan dalamnya dengan membran hialoid
badan vitreous. Di belakang, retina berlanjut sebagai nervus optikus; retina semakin tipis di
bagian depan, dan memanjang hingga badan siliaris, dimana ujungnya berupa cekungan, ora
serrata. Disini jaringan saraf retina berakhir, tetapi pemanjangan tipis membran masih
memanjang hingga di belakang prosesus siliaris dan iris, membentuk pars ciliaris
retina danpars iridica retina.
Tepat di bagian tengah di bagian posterior retina, pada titik dimana gambaran visual paling
bagus ditangkap, berupa area oval kekuningan, makula lutea; pada makula terdapat depresi
sentral, fovea sentralis. Fovea sentralis retina sangat tipis, dan warna gelap koroid dapat
terlihat. Sekitar 3 mm ke arah nasal dari makula lutea terdapat pintu masuk nervus optikus
(optic disk), arteri sentralis retina menembus bagian tengah discus. Bagian ini satu-satunya
permukaan retina yang insensitive terhadap cahaya, dan dinamakan blind spot.

11
1.2 Mikroskopis Anatomi Mata
Sklera
Sklera terdiri atas jaringan fibrosa padat dan mempertahankan bentuk ukuran bola mata. Berkas
serat kolagen yang gepeng pada sklera sebagian besar terletak sejajar permukaan, tetapi berkas
saling menyilang di segala arah, dengan jaring-jaring halus serat elastik di antara berkas, juga
sejumlah substansi dasar, dan sejumlah kecil fibroblas yang gepeng/pipih dan bercabang-
cabang. Lapisan paling luar, jaringan episkleralis, merupakan cabang fibroelastik jarang yang
di luar melanjutkan diri dengan jaringan fibrosa padat kapsula Tenon, dengan dibatasi oleh
jaringan longgar (ruang Tenon). Tendo otot ekstraokular berjalan melalui kapsula untuk
berinsersi ke sklera. Bola mata dapat berputar oleh karena ruang ini dan karena lemak orbital.

Antara skleranya sendiri dengan koroid terdapat suatu lapisan tipis, lamina fuska (lapis gelap),
dengan berkas kolagen kecil, sejumlah besar serat elastik, dan melanosit. Di posterior, sklera
ditembusi serat-serat saraf optik pada lamina kribrosa. Sklera mengandung pembuluh darah,
terutama pada limbus, dan beberapa serat saraf elastis.

Kornea

Kornea jernih dan tembus cahaya dengan permukaan yang licin, tetapi tidak melengkung
secara uniform/seragam. Daya refraksi kornea, yang merupakan ‘hasil’ indeks refraksi dan
radius lengkung kornea lebih besar daripada daya refraksi lensa. Secara anatomis, kornea
mempunyai dua bagian: kornea asli dan limbus (suatu daerah peralihan dengan lebar sekitar 1
mm pada tepi kornea). Sementara kornea asli bersifat avaskular, limbus mempunyai pembuluh
darah dan limf. Kornea asli, secara histologik, terdiri dari lima lapisan:

1. Epitel. Pada permukaan luar terdapat epitel, yaitu suatu epiles berlapis gepeng tanpa lapisan
tanduk, dengan lima hingga enam lapisan sel. Lapisan basal silindris rendah, kemudian tiga
atau empat lapisan sel polihedral (sel ‘sayap’), dan satu atau dua lapisan sel permukaan
yang gepeng. Epitel ini sangat sensitif, dengan banyak akhir saraf bebas, dan mempunyai
daya regenerasi istimewa/sangat baik, mitosis hanya terjadi dalam lapisan basal.

12
2. Membran Bowman. Di bawah epitel terdapat membran Bowman, dengan tebal 8 μm, tak
berbentuk dan tak mengandung sel, dibentuk oleh perpadatan substansi antar sel dengan
serabut kolagen halus yang tersebar tak beraturan. Membran ini berakhir dengan
tegas/mendadak pada limbus.
3. Substansi propria. Substansi propria membentuk massa kornea (90% ketebalannya),
bersifat tembus cahaya, dan terdiri dari lamel kolagen dengan sel. Lamel merupakan serat
lebar, seperti pita, serabut dalam setiap lamel sejajar, dengan lamel pada sudut-sudut yang
berbeda. Lamel saling melekat karena adanya pertukaran serabut antara lamel yang
berdampingan. Fibroblas berbentuk bintang, gepeng dengan cabang yang ramping, terletak
antara lamel.
4. Membran Descemet. Membran Descemet, tampak homogen, terletak sebelah dalam
substansi propria. Dengan mikroskop elektron, tampak membran ini mengandung serabut
kecil dengan periodisitas 100 nm yang tersusun dalam pola heksagona yang amat teratur.
Secara kimiawi, materinya adalah kolagen.
5. Endotel. Membran Descemet adalah membrana basal untuk endotel, merupakan satu lapis
sel kuboid yang melapisi permukaan dalam kornea. Sel menunjukkan kompleks tautan,
permukaan antar sel yang tak teratur, dan sejumlah besar vesikula pinositotik. Vesikula ini
mentransportasikan cairan dan larutan.

Kornea bersifat avaskular (tak berpembuluh darah), mendapatkan nutrisi dan difusi pembuluh
perifer dalam limbus dan dari humor aqueus di bagian tengah.

Limbus kornea merupakan zona peralihan atau zona pertemuan, dengan tebal hanya 1 mm,
antara kornea dan sklera. Di sini, epitel kornea menebal sampai 10 atau lebih lapisan dan
melanjutkan diri dengan konjungtiva, membran Bowman berhenti dengan tiba-tiba, membran
Descemet menipis dan memecah dan melanjutkan diri menjadi trabekula ligamen pektinata,
dan stroma kornea menjadi kurang teratur dan secara bertahap susunannya berubah dari
susunan lamelar yang khas menjadi kurang teratur seperti yang ditemukan pada sklera. Limbus
memiliki vaskularisasi yang baik.

Lensa

Lensa kristalina bentuknya bikonveks, permukaan posterior lebih melengkung daripada


anterior. Di bagian tengah pada kedua permukaannya terdapat kutub anterior dan kutub
posterior. Garis yang menghubungkan keduanya, axis, dan batas sekelilingnya adalah ekuator.

13
Pada orang muda, lensa bersifat elastik, dan akan bertambah keras dan sklerotik dengan
bertambahnya usia. Lensa cenderung menjadi bulat, tetapi daya ini ditahan (dan lensa
menggepeng) karena tegangan pada zonula. Secara struktural, terdapat tiga komponen:

1. Kapsul lensa. Kapsul lensa meliputi lensa. Tebalnya sekitar 10 μm pada permukaan
anterior, tetapi hanya 5-6 μm pada permukaan posteriornya. Kapsul ini homogen, agaknya
merupakan membran yang tak berbentuk, bersifat elastik, dan mengandung glikoprotein
dan kolagen tipe IV. Padanya melekat serat zonula, yang berjalan ke badan siliar sebagai
ligamen suspensorium/penyokong.
2. Epitel subkapsular. Hanya pada permukaan anterior, di bawah kapsula, terdapat epitel
subkapsular, merupakan satu lapisan sel kuboid. Bagian dasar sel ini terletak di luar dalam
hubungan dengan kapsula. Apeksnya terletak di dalam dan membentuk kompleks
jungsional dengan serat lensa. Ke arah ekuator, sel ini bertambah tinggi dan beralih menjadi
serat lensa, lensa tumbuh sepanjang kehidupan dengan penambahan serat ini. Dengan
memanjangnya sel kapsul pada ekuator, ujung anteriornya bergeser di bawah epitel lensa
dengan ujung posterior di bawah kapsul di bagian posterior.
3. Substansi lensa. Substansi lensa terdiri dari serat lensa, yang masing-masing berbentuk
sebagai prisma heksagonal. Sebagian besar serat tersusun secara konsentris dan sejajar
permukaan lensa. Di permukaan, pada korteks, serat yang lebih muda mengandung inti dan
beberapa organel. Di bagian tengah, dalam inti lensa, serat yang lebih tua telah kehilangan
inti dan tampak homogen. Serat yang berdampingan menunjukkan suatu kompleks yang
terdiri dari juluran sitoplasma yang saling mengunci dengan banyak tautan celah dan
desmosom bercak.

Lensa sama sekali tanpa pembuluh darah, karenanya mendapatkan nutrisi dari humor aqueus
dan badan vitreus. Lensa bersifat tumbuh cahaya, dan membran plasma serat lensanya sangat
tidak permeabel. Lensa dipertahankan pada tempatnya oleh ligamen suspensorium, disebut
zonula, yang terdiri dari lembaran (serat zonular) terdiri dari materi fibrilar yang berjalan dari
badan siliar ke ekuator lensa, sehingga meliputi lensa. Pada perlekatannya ke lensa, serat
zonular memecah menjadi serat yang lebih halus yang menyatu dengan kapsul lensa.

Korpus Vitreus
Korpus vitreus merupakan suatu agar-agar yang jernih dan tembus cahaya yang memenuhi
ruang antara retina dan lensa. Oleh karenanya bentuknya sferoid/bundar dengan lekukan pada
bagian anterior untuk menyesuaikan dengan lensa. Bagian ini melekat pada epitel siliar,
terutama sekeliling diskus optik dan ora serrata. Badan siliar mengandung glikosaminoglikans
yang terhidrasi, khususnya asam hialuronat, dan serabut kolagen dalam bentuk jalinan halus.
Serabut ini lebih padat pada bagian perifer dan sekeliling saluran berbentuk tabung yang berisi
cairan dan berjalan anteroposterior. Saluran ini disebut kanal hyaloidea, yang semula
mengandung arteri hyaloidea pada masa janin. Beberapa sel ditemukan di sini, khususnya pada
bagian tepi, dan merupakan makrofag dan sel (hialosit) berperan dalam sintesis dan
pemeliharaan kolagen dan asam hialuronat. Di bagian tepi, badan vitreus melekat pada
membran limitans interna. Badan vitreus juga memelihara bentuk dan kekenyalan bola mata.

Retina
Merupakan lapisan paling dalam bola mata dan terdiri dari bagian anterior yang tak peka dan
bagian posterior yaitu bagian yang fungsional, yang merupakan organ fotoreseptor atau alat
penerima cahaya. Retina berkembang sebagai penonjolan ke luar otak depan yang disebut
vesikel optik. Vesikel optik mempertahankan hubungannya dengan otak mellaui tangkai optik.

14
Vesikel optik akan berubah menjadi cangkir optik yang berlapis dua. Lapisan luar membentuk
epitel pigmen, dan lapisan dalam menjadi retina saraf atau retina yang sebenarnya.
Suatu ruang potensial menetap antara kedua lapisan tersebut dan hanya dilalui oleh penonjolan
sel pigmen. Lapisan luar, lapisan pigmen melekat erat pada koroid, tetapi lapisan dalam mudah
terlepas pada proses pembuatan sajian histologi juga dalam kehidupan sesudah terjadi trauma.
Retina optikal atau neural melapisis koroid mulai dari papila saraf optik di bagian posterior
hingga ora serrata di anterior, dan menunjukkan suatu cekungan yang dangkal yang disebut
fovea sentralis. Sekeliling fovea terdapat suatu daerah yang dikenal sebagai bintik kuning, atau
makula lutea. Fovea merupakan daerah untuk penglihatan terjelas. Tak terdapat fotoreseptor
di atas papila optik, sehingga daerah ini disebut juga bintik buta.

Lapisan retina terdiri dari:


1. Epitel pigmen
2. Lapisan batang dan kerucut
3. Membran limitans eksterna
4. Lapisan inti luar
5. Lapisan pleksiform luar
6. Lapisan inti dalam
7. Lapisan pleksiform dalam
8. Lapisan sel ganglion
9. Lapisan serat saraf
10. Membran limitans interna

Terdapat empat kelompom sel:


1. Fotoreseptor (batang dan kerucut)
Baik batang maupun kerucut merupakan bentuk modifikasi neuron. Sel ini menunjukkan
segmen dalam dan luar yang terletak di luar membran limitans eksterna. Batang
merupakan sel khusus yang ramping dengan segmen luar berbentuk silindris mengandung
fotopigmen rhodopsin (ungu visual) dan suatu segmen dalma yang sedikit lebih panjang.

15
Kerucut menunjukkan segmen luar yang mengecil dan membesar ke arah segmen dalam,
sehingga berbentuk seperti botol.

2. Neuron konduksi langsung (sel bipolar dan sel ganglion)


Sel bipolar badan sel bipolar sebagian besar terletak pada bagian sentral aerah inti dalam.
Terbagi dalam suatu kelompok utama:
a. Bipolar difusa berhubungan dengan beberapa fotoreseptor
b. Bipolar monosinaptik/kerdil yang berhubungan dengan satu sel.
Sel ganglion terletak dalam retina dalam dengan dendritnya dalam lapisan pleksiform
dalma dan aksonnya membentuk serat saraf optik. Aksonnta tak pernah bercabang.
3. Neuron asosiasi dan lainnya (sel horisontal, makrin, dan sel bipolar sentrifugal)
4. Unsur penyokong (serat Muller dan neuroglia).

ORGAN TAMBAHAN MATA


Bola mata terletak di dalam rongga tulang yang membuka ke anterior. Celah ini ditutup
oleh kelopak mata atas dan bawah yang bila saling mendekat akan bertemu di fissura palpebra.
Konjungtiva akan melipat dari bagian tepi kornea untuk melapisi permukaan dalam kelopak
mata. Lipatan ini disebut forniks superior dan inferior.
Organ-organ tambahan mata terdiri atas
1. Kelopak mata
2. konjungtiva
3. Kelenjar lakrimal

KELOPAK MATA
Kelopak mata terdiri atas lempeng penyokong di bagian tengah yang terdiri dari jaringan
ikat dan otot rangka yang diliputi kulit di bagian luar dan suatu membran mukosa di dalam.
Kulit di bagian depan merupakan kulit tipis dengan rambut kecil, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea dan suatu dermis yang terdiri dari jaringan ikat halus yang banyak serat
elastin. Dermis lebih padat pada tepi kelopak mata dan disini mengandung tiga atau empat baris
rambut panjang yang kaku disebut bulu mata, yang menembus dalam ke dermis. Di antara dan
sebelah belakang bulu mata terdapat kelenjar apokrin yang saluran keluarnya bermuara pada
folikel bulu mata disebut kelenjar Moll.
Di bawah kulit terdapat lapisan otot lingkar mata (muskulus orbikularis okuli) yang
merupakan otot rangka. Bagian atau berkas serat otot ini yang berada di belakang saluran keluar
kelenjar Meibom disebut muskulus siliaris Riolani.
Di bagian tengah palpebra terdapat jaringan ikat fibrosa yang menjadi kerangka kelopak
mata yang disebut tarsus. Tarsus ini tebal pada pangkal kelopak mata dan makin ke ujung
makin semakin sempit. Di dalam tarsus terdapat untaian kelenjar sebasea yang disebut kelenjar
Meibom yang bermuara bersama ke dalam satu saluran keluar dan tidak berhubungan dengan
folikel rambut. Epitel konjungtiva makin ke pangkal makin tinggi dan di dalam forniks terdapat
lipatan mukosa.

16
KONJUNGTIVA
Konjungtiva adalah membran mukosa jernih yang melapisi permukaan dalam kelopak
mata (konjungtiva palpebra) dan menutupi permukaan sklera pada bagian depan bola mata
(konjungtiva bulbi). Konjungtiva di susun oleh epitel berlapis silindris yang mengandung sel
goblet yang terletak di atas suatu lamina basal dan lamina propia yang terdiri atas jaringan ikat
longgar. Sekret sel-sel goblet ikut menyusun tirai air mata yang berfungsi sebagai pelumas
dan pelindung epitel mata bagian depan. Pada corneoscleral junction, tempat berawalnya
kornea, konjungtiva melanjutkan diri sebagai epitel kornea berlapis gepeng kornea dan tidak
mengandung sel goblet.
Konjungtivitis adalah peradangan konjungtiva yang biasanya ditandai oleh konjungtiva
yang hiperemis (merah) dan sekret yang banyak. Hal ini mungkin disebabkan oleh bakteri,
virus, alergen atau parasit-parasit lainnya.

KELENJAR LAKRIMAL
Kelenjar lakrimal utama terletak pada sudut superolateral rongga mata. Ukurannya
sebesar kenari, tubuloasinar dan serosa, dengan sel mioepitel yang menyolok. Lobus kelenjar
yang terpisah mencurahkan isinya melalui 10-15 saluran keluar ke dalam bagian lateral forniks
superior konjungtiva. Juga ditemukan banyak kelenjar lakrimal tambahan/ assesoris dalam
lamina propria kelopak mata atas dan bawah.
Air mata mengandung banyak air dan lisosim suatu zat anti bakteri. Air mata berfungsi
untuk memelihara agar epitel konjungtiva tetap lembab, kedipan kelopak mata akan
menyebabkan air mata tersebar di atas kornea seperti wiper pada kaca mobil dan berguna untuk
mengeluarkan benda asing seperti partikel debu. Penguapan air mata yang berlebihan dicegah
oleh suatu lapisan/film mukus (dari sel goblet konjungtiva tarsal) di atas film air dan minyak
(dari kelenjar meibom). Air mata disapukan ke arah medial dan kelebihannya memasuki
pungta lakrimal (lacrimal puncta) yang terletak disetiap sudut medial palpebra superior dan
inferior.Dari sini air mata kemudian masuk ke kanalikuli lakrimal (lacrimal canaliculi), dan
akhirnya masuk sakus lakrimal.Dinding kanalikuli lakrimal tersusun oleh epitel bertingkat
silindris bersilia.Sakus lakrimalis merupakan bagian superior duktus nasolakrimalis yang
melebar.Air mata kemudian masuk ke duktus nasolakrimal yang juga dilapisi epitel bertingkat
silindris bersilia.Dari sini air mata kemudian dikeluarkan ke meatus inferior yang terletak di
dasar rongga hidung.

17
LI II Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Mata
2.1 Fisiologi Penglihatan
Mekanisme penglihatan
Cahaya masuk ke bagian mata yg bernama pupil. Ukuran pupil disesuakan dengan
kontraksi dari iris yaitu m.konstriktor pupilae yg menyebabkan pupil mengecil dan
dipengaruhi oleh saraf parasimpatis dan m.dilator pupilae yg menyebabkan pupil
membesar dan dipersarafi oleh simpatis.
Lalu cahaya dibiaskan melalu media refraksi yang terdiri dari kornea dan lensa, bentuk
kornea itu sendiri berbentuk konveks (cembung) berfungsi agar cahaya dapat di belokkan
pada titik focus, setelah melewati kornea cahaya lalu diteruskan oleh lensa. Yg juga
berbentuk konveks sehingga cahaya dapat jatuh pada titik focus di retina. Lensa sendiri
diatur oleh m.ciliaris yg disambungkan oleh zonula zinii. Bila m.ciliaris berkontraksi maka
pupil maka zonula zinii melemas sehingga membuat lensa semakin cembung dan berfungsi
untuk melihat dari jarak dekat (akomodasi). Sebaliknya bila m.ciliaris melemas maka
zonula zinii akan menarik lensa sehingga lensa menjadi semakin pipih dan berfungsi untuk
melihat jarak jauh. Semua otot tersebut masing masing dipersarafi oleh parasimpatis dan
simpatis.
Setelah cahaya di refraksikan maka cahaya akan mencapai retina yg terdapat sel sel
fotoreseptor yaitu sel batang dan sel kerucut.
Sifat dari sel sel ini ialah bila sel batang maka sel ini peka terhadap gelap, kepekaan
tinggi dan ketajaman rendah. Bila sel kerucut peka terhadap sinar dan warna , ketajaman
penglihatan tinggi, digunakan pada saat siang hari. Terjadi bbrapa proses pada saat otak
mengekspresikan gelap atau terang yaitu

18
gelap

konsentrasi GMP-siklik tinggi

kosentrasi Na tinggi

depolarisasi membrane

pengeluaran zat inhibitor

neuron bipolar dihambat

tidak adanya eksitasi ke korteks penglihatan di otak

tidak ada ekspresi melihat

cahaya/terang

fotopigmen terjadi disosiasi dari retinen dan opsin

kosentrasi Na tinggi

penurunan GMP-siklik

penutupan canal Na

menutupnya canal Ca

pengeluaran zat inhibitorik dihambat

terjadi eksitasi neuron bipolar

perambatan potensial aksi ke korteks penglihatan di otak

adanya ekspresi melihat

19
Fungsi Bagian Bagian mata

 Aquos humor = sebagai isi bola mata bagian anterior


 Korpus ciliaris = membentuk aquos humor dan mengandung m.ciliaris
 Bintik buta = tempat keluarnyaa saraf ooptikus dan pembuluh darah dari bola mata
 Iris = mengubah ukuran pupil
 Kornea = berperan penting dalam kemampuan refraksi cahaya
 Lensa = mengahsilkan kemampuan refraksi cahaya yg bervariasi selama akomodasi
 Macula lutea = memiliki sel fotorespetor sel kerucut yang tinggi.
 Pupil = tempat cahaya masuk
 Retina = mengandung sel sel fotoreseptor untuk penglihatan
 Viterus humor = zat semacam gel sebagai mempertahankan bentuk bola mata

FISIOLOGI KORNEA

 Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan “jendela” yang dilalui berkas cahaya
menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan oleh strukturnya yang uniform,
avaskuler dan deturgesensi. Deturgesensi atau keadaan dehidrasi relatif jaringan
kornea, dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi
sawar epitel dan endotel. Dalam mekanisme dehidrasi ini, endotel jauh lebih penting
daripada epitel, dan kerusakan kimiawi atau fisis pada endotel berdampak jauh lebih
parah daripada kerusakan pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema
kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya, kerusakan pada epitel hanya
menyebabkan edema stroma kornea lokal sesaat yang akan meghilang bila sel-sel epitel
telah beregenerasi. Penguapan air dari lapisan air mata prekorneal menghasilkan
hipertonisitas ringan lapisan air mata tersebut, yang mungkin merupakan faktor lain
dalam menarik air dari stroma kornea superfisial dan membantu mempertahankan
keadaan dehidrasi
 Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut-lemak dapat melalui
epitel utuh dan substansi larut-air dapat melalui stroma yang utuh. Karenanya agar
dapat melalui kornea, obat harus larut-lemak dan larut-air sekaligus. Epitel adalah sawar
yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme kedalam kornea. Namun sekali
kornea ini cedera, stroma yang avaskular dan membran bowman mudah terkena infeksi
oleh berbagai macam organisme, seperti bakteri, virus, amuba, dan jamur

Jaras penglihatan

Berkas-berkas cahaya dari separuh kiri lapangan pandang jatuh di separuh kanan retina
kedua mata. Demikian sebaliknya, berkas-berkas cahaya dari separuh kanan lapangan
pandang jatuh di separuh kiri retina kedua mata. Tiap-tiap saraf optikus keluar dari retina
membawa informasi dari kedua belahan retina yang dipersarafi. Informasi ini dipisahkan
sewaktu kedua saraf optikus tersebut bertemu di kiasma optikus. Di dalam kiasma optikus,
serat-serat dari separuh medial kedua retina bersilangan ke sisi yang berlawanan, tetapi
serat-serat yang dari separuh lateral tetap di sisi yang sama. Berkas-berkas serat yang telah
direorganisasi dan meninggalkan kiasma optikus dikenal sebagai traktus optikus. Tiap-
tiap traktus optikus membawa informasi dari separuh lateral salah satu retina dan separuh
medial retina yang lain. Dengan demikian, persilangan parsial ini menyatukan serat-serat
dari kedua mata yang yang membawa informasi dari separuh lapangan pandang yang sama.
Tiap-tiap traktus optikus menyampaikan ke belahan otak di sisi yang sama informasi

20
mengenai separuh lapangan pandang dari sisi yang berlawanan. Perhentian pertama di otak
untuk informasi dalam jalur penglihatan adalah nukleus genikulatus lateralis di thalamus.
Di korpus atau nucleus genikulatum, serat-serat dari bagian nasal retina dan temporal retina
yang lain bersinaps di sel-sel yang axonnya membentuk traktus genikulokalkarina.
Traktus ini menuju ke lobus oksipitalis korteks serebrum (area Brodmann 17).

2.2 Fisiologi Lakrimasi


Laju pengeluaran air mata dengan fluorofotometri sekitar 3,4 μL/menit pada orang normal
dan 2,8 μL/menit pada penderita mata kering (Eter et al, 2002). Sedangkan menurut Nichols
(2004), laju pengeluaran air mata adalah 3,8 μL/menit dengan interferometri. Antara dua
interval berkedip, terjadi 1-2 % evaporasi, menyebabkan penipisan 0,1 μm PTF dan 20%
pertambahan osmolaritas (On et al, 2006).
Distribusi volume air mata pada permukaan okular umumnya sekitar 6-7 μL yang terbagi
menjadi tiga bagian, yakni (Sullivan, 2002) :
1. Mengisi sakus konjungtiva sebanyak 3-4 μL.
2. Melalui proses berkedip sebanyak 1 μL akan membentuk TF dengan tebal 6-10 μm dan
luas 260 mm..
3. Sisanya sebanyak 2-3 μL akan membentuk tear meniscus seluas 29 mm. dengan jari-jari
0,24 mm (Yokoi et al, 2004). Menurut Wang et al (2006), TF digabungkan dari tear meniscus
atas dan bawah saat berkedip.

Ketebalan TF bersifat iregular pada permukaan okular sehingga tidak ada ketebalan yang
tepat untuk ukuran TF (Wang et al, 2006). Menurut Smith et al (2000) ketebalan berkisar
antara 7-10 μm sedangkan Pyrdal et al (1992) menyatakan TF seharusnya memiliki ketebalan
35-40 μm dan mayoritas terdiri dari gel musin.
Menurut Palakuru et al (2007), TF berada dalam keadaan paling tebal saat segera setelah
mengedip dan berada dalam keadaan paling tipis saat kelopak mata terbuka. Dalam penelitian
mereka, angka perubahan ketebalan ini menunjukkan nilai yang sama dengan kelompok yang
disuruh melambatkan kedipan matanya. Mereka menyimpulkan hal ini disebabkan oleh
refleks berair yang segera.

Mekanisme Distribusi Air Mata


Mengedip berperan dalam produksi, distribusi dan drainase air mata (Palakuru et al, 2007).
Berbagai macam teori mengenai mekanisme distribusi air mata (AAO, 2007). Menurut teori
Doane (1980), setiap berkedip, palpebra menutup mirip retsleting dan menyebarkan air mata
mulai dari lateral. Air mata yang berlebih memenuhi sakus konjungtiva kemudian bergerak
ke medial untuk memasuki sistem ekskresi (Kanski et al, 2011; Sullivan et al, 2004). Sewaktu
kelopak mata mulai membuka, aparatus ekskretori sudah terisi air mata dari kedipan mata
sebelumnya. Saat kelopak mata atas turun, punkta akan ikut menyempit dan oklusi punkta
akan terjadi setelah kelopak mata atas telah turun setengah bagian . Kontraksi otot orbikularis
okuli untuk menutup sempurna kelopak mata akan menimbulkan tekanan menekan dan
mendorong seluruh air mata melewati kanalikuli, sakus lakrimalis, duktus nasolakrimalis dan
meatus inferior. Kanalikuli akan memendek dan menyempit serta sakus lakrimalis dan duktus
nasolakrimalis akan tampak seperti memeras. Kemudian setelah dua per tiga bagian kelopak
mata akan berangsur-angsur terbuka, punkta yang teroklusi akan melebar. Fase pengisian
akan berlangsung sampai kelopak mata terbuka seluruhnya dan siklus terulang kembali
(Doane, 1980). TF dibentuk kembali dari kedipan mata setiap 3-6 detik. Saat kelopak mata
terbuka, lapisan lemak ikut terangkat.

21
Mekanisme Ekskresi Air Mata
Ada tiga mekanisme yang dapat menyebabkan penipisan PTF yaitu absorbsi ke kornea
(inward flow), pergerakan paralel air mata sepanjang permukaan kornea (tangential flow) dan
evaporasi (Nichols et al, 2005). Lain halnya dengan Tsubota et al (1992), Mathers et al
(1996), dan Goto et al (2003). Mereka berpendapat bahwa evaporasi hanya berperan minimal
menyebabkan penipisan penipisan TF. Akan tetapi, Rolando et al (1983) menunjukkan bahwa
evaporasi berperan penting menyebabkan penipisan TF. Smith et al (2008) menyebutkan
bahwa hal ini bervariasi sesuai keadaan dan melibatkan kombinasi berbagai mekanisme.
Laju evaporasi pada orang normal adalah 0,004 (Craig, 2000), 0,25 (Goto et al, 2003), 0,89
(Mathers, 1996), 0,94 (Shimazaki, 1995), 1,2 (Tomlinson, 1991), 1,61 (Hamano, 1980), 1,94
(Yamada, 1990). Perlu waktu 3-5 menit untuk ruptur PTF (Kimball, 2009).

LI III Memahami dan Menjelaskan Konjungtivitis


3.1 Definisi
Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva (lapisan luar mata dan lapisan
dalam kelopak mata) yang disebabkan oleh mikro-organisme (virus, bakteri, jamur, chlamidia),
alergi, iritasi bahan-bahan kimia
Konjungtivitis lebih dikenal sebagai pink eye, yaitu adanya inflamasi pada konjungtiva
atau peradangan pada konjungtiva, selaput bening yang menutupi bagian berwarna putih pada
mata dan permukaan bagian dalam kelopak mata. Konjungtivitis terkadang dapat ditandai
dengan mata berwarna sangat merah dan menyebar begitu cepat dan biasanya menyebabkan
mata rusak. Beberapa jenis konjungtivitis dapat hilang dengan sendiri, tetapi ada juga yang
memerlukan pengobatan. (Effendi, 2008).
Konjungtivitis biasanya tidak ganas dan bisa sembuh sendiri. Dapat juga menjadi kronik dan
hal ini mengindikasikan perubahan degeneratif atau kerusakan akibat serangan akut yang
berulang. Klien sering datang dengan keluhan mata merah. Pada konjungtivitis didapatkan
hiperemia dan injeksi konjungtiva, sedangkan pada iritasi konjungtiva hanya injeksi
konjungtiva dan biasanya terjadi karena mata lelah, kurang tidur,asap, debu dan lain-lain.

3.2 Epidemiologi
Insidensi konjungtivitis di Indonesia berkisar antara 2-75%. Data perkiraan jumlah
penderita penyakit mata di Indonesia adalah 10% dari seluruh golongan umur penduduk per
tahun dan pernah menderita konjungtivitis. Data lain menunjukkan bahwa dari 10 penyakit
mata utama, konjungtivitis menduduki tempat kedua (9,7%) setelah kelainan refraksi
(25,35%). (Suharjo. 2005)
Konjungtivitis adalah penyakit yang terjadi di seluruh dunia dan dapat diderita oleh seluruh
masyarakat tanpa dipengaruhi usia. Walaupun tidak ada dokumen yang secara rinci
menjelaskan tentang prevalensi konjungtivitis, tetapi keadaan ini sudah ditetapkan sebagai
penyakit yang sering terjadi pada masyarakat (Chiang YP, dkk, 1995 dalam Rapuano et al,
2005). Di Indonesia penyakit ini masih banyak terdapat dan paling sering dihubungkan dengan
kondisi lingkungan yang tidak Hygiene.
Penyakit alergi pada mata yang paling sering didapat adalah konjungtivitis
alergik (hay fever), konyungtivitis vernalis, keratokonjungtivitis atopik, dan konjungtivitis
giant papilar. Keadaan penyakit dapat mulai dari konjungtivitis ringan sampai yang berat
seperti keratokonjungtivitis atopik yang dapat menyebabkan kebutaan.

22
3.3 Etiologi
Patogen umum yang dapat menyebabkan konjungtivitis adalah Streptococcus pneumonia,
Haemophilus influenza, Staphylococcus aureus, Neisseria meningitides, sebagian besar strain
adenovirus manusia, virus herpes simpleks tipe1 dan 2, dan dua picornavirus. Dua agen yang
ditularkan secara seksual dapat menimbulkan konjungtivitis adalah Chlamydia trachomatis
dan Neisseria gonorrhoeae (Vaughan, 2008).
Konjungtivitis dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, seperti:
a. Konjungtivitis bakteri.
c. Konjungtivitis viral.
e. Konjungtivitis jamur.
f. Konjungtivitis parasit.
g. Konjungtivitis alergi.
h. Konjungtivitis kimia atau iritatif

3.4 Klasifikasi
1) Konjungtivitis Bakterial
Terdapat dua bentuk konjungtivitis bakterial : akut (dan sub akut) dan menahun.
Konjungtivitis bakterial akut dapat sembuh sendiri bila disebabkan mikroorganisme tertentu
seperti haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae,
Haemophilus influenzae, and Moraxella catarrhalis. S. aureus pada dewasa dan bakteri
pathogen lain pada anak-anak .
Lamanya penyakit dapat mencapai 2 minggu jika tidak diobati dengan memadai.
Konjungtivitis bakterial akut dapat menjadi menahun. Pengobatan dengan salah satu sekian
obat anti bakterial yang tersedia biasanya mengatasi keadaan ini dalam beberapa hari.
Konjungtivitis purulen yang disebabkan N. Gonorrhoae dan N. Meningitidis dapat
menimbulkan komplikasi berat jika tidak segera diobati sejak dini.

 Tanda dan gejala


Organisme ini menimbulkan iritasi dan kemerahan bilateral, eksudat purulen dengan palpebra
saling melengket saat bangun tidur, kadang-kadang edema palpebra. Infeksi biasanya pada
satu mata dan menular kesebelah karena tangan. Infeksi dapat menyebar ke orang lain melalui
bahan yang dapat menyebarkan kuman seperti kain, dan lain-lain.

a. Konjungtivitis Bakterial Hiperakut (dan subakut).


Konjungtivitis Purulen
Adalah konjungtivitis yang disebabkan oleh N. Gonorrhoeae dan N. Meningitidis yang
ditandai dengan eksudat purulen. Konjungtivitis meningokokus kadang-kadang terjadi pada
anak-anak. Setiap konjungtivitis berat dengan banyak eksudat perlu segera diperiksa secara
laboratoris dan segera diobati. Jika ditunda, mungkin terjadi kerusakan kornea atau gangguan
penglihatan, atau konjungtiva dapat menjadi gerbang masuk N. Gonorrhoeae dan N.
Meningitidis, yang menimbulkan sepsis atau meningitis.

Konjungtivitis Mukopurulen (catarhal) Akut


Sering terdapat dalam bentuk epidemik dan disebut ”mata merah” oleh orang awam. Penyakit
ini ditandai dengan timbulnya hiperemi konjungtiva secara akut, dan jumlah eksudat
mukopurulen sedang. Penyebab paling umum adalah Streptokokus pneumonia pada iklim
sedang dan Haemophilus aegyptius pada iklim panas. Penyebab yang kurang umum adalah
Stapilokokus dan Streptokokus lain. Konjungtivitis yang disebabkan oleh S. pneumoniae dan

23
Haemophilus aegyptius mungkin disertai perdarahan sub konjungtiva. Pengobatan dengan
membersihkan konjungtiva dan antibiotik yang sesuai.

Konjungtivitis Subakut
Paling sering disebabkan H. Influenzae dan kadang-kadang oleh E. Coli dan spesies Proteus.
Infeksi H. Influenzae ditandai eksudat berair tipis atau berawan.

Konjungtivitis Gonorhoe
Merupakan radang konjungtiva akut yang hebat dan disertai sekret purulen. Gonokokus
merupakan kuman yang sangat patogen, virulen, dan bersifat invasif sehingga reaksi radang
kuman ini sangat berat. Penyakit kelamin yang disebabkan oleh gonorhoe merupakan
merupakan penyakit yang tersebar luas diseluruh dunia secara endemik. Pada neonatus
infeksi konjungtiva terjadi pada saat berada pada jalan lahir, sedangkan pada bayi penyakit
ini ditularkan oleh ibu yang sedang menderita penyakit tersebut. Pada orang dewasa
penularanya melalui alat kelaminnya sendiri.

Diklinik akan melihat penyakit ini dalam bentuk oftalmia neonatorum (bayi berusia 1-3 hari),
konjungtivitis gonorhoe infantum (usia lebih dari 10 hari), dan konjungtivitis gonorhoe
adultorum. Terutama mengenai golongan muda dan bayi yang ditularkan ibunya, merupakan
penyebab utama oftalmia neonatorum.
Memberikan sekret purulen padat dengan masa inkubasi antar 12 jam hingga 5 hari,
disertai perdarahan subkonjungtiva dan konjungtivitis kemotik. Pada orang dewasa terdapat
3 stadium penyakit infiltratif, supuratif dan penyembuhan. Stadium infiltratif ditemukan
gejala kelopak dan konjungtiva kaku dan rasa sakit pada perabaan, peseudomembran pada
konjungtiva tarsal superior, konjungtiva bulbi merah, kemotik, menebal. Pada dewasa selaput
konjungtiva lebih bengkak dan menonjol dengan gambaran spesifik gonore dewasa. Dan
biasanya rasa sakit pada mata disertai tanda-tanda infeksi umum, biasanya menyerang satu
mata dulu dan menyebar. Stadium supuratif sekret kental, pada bayi mengenai kedua
matadengan sekret kuning kental, berbeda dengan oftalmia neonatorum, pada orang dewasa
sekretnya tidak kental sekali.
Diagnosis pasti dengan pemeriksaan sekret dengan pewarnaan metilen biru dimana akan
terlihat diplokokus di dalam leukosit. Dengan Gram kan terlihat sel intraseluler atau
ekstraseluler bersifat gram negatif, pemeriksaan sensitif pada agar darah dan coklat.
Pengobatan dimulai bila terlihat pada pewarnaan gram positif diplokokus batang intraseluler
dan sangat dicurigai konjungtivitis gonorea. Pasien dirawat dan diberi penisilin salep dan
suntikan, pada bayi diberikan 50000 U/kgBB selama 7 hari. Sekret dibersihkan dengan kapas
yang dibasahi air bersih atau garam fisiologik setiap ¼ jam. Kemudian diberi salep penisilin
setiap ¼ jam. Penisilin tetes mata dapat diberikan dalam bentuk larutan penisilin G 10000-
20000 U/ml setiap 1 menit sampai 30 menit. Disusul pemberian salep penisilin setiap 1 jam
selama 3 hari.
Penyulit yang terjadi adalah tukak kornea marginal bagian atas, ini mudah terjadi perforasi
akibat adanya daya lisis kuman gonokokus, pada anak sering keratitis atau tukak kornea
sehingga terjadi perforasi kornea, pada orang dewasa tukak yang terjadi sering pada marginal
dan terbentuk cincin. Pencegahan cara yang paling aman ialah membersihkan mata bayi
segera setelah lahir denag larutan borisi dan memberi salep kloramfenikol.

Oftalmia Neonatorum
Merupakan konjungtivitis yang terjadi pada bayi dibawah usia 1 bulan, dapat disebabkan oleh
berbagai sebab: konjungtivitis kimia seperti nitras argenti, terjadi 24 jam setelah penetesan
nitras argenti profilaksis untuk gonorhoe, pengobatan dengan pembilasan sisa obat dan bahan

24
penyokong. Konjungtivitis stafilokokus, masa inkubasi lebih dari 5 hari diobati dengan
antibiotik topikal. Konjungtivitis inklusi (klamidia), masa inkubasi 5-10 hari, pengobatan
dengan tetrasiklin atau erytromicin dan tobramicyn, konjungtivitis Neiseria, masa inkubasi
2-5 hari. Konjungtivitis virus masa inkubasi 1-2 minggu, diobati dengan trifluorotimidin,
konjungtivitis jamur, diobati dengan antijamur.
Konjungtivitis bakterial menahun terjadi pada pasien obstruksi duktus naso lakrimalis
dan dakriosistisis menahun, yang biasanya unilateral. Infeksi ini juga dapat menyertakan
blefaritis bakterial menahun atau disfungsi kelenjar meibom. Pasien dengan sindrome
palpebra lemas dan ektropion dapat menimbulkan konjungtivitis bakterial sekunder.
Konjungtivitis bakterial jarang dapat disebabkan oleh Corynebacterium diptheriae dan
Streptokokus pyogenes. Pseudomembran dan membran yang dihasilkan oleh organisme ini
dapat terbentuk pada konjungtiva palpebra.

Pada kebanyakan kasus konjungtivitis bakterial, organisme dapat diketahui dari


pemeriksaan mikroskopik terhadap kerokan konjungtiva yang dipulas dengan Gram atau
Giemsa dan dapat ditemukan neutrofil polimorfonuklear. Kerokan konjungtiva disarankan
pada semua kasus dan diharuskan pada penyakit yang purulen, bermembran, atau
pseudomembran. Uji sensitivitas antibiotik juga abaik, namun sebaiknya harus dimulai terapi
antibiotik empirik.

2) Konjungtivitis Klamidia
Trachoma
A. Tanda dan gejala
Trachoma mulanya adalah konjungtivitis folikuler menahun pada masa kanak-kanak
yang berkembang sampai pembentukan parut konjungtiva. Pada kasus berat, pembalikan bulu
mata kedalam terjadi pada masa dewasa muda sebagai akibat parut konjungtiva berat. Abrasi
terus-menerus oleh bulu mata yang membalik itu dan gangguan film air mata berakibat parut
pada kornea, umumnya setelah berusia 50 tahun.
Masa inkubasi rata-rata 7 hari namun bervariasi dari 5-14 hari. Pada bayi atau anak
biasanya diam-diam, dan penyakit ini dapat sembuh dengan sedikit atau tanpa komplikasi
pada orang dewasa sering akut dan subakut dan kompliksai cepat berkembang. Sering mirip
konjungtivitis bakterial, gejalanya mata berair, fotofobia, sakit, eksudasi, edema palpebra,
kemosis konjungtiva bulbi, hiperemia, hipertropi papiler, folikel tarsal dan limbal, nyeri
tekan, pembentukan panus. Semua tanda trakoma lebih berat pada konjungtiva dan kornea
bagian atas daripada bagian bawah.
Untuk memastikan trakoma endemik dikeluarga atau masyarakat, harus ada sekurang-
kurangnya 2 tanda berikut: lima atau lebih folikel pada konjungtiva tarsal rata pada palpebra
superior mata, parut konjungtiva khas dikonjungtiva tarsal superior, folikellimbus dan
sekuelenya, perluasan pembuluh darah keatas kornea paling jelas dilimbus atas.
B. Laboratorium
Inklusi klamidia dapat ditemukan pada kerokan konjungtiva yang dipulas dengan giemsa
tampak masa sitoplasma biru atau ungu gelap halus menutupi inti dari sel epitel, namun tidak
selalu ada. Pulasan antibodi fluorescein dan tes imuno-assay enzim tersedia dipasaran dan
banyak dipakai dilaboratorium klinik, yang terbaru adalah isolasi agen klamidia dalam biakan
sel.

25
Konjungtivitis Inklusi (Blenorrhea Inklusi, Paratrachoma)
Konjungtivitis inklusi sering bilateral dan biasanya terdapat pada orang muda yang
seksualnya aktif. Agen klamidial menginfeksi uretra pria dan servik wanita. Transmisi ke
mata karena praktek seksual oral-genital atau dari tangan ke mata.
A. Gejala
Dapat berawal akut dan subakut, pasien mengeluh mata merah, pseudoptosis, terdapat sekret
terutama pagi hari. Neonatus menunjukkan konjungtivitis papiler, eksudat sedang, pada kasus
hiperakut terbentuk pseudomembran yang menimbulkan parut. Karena neonatus tidak
memiliki jaringan adenoid di stroma konjungtiva, tidak akan terbentuk folikel namun jika
berlangsung 2-3 bulan akan timbul folikel dan mirip pada orang dewasa. Pada neonatus dapat
menimbulkan faringitis, ottitis mediam, dan pneumonitis intertitial. Karena pseudomembran
umumnya tidak terbentuk pada orang dewasa, tidak terjadi luka parut. Keratitis superficial
ditemukan pada bagian atas. Otitis media dapat terjadi akibat infeksi tuba auditiva.
B. Laboratorium
Tes sama pada trakoma. Pada oftalmia klamidia neonatal, sediaan yang dipulas giemsa sering
memperlihatkan banyak inklusi. Pengukuran antibodi IgM sangat berharga untuk
mendiagnosis pneumonitis klamidia pada bayi.

3) Konjungtivitis Virus
Konjungtivitis virus, sebuah penyakit umum dapat disebabkan oleh berbagai jenis virus.
Keadaan ini berkisar antara penyakit berat, yang dapat menimbulkan cacat, sampai infeksi
ringan yang cepat sembuh sendiri.

1. Konjungtivitis folikuler virus akut


Demam faringokonjungtival
Demam faringokonjungtival ditandai oleh demam 38.3-40oC, sakit tenggorokan, dan
konjungtivitis folikuler pada satu mata. Folikel sering sangat mencolok pada kedua
konjungtiva dan mukosa faring. Penyakit ini bilateral atau unilateral. Mata merah berair
sering terjadi dan mungkin ada keratitis superficial untuk sementara. Yang khas adalah
limfadenopati preaurikuler (tidak nyeri tekan).
Demam faringokonjungtival umumnya disebabkan oleh adenovirus tipe 3 dan kadang-
kadang tipe 4 dan 7. Virus ini dapat dibiakkan dalam sel HeLa dan ditetapkan oleh tes
netralisasi. Dengan berkembangnya penyakit, virus ini dapat juga didiagnosis secara
serologik dengan meningkatnya titer antibodi. Tidak ada pengobatan spesifik, konjungtivitis
akan sembuh sendiri dalam 10 hari.

Keratokonjungtivitis epidemika
Umumnya bilateral, awalnya pada satu mata dan mata pertama biasanya lebih parah.
Pasien merasa ada infeksi dengan nyeri sedang dan berair mata, kemudian diikuti dalam 5-14
hari oleh fotofobia, keratitis epitel dan kekeruhan epitel bulat. Sensasi kornea normal.
Khasnya adalah nodus preaurikuler yang nyeri tekan. Fase akut adalah edema palpebra,
kemosis, dan hiperima konjungtiva. Folikel dan perdarahan konjungtiva sering muncul dalam
48 jam.
Konjungtivitis berlangsung paling lama 3-4 minggu, kekeruhan subepitel terutama
terdapat dipusat kornea, bukan ditepian dan menetap berbulan-bulan namun sembuh tanpa
meninggalkan jaringan parut.
Keratokonjungtivitis epidemika disebabkan oleh adenovirus tipe 8, 19, 29, dan 37. Virus
ini dapat diisolasi dalam biakan sel dan diidentifikasi dengan tes netralisasi. Kerokan
konjungtiva menampakkan reaksi radang mononuklear primer, bila terbentuk

26
pseudomembran, juga neutrofil. Keratokonjungtivitis epidemika pada dewasa terbatas pada
bagian luar mata, pada anak-anak terdapat gejala sistemik infeksi virus seperti demam, sakit
tenggorokan, otitismedia dan diare.
Sekarang ini belum ada terapi spesifik, namun kompres dingin akan mengurangi
beberapa gejala. Kortikosteroid selama konjungtivitis akut dapat memperpanjang keterlibatan
kornea sehingga harus dihindari. Agen antibakteri harus diberikan jika terjadi superinfeksi
bakteri.

Konjungtivitis virus herpes simplek


Biasanya menyerang anak kecil yang ditandai dengan pelebaran pembuluh darah
unilateral, iritasi, sekret mukoid, sakit, fotofobia ringan. Sering disertai keratitis herpes
simplek dengan kornea menampakkan lesi-lesi epitel tersendiri yang umumnya menyatu
membentuk satu ulkus epitelial yang bercabang banyak (dendritik). Konjungtivitisnya
folikuler atau pseudomembran. Vesikel herpes kadang-kadang muncul dipalpebra dan tepi
palpebra, disertai edema hebat pada palpebra. Khas terdapat sebuah nodus preaurikuler yang
nyeri tekan.
Tidak ditemukan bakteri didalam kerokan atau dalam biakan. Jika konjungtivitisnya
folikuler, reaksi radangnya terutama monokuler. Namun jika pseudomembran reaksinya
terutama polimorfonuklear akibat kemotaksis dari tempat nekrosis. Virus mudah diisolasi
dengan mengusapkan sebuah aplikator berujung kain kering diatas konjungtiva dan
memindahkan sel-sel terinfeksi ke jaringan biakan.
Konjungtivitis HSV dapat berlangsung 2-3 minggu, dan jika timbul pseudomembran,
dapat meninggalkan parut linier halus dan datar. Komplikasi dapat berupa keterlibatan kornea
(termasuk dendrit) dan vesikel pada kulit. Meskipun virus herpes tipe 1 adalah penyebab
kebanyakan kasus mata, namun tipe 2 adalah penyebab umum pada neonatus dan jarang pada
dewasa. Pada neonatus mungkin terdapat penyakit umum yang disertai ensefalitis,
korioretinitis, hepatitis, dan lain-lain. Setiap infeksi pada neonatus harus diobati dengan obat
antivirus sistemik (acyclovir) dan dipantau di rumah sakit.
Jika konjungtivitis pada anak diatas 1 tahun atau pada orang dewasa umumnya sembuh
sendiri dan mungkin tidak perlu terapi. Namun antivirus topikal atau sistemik harus diberikan
untuk mencegah terkenanya kornea. Untuk ulkus kornea perlu debridemen kornea dengan
hati-hati yakni dengan mengusap ulkus dengan kain kering , meneteskan dengan obat anti
virus dan menutup mata selama 24 jam. Antivirus topikal diberikan 7-10 hari; trifluridine
setiap 2 jam sewaktu bangun atau salep vidarabin lima kali sehari atau idoxuridine 0.1% , 1
tetes setiap jam sewaktu bangun dan 1 tetes setiap 2 jam disaat malam. Keratitis herpes dapat
pula diobati dengan salep acyclovir 3% lima kali sehari selam 10 hari atau dengan acyclovir
oral 400 mg 5 kali sehari selama 7 hari. Penggunaan kortikosteroid merupakan kontraindikasi,
karena memperburuk infeksi herpes simplek dan mengkonversi penyakit dari sembuh sendiri
yang singkat menjadi infeksi yang sangat lama.

Konjungtivitis penyakit newcastle


Disebabkan oleh virus newcastle dengan gambaran klinis sama dengan demam
faringokonjungtiva.penyakit ini sering pada unggas. Umumnya bersifat unilateral walaupun
bisa bilateral. Konjungtivitis ini memberikan rasa sakit pada mata, gatal, mata berair,
penglihatan kabur, dan fotofobia. Penyakit ini sembuh dalam jangka waktu kurang dari 1
minggu.
Pada mata akan terlihat edema ringan, kemosis dan sekret yang sedikit, dan folikel-
folikel yang terutama ditemukan pada konjungtiva tarsal bagian bawah. Pada kornea
ditemukan keratitis epitelial atau keratitis subepitel.

27
Pembesaran kelenjar getal bening preaurikel yang tidak nyeri tekan. Pengobatan yang khas
sampai saat ini tidak ada, dan dapat diberikan antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder
disertai obat-obat simtomatik.

Konjungtivitis varicela-zoster
Herpes zoster disebut juga shingle, zona, atau posterior ganglionitis akut. Virus herpes zoster
dapat memberikan infeksi pada ganglion cabang oftalmik maka akan terlihat gejala-gejala
herpes zoster pada mata. Herpes zoster mengenai pada semua umur dan umumnya pada usia
lebih dari 50 tahun keatas.
Kelainan yang terjadi pada herpes zoster tidak akan melampui garis median kepala.
Herpes zoster dan varicela memberikan gambaran yang sama pada konjungtivitis seperti pada
hiperemia, vesikel dan pseudomembran pada konjungtiva, papil, dengan pembesaran kelenjar
preurikel. Diagnosis ditegakkan dengan ditemukanya sel raksasa pada pewarnaan giemsa,
kultur virus dan inklusi intranuklear.
Pengobatan dengan kompres dingin. Pada saat ini acyclovir 400 mg/hari selama 5 hari
merupakan pengobatan umum. Walaupun diduga steroid mengurangkan penyulit akan tetapi
dapat mengakibatkan penyebaran sistemik. Pada 2 minggu pertama dapat diberi analgetik
untuk menghilangkan rasa sakit. Pada kelainan permukaan dapat diberi salep tetrasiklin.
Steroid tetes deksametason 0.1% diberikan bila terdapat episkleritis, skleritis dan iritis.
Gloukoma yang terjadi akibat iritis diberi preparat steroid dan antigloukoma. Penyulit pada
penyakit ini dapat terjadi parut pada kelopak, neuralgia, katark, gloukoma, kelumpuhan saraf
III, IV, VI, atrofi saraf optik, dan kebutaan.

Konjungtivitis hemoragik epidemik akut


Merupakan penyakit konjungtivitis disertai dengan perdarahan konjungtiva. Penyakit ini
pertama kali ditemukan di Ghana, Afrikapada tahun 1969 yang menjadi pandemik.
Konjungtivitis yang disebabkan infeksi virus pikorna atau enterovirus 70
Masa inkubasi 24-48 jam, dengan tanda-tanda kedua mata iritatif, seperti kelilipan, dan
sakit periorbita. Edema kelopak, kemosis konjungtiva, sekret seromukous, fotofobia disertai
lakrimasi.
Terdapat gejala akut dimana ditemukan adanya konjungtiva folikuler ringan, sakit
periorbita, keratitis, adenopati preurikel, dan yang terpenting adanya perdarahan
subkonjungtiva yang dimulai dengan petekia. Pada tarsus konjungtiva terdapat hipertrofi
folikular dan keratitis epitelial yang berkurang spontan dala 3-4 hari.
Penyakit ini sembuh sendiri sehingga pengobatan hanya simptomatik. Pengobatan
antibiotik spektrum luas, sulfametamid dapat dipergunakan untuk mencegah infeksi
sekunder. Pencegahan adalah dengan mengatur kebersihan untuk mencegah penularan.

2. Konjungtivitis virus menahun


Blefarokonjungtivitis-Moluscum Contagiosum
Sebuah nodul moluscum pada tepian atau kulit palpebra dan alis mata dapat
menimbulkan konjungtivitis folikuler menahun unilateral, keratitis superior, dan panus
superior atau mungkin menyerupai trachoma. Reaksi radang yang terutama mononuklear
(berbeda dengan reaksi trachoma), lesi bulat, berombak, putih mutiara, non-radang pada
bagian pusat adalah khas moluscum contagiosum. Biopsi menampakkan inklusi sitoplasmik
eosinofilik, memenuhi seluruh sitoplasma sel yang membesar, mendesak inti kesatu sisi.
Eksisi, incisi sederhana nodul yang memungkinkan darah tepi memasukinya, atau
krioterapi akan menyembuhkan konjungtivitisnya. Pada kasus yang sangat jarang nodul
moluscum timbul dikonjungtiva. Dalam hal ini eksisi nodul menyembuhkan
konjungtivitisnya.

28
Blefarokonjungtivitis Varicella-Zoster
Hiperemi dan konjungtivitis infiltrat disertai dengan erupsi vesikuler khas sepanjang
penyebaran dermatom nervus trigeminus cabang oftalmika adalah khas herpes zoster.
Konjungtivitis biasanya papiler, namun pernah ditemukan folikel, pseudomembran, dan
vesikel temporer yang kemudian berulserasi. Limfonodus preaurikuler yang nyeri tekan
terdapat pada awal penyakit. Parut palpebra, entropion, dan trikiasis adalah sekuele.
Lesi palpebra dari varicela mirip dengan lesi kulit ditempat lain, mungkin timbul ditepian
papebra maupun palpebra dan sering meninggalkan parut. Sering timbul konjungtivitis
eksudatif ringan tetapi lesi konjungtiva yang jelas sangat jarang terjadi. Lesi dilimbus
menyerupai phlyctenula dan dapat melalui tahap-tahap vesikel, papul dan ulkus. Kornea
didekatnya mengalami infiltrasi dan bertambah pembuluhnya. Acyclovir oral dosis tinggi
800 mg lima kali sehari selam 10 hari, jika diberi pada awal penyakit, akan mengurangi dan
menghambat beratnya penyakit.

Keratokonjungtivitis Morbilli
Enantema khas morbili seringkali mendahului erupsi kulit. Pada tahap awal ini,
konjungtiva mirip kaca yang aneh, yang dalam beberapa hari diikuti pembengkakan lipatan
semilunar (tanda Meyer). Beberapa hari sebelum erupsi kulit, timbul konjungtivitis eksudatif
dengan sekret mukopurulen dan muncul erupsi kulit, timbul bercak Koplik pada konjungtiva
dan carunculus. Pada saat anak-anak dini, dewasa lanjut bisa terjadi keratitis epitelial.
Pada pasien imunokompeten, keratokonjungtivitis campak hanya meninggalkan sedikit
atau sama sekali sekuele, namun pada pasien kurang gizi atau imnokompeten, penyakit mata
ini sering disertai HSV atau infeksi bakterial sekunder oleh S. Pneumoniae, H. Infuienzae dan
organisme lain. Agen ini dapat menyebabkan konjungtivitis purulen yang disertai ulserasi
kornea dan penurunan penglihatan yang berat. Kerokan konjungtiva menunjukkan reaksi sel
mononuklear, kecuali ada pseudomembran atau infeksi sekunder. Sediaan pulas Giemsa
menunjukkan sel raksasa. Karena tidak ada terapi spesifik hanya tindakan penunjang saja
yang dilakukan, kecuali ada infeksi sekunder.

4) Konjungtivitis Rickettsia
Semua Rikettsia dianggap patogen oleh manusia dapat menyerang konjungtiva dan
konjungtiva mungkin menjadi pintu masuk. Demam Q disertai hiperemia konjungtiva hebat.
Pengobatan dengan tetracyclin atau kloramfenicol sistemik akan menyembuhkan. Demam
Marseilles sering kali disertai konjungtivitis ulseratif atau garnulaomatosa dan limfonodus
preaurikuler yang tampak jelas. Tifus endemik (murine) ”srub typhus”, Rocky Mountain
Spotted Fever”, dan tifus epidemik berkaitan dengan tanda-tanda konjungtiva yang umumnya
ringan dan bervariasi.

5) Konjungtivitis Jamur
Konjungtivitis Candida
Konjungtivitis yang disebabkan Candida spp (biasanya Candida Albican) adalah infeksi
yang jarang terjadi; umumnya tampak sebagai bercak putih. Keadaan ini dapat timbul pada
pasien diabetes atau pasien terganggu kekebalannya, sebagai konjugtivitis ulseratif atau
granulomatosa.
Kerokan menunjukkan reaksi radang polimorfonuklear, organisme mudah tumbuh pada
media agar darah atau Saboroaud dan mudah ditetapkan sebagai ragi yang berkuncup atau
jarang sebagai pseudohypha.
Infeksi ini berespon terhadap amphotericin B (3-8 mg/ml) dalam larutan air (bukan
garam) atau terhadap pemakain nistatin kulit (100000 unit/gram) empat sampai enam kali

29
sehari. Obat ini harus diberikan secara hati-hati agar pasti masuk dalam sacus konjungtiva
dan hanya tidak numpuk ditepian palpebra.

Konjungtivitis jamur lain


Sporothrix schenckii jarang mengenai konjungtiva atau palpebra. Jamur ini menimbulkan
penyakit granulomatosa yang disertai nodus preaurikuler jelas. Pemeriksaan laboratorik dari
biopsi granuloma menampakkan coni (spora) berbentuk cerutu garam-positif.
Rhinosporidium seeberi kadang-kadang mengenai konjungtiva, saccus lakrimal,
palpebra, canalikuli dan sklera. Lesi khas berupa granuloma polipoid yang mudah berdarah.
Pemeriksaan histologik menampakkan granuloma dengan spherula besar terbungkus yang
mengandung Myriad endospore. Pengobatan dengan eksisi sederhana dan kauterisasi pada
dasarnya.
Coccidioides immitis kadang-kadang menimbulkan konjungtivitis granulomatosa yang
disertai nodus preaurikeler nyata (sindrome okulograndular parinoud) ini bukan penyakit
primer namun menisfestasi dari infeksi metatastik infeksi paru primer. (demam San Joaquin
Valey). Penyakit yang menyebar memberi respon buruk.

Infeksi Thelazia Californiensis


Habitat alami cacing gilig ini adalah dimata anjing, namun dapat pula mengenai mata kucing,
domba, beruang hitam, kuda, rusa. Infeksi kebetulan pada sacus konjungtiva manusia pernah
terjadi. Penyakit ini dapat diobati secara efektif dengan menghilangkan cacing itu dari sacus
konjungtiva dengan forceps atau aplikator berujung kain.

Infeksi loa-loa
L.loa adalah cacing mata di Afrika. Cacing ini hidup dijaringan ikat manusia dan kera dapat
menjadi reservoirnya. Parasit ini ditularkan oleh gigitan lalat kuda atau lalat mangga. Cacing
dewasa kemudian bermigrasi ke palpebra, konjungtiva atau orbita.
Pada 60-80% infeksi L.loa, terdapat eosinofilia, namun diagnosis ditegakkan dengan
menemukan cacing atau dengan menemukan mikrofilaria dalam darah yang diperiksa siang
hari. Kini obat pilihan untuk L.loa adalah diethylcarbamazine, ivermectin kini sedang
dievaluasi.

Infeksi Ascaris Lumbricoides (Konjungtivitis Jagal)


Ascaris dapat menimbulkan sejenis konjungtiva berat, meskipun jarang. Saat jagal atau orang
yang melakukan pemeriksaan post-mortem potongan jaringan yang mengandung Ascaris,
cairan jaringan bagian organisme itu mengenai matanya. Ini diikuti konjungtivitis toksik
yang nyeri dan hebat, yang ditandai kemosis berat dan edema palpebra. Pengobatan adalah
irigasi cepat dan tuntas pada sacus konjungtiva.

Infeksi Trichenella Spiralis


Parasit ini tidak menimbulkan konjungtivitis sejati, namun dalam perjalanan penyebaranya
mungkin terdapat edema palpebra superior dan inferior dan lebih dari 50% pasien
menunjukkan kemosis (pembengkakan kuning). Lemon pucat paling jelas pada muskulus
rectus lateral dan medial dan mengurang kearah limbus. Kemosis ini dapat bertahan satu
minggu atau lebih, dan sering teras sakit saat mata digerakkan.

Infeksi Schistosoma Haematobiu


Timbul lesi konjungtiva granulomatosa berupa tumor-tumor kecil, lunak, licin, kuning
kemerahan, terutama pada pria. Gejala minimal. Diagnosis tergantung pemeriksaan
mikroskopik materi biopsi, yang menunjukkan granuloma dengan limfosit, sel plasma, sel

30
raksasa, dan eosinofil mengelilingi ovum bilharzia pada berbagai tahap disintegrasi.
Pengobatan ialah eksisi granuloma konjungtiva dan terapi sistemik dengan antimon seperti
niridazole.

Infeksi Taenia Solium


Parasit ini jarang menimbulkan konjungtivitis, tetapi lebih sering menyerang retina, koroid,
atau vitreus, menimbulkan sistiserkosis mata. Biasanya konjungtiva terkait menampakkan
kista subkonjungtiva dalam bentuk pembengkakan hemisferik setempat, biasanya disudut
dalam dari fornik inferior, yang melekat pada sklera dibawahnya dan nyeri tekan.
Konjungtiva dan palpebra mungkin meradang dan ada edema.
Diagnosis didasarkan atas tes fiksasi komplemen atau tes presipitasi atau atas
keberhasilan memperlihatkan organisme dalam saluran cerna. Eosinofilia adalah ciri yang
selalu ada. Pengobatan terbaik adalah eksisi lesi, keadaan terminalnya dapat diobati denagn
niklosamide.

Infeksi Pthirus Pubis (infeksi kutu pubis)


P. Pubis dapat mengenai silia dan tepi palpebra. Karena ukuranya, kutu pubis agaknya
memerlukan rambut yang tersebar berjauhan. Inilah sebabnya parasit ini lebih menyukai silia
yang tersebar berjauhan selain rambut pubis. Parasit ini agaknya melepaskan bahan yang
merangsang yang menimbulkan konjungtivitis folikuler toksik pada anak-anak dan
konjungtivitis papiler yang mengiritasi pada orang dewasa. Tepian palpebra umumnya merah,
dan perasaan gatal. Menemukan organisme dewasa atau sengkenit berbentuk oval yang
melekat pada bulu mata adalah diagnosis.
Lindane (Kwell) 1% atau RID (pyrethrin) yang diberikan pada daerah pubis dan bulu
mata setelah membuang sengkenitnya, biasanya menyembuhkan. Pemberian Lindane atau
RID pada tepian palpebra harus sangat hati-hati agar jangan berkontak dengan mata. Pada
setiap salep yang diberikan pada tepian palpebra cenderung menekan organisme dewasa.
Keluarga pasien yang dekat harus diperiksa dan diobati. Semua pakaian harus dicuci

Oftalmomiiasis
Miasis adalah infestasi larva lalat. Banyak spesies lalat dapat menimbulkan miasis.
Jaringan mata mungkin cedera oleh transmisi mekanik organisme penyebab penyakit dan
oleh aktivitas parasit larva dalam jaringan mata. Larva mampu memasuki jaringan nekrotik
dan jaringan sehat. Banyak yang terkena infeksi karena tidak sengaja menelan telur atau larva
atau kontaminasi luka luar atau kulit. Bayi dan anak muda, peminum alkohol, dan pasien
lemah yang tidak terurus adalah sasaran umum infeksi lalat yang menimbulkan miasis.
Larva ini dapat mempengaruhi permukaan mata, jaringan intraokuler, atau jaringan
orbita lebih dalam. Lalat ini meletakkan telurnya ditepian palpebra inferior atau cantus interna
dan larva menetap dipermukaan mata, menimbulkan iritasi, sakit, dan hiperemi konjungtiva.
Pengobatan miasis permukaan mata adalah memebuang mata secara mekanik setelah anastesi
topikal.

6) Konjungtivitis Imunologik (Alergi)


Bentuk radang konjungtiva akibat reaksi alergi terhadap non infeksi, dapat berupa reaksi
cepat seperti alergi biasa dan reaksi lambat seperti beberapa hari kontak seperti pada reaksi
obat, bakteri dan toksik. Merupakan reaksi antibodi humoral terhadap alergen, biasanya
dengan riwayat atopi.
Gejala utama penyakit alergi adalah radang (merah, sakit, bengkak dan panas), gatal, silau
dan menahun.

31
Tanda karakteristik lainya adalah terdapatnya papil besar pada konjungtiva, datang
bermusim dan mengganggu penglihatan. walaupun penyakit alergi konjungtiva sering
sembuh sendiri akan tetapi dapat memberikan keluhan dan perlu pengobatan.
Pengobatan terutama dengan menghindarkan faktor penyebab penyakit dan memberikan
astringen, sodium kromolin, steroid topikal dosis rendah, dan kompres dingin untuk
menghilangkan edema. Pada kasus berat diperlukan antihistamin dan steroid sistemik.

Konjungtivitis Vermal
Konjungtivitis akibat reaksi hipersensitivitas (tipe 1) yang mengenai kedua mata dan
bersifat rekuren. Pada mata ditemukan papil besar dengan permukaan kasar pada konjuntiva
tarsal, dengan rasa gatal berat, sekret gelatin yang berisi eosinofil, atau granula eosinofil, pada
kornea terdapat keratitis, neovaskularisasi, dan tukak indolen. Pada tipe timbal terlihat
benjolan didaerah limbus, dengan bercak Horner Trantas yang berwarna keputihan yang
terdapat didalam benjolan.
Merupakan penyakit yang dapat rekuren dan bilateral terutama pada musim panas.
Mengenai pasien muda antara 3-25 tahun dan kedua jenis kelamin sama. Pada bentuk
palpebra, pasien biasanya mengeluh gatal, timbul papil yang besar dan sekret yang mukoid,
konjungtiva tarsal bawah edema, hiperemi, dengan kelainan kornea lebih berat. Sedangkan
pada bentul limbal, hipertrofi papil pada limbus superior yang membentuk jaringan
hiperplastik gelatin, dengan trantas dot yang merupakan degenerasi epitel kornea atau
eosinofil dibagian epitel limbus kornea, terbentuk panus, dengan sedikit eosinofil.
Antihistamin dan desensitisasi mempunyai efek yang ringan. Vasokonstriktor,
kromolin topikal dapat mengurangi pemakaian steroid, siklosporin dapat bermanfaat. Obat
antiinflamasi nonsteroid tidak banyak bermanfaat. Pengobatan dengan steroid topikal tetes
dan salep akan dapat menyembuhkan. Hati-hati pemakaian steroid lama. Bila tidak ada hasil
dapat diberikan radiasi, atau dilakukan pengangkatan giant papil. Penyakit ini biasanya
sembuh sendiri tanpa diobati. Dapat diberi kompres dingin, natrium karbonat, dan obat
vasokonstriktor. Kelainan kornea dan konjungtiva dapat diobati dengan natrium kromolin
topikal. Bila terdapat tukak maka diberi antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder disertai
sikoplegik.

3.5 Manifestasi Klinik


Tanda-tanda konjungtivitis, yakni:

1. Kemerahan di forniks dan makin berkurang ke arah limbus karena dilatasi pembuluh-
pembuluh konjungtiva posterior (Hiperemia).
2. Produksi air mata berlebihan (epifora).
3. Eksudat yang berlapis-lapis dan amorf pada konjungtivitis bakteri dan berserabut
pada konkungtivitis alergika (eksudasi).
4. Terkulainya palpebra superior karena infiltrasi di otot Muller (pseudoptosis)
5. Penumpukan Limfosit di pembuluh darah (fliktenula).
6. Pengentalan (koagulum) di atas permukaan epitel (pseudomembran).
7. Edema dari konjungtiva mata (Chemosis) (Kanski, 2000).

32
3.6 Patofisiologi
Perjalanan penyakit pada orang dewasa secara umum, terdiri atas 3 stadium :
1. Stadium Infiltratif.
Berlangsung 3 – 4 hari, dimana palpebra bengkak, hiperemi, tegang, blefarospasme,
disertai rasa sakit. Pada konjungtiva bulbi terdapat injeksi konjungtiva yang lembab, kemotik
dan menebal, sekret serous, kadang-kadang berdarah. Kelenjar preauikuler membesar,
mungkin disertai demam. Pada orang dewasa selaput konjungtiva lebih bengkak dan lebih
menonjol dengan gambaran hipertrofi papilar yang besar. Gambaran ini adalah gambaran
spesifik gonore dewasa. Pada umumnya kelainan ini menyerang satu mata terlebih dahulu dan
biasanya kelainan ini pada laki-laki didahului pada mata kanannya.

2. Stadium Supurativa/Purulenta.
Berlangsung 2 – 3 minggu, berjalan tak begitu hebat lagi, palpebra masih bengkak,
hiperemis, tetapi tidak begitu tegang dan masih terdapat blefarospasme. Sekret yang kental
campur darah keluar terus-menerus. Pada bayi biasanya mengenai kedua mata dengan sekret
kuning kental, terdapat pseudomembran yang merupakan kondensasi fibrin pada permukaan
konjungtiva. Kalau palpebra dibuka, yang khas adalah sekret akan keluar dengan mendadak
(memancar muncrat), oleh karenanya harus hati-hati bila membuka palpebra, jangan sampai
sekret mengenai mata pemeriksa.

3. Stadium Konvalesen (penyembuhan). hipertrofi papil


Berlangsung 2 – 3 minggu, berjalan tak begitu hebat lagi, palpebra sedikit bengkak,
konjungtiva palpebra hiperemi, tidak infiltratif. Pada konjungtiva bulbi injeksi konjungtiva
masih nyata, tidak kemotik, sekret jauh berkurang. Pada neonatus infeksi konjungtiva terjadi
pada saat berada pada jalan kelahiran, sehingga pada bayi penyakit ini ditularkan oleh ibu yang
sedang menderita penyakit tersebut. Pada orang dewasa penyakit ini didapatkan dari penularan
penyakit kelamin sendiri. Pada neonatus, penyakit ini menimbulkan sekret purulen padat
dengan masa inkubasi antara 12 jam hingga 5 hari, disertai perdarahan sub konjungtiva dan
konjungtiva kemotik.
Mikroorganisme (virus, bakteri, jamur), bahan alergen, iritasi menyebabkan kelopak
mata terinfeksi sehingga kelopak mata tidak dapat menutup dan membuka sempurna, karena
mata menjadi kering sehingga terjadi iritasi menyebabkan konjungtivitis. Pelebaran pembuluh
darah disebabkan karena adanya peradangan ditandai dengan konjungtiva dan sclera yang
merah, edema, rasa nyeri, dan adanya secret mukopurulent. Akibat jangka panjang dari
konjungtivitis yang dapat bersifat kronis yaitu mikroorganisme, bahan allergen, dan iritatif
menginfeksi kelenjar air mata sehingga fungsi sekresi juga terganggu menyebabkan
hipersekresi. Pada konjungtivitis ditemukan lakrimasi, apabila pengeluaran cairan berlebihan
akan meningkatkan tekanan intra okuler yang lama kelamaan menyebabkan saluran air mata
atau kanal schlemm tersumbat. Aliran air mata yang terganggu akan menyebabkan iskemia
syaraf optik dan terjadi ulkus kornea yang dapat menyebabkan kebutaan. Kelainan lapang
pandang yang disebabkan kurangnya aliran air mata sehingga pandangan menjadi kabur dan
rasa pusing

Patogenesis
Mekanisme pasti atau mekanisme bagaimana terbentuknya flikten masih belum jelas.
Secara histologis fliktenulosa mengandung limfosit, histiosit, dan sel plasma. Leukosit PMN
ditemukan pada lesi nekrotik. Bentuk tersebut kelihatannya adalah hasil dari reaksi
hipersensitivitas tipe lambat terhadap protein tuberkulin, Staphylococcuc aureus, Coccidioides
immitis, Chlamydia, acne rosacea, beberapa jenis parasit interstisial dan fungus Candida
albicans. Jarang kasusnya idiopatik (Alamsyah, 2007).

33
Keratitis flikten dapat berkembang secara primer dari kornea meskipun seringkali
biasanya menyebar ke kornea dari konjungtiva. Epitel yang ditempati oleh flikten rusak,
membentuk ulkus dangkal yang mungkin hilang tanpa pembentukan jaringan parut (Alamsyah,
2007).
Flikten khas biasanya unilateral pada atau di dekat limbus, pada konjungtiva bulbar atau
kornea, dapat satu atau lebih, bulat, meninggi, abu-abu atau kuning, hiperemis, terdapat nodul
inflamasi dengan dikelilingi zona hiperemik pembuluh darah. Flikten konjungtiva tidak
menimbulkan jaringan parut. Jaringan parut fibrovaskuler kornea bilateral limbus cenderung
membesar ke bawah daripada ke atas mungkin mengindikasikan flikten sebelumnya. Flikten
yang melibatkan kornea sering rekuren, dan migrasi sentripetal lesi inflamasi mungkin
berkembang. Kadangkala, beberapa inflamasi menimbulkan penipisan kornea dan jarang
menimbulkan perforasi (Alamsyah, 2007).

Patofisiologi konjungtivitis alergi


Perubahan struktur konjungtiva erat kaitannya dengan timbulnya radang interstitial yang
banyak didominasi oleh reaksi hipersensitivitas tipe I. Pada konjungtiva akan dijumpai
hiperemi dan vasodilatasi difus, yang dengan cepat akan diikuti dengan hiperplasi akibat
proliferasi jaringan yang menghasilkan pembentukan jaringan ikat yang tidak terkendali.
Kondisi ini akan diikuti oleh hyalinisasi dan menimbulkan deposit pada konjungtiva sehingga
terbentuklah gambaran cobblestone.
Jaringan ikat yang berlebihan ini akan memberikan warna putih susu kebiruan sehingga
konjungtiva tampak buram dan tidak berkilau. Proliferasi yang spesifik pada konjungtiva
tarsal, oleh von Graefe disebut pavement like granulations. Hipertrofi papil pada konjungtiva
tarsal tidak jarang mengakibatkan ptosis mekanik
Limbus konjungtiva juga memperlihatkan perubahan akibat vasodilatasi dan hipertofi
yang menghasilkan lesi fokal.Pada tingkat yang berat, kekeruhan pada limbus sering
menimbulkan gambaran distrofi dan menimbulkan gangguan dalam kualitas maupun kuantitas
stem cells.
Tahap awall konjungtivitis vernalis ini ditandai oleh fase prehipertrofi. Dalam kaitan ini, akan
tampak pembentukan neovaskularisasi dan pembentukan papil yang ditutup oleh satu lapis sel
epitel dengan degenerasi mukoid dalam kripta di antara papil serta pseudomembran milky
white. Pembentukan papil ini berhubungan dengan infiltrasi stroma oleh sel- sel PMN,
eosinofil, basofil dan sel mast. Tahap berikutnya akan dijumpai sel- sel mononuclear lerta
limfosit makrofag. Sel mast dan eosinofil yang dijumpai dalam jumlah besar dan terletak
superficial.Dalam hal ini hampir 80% sel mast dalam kondisi terdegranulasi.Temuan ini sangat
bermakna dalam membuktikan peran sentral sel mast terhadap konjungtivitis
vernalis.Keberadaan eosinofil dan basofil, khususnya dalam konjungtiva sudah cukup
menandai adanya abnormalitas jaringan.
Fase vascular dan selular dini akan segera diikuti dengan deposisi kolagen, hialuronidase,
peningkatan vaskularisasi yang lebih mencolok, serta reduksi sel radang secara keseluruhan.
Deposisi kolagen dan substansi dasar maupun seluler mengakibatkan terbentuknya deposit
stone yang terlihat secara nyata pada pemeriksaan klinis. Hiperplasi jaringan ikat meluas ke
atas membentuk giant papil bertangkai dengan dasar perlekatan yang luas.Horner- Trantas
dot’s yang terdapat di daerah ini sebagian besar terdiri dari eosinofil, debris selular yang
terdeskuamasi, namun masih ada sel PMN dan limfosit.

34
3.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding
1. Hiperemi
Hiperemi pada konjungtivitis berasal dari rasa superficial, tanda ini
merupakan tanda konjungtivitis yang paling mancolok. Hiperemi yang tampak merah cerah
biasanya menandakan konjungtivitis bakterial sedangkan hiperemi yang tampak seperti
kabut biasanya menandakan konjungtivitis karena alergi. Kemerahan paling nyata pada
forniks dan mengurang ke arah limbus disebabkan dilatasi pembuluh-pembuluh
konjungtiva posterior.

Terdapat perbedaan antara injeksi konjungtiva dan siliaris yaitu;


Injeksi Konjungtiva Injeksi Siliaris
Kausa Iritasi, Konjungtivitis Keratitis, Iridosiklitis, Glaukoma Akut
Forniks ke limbus makin
Lokasi kecil Limbus ke forniks makin kecil
Warna Merah terang Merah padam
Bergerak dengan dengan
Pembuluh darah konjungtiva Tidak bergerak
Adrenalin Menghilang Menetap
Sekret Sekret (+) Lakrimasi (+)
Intensitas Nyeri Sedikit Nyeri

Hiperemis konjungtiva bulbi (Injeksi konjungtiva). Kemerahan paling nyata didaerah forniks
dan berkurang ke arah limbus, disebabkan dilatasi arteri konjungtiva posterior akibat adanya
peradangan. Warna merah terang mengesankan konjungtivitis bakterial, dan warna keputihan
mirip susu mengesankan konjungtivitis alergi.

Lakrimasi

Diakibatkan oleh adanya sensasi benda asing, terbakar atau gatal. Kurangnya sekresi
airmata yang abnormal mengesankan keratokonjungtivitis sicca.

2. Eksudasi
Eksudasi adalah ciri semua jenis konjungtivitis akut. Eksudat berlapis-lapis dan
amorf pada konjungtivitis bakterial dan dapat pula berserabut seperti pada konjungtivitis
alergika, yang biasanya menyebabkan tahi mata dan saling melengketnya palpebra saat
bangun tidur pagi hari, dan jika eksudat berlebihan agaknya disebabkan oleh bakteri atau
klamidia.
 Serous-mukous, kemungkinan disebabkan infeksi virus akut
 Mukous (bening, kental), kemungkinan disebabkan alergi
 Purulent/ Mukopurulen, kemungkinan disebabkan infeksi bakteri

35
3. Pseudoptosis
Pseudoptosis adalah turunnya palpebra superior karena infiltrasi ke muskulus muller
(M. Tarsalis superior). Keadaan ini dijumpai pada konjungtivitis berat. Misalnya Trachoma
dan keratokonjungtivitis epidemika.4

4. Khemosis (Edema Konjungtiva)


Ini terjadi akibat terkumpulnya eksudat di jaringan yang longgar. Khemosis
merupakan tanda yang khas pada hay fever konjungtivitis, akut gonococcal atau
meningococcal konjungtivitis, serta kerato konjungtivitis.

5. Hipertrofi Papil
Hipetropi papil merupakan reaksi non spesifik, terjadi karena konjungtiva terikat
pada tarsus atau limbus di bawahnya oleh serabut-serabut halus. Ketika berkas pembuluh
yang membentuk substansi papila sampai di membran basal epitel, pembuluh ini
bercabang-cabang di atas papila mirip jeruji payung.4

6. Pembentukan Folikel
Folikel adalah bangunan akibat hipertrofi lomfoid lokal di dalam lapisan adenoid
konjungtiva dan biasanya mengandung sentrum germinotivum. Kebanyakan terjadi pada
viral conjungtivitis, chlamidial conjungtivitis, serta toxic conjungtivitis karena topical
medication. Pada pemeriksaan, vasa fecil bisa terlihat membatasi foliker dan
melingkarinya.

7. Pseudomembran dan Membran


Pseudomembran adalah koagulum yang melapisi permukaan epitel konjungtiva yang
bila lepas, epitelnya akan tetap utuh, sedangkan membran adalah koagulum yang meluas
mengenai epitel sehingga kalau dilepas akan berdarah.

8. Adenopati Preaurikuler
Beberapa jenis konjungtivitis akan disertai adenopoti preaurikular. Dengan demikian
setiap ada radang konjungtiva harus diperiksa adalah pembebasan dan rasa sakit tekan
kelenjar limfe preaurikuler.

1. Sign & Simptom


Gejala penting konjungtivitis adalah sensasi benda asing, yaitu tergores atau panas,
sensasi penuh di sekitar mata, gatal dan fotofobia. Sensasi benda asing dan tergores atau
terbakar sering berhubungan dengan edema dan hipertrofi papiler yang biasanya menyertai
hiperemi konjungtiva. Sakit pada iris atau corpus siliaris mengesankan terkenanya kornea.
Tanda penting konjungtivitis adalah hiperemia, berair mata, eksudasi, pseudoptosis,
hipertrofi papiler, kemosis (edem stroma konjungtiva), folikel (hipertrofi lapis limfoid stroma),
pseudomembranosa dan membran, granuloma, dan adenopati pre-aurikuler

a.Gejala Subjektif
Konjungtivitis biasanya hanya menyebabkan iritasi dengan rasa sakit dengan mata merah dan
lakrimasi. Khasnya pada konjungtivitis flikten apabila kornea ikut terlibat akan terdapat
fotofobia dan gangguan penglihatan. Keluhan lain dapat berupa rasa berpasir. Konjungtivitis
flikten biasanya dicetuskan oleh blefaritis akut dan konjungtivitis bekterial akut.

36
b. Gejala Objektif
Dengan Slit Lamp tampak sebagai tonjolan bulat ukuran 1-3 mm, berwarna kuning atau kelabu,
jumlahnya satu atau lebih yang di sekelilingnya terdapat pelebaran pembuluh darah
konjungtiva (hyperemia). Bisa unilateral atau mengenai kedua mata.

37
2. Pemeriksaan
Pemeriksaan mata awal termasuk pengukuran ketajaman visus, pemeriksaan eksternal dan slit-
lamp biomikroskopi.Pemeriksaan eksternal harus mencakup elemen berikut ini:
 Limfadenopati regional, terutama sekali preaurikuler
 Kulit: tanda-tanda rosacea, eksema, seborrhea
 Kelainan kelopak mata dan adneksa: pembengkakan, perubahan warna, malposisi,
kelemahan, ulserasi, nodul, ekimosis, keganasan
 Konjungtiva: bentuk injeksi, perdarahan subkonjungtiva, kemosis, perubahan sikatrikal,
simblepharon, massa, sekret

Slit-lamp biomikroskopi harus mencakup pemeriksaan yang hati-hati terhadap:


 Margo palpebra: inflamasi, ulserasi, sekret, nodul atau vesikel, nodul atau vesikel, sisa
kulit berwarna darah, keratinisasi
 Bulu mata: kerontokan bulu mata, kerak kulit, ketombe, telur kutu dan kutu
 Punctum lacrimal dan canaliculi: penonjolan, sekret
 Konjungtiva tarsal dan forniks
1. Adanya papila, folikel dan ukurannya
2. Perubahan sikatrikal, termasuk penonjolan ke dalam dan simblepharon
3. Membran dan psudomembran
4. Ulserasi
5. Perdarahan
6. Benda asing
7. Massa
8. Kelemahan palpebra
 Konjungtiva bulbar/limbus: folikel, edema, nodul, kemosis, kelemahan, papila, ulserasi,
luka, flikten, perdarahan, benda asing, keratinisasi
 Kornea
1. Defek epitelial
2. Keratopati punctata dan keratitis dendritik
3. Filamen
4. Ulserasi
5. Infiltrasi, termasuk infiltrat subepitelial dan flikten
6. Vaskularisasi
7. Keratik presipitat

 Bilik mata depan: rekasi inflamasi, sinekia, defek transiluminasi


 Corak pewarnaan: konjungtiva dan kornea

3. Pemeriksaan Penunjang
Kebanyakan kasus konjungtivitis dapat didiagnosa berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan.
Meskipun demikian, pada beberapa kasus penambahan tes diagnostik membantu. Pemeriksaan
secara langsung dari kerokan atau getah mata setelah bahan tersebut dibuat sediaan yang dicat
dengan pengecatan gram atau giemsa dapat dijumpai sel-sel radang polimorfonuklear. Pada
konjungtivitis yang disebabkan alergi pada pengecatan dengan giemsa akan didapatkan sel-sel
eosinofil. Pada pemeriksaan klinik didapat adanya hiperemia konjungtiva, sekret atau getah
mata dan edema konjungtiva.

38
1. Kultur
Kultur konjungtiva diindikasikan pada semua kasus yang dicurigai merupakan konjungtivitis
infeksi neonatal. Kultur bakteri juga dapat membantu untuk konjungtivitis purulen berat atau
berulang pada semua grup usia dan pada kasus dimana konjungtivitis tidak berespon terhadap
pengobatan.

2. Kultur virus
Bukan merupakan pemeriksaan rutin untuk menetapkan diagnosa. Tes imunodiagnostik yang
cepat dan dilakukan dalam ruangan menggunakan antigen sudah tersedia untuk konjungtivitis
adenovirus. Tes ini mempunyai sensitifitas 88% sampai 89% dan spesifikasi 91% sampai 94%.
Tes imunodiagnostik mungkin tersedia untuk virus lain, tapi tidak diakui untuk spesimen dari
okuler. PCR dapat digunakan untuk mendeteksi DNA virus. Ketersediannya akan beragam
tergantung dari kebijakan laboratorium.

3. Tes diagnostik klamidial


Kasus yang dicurigai konjungtivitis klamidial pada dewasa dan neonatus dapat dipastikan
dengan pemeriksaan laboratorium. Tes diagnostik yang berdasarkan imunologikal telah
tersedia, meliputi tes antibodi imunofloresens langsung dan enzyme-linked imunosorbent
assay. Tes ini telah secara luas digantikan oleh PCR untuk spesimen genital, dan, karena itu,
ketersediaannya untuk spesimen konjungtival lebih terbatas. Ketersedian PCR untuk mengetes
sampel okuler beragam. Meskipun spesimen dari mata telah digunakan dengan performa yang
memuaskan, penggunaannya belum diperjelas oleh FDA.

4. Smear/sitology
Smear untuk sitologi dan pewarnaan khusus (mis.,gram, giemsa) direkomendasikan pada kasus
dicurigai konjungtivitis infeksi pada neonatus, konjungtivitis kronik atau berulang, dan pada
kasus dicurigai konjungtivitis gonoccocal pada semua grup usia.

5. Biopsi
Biopsi konjungtiva dapat membantu pada kasus konjungtivitis yang tidak berespon pada terapi.
Oleh karena mata tersebut mungkin mengandung keganasan, biopsi langsung dapat
menyelamatkan penglihatan dan juga menyelamatkan hidup. Biopsi konjungtival dan tes
diagnostik pewarnaan imunofloresens dapat membantu menetapkan diagnosis dari penyakit
seperti OMMP dan paraneoplastik sindrom. Biopsi dari konjungtiva bulbar harus dilakukan
dan sampel harus diambil dari area yang tidak terkena yang berdekatan dengan limbus dari
mata dengan peradangan aktif saat dicurigai sebagai OMMP. Pada kasus dicurigai karsinoma
glandula sebasea, biopsi palpebra seluruh ketebalan diindikasikan. Saat merencanakan biopsi,
konsultasi preoperatif dengan ahli patologi dianjurkan untuk meyakinkan penanganan dan
pewarnaan spesimen yang tepat.

6. Tes darah
Tes fungsi tiroid diindikasikan untuk pasien dengan SLK yang tidak mengetahui menderita
penyakit tiroid.

Konjungtivitis non-infeksius biasanya dapat didiagnosa berdasarkan riwayat pasien. Paparan


bahan kimiawi langsung terhadapa mata dapat mengindikasikan konjungtivitis
toksik/kimiawi. Pada kasus yang dicurigai luka percikan bahan kimia, pH okuler harus dites
dan irigasi mata terus dilakukan hingga pH mencapai 7. Konjungtivitis juga dapat disebabkan
penggunaan lensa kontak atau iritasi mekanikal dari kelopak mata.

39
Diagnosis banding tipe konjungtifitis yang lazim
Klinik & sitologi Viral Bakteri KlamidiaAtopik
(Alergi)
Gatal Minim Minim Minim Hebat
Hyperemi Umum Umum Umum Umum
Air mata Profuse Sedang Sedang Sedang
Eksudasi Minim Menguncur Menguncur Minim
Adenopatipreurikular Lazim Jarang Lazim hanya Tak ada
konngtivitis
inklusi
Pewarnaan kerokan monosit Bakteri, PMN, plasma Eusinofil
& eksudat PMN sel badan
badan inklusi
Sakit tenggorok, Kadang - Kadang – Tak pernah Tak pernah
panas yang menyertai kadnag kadang

Diagnosa Banding Konjungtivitis


Glaukoma Kongestif
Konjungtivitis Keratitis Uveitis Anterior
Akut
Menurun perlahan,
Tergantung letak
Visus Normal tergantung letak Menurun mendadak
infiltrat
radang
Hiperemi konjungtiva perikornea siliar Mix injeksi
Epifora,
- + + -
fotofobia
Sekret Banyak - - -
Palpebra Normal Normal normal Edema
Edema, suram (tidak
Kornea Jernih Bercak infiltrat Gumpalan sel radang
bening), halo (+)
COA Cukup cukup Sel radang (+) dangkal
Sel radang (+), flare
H. Aquous Normal normal Kental
(+), tyndal efek (+)
Kadang edema Kripta menghilang
Iris Normal normal
(bombans) karena edema
Pupil Normal normal miosis Mid midriasis (d:5mm)
Lensa Normal normal Sel radang menempel Keruh

3.8 Tatalaksana
A. Non Farmakologi

Bila konjungtivitis disebabkan oleh mikroorganisme, pasien harus diajari bagaimana cara
menghindari kontaminasi mata yang sehat atau mata orang lain. Perawat dapat memberikan
intruksi pada pasien untuk tidak menggosok mata yang sakit dan kemudian menyentuh mata
yang sehat, mencuci tangan setelah setiap kali memegang mata yang sakit, dan menggunakan
kain lap, handuk, dan sapu tangan baru yang terpisah untuk membersihkan mata yang sakit.

40
Asuhan khusus harus dilakukan oleh personal asuhan kesehatan guna mengindari penyebaran
konjungtivitis antar pasien.

B. Farmakologi
 Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bacterial tergantung temuan agen
mikrobiologinya.
 Untuk menghilangkan sekret dapat dibilas dengan garam fisiologis.

1. Penatalaksanaan Konjungtivitis Bakteri

Pengobatan kadang-kadang diberikan sebelum pemeriksaan mikrobiologik dengan


antibiotic tunggal seperti

 Kloramfenikol
 Gentamisin
 Tobramisin
 Eritromisin
 Sulfa

Terapi empiris didahulukan sebelum hasil tes sensitivitas antibiotik tersedia. Adapun terapi
empiris yang dapat diberikan adalah Polytrim dalam bentuk topical. Sediaan topikal yang
diberikan dalam bentuk salep atau tetes mata adalah seperti gentamisin, tobramisin,
aureomisin, kloramfenikol, polimiksin B kombinasi dengan basitrasin dan neomisis,
kanamisis, asam fusidat, ofloksasin, dan asidamfenikol. Kombinasi pengobatan antibiotik
spektrum luas dengan deksametason atau hidrokortison dapat mengurangi keluhan yang
dialami oleh pasien lebih cepat.

Bila pengobatan tidak memberikan hasil setelah 3 – 5 hari maka pengobatan dihentikan
dan ditunggu hasil pemeriksaan mikrobiologik. Pada konjungtivitis bakteri sebaiknya
dimintakan pemeriksaan sediaan langsung (pewarnaan Gram atau Giemsa) untuk mengetahui
penyebabnya. Bila ditemukan kumannya maka pengobatan disesuaikan. Apabila tidak
ditemukan kuman dalam sediaan langsung, maka diberikan antibiotic spectrum luas dalam
bentuk tetes mata tiap jam atau salep mata 4-5x/hari. Apabila memakai tetes mata, sebaiknya
sebelum tidur diberi salep mata (sulfasetamid 10-15 %). Apabila tidak sembuh dalam 1
minggu, bila mungkin dilakukan pemeriksaan resistensi, kemungkinan difisiensi air mata atau
kemungkinan obstruksi duktus nasolakrimal.

2. Penatalaksanaan Konjungtivitis Virus


Pengobatan umumnya hanya bersifat simtomatik dan antibiotik diberikan untuk
mencegah terjadinya infeksi sekunder. Dalam dua minggu akan sembuh dengan sendirinya.
Hindari pemakaian steroid topikal kecuali bila radang sangat hebat dan kemungkinan infeksi
virus Herpes simpleks telah dieliminasi.

• Mengurangi risiko transmisi


– Menjaga kebersihan tangan, mencegah menggaruk mata
– Tidak menggunakan handuk bersamaan
– Disinfeksi alat-alat kedokteran setelah digunakan pada pasien yang terinfeksi
menggunakan sodium hipoklorit, povidone-iodine

41
• Steroid topical
– Prednisolone 0,5% 4xsehari à pada konjungtivitis psuedomembranosa atau
membranosa
– Keratitis simtomatik à steroid topikal lemah, hati-hati dalam penggunaan, gejala
dapat muncul kembali karena steroid hanya menekan proses inflamasi.
– Steroid dapat membantu replikasi virus dan memperlama periode infeksius
pasien.
– Harus monitoring tekanan intraokular jika penggunaan steroid diperpanjang

• Lainnya
– Untuk infeksi varicella zoster, Acyclovir oral dosis tinggi (800 mg 5x sehari
selama 10 hari) diberikan jika progresi memburuk.
– Pada keratitis herpetik dapat diberikan acyclovir 3% salep 5x/hari, selama 10
hari, atau dengan acyclovir oral, 400 mg 5x/hari selama 7 hari.
– Stop menggunakan lensa kontak
– Artificial tears 4xsehari
– Kompres hangat atau dingin
– Insisi/pengankatan jaringan pseudomembran atau membrane
– Antibiotik topikal jika diduga ada infeksi bateri sekunder
– Povidone-iodine
– Jika sudah ada ulkus kornea, lakukan debridemant

3. Penatalaksanaan Konjungtivitis Alergi


Umumnya kebanyakan konjungtivitis alergi awalnya diperlakukan seperti ringan
sampai ada kegagalan terapi dan menyebabkan kenaikan menjadi tingkat sedang. Penyakit
ringan sampai sedang biasanya mempunyai konjungtiva yang bengkak dengan reaksi
konjungtiva papiler yang ringan dengan sedikit sekret mukoid. Kasus yang lebih berat
mempunyai giant papila pada konjungtiva palpebranya, folikel limbal, dan perisai (steril) ulkus
kornea.

 Alergi ringan
Konjungtivitis alergi ringan identik dengan rasa gatal, berair, mata merah yang timbul
musiman dan berespon terhadap tindakan suportif, termasuk air mata artifisial dan kompres
dingin. Air mata artifisial membantu melarutkan beragam alergen dan mediator peradangan
yang mungkin ada pada permukaan okuler.

 Alergi sedang
Konjungtivitis alergi sedang identik dengan rasa gatal, berair dan mata merah yang
timbul musiman dan berespon terhadap antihistamin topikal dan/atau mast cell stabilizer.
Penggunaan antihistamin oral jangka pendek mungkin juga dibutuhkan.
Mast cell stabilizer mencegah degranulasi sel mast; contoh yang paling sering dipakai
termasuk sodium kromolin dan Iodoxamide. Antihistamin topikal mempunyai masa kerja
cepat yang meredakan rasa gatal dan kemerahan dan mempunyai sedikit efek samping;
tersedia dalam bentuk kombinasi dengan mast cell stabilizer. Antihistamin oral, yang
mempunyai masa kerja lebih lama, dapat digunakan bersama, atau lebih baik dari,
antihistamin topikal. Vasokonstriktor tersedia dalam kombinasi dengan topikal
antihistamin, yang menyediakan tambahan pelega jangka pendek terhadap injeksi pembuluh
darah, tapi dapat menyebabkan rebound injeksi dan inflamasi konjungtiva.

42
Topikal NSAID juga digunakan pada konjungtivitis sedang-berat jika diperlukan tambahan
efek anti-peradangan.

 Alergi berat
Penyakit alergi berat berkenaan dengan kemunculan gejala menahun dan dihubungkan
dengan peradangan yang lebih hebat dari penyakit sedang. Konjungtivitis vernal adalah
bentuk konjungtivitis alergi yang agresif yang tampak sebagai shield coneal ulcer. Rujukan
spesialis harus dipertimbangkan pada kasus berat atau penyakit alergi yang resisten, dimana
memerlukan tambahan terapi dengan kortikosteroid topikal, yang dapat digunakan bersama
dengan antihistamin topikal atau oral dan mast cell stabilizer. Topikal NSAID dapat
ditambahkan jika memerlukan efek anti-inflamasi yang lebih lanjut. Kortikosteroid punya
beberapa resiko jangka panjang terhadap mata termasuk penyembuhan luka yang terlambat,
infeksi sekunder, peningkatan tekanan intraokuler, dan pembentukan katarak.
Kortikosteroid yang lebih baru seperti loteprednol mempunyai efek samping lebih sedikit
dari prednisolon. Siklosporin topikal dapat melegakan dengan efek tambahan steroid dan
dapat dipertimbangkan sebagai lini kedua dari kortikosteroid. Dapat terutama sekali berguna
sebagai terapi lini kedua pada kasus atopi berat atau konjungtivitis vernal.

3.9 Komplikasi
Penyakit radang mata yang tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan kerusakan pada
mata/gangguan pada mata dan menimbulkan komplikasi. Beberapa komplikasi dari
konjungtivitis yang tidak tertangani diantaranya:
- Glaucoma
- Katarak
- Ablasi retina
- Komplikasi pada konjungtivitis kataral teronik merupakan segala penyulit dari
blefaritis seperti ekstropin, trikiasis.
- Komplikasi pada konjungtivitis purulenta seringnya berupa ulkus kornea.
- Komplikasi pada konjungtivitis membranasea dan pseudomembranasea adalah bila
sembuh akan meninggalkan jaringan perut yang tebal di kornea yang dapat
mengganggu penglihatan, lama- kelamaan orang bisa menjadi buta.
- Komplikasi konjungtivitis vernal adalah pembentukan jaringan sikratik dapat
mengganggu penglihatan.

3.10 Prognosis
Mata dapat terkena berbagai kondisi. beberapa diantaranya bersifat primer sedang yang
lain bersifat sekunder akibat kelainan pada sistem organ tubuh lain, kebanyakan kondisi
tersebut dapat dicegah bila terdeteksi awal dan dapat dikontrol sehingga penglihatan dapat
dipertahankan.
Bila segera diatasi, konjungtivitis ini tidak akan membahayakan. Namun jika bila penyakit
radang mata tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan kerusakan pada mata/gangguan
dan menimbulkan komplikasi seperti Glaukoma, katarak maupun ablasi retina

43
3.11 Pencegahan
a. Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan sesudah membersihkan atau
mengoleskan obat, penderita harus mencuci tangannya bersih-bersih.
b. Usahakan untuk tidak menyentuh mata yang sehat sesudah menangani mata yang sakit
c. Jangan menggunakan handuk atau lap bersama dengan penghuni rumah lain
d. Gunakan lensa kontak sesuai dengan petunjuk dari dokter dan pabrik pembuatnya.
e. Mengganti sarung bantal dan handuk dengan yang bersih setiap hari.
f. Hindari berbagi bantal, handuk dan saputangan dengan orang lain.
g. Usahakan tangan tidak megang-megang wajah (kecuali untuk keperluan tertentu), dan
hindari mengucek-ngucek mata.

LI IV Memahami dan Menjelaskan Menjaga Kesehatan Mata dan Menjaga Kesehatan


Mata dalam Sudut pandang Islam

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Al-Qur`an:


“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman (kaum mukminin): “Hendaklah mereka
menundukkan sebagian dari pandangan mereka dan hendaklah mereka menjaga kemaluan
mereka….” (An-Nur: 30)

Sekalipun wanita itu terbuka wajahnya, tidaklah berarti boleh memandang wajahnya.
Karena terdapat perintah untuk menundukkan pandangan. Laki-laki menundukkan
pandangannya dari melihat wanita. Demikian pula sebaliknya, wanita diperintahkan
menundukkan pandangannya dari melihat laki-laki.

Allah juga melanjutan firmannya yang menganjurkan para wanita untuk menjaga
paandangannya yaitu:
“Katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman: ‘Hendaklah mereka menundukkan
sebagian dari pandangan mereka…’.” (An-Nur: 31)

44
 Fungsi mata: melihat dan penyempurnaan indera pendengaran
 Tujuan : petunujk dalam kegelapan, melihat ayat-ayat Allah
 Hukum Taklifi :
a. Wajib :melihat mushaf al quran,buku-buku yang bermanfaat, membedakan
yang halal dan yang haram.
b. Haram :memandang wanita dengan syahwat
c. Sunnah :melihat muka dan telapak tangan calon istri yang diduga kuat lamarnya
akan diterima, membaca buku-buku yang bermanfaat, melihat ulama dan orang tua
untuk menghormati.
d. Makruh :melihat secara berlebihan sesuatu yang tidak ada manfaatnya.
e. Mubah :mendadak tanpa sengaja melihat lawan jenis, pasangan suami-istri
melihat tubuh pasanganya, melihat sesama jenis (aurat)

Terapi :penyadaran diri bahwa Allah senantiasa melihat, berdoa dan meminta pertolongan
Allah, berwudhu, memperbaharui taubat.

Menjaga Pandangan
Menjaga pandangan dalam Islam itu wajib hukumnya. Karena wajib hukumnya, seorang
yang mengaku beriman harus melaksanakannya secara istiqamah sesuai kemampuan dirinya.
Ketika hal ini mampu dijalankannya, beragam konsekuensi positif pun akan ia dapatkan.
Ibnul Qayyim Al-Jauziyah (691-751 H), seorang ulama besar Islam Abad Pertengahan,
mengatakan, “Menjaga pandangan mata, menjamin kebahagiaan seorang hamba di dunia dan
di akhirat. Memelihara pandangan mata, memberi nuansa kedekatan seorang hamba dengan
Rabb-nya. Menahan pandangan mata, bisa menguatkan hati dan membuat orang lebih bahagia.
Menjaga pandangan sungguh akan menutup pintu masuk setan ke dalam hati!”
Lewat kata-katanya ini, Ibnul Qayyim menyampaikan sebuah pesan tersurat bahwa mata
adalah cermin hati. Kebersihan dan kesucian hati seorang hamba sangat dipengaruhi oleh
kemampuannyadalam mengendalikan dan menjaga pandangan matanya.
Jika seseorang mampu menjaga pandangannya, niscaya dia akan lebih kuat menahan
syahwat dan keinginan nafsunya, lebih nikmat dalam ibadah, lebih mampu menangkap cahaya
kebenaran dan mempelajari ilmu, dan lebih mampu konsisten dalam keimanannya. Namun
sebaliknya, jika seseorang senang mengumbar pandangannya, dia pun akan sangat mudah
mengumbar nafsu syahwatnya.
Ketika sudah gemar bermaksiat, baik itu maksiat kepada Allah dengan tidak menunaikan
haknya maupun sampai maksiat kepada sesama dengan merampas haknya, kenikmatan ibadah
akan hilang sirna, hatinya tidak lagi peka terhadap cahaya kebenaran, sehingga ketenangan hati
perlahan akan lenyap berganti kegelisahan, dan kebahagiaan hidup yang hakiki pun akan sulit
didapatkan.
Merajalelalanya perzinahan dan perselingkuhan, seks bebas, ataupun aborsi, sejatinya
berawal dari tidak terjaganya pandangan seorang terhadap lawan jenisnya. Bukankah
kebakaran besar sering kali berawal dari sepercik api yang dibiarkan membesar?
Dalam pandangan neurosains, pandangan mata yang tidak terjaga bisa membajak fungsi-
fungsi lain yang dikelola dan dikendalikan otak, semacam fungsi berpikir atau logika, fungsi
penciuman, sentuhan, hingga gerakan. Dilihat dari posisi, mata terletak di bagian paling depan
dari wajah. Akan tetapi bagian otak yang mengendalikan fungsi penglihatan dan pengolahan
data-data visual di dalam otak, yaitu lobus oksipitalis, terletak paling belakang.
Itulah mengapa, jalur saraf yang menghubungkan mata dengan lobus oksipitalis menjalin
jalur paling panjang yang melewati jalur-jalur lainnya. Itulah mengapa, menurut ahli
neurosains, efek yang ditimbulkan pandangan mata memiliki pengaruh sangat besar yang bisa

45
mengalahkan fungsi-fungsi lain. Logika saja bisa kalah dengan pandangan mata, apalagi kalau
pandangan tersebut terus menerus diulang.
Sebagai contoh, fungsi berpikir yang ada di lobus frontalis mengatakan kalau berselingkuh
dengan teman sekantor itu tidak terlarang menurut agama dan bisa menghancurkan keluarga.
Namun, logika ini bisa jebol apabila kita banyak memandangi dan berinteraksi dengan yang
bersangkutan. Keinginan untuk berselingkuh dengannya akan mengalahkan prinsip-prinsip
moral yang ada di otak rasional.
Itulah mengapa, menilik akibatnya yang sangat besar, baik yang positif maupun yang
negatif. Rasulullah saw sangat menganjurkan manusia untuk menjaga pandangan. “Pandangan
mata itu (laksana) anak panah beracun dari berbagai macam anak panah Iblis. Barang siapa
menahan pandangannya dari keindahan-keindahan wanita, maka Allah mewariskan kelezatan
di dalam hatinya, yang akan dia dapatkan hingga hari ia bertemu dengan Tuhannya.” (HR
Ahmad).
Beliau pernah memerintahkan seorang sahabat untuk memalingkan pandangannya ketika
yang bersangkutan dengan tidak sengaja melihat wanita bukan mahramnya. “Janganlah engkau
susuli pandangan dengan pandangan lagi, karena yang pertama menjadi bagianmu dan yang
kedua bukan lagi menjadi bagianmu.” (HR Ahmad, Tirmidzi dan Abu Daud)
Perintah menjaga dan menundukkan pandangan dengan sangat jelas terungkap pula dalam
Al-Quran. Allah Swt berfirman, “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, ‘Hendaklah
mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih
suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.
Katakanlah (pula) kepada wanita yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya,
dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa)
nampak dari padanya …” (QS An-Nûr, 24: 30-31).
Di dalam ayat ini, Allah Swt memerintahkan menjaga pandangan sebelum perintah
memelihara kemaluan. Apa artinya? Menjaga pandangan merupakan tahap pertama dalam
menjaga kemaluan sehingga celah beragam kemaksiatan lain yang lebih besar otomatis akan
tertutup.

46
DAFTAR PUSTAKA

Ilyas, Sidarta, Sri Rahayu Yulianti. 2013. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 4. Jakrta:FKUI

Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC; 2007

Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta:EGC

Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology. Edisi ke-17.
McGraw-Hill, 2007.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32585/4/Chapter%20II.pdf

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31458/4/Chapter%20II.pdf

47

Anda mungkin juga menyukai