Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA KOMUNITAS PADA TN.

J
DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI
PENGLIHATAN DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS SEYEGAN
Dosen Pembimbing :Ns. Sutejo, M.Kep., Sp.Kep.J

Disusun oleh:
Bella Intan Meilana P07120216017
Akhsan Hakim Pradhana P07120216018
Ristanti Mulyandari P07120216019
Ihda Kusumawati P07120216020
Alfi Nur Vaizatul Khasanah P07120216021
Ismi Fitriani P07120216026
Sukma Asri P07120216027

DIV KEPERAWATAN SEMESTER VI A


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN
YOGYAKARTA
TAHUN 2018/2019
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Jiwa Komunitas


Pada Tn.J Dengan Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Penglihatan Di Wilayah
Kerja Puskesmas Seyegan, telah disahkan dan disetujui pada:
hari :
tanggal :

Disetujui Oleh:

Pembimbing Akademik Pembimbing Lapangan

NIP. NIP.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan
persepsi. Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau
mendengung, tapi yang paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam
bentuk kalimat yang agak sempurna. Biasanya kalimat tadi membicarakan
mengenai keadaan pasien sedih atau yang dialamatkan pada pasien itu.
Akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara dengan suara halusinasi itu. Bisa
pula pasien terlihat seperti bersikap dalam mendengar atau bicara keras-keras
seperti bila ia menjawab pertanyaan seseorang atau bibirnya bergerak-gerak.
Kadang-kadang pasien menganggap halusinasi datang dari setiap tubuh atau
diluar tubuhnya. Halusinasi ini kadang-kadang menyenangkan misalnya
bersifat tiduran, ancaman dan lain-lain.
Persepsi merupakan respon dari reseptor sensoris terhadap stimulus
esksternal, juga pengenalan dan pemahaman terhadap sensoris yang
diinterpretasikan oleh stimulus yang diterima. Jika diliputi rasa kecemasan
yang berat maka kemampuan untuk menilai realita dapat terganggu. Persepsi
mengacu pada respon reseptor sensoris terhadap stimulus. Persepsi juga
melibatkan kognitif dan pengertian emosional akan objek yang dirasakan.
Gangguan persepsi dapat terjadi pada proses sensori penglihatan, penglihatan,
penciuman, perabaan dan pengecapan. Halusinasi secara umum dapat
ditemukan pada pasien gangguan jiwa seperti: Skizoprenia, Depresi, Delirium
dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alcohol dan substansi
lingkungan (Thomas, 2013).

B. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan halusinasi?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui konsep teori dan asuhan keperawatan pada pasien
dengan halusinasi
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian dari halusinasi
b. Mengetahui penyebab dari halusinasi
c. Mengetahui rentang respon dari halusinasi
d. Mengetahui tanda dan gejala dari halusinasi
e. Mekanisme koping dari halusinasi
f. Mengetahui dari risiko halusinasi
g. Mengetahui pohon masalah pada halusinasi
h. Mengetahui asuhan keperawatan dari halusinasi

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi


1. Pengertian
a. Persepsi
Adalah proses diterimanya rangsang sampai rangsang itu disadari dan
dimengerti penginderaan/sensasi: proses penerimaan rangsang. Jadi
gangguan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam membedakan
antara rangsang yang timbul dari sumber internal seperti pikiran,
perasaan, sensasi somatik dengan impuls dan stimulus eksternal. Dengan
maksud bahwa manusia masih mempunyai kemampuan dalam
membandingkan dan mengenal mana yang merupakan respon dari luar
dirinya.
Manusia yang mempunyai ego yang sehat dapat membedakan antara
fantasi dan kenyataaan. Mereka dalam menggunakan proses pikir yang
logis, membedakan dengan pengalaman dan dapat memvalidasikan serta
mengevaluasinya secara akurat. Jika ego diliputi rasa kecemasan yang
berat maka kemampuan untuk menilai realitas dapat terganggu. Persepsi
mengacu pada respon reseptor sensoris terhadap stimulus eksternal.
Misalnya sensoris terhadap rangsang, pengenalan dan pengertian akan
perasaan seperti: ucapan orang, objek atau pemikiran. Persepsi
melibatkan kognitif dan pengertian emosional akan objek yang dirasakan.
Gangguan persepsi dapat terjadi pada proses sensoris dari
penglihatan, penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.
Gangguan ini dapat bersifat ringan, berat, sementara atau lama (Harber,
Judith, 2009).

b. Halusinasi
Merupakan salah satu gangguan persepsi, dimana terjadi
pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan sensorik (persepsi
indra yang salah). Menurut Cook dan Fotaine (2009), halusinasi adalah
persepsi sensorik tentang suatu objek, gambaran dan pikiran yang sering
terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua
sistem penginderaan (penglihatan, penglihatan, penciuman, perabaan atau
pengecapan), sedangkan menurut Wilson (2009), halusinasi adalah
gangguan penyerapan/persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan dari
luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana terjadi pada saat
kesadaran individu itu penuh dan baik. Maksudnya rangsangan tersebut
terjadi pada saat klien dapat menerima rangsangan dari luar dan dari
individu. Dengan kata lain klien berespon terhadap rangsangan yang tidak
nyata, yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan.

2. Etiologi
Menurut Mary Durant Thomas (2011), Halusinasi dapat terjadi pada klien
dengan gangguan jiwa seperti skizoprenia, depresi atau keadaan delirium,
demensia dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol
dansubstansi lainnya. Halusinasi adapat juga terjadi dengan epilepsi, kondisi
infeksi sistemik dengan gangguan metabolik. Halusinasi juga dapat dialami
sebagai efek samping dari berbagai pengobatan yang meliputi anti depresi,
anti kolinergik, anti inflamasi dan antibiotik, sedangkan obat-obatan
halusinogenik dapat membuat terjadinya halusinasi sama seperti pemberian
obat diatas. Halusinasi dapat juga terjadi pada saat keadaan individu normal
yaitu pada individu yang mengalami isolasi, perubahan sensorik seperti
kebutaan, kurangnya penglihatan atau adanya permasalahan pada
pembicaraan.
Penyebab halusinasi penglihatan secara spesifik tidak diketahui namun
banyak faktor yang mempengaruhinya seperti faktor biologis, psikologis,
sosial budaya, dan stressor pencetusnya adalah stress lingkungan, biologis,
pemicu masalah sumber-sumber koping dan mekanisme koping.

3. Psikopatologi
Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi.
Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau mendengung,
tapi yang paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat
yang agak sempurna. Biasanya kalimat tadi membicarakan mengenai keadaan
pasien sendiri atau yang dialamatkan pada pasien itu, akibatnya pasien bisa
bertengkar atau bicara dengan suara halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat
seperti bersikap mendengar atau bicara-bicara sendiri atau bibirnya bergerak-
gerak.
Psikopatologi dari halusinasi yang pasti belum diketahui. Banyak teori
yang diajukan yang menekankan pentingnya faktor-faktor psikologik,
fisiologik dan lain-lain. Ada yang mengatakan bahwa dalam keadaan terjaga
yang normal otak dibombardir oleh aliran stimulus yang yang datang dari
dalam tubuh ataupun dari luar tubuh. Input ini akan menginhibisi persepsi
yang lebih dari munculnya ke alam sadar. Bila input ini dilemahkan atau tidak
ada sama sekali seperti yang kita jumpai pada keadaan normal atau patologis,
maka materi-materi yang ada dalam unconsicisus atau preconscius bisa
dilepaskan dalam bentuk halusinasi.
Pendapat lain mengatakan bahwa halusinasi dimulai dengan adanya
keinginan yang direpresi ke unconsicious dan kemudian karena sudah
retaknya kepribadian dan rusaknya daya menilai realitas maka keinginan tadi
diproyeksikan keluar dalam bentuk stimulus eksterna.

4. Manifestasi klinik
Tahap I
 Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai
 Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
 Gerakan mata yang cepat
 Respon verbal yang lambat
 Diam dan dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan
Tahap II
 Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya
peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah
 Penyempitan kemampuan konsenstrasi
 Dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan
kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dengan realitas.
Tahap III
 Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya
daripada menolaknya
 Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain
 Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik
 Gejala fisik dari ansietas berat seperti berkeringat, tremor,
ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk
Tahap IV
 Prilaku menyerang teror seperti panik
 Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain
 Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk, agitasi,
menarik diri atau katatonik
 Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks
 Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang

B. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi


1. Pengkajian
Pada tahap ini perawat menggali faktor-faktor yang ada dibawah ini yaitu:
a. Faktor predisposisi.
Adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang
dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Diperoleh baik
dari klien maupun keluarganya, mengenai faktor perkembangan sosial
kultural, biokimia, psikologis dan genetik yaitu faktor resiko yang
mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh
individu untuk mengatasi stress.
 Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan
interpersonal terganggu maka individu akan mengalami stress
dankecemasan
 Faktor Sosiokultural
Berbagai faktor di masyarakat dapat menyebabkan seorang merasa
disingkirkan oleh kesepian terhadap lingkungan tempat klien di
besarkan.
 Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Dengan
adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh
akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia
seperti Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP).
 Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda
yang bertentangan dan sering diterima oleh anak akan mengakibatkan
stress dan kecemasan yang tinggi dan berakhir dengan gangguan
orientasi realitas.

 Faktor genetik
Gen apa yang berpengaruh dalam skizoprenia belum diketahui, tetapi
hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan
yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
b. Faktor Presipitasi
Yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan,
ancaman/tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk koping. Adanya
rangsang lingkungan yang sering yaitu seperti partisipasi klien dalam
kelompok, terlalu lama diajak komunikasi, objek yang ada dilingkungan juga
suasana sepi/isolasi adalah sering sebagai pencetus terjadinya halusinasi
karena hal tersebut dapat meningkatkan stress dan kecemasan yang
merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik.
c. Prilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan
tidak aman, gelisah dan bingung, prilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak
mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan nyata
dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan Heacock, 2009 mencoba memecahkan
masalah halusinasi berlandaskan atas hakekat keberadaan seorang individu
sebagai mahkluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-
spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi yaitu:
1. Dimensi Fisik
Manusia dibangun oleh sistem indera untuk menanggapi rangsang
eksternal yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat
ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa,
penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan
kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
2. Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat
diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat
berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi
menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat
sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
3. Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan
halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada
awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan
impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan
kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak
jarang akan mengontrol semua prilaku klien.
4. Dimensi Sosial
Dimensi sosial pada individu dengan halusinasi menunjukkan adanya
kecenderungan untuk menyendiri. Individu asyik dengan halusinasinya,
seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan
interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam
dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem kontrol oleh individu tersebut,
sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang lain
individu cenderung untuk itu. Oleh karena itu, aspek penting dalam
melaksanakan intervensi keperawatan klien dengan mengupayakan suatu
proses interaksi yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang
memuaskan, serta mengusakan klien tidak menyendiri sehingga klien
selalu berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak
berlangsung.
5. Dimensi Spiritual
Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial, sehingga interaksi
dengan manusia lainnya merupakan kebutuhan yang mendasar. Pada
individu tersebut cenderung menyendiri hingga proses diatas tidak terjadi,
individu tidak sadar dengan keberadaannya dan halusinasi menjadi sistem
kontrol dalam individu tersebut. Saat halusinasi menguasai dirinya
individu kehilangan kontrol kehidupan dirinya.

d. Sumber Koping
Suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang. Individu dapat
mengatasi stress dan anxietas dengan menggunakan sumber koping
dilingkungan. Sumber koping tersebut sebagai modal untuk menyelesaikan
masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya, dapat membantu seseorang
mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi
strategi koping yang berhasil.
e. Mekanisme Koping
Tiap upaya yang diarahkan pada pelaksanaan stress, termasuk upaya
penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan
untuk melindungi diri.

2. Diagnosa Keperawatan
Masalah yang dapat dirumuskan pada umumnya bersumber dari apa yang klien
perlihatkan sampai dengan adanya halusinasi dan perubahan yang penting dari
respon klien terhadap halusinasi.
Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin terjadi pada klien dengan
halusinasi adalah sebagai berikut:
a. Resiko perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang lain berhubungan
dengan halusinasi
b. Perubahan persepsi sensorik: halusinasi berhubungan dengan menarik diri
c. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
d. Defisit perawatan diri: Mandi/kebersihan berhubungan dengan
ketidakmampuan dalam merawat diri
e. Perubahan proses pikir: Waham berhubungan dengan harga diri rendah
kronis
f. Penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif berhubungan dengan koping
keluarga tak efektif
g. Kerusakan komunikasi verbal
h. Gangguan pola tidur berhubungan dengan halusinasi
i. Koping individu tidak efektif.

3. Perencanaan Tindakan
a. Resiko perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang lain berhubungan
dengan halusinasi
Tujuan umum: Tidak terjadi perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang
lain.
Tujuan khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
2. Klien dapat mengenal halusinasinya
3. Klien dapat mengontrol halusinasinya
4. Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasinya
5. Klien dapat menggunakan obat untuk mengontrol halusinasinya
Kriteria Evaluasi:
Klien dapat:
1. Mengungkapkan perasaannya dalam keadaan saat ini secara verbal
2. Menyebutkan tindakan yang biasa dilakukan saat halusinasi, cara
memutuskan halusinasi dan melaksanakan cara yang efektif bagi klien
untuk digunakan
3. Menggunakan keluarga untuk mengontrol halusinasi dengan cara
sering berinteraksi dengan keluarga
4. Menggunakan obat dengan benar
Intervensi:
1. Bina Hubungan saling percaya :
a. Salam terapeutik
b. Perkenalkan diri
c. Jelaskan tujuan interaksi
d. Ciptakan lingkungan yang tenang
e. Buat kontrak yang jelas

2. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya


a. Dengarkan ungkapan klien dengan empati
b. Adakan kontak secara singkat tetapi sering secara bertahap
(waktu disesuaikan dengan kondisi klien)
c. Observasi tingkah laku: verbal dan non verbal yang berhubungan
dengan halusinasi
d. Jelaskan pada klien tanda-tanda halusinasi dengan
menggambarkan tingkah laku halusinasi
e. Identifikasi bersama klien situasi yang menimbulkan dan tidak
menimbulkan halusinasi, isi, waktu, frekuensi
f. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya saat
alami halusinasi.
3. Identifikasi bersama klien tindakan yang dilakukan bila sedang
mengalami halusinasi.
4. Diskusikan cara-cara memutuskan halusinasi
5. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan cara memutuskan
halusinasi yang sesuai dengan klien
6. Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok
7. Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga ketika mengalami
halusinasi
8. Lakukan kunjungan rumah: Diskusikan dengan keluarga tentang :
a. Halusinasi klien
b. Cara memutuskan kelompok
c. Cara merawat anggota keluarga halusinasi
d. Cara memodifikasi lingkungan untuk menurunkan kejadian
halusinasi
e. Cara memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan pada saat
mengalami halusinasi
9. Diskusikan dengan klien tentang manfaat obat untuk mengontrol
halusinasi
10. Bantu klien menggunakan obat secara benar
b. Perubahan persepsi sensorik: halusinasi berhubungan dengan menarik diri
Tujuan Umum: Klien mampu mengontrol halusinasinya
Tujuan Khusus:
1. Klien mampu membina hubungan saling percaya
2. Klien mampu mengenal prilaku menarik dirinya, misalnya menyebutkan
perilaku menarik diri
3. Klien mampu mengadakan hubungan/sosialisasi dengan orang lain:
perawat atau klien lain secara bertahap
4. Klien dapat menggunakan keluarga dalam mengembangkan kemampuan
berhubungan dengan orang lain
Kriteria Evaluasi:
1. Klien dapat dan mau berjabat tangan. Dengan perawat mau menyebutkan
nama, mau memanggil nama perawat dan mau duduk bersama
2. Klien dapat menyebutkan penyebab klien menarik diri
3. Klien mau berhubungan dengan orang lain
4. Setelah dilakukan kunjungan rumah klien dapat berhubungan secara
bertahap dengan keluarga
Intervensi:
1. Bina hubungan saling percaya
a. Buat kontrak dengan klien
b. Lakukan perkenalan
c. Panggil nama kesukaan
d. Ajak klien bercakap-cakap dengan ramah
2. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tandatandanya
serta beri kesempatan pada klien mengungkapkan perasaan penyebab
klien tidak mau bergaul/menarik diri
3. Jelaskan pada klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta yang
mungkin jadi penyebab
4. Beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaan
5. Diskusikan tentang keuntungan dari berhubungan
6. Perlahan-lahan serta klien dalam kegiatan ruangan dengan melalui tahap-
tahap yang ditentukan
7. Beri pujian atas keberhasilan yang telah dicapai
8. Anjurkan klien mengevaluasi secara mandiri manfaat dari berhubungan
9. Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan klien mengisi waktunya
10. Motivasi klien dalam mengikuti aktivitas ruangan
11. Beri pujian atas keikutsertaan dalam kegiatan ruangan
12. Lakukan kungjungan rumah, bina hubungan saling percaya dengan
keluarga
13. Diskusikan dengan keluarga tentang perilaku menarik diri, penyebab dan
cara keluarga menghadapi
14. Dorong anggota keluarga untuk berkomunikasi
15. Anjurkan anggota keluarga secara rutin menengok klien minimal sekali
seminggu

c. Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah


Tujuan Umum: Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap
Tujuan Khusus:
Klien dapat:
1. Mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
2. Menilai kemampuan diri yang dapat dipergunakan
3. Klien mampu mengevaluasi diri
4. Klien mampu membuat perencanaan yang realistik untuk dirinya
5. Klien mampu bertanggung jawab dalam tindakan
Kriteria Evaluasi:
1. Klien dapat menyebut minimal 2 aspek positip dari segi fisik
2. Klien dapat menyebutkan koping yang dapat digunakan
3. Klien dapat menyebutkan efektifitas koping yang dipergunakan
4. Klien mampu memulai mengevaluasi diri
5. Klien mampu membuat perencanaan yang realistik sesuai dengan
kemampuan yang ada pada dirinya
6. Klien bertanggung jawab dalam setiap tindakan yang dilakukan sesuai
dengan rencanan
Intervensi:
1. Dorong klien untuk menyebutkan aspek positip yang ada pada dirinya dari
segi fisik
2. Diskusikan dengan klien tentang harapan-harapannya
3. Diskusikan dengan klien keterampilannya yang menonjol selama di rumah
dan di rumah sakit
4. Berikan pujian
5. Identifikasi masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh klien
6. Diskusikan koping yang biasa digunakan oleh klien
7. Diskusikan strategi koping yang efektif bagi klien
8. Bersama klien identifikasi stressor dan bagaimana penialian klien terhadap
stressor
9. Jelaskan bahwa keyakinan klien terhadap stressor mempengaruhi pikiran
dan perilakunya
10. Bersama klien identifikasi keyakinan ilustrasikan tujuan yang tidak
realistik
11. Bersama klien identifikasi kekuatan dan sumber koping yang dimiliki
12. Tunjukkan konsep sukses dan gagal dengan persepsi yang cocok
13. Diskusikan koping adaptif dan maladaptif
14. Diskusikan kerugian dan akibat respon koping yang maladaptif
15. Bantu klien untuk mengerti bahwa hanya klien yang dapat merubah dirinya
bukan orang lain
16. Dorong klien untuk merumuskan perencanaan/tujuannya sendiri (bukan
perawat)
17. Diskusikan konsekuensi dan realitas dari perencanaan/tujuannya
18. Bantu klien untuk menetpkan secara jelas perubahan yang diharapkan
19. Dorong klien untuk memulai pengalaman baru untuk berkembang sesuai
potensi yang ada pada dirinya
20. Beri kesempatan kepada klien untuk sukses
21. Bantu klien mendapatkan bantuan yang diperlukan
22. Libatkan klien dalam kegiatan kelompok
23. Tingkatkan perbedaan diri pada klien didalam keluarga sebagai individu
yang unik
24. Beri waktu yang cukup untuk proses berubah
25. Beri dukungan dan reinforcement positif untuk membantu
mempertahankan kemajuan yang sudah dimiliki klien

d. Defisit perawatan diri: Mandi / kebersihan diri berhubungan dengan ketidak


mampuan dalam merawat diri
Tujuan Umum: Klien mampu melaksanakan perawatan diri dengan baik
sehingga penampilan diri adekuat
Tujuan Khusus:
Klien mampu:
1. Menjelaskan arti, tujuan, tanda-tanda kebersihan diri
2. Mengidentifikasi kebersihan dirinya
3. Menjelasakan cara-cara membersihkan dirinya
4. Melakukan perawatan diri dengan bantuan perawat
5. Melakukan perawatan diri secara mandiri
6. Memberdayakan sistem pendukung untuk meningkatkan perawatan diri
Kriteria Evaluasi:
Klien mampu:
1. Menyebutkan arti kebersihan diri
2. Menyebutkan tujuan kebersihan diri (untuk memelihara kesehatan tubuh
dan badan terasa segar/nyaman)
3. Menyebutkan tanda-tanda kebersihan diri: kulit tidak ada daki dan tidak
berbau, rambut tidak ada ketombe, kutu, tidak ada bau dan tersisir rapi,
kuku pendek dan bersih, mulut/gigi tidak bau, genitalia tidak gatal dan
mata tidak ada kotoran
4. Menilai keadaan kebersihan dirinya
5. Menyebutkan cara-cara membersihkan diri dari rambut sampai kaki
6. Mendemonstrasikan cara membersihkan diri secara benar dengan bantuan
perawat
7. Melakukan perawatan diri secara mandiri dengan benar dan tersusun
jadwal kegiatan untuk kebersihan diri
8. Keluarga mampu menyebutkan cara meningkatkan kebersihan diri klien
dan keluarga dapat membantu/terlibat aktif dalam memelihara kebersihan
diri.
Intervensi:
1. Dorong klien untuk menyebutkan arti, tujuan dan tanda-tanda kebersihan
diri
2. Diskusikan tentang arti, tujuan, tanda-tanda kebersihan diri
3. Dengarkan keluahan klien dengan penuh perhatian dan empati
4. Berikan pujian apabila klien menyebutkan secara benar
5. Bantu klien menilai kebersihan dirinya
6. Berikan pujian atas kemampuan klien menilai dirinya
7. Dorong klien menyebutkan alat-alat dan cara membersihkan diri
8. Diskusikan tentang alat-alat dan cara membersihkan diri
9. Menjelasakan cara-cara membersihkan diri
10. Melakukan perawatan diri dengan bantuan perawat
11. Demonstrasikan pada klien cara-cara membersihkan diri
12. Bimbing klien mendemonstrasikan kembali cara-cara membersihkan diri
13. Dorong klien membersihkan diri sendiri dengan bantuan
14. Melakukan perawatan diri secara mandiri
15. Berikan kesempatan klien untuk membersihkan diri sendiri secara bertahap
sesuai dengan kemampuan
16. Dorong klien mengungkapkan manfaat yang dirasakan setelah
membersihkan diri
17. Beri penguatan positif atas perawatan klien
18. Bimbing klien membuat jadwal kegiatan untuk membersihkan diri
19. Bimbing klien membersihkan diri sesuai jadwal secara mandiri
20. Monitor kemampuan klien membersihkan diri sesuai jadwal
21. Diskusikan dengan keluarga tentang ketidakmampuan klien dalam merawat
diri
22. Diskusikan cara membantu klien membersihkan diri
23. Libatkan keluarga dalam perawatan kebersihan diri klien
24. Menyediakan alat-alat
25. Membantu klien membersihkan diri
26. Memonitor pelaksanaan jadwal
27. Beri pujian

e. Perubahan proses pikir: Waham somatis berhubungan dengan harga diri rendah
kronis
Tujuan Umum: Klien mampu berhubungan dengan orang lain tanpa merasa
rendah diri
Tujuan Khusus:
1. Klien dapat memperluas kesadaran diri
2. Klien dapat menyelidiki dirinya
3. Klien dapat mengevaluasi dirinya
4. Klien dapat membuat rencana yang realistis
5. Klien mendapat dukungan keluarga yang meningkatkan harga dirinya
Kriteria Evaluasi:
1. Klien dapat menyebutkan kemampuan yang ada pada dirinya setelah 1 kali
pertemuan
2. Klien dapat menyebutkan kelemahan yang dimiliki dan tidak menjadi
halangan untuk mencapai keberhasilan
3. Klien dapat menyebutkan cita-cita dan harapan yang sesuai dengan
kemampuannya setelah 1 kali pertemuan
4. Klien dapat menyebutkan keberhasilan yang pernah dialami setelah 1 kali
pertemuan
5. Klien dapat menyebutkan kegagalan yang pernah dialami setelah 4 kali
pertemuan
6. Klien dapat menyebutkan tujuan yang ingin dicapai setelah 1 kali
pertemuan
7. Klien dapat membuat keputusan dan mencapai tujuan setelah 1 kali
pertemuan
8. Keluarga dapat menyebutkan tanda-tanda harga diri rendah :
a. Mengatakan diri tidak berharga
b. Tidak berguna dan tidak mampu
c. Pesimis
d. Menarik diri dari realita
9. Keluarga dapat berespon dan memperlakukan klien dengan harga diri
rendah secara tepat setelah 2 kali pertemuan
Intervensi:
1. Diskusikai dengan klien kelebihan yang dimiliknya
2. Diskusikan kelemahan yang dimilik klien
3. Beritahu klien bahwa manusia tidak ada yang sempurna, semua memiliki
kelebihan dan kekurangan
4. Beritahu klien bahwa kekurangan bisa ditutup dengan kelebihan yang
dimiliki
5. Anjurkan klien untuk lebih meningkatkan kelebihan yang dimiliki
6. Beritahukan klien bahwa ada hikmah dibalik kekurangan yang dimiliki
7. Diskusikan dengan klien ideal dirinya: Apa harapan selama di RS, rencana
klien setelah pulang dan apa citacita yang ingin dicapai
8. Beri kesempatan klien untuk berhasil
9. Beri reinforcement positip terhadap keberhasilan yang telah dicapai
10. Bantu klien mengidentifikasikan kegiatan atau keinginan yang berhasil
dicapai
11. Kaji bagaimana perasaan klien dengan keberhasilan tersebut
12. Bicarakan kegagalan yang pernah dialami klien dan sebab-sebaba
kegagalan
13. Kaji bagaimana respon klien terhadap kegagalan tersebut dan cara
mengatasi
14. Jelaskan pada klien bahwa kegagalan yang dialami dapat menjadi pelajaran
untuk mengatasi kesulitan yang mungkin terjadi dimasa yang akan datang
15. Bantu klien merumuskan tujuan yang ingin dicapai
16. Diskusikan dengan klien tujuan yang ingin dicapai dengan kemampuan
klien
17. Bantu klien memilih prioritas tujuan yang mungkin dapat dicapainya
18. Beri kesempatan kepada klien untuk melakukan kegiatan yang telah dipilih
19. Tunjukkan keterampilan atau keberhasilan yang telah dicapai klien
20. Ikut sertakan klien dalam kegiatan aktivitas kelompok
21. Beri reinforcement postif bila klien mau mengikuti kegiatan kelompok
22. Diskusikan dengan keluarga tanda-tanda harga diri rendah
23. Anjurkan setiap anggota keluarga untuk mengenal dan menghargai
kemampuan tiap anggota keluarga
24. Diskusikan dengan keluarga cara berespons terhadap klien dengan harga
diri rendah seperti menghargai klien, tidak mengejek, tidak menjauhi
25. Anjurkan pada keluarga untuk memberikan kesempatan berhasil pada klien
26. Anjurkan keluarga untuk menerima klien apa adanya
27. Anjurkan keluarga untuk melibatkan klien dalam setiap pertemuan
keluarga

f. Penatalaksanaan regimen teraupetik inefektif berhubungan dengan ketidak


mampuan keluarga merawat klien
Tujuan Umum: Penatalaksanaan regimen teraupetik efektif
Tujuan Khusus:
1. Keluarga dapat mengetahui masalah yang ditemukan dalam merawat klien
di rumah dengan cara mengungkapkan perasaannya
2. Keluarga dapat mengambil keputusan untuk melakukan tindakan kesehatan
dalam merawat klien dengan mengidentifikasikan sumbersumber koping
yang dimiliki
3. Keluarga dapat menggunakan koping yang telah dipilih dalam merawat
anggota keluarga yang sakit
4. Keluarga dapat memodifikasi lingkungan keluarga yang sehat dalam
merawat klien di rumah
5. Keluarga dapat memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di
masyarakat
Kriteria Evaluasi:
1. Keluarga mengungkapkan perasaannya secara verbal
2. Keluarga mengidentifikasi sumber-sumber koping yang ada
3. Keluarga mengungkapkan secara verbal koping apa yang akan dipilih
4. Keluarga mengidentifikasi lingkungan yang sehat dalam merawat klien
5. Keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada
dimasyarakat.
Intervensi:
1. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga dan anggota keluarga yang
lain:
a. Terima anggota keluarg apa adanya
b. Dengarkan keluhan keluarga dengan empati
c. Hindari respon mengkritik / menyalahkan saat keluarga
mengekspresikan perasaannya

2. Buat kontrak dengan keluarga untuk bertemu (home visite) yaitu:


a. Jelaskan tujuan kunjungan
b. Jelaskan identitas perawat
3. Dorong keluarga untuk mengespresikan perasaannya dalam merawat klien
4. Diskusikan dengan keluarga tentang tindakan/koping yang selama ini telah
digunakan oleh keluarga
5. Beri reinforcement positip bila keluarga mengemukakan tindakan positip
dan berhasil
6. Diskusikan dengan keluarga tentang alternatif koping adaptif/sumber
pendukung dalam menangani masalah perawatan klien
7. Diskusikan dengan anggota keluarga cara yang selama ini yang dilakukan
dalam merawat klien
8. Berikan reinforcement positip setiap anggota keluarga mengemukakan
tindakan yang benar dan berhasil
9. Jelaskan pada keluarga tentang berbagai cara yang adaptif dalam merawat
klien seperti:
a. Bersikap asertif
b. Komunikasi terbuka
c. Tidak bermusuhan/mengkritik
d. Memenuhi kebutuhan klien yang masih dapat ditoleransi seperti:
pakaian, alat-alat kebersihan diri
e. Libatkan klien dalam kegiatan keluarga
10. Motivasi keluarga untuk menerima klien apa adanya dengan cara:
a. Tidak mengeluarkan kata-kata yang mengejek dan merendahkan
b. Membantu klien dalam diskusi keluarga
c. Menghargai klien dan memuji setiap usaha yang adaptif
11. Diskusikan dengan keluarga untuk menyediakan perlengkapan yang
diperlukan klien sehari-hari seperti:
a. Peralatan kebersihan diri
b. Alat-alat makan
c. Usahakan tidak membedakan barang milik klien dengan anggota
keluarga yang lain
12. Diskusikan dengan keluarga untuk melatih kemampuan klien dalam
menyelesaikan masalah mulai dari yang sederhana sampai masalah
kompleks
13. Diskusikan dengan keluarga tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang ada
dan sejauh mana keluarga telah memanfaatkannya
14. Jelaskan pada keluarga tentang kegunaan dan efek samping obat serta
pentingnya keteraturan minum obat.

g. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan menarik diri


Tujuan Umum: Pasien dapat menunjukkan kemampuan dalam melakukan
komunikasi verbal dengan perawat dan sesama pasien dalam suatu lingkungan
sosial dengan cara yang tepat
Tujuan Khusus:
1. Pasien dapat menunjukkan kemampuan untuk bertahan pada satu topik
2. Pasien dapat menggunakan ketepatan kata
3. Pasien dapat melakukan kontak mata intermitten selama 5 menit dengan
perawat dalam waktu 1 minggu
Kriteria Evaluasi:
1. Pasien dapat berkomunikasi dengan cara mendapat dimengerti orang lain
2. Pesan non verbal pasien sesuai dengan verbalnya
3. Pasien dapat mengetahui bahwa disorganisasi pikiran dan kelainan
komunikasi verbal terjadi pada saat adanya peningkatan ansietas
melakukan kontak kepada pasien untuk memutuskan proses.
Intervensi:
1. Gunakan tehnik validasi dan klarifikasi untuk mengerti pola komunikasi
pasien
2. Pertahankan konsistensi perawat yang bertugas
3. Jelaskan kepada pasien dengan cara yang dapat mengancam bagaimana
prilaku dan pembicaraannya diterimia dan mungkin juga dihindari oleh
orang lain
4. Antisipasi dan penuhi kebutuhan pasien sampai pola komunikasi yang
memuaskan kembali

h. Gangguan pola tidur berhubungan dengan panik


Tujuan Umum: Pasien mampu tidur dalam 30 menit istirahat dan tidur 6- 8 jam
tanpa alat bantu tidur saat pulang
Tujuan Khusus:
1. Klien mampu membina hubungan saling percaya
2. Klien mampu mengenal prilaku panik
3. Klien dapat tidur dalam 30 menit istirahat dan tidur 5 jam tanpa terbangun
Kriteria Evaluasi:
1. Klien dapat tidur dalam 30 menit setelah istirahat
2. Klien dapat tidur paling sedikit 6 jam berturut-turut
3. Pasien dapat menggunakan sedatif untuk membantu tidur
Intervensi:
1. Buat catatan secara rinci tentang pola tidur pasien
2. Berikan obat-obatan anti psikotik sebelum tidur
3. Bantu dengan tindakan-tindakan yang dapat menambah waktu tidur,
kehangatan dan minuman yang tidak merangsang
4. Lakukan latihan relaksasi menggunakan musik yang lembut sebelum tidur
mungkin membantu
5. Batasi masukan minuman yang mengandung kafein

i. Koping individu tak efektif berhubungan dengan rendah diri


Tujuan Umum: Klien dapat mendemonstrasikan lebih banyak penggunaan
keterampilan koping adaptif yang dibuktikan oleh adanya kesesuaian antara
interaksi dan keinginan untuk berpartisipasi dalam masyarakat
Tujuan Khusus:
1. Pasien akan mengembangkan rasa percaya kepada 1 orang perawat dalam 1
minggu
Kriteria Evaluasi:
1. Klien dapat menilai situasi realistis dan tidak melakukan tindakan proyeksi
perasaannya dalam lingkungan tersebut
2. Klien dapat mengakui dan mengklarifikasi kemungkinan salah interpretasi
terhadap prilaku dan perkataan orang lain
3. Klien dapat berinteraksi secara kooperatif
Intervensi:
1. Bina hubungan saling percaya
2. Hindari kontak fisik
3. Motivasi klien untuk mengatakan perasaan yang sebenarnya dan perawat
menghindari sikap penolakan terhadap perasaan marah pasien
4. Jangan berikan kegiatan yang bersifat kompetitif.

DAFTAR PUSTAKA
Directorat Kesehatan Jiwa, Dit. Jen Yan. Kes. Dep. Kes R.I. Keperawatan Jiwa.
Teori dan Tindakan Keperawatan Jiwa, Jakarta, 2013

Keliat Budi, Anna, Peran Serta Keluarga Dalam Perawatan Klien Gangguan
Jiwa, EGC,Jakarta, 2009
Keliat Budi Anna, dkk, Proses Keperawatan Jiwa, EGC, Jakarta, 2009

Maramis, W.F, Ilmu Kedokteran Jiwa, Erlangga Universitas Press, Surabaya,


2010

Rasmun, Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi dengan


Keluarga, CV. Sagung Seto, Jakarta, 2011.

Residen Bagian Psikiatri UCLA, Buku Saku Psikiatri, EGC, 2009

Stuart & Sunden, Pocket Guide to Psychiatric Nursing, EGC, Jakarta, 2009
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

I. IDENTITAS KLIEN
Inisial : Tn. J (L)
Tanggal Pengkajian : Rabu, 22 Mei 2019
Umur : 50 tahun
Alamat : Grajegan, Seyegan

II. IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB


Nama : Ny. X
Umur : tahun
Alamat : Grajegan, Seyegan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Hubungan dengan pasien : Ibu Kandung

III. FAKTOR PREDISPOSISI


1. Riwayat Kesehatan
Ny. X mengatakan bahwa Tn. J dulunya sehat sempat bekerja di
keanggotaan TNI AL selama 10 tahun di Surabaya, setelah bekerja kurang
lebih 7 tahun Tn. J mulai mengalami gangguan kejiwaan yang ditandai
dengan marah-marah, mengamuk, meminta rokok dan terlihat cemas dan
gelisah. Tn. J sempat dirawat di RS TNI AL Dr. Mintoharjo Bendungan Hilir,
Jakarta dengan alasan masuk terlihat bingung dan susah diajak interaksi.
2. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu
Ny. X mengatakan bahwa Tn. J mulai mengalami gangguan kejiwaan
sejak tahun 1996 yaitu dikarenakan teman sekamar Tn. J saat di kapal
meninggal dunia akibat kecelakaan kereta, kemudian Tn. J ikut
memakamkan dan setelah kejadian itu Tn J sering merasa ketakutan dan
kadang melihat ada yang bawa keranda jenazah.
3. Pengobatan sebelumnya.
Ny. X mengatakan bahwa TN. J pernah berobat di RS AL Surabaya dan RS
TNI AL di Jakarta.
4. Perilaku Aniaya
Ny.X mengatakan bahwa Tn. J tidak pernah menyakiti diri sendiri dan orang
lain saat masalah kejiwaannya kambuh.
Masalah Keperawatan :
5. Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
Ny. X mengatakan bahwa Pakde dan saudara sepupu serta kakak kandungnya
menderita gangguan jiwa.
6. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
Tn. J mengatakan bahwa dulu pernah dimintai uang sebesar 10.000 untuk
membeli rokok. Tn. J mengatakan bahwa dirinya pernah diberi pil oleh
kowal yang tidak diketahui kegunaannya dan dipegang tangannya.

IV. FAKTOR PRESIPITASI


Tn. J belum pernah sembuh dalam 6 bulan terakhir.

V. FISIK
1. Tanda vital : TD : 120/70 ; N : 86 x/menit ; S : 36,5 0C ; RR : 20 x/menit
2. Keluhan fisik : Tn. J mengatakan tidak ada keluhan fisik dan mengatakan
bahwa ia sehat baik-baik saja.

VI. PSIKOSOSIAL
1. Genogram
2. Konsep diri
a. Gambaran diri
Tn. J mengatakan bahwa tidak ada bagian dalam tubuhnya yang tidak
disukai karena semua ini pemberian dari Tuhan yang harus disyukuri.
b. Identitas
Tn. J mengatakan bahwa dirinya adalah anak ke 2 dari 4 bersaudara.
c. Peran
Tn. J mengatakan bahwa dirinya adalah seorang anak yang sayang
dengan orang tuanya serta seorang kakak yang menyayangi adik-
adiknya.
d. Ideal diri
Sulit Dinilai.
e. Harga diri
Ny. X mengatakan Tn. J jarang mengikuti kegiatan di masyarakatakan
tetapi rajin datang sholat Jumat berjamaah di masjid.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah

3. Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti
Tn J mengatakan bahwa saat ini orang yang sangat berarti dalam
hidupnya yaitu ibunya.
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok / masyarakat :
Tn J jarang mengikuti kegiatan kelompok yang ada di masyarakat.
Masalah Keperawatan : -
c. Hambatan dalam berbuhungan dengan orang lain
Saat diajak berinteraksi Tn J terlihat tidak kooperatif dan tidak
nyambung.
Masalah Keperawatan : -
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan
Tn. J mengatakan beragama Islam dan ia percaya akan Allah SWT.
sebagai tuhannya.
b. Kegiatan ibadah
Tn. J mengatakan tidak beribadah di masjid dan sholat 5 waktu akan
tetapi rajin sholat Jumat.

VII.STATUS MENTAL
1. Penampilan
Tn. J mengenakan pakaian harian dengan benar, rapi, dan mulut terlihat
bersih. Tn. J mengatakan ganti pakaian setiap hari sekali. Tn. J mengatakan
mandi sehari 2 kali yaitu saat pagi dan sore hari. Rambut Tn. J terlihat tidak
rapih, kuku terlihat panjang dan hitam. Ny. X mengatakan apabila tidak
disuruh maka Tn. J tidak mengganti pakaian
Masalah Keperawatan : Defisit Perawatan Diri
2. Pembicaraan
Ketika diajak berbicara Tn. J ada tatapan mata, suara Tn. J agak kecil. Gaya
berbicara Tn J sangat datar dan pembicaraan Tn. J sering tidak nyambung.
Masalah Keperawatan : -
3. Aktivitas Motorik
Tn J mengatakan saat dirumah Tn. J hanya menonton TV dan menggambar
saja.
4. Alam perasaaan
Tn. J mengatakan bahwa dirinya tidak ada masalah apa-apa akan tetapi ada
suatu hal yang dipikirkan.
5. Afek
Tn. J memiliki afek datar terbukti saat Tn. J berinteraksi Tn. J terlihat biasa
saja tanpa ada ekspresi wajah.
6. lnteraksi selama wawancara
Ketika diajak berkomunikasi Tn. J terlihat aktif menjawab perrtanyaan yang
ditanyakan namun sering tidak nyambung.
Masalah Keperawatan :
7. Persepsi
Tn. J mengatakan bahwa dirinya sering melihat KOWAL masuk ke kamarnya
dan melakukan hubungan badan dengannya setiap hari kemudian Tn. J
merasa takut.
Masalah Keperawatan : Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Penglihatan
8. Proses Pikir
Proses pikir Tn. J tidak baik, karena Tn. J sering tidak nyambung saat diajak
berkomunikasi dan hanya mengingat kejadian masa lalunya saja.
9. Isi Pikir
Tn. J mengatakan merasa takut pada Kowal yang datang ke kamarnya setiap
hari.
10. Tingkat kesadaran
Tn. J tampak mengalami kebingungan akan tetapi mampu menjawab semua
pertanyakan yang diajukan hanya saja sering melebar dari topik.

11. Memori
Tn.J tidak mengalami gangguan daya ingat dibuktikan dengan Tn. J masih
mengingat kejadian-kejadian masa lalu.
12. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Tingkat konsentrasi Tn. J tidak baik, Tn. J dapat mudah beralih ke topik
pembahasan yang lain. Tn. J tidak dapat melakukan perhitungan sederhana
dengan baik.
13. Kemampuan penilaian
Tn. J mengalami gangguan kemampuan penilaian karena ia tidak dapat
mengambil keputusan yang sederhana tanpa bantuan orang lain.
14. Daya tilik diri
Tn. J mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja dan tidak merasa ada
gangguan jiwa pada dirinya.

VIII. Kebutuhan Di Rumah


1. Makan
Tn. J mengatakan makan sehari 3 kali porsi sedang. Tn. J mengatakan bahwa
makanan yang dimakan disiapkan oleh ibunya.
2. B.A.B / B.A.K
Tn. J mengatakan tidak ada keluhan B.A.B dan B.A.K, Tn. J B.A.B sehari
satu kali dengan konsentrasi lunak dan b.a.k sehari kurang lebih lima kali
sehari.
3. Mandi
Tn. J mengatakan mandi sehari 2 kali pada pagi dan sore hari. Tn. J
mengatakan mandi menggunakan sabun, Tn. J mengatakan keramas
menggunakan shampo dua hari sekali. Tn. J mengatakan menggosok gigi
sehari sekali pada pagi hari.
4. Berpakaian/berhias
Ny. S mengatakan dapat mengenakan pakaian sehari-hari dengan baik.
Masalah Keperawatan: -
5. Istirahat dan tidur
Tidur siang lama : 13.30 s/d 15.00
Tidur malam lama : 21.30 s/d 04.30
Kegiatan sebelum tidur :-
Kegiatan sesudah tidur :-
6. Penggunaan obat
Tn. J mengatakan rajin minum obat dan tidak pernah lupa. Akan tetapi Tn J
sudah tidak pernah konsultasi ke dokter.
Masalah Keperawatan :
7. Pemeliharaan Kesehatan
a. Perawatan lanjutan
Tn. J mengatakan bahwa saat ini rutin berobat di RSUD Sleman
b. Perawatan pendukung
Tn. J mengatakan bahwa dirumahnya ada ib yang selalu mengingatkan
dan membantunya minum obat.
8. Kegiatan di dalam rumah
a. Mempersiapkan makanan
Tn. J mengatakan saat dirumah ibu Tn. J yang menyiapkan
makanannya.
b. Menjaga kerapihan rumah
Tn. J mengatakan saat dirumah jarang bersih-bersih rumah
c. Mencuci pakaian
Tn.J mengatakan bahwa ibunya yang mencuci pakaiannya.
d. Pengaturan keuangan
Tn. J mengatakan di rumah yang mengatur keuangan yaitu ibunya.
9. Kegiatan di luar rumah
a. Belanja
Tn. J mengatakan bahwa dirinya tidak pernah belanja.
b. Transportasi
Tn. J apabila akan bepergian diantar oleh kakakknya menggunakan
motor

IX. Mekanisme Koping


Tn. J mengatakan pada saat ini Tn. J merasa baik-baik saja. Tn. J
mengatakan jika di rumah ibunya selalu mengingatkan dan membantu Tn. J
untuk meminum obat.

X. Masalah Psikososial dan Lingkungan:


1. Masalah dengan dukungan kelompok
Tn. J jarang mengikuti kegiatan kelompok yang ada dimasyarakat.
Masalah Keperawatan : -
2. Masalah berhubungan dengan lingkungan
Tn. J mengatakan di lingkungan tempat tinggalnya tidak ada masalah apapun
yang membuat Tn. J melakukan tindakan-tindakan kekerasan.
3. Masalah dengan pendidikan
Tn. J mengatakan bahwa dahulu lulusan SMK, dan Tn. J tidak ada masalah
dengan pendidikannya dari sekolah dasar sampai dengan menengah atas.
4. Masalah dengan pekerjaan
Tn. J mengatakan bahwa dirinya pernah bekerja di TNI AL selama 10tahun
di Surabaya.
5. Masalah dengan perumahan
Tn. J mengatakan di dalam rumah Tn. J tinggal bersama ibu dan kakaknya.
6. Masalah ekonomi
Tn. J mengatakan keuangan di keluarganya diperoleh dari gaji pensiunnya.
7. Masalah dengan pelayanan kesehatan
Tn. J mengatakan bahwa Tn. J tidak mengalami masalah dengan pelayanan
kesehatan yang ada.

XI. Pengetahuan Kurang


Tn. J dan keluarga mengatakan belum begitu mengetahui tentang cara
mengatasi gangguan kejiawaan yang dialami oleh Tn. J.

XII.Aspek Medik
1. Diagnosa Medik : F.20.3
2. Terapi Medik :
a. Risperidone 2 mg
b. Trihexyphenidyl 2 mg
c. CPZ 25 mg
ANALISIS DATA
Data Masalah
DS : Gangguan persepsi sensori :
- Tn. J mengatakan bahwa dirinya Halusinasi penglihatan
sering melihat KOWAL masuk ke
kamarnya dan melakukan
hubungan badan dengannya
setiap hari kemudian Tn. J merasa
takut.
DO :
- Tn J tampak gelisah dan
mengusap-usap tangannya
- Tangan Tn. J tampak tremor
DS : Defisit Perawatan Diri
- Ny. X mengatakan apabila tidak
disuruh maka Tn. J tidak
mengganti pakaian
DO :
- Rambut Tn. J terlihat tidak rapih,
kuku terlihat panjang dan hitam

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan persepsi sensori: Halusinasi penglihatan
2. Defisit Perawatan Diri
INTERVENSI KEPERAWATAN
Perencanaan
Diagnosa
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
Gangguan Persepsi Sensorik : TUM : Klien mampu mengontrol 1. Klien dapat dan mau berjabat SP I :
Halusinasi Penglihatan halusinasinya tangan. Dengan perawat mau 1. Mengidentifikasi halusinasi :
TUK : menyebutkan nama, mau Isi, frekuensi, waktu terjadi,
1. Klien mampu membina memanggil nama perawat situasi pencetus, perasaan
hubungan saling percaya dan mau duduk bersama dan respon
2. Klien mampu mengenal 2. Klien dapat menyebutkan 2. Menjelaskan cara mengontrol
prilaku menarik dirinya, penyebab klien menarik diri halusinasi : menghardik,
misalnya menyebutkan 3. Klien mau berhubungan meminum obat, bercakap-
perilaku menarik diri dengan orang lain cakap, melakukan kegiatan
3. Klien mampu mengadakan 4. Setelah dilakukan kunjungan 3. Melatih klien cara
hubungan/sosialisasi dengan rumah klien dapat mengontrol halusinasi
orang lain : perawat atau berhubungan secara bertahap dengan menghardik
klien lain secara bertahap dengan keluarga 4. Melatih klien memasukkan
4. Klien dapat menggunakan latihan-latihan dalam jadwal
keluarga dalam kegiatan harian klien
mengembangkan SP II :
kemampuan berhubungan 1. Mengevaluasi jadwal
dengan orang lain kegiatan harian pasien
2. Melatih pasien
mengendalikan halusinasi
dengan cara bercakap-cakap
dengan orang lain (kegiatan
yang biasa dilakukan pasien)
3. Menganjurkan pasien
memasukan dalam jadwal
kegiatan harian
SP III :
1. Mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien
2. Melatih pasien
mengendalikan halusinasi
dengan membaut kegiatan-
kegiatan klien secara
terjadwal.
3. Menganjurkan pasien
memasukan dalam jadwal
kegiatan harian
SP IV :
1. Mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien
2. Melatih pasien
mengendalikan halusinasi
dengan minum obat secara
teratur
3. Memberikan pendidikan
kesehatan tentang
penggunnaan obat secara
teratur
4. Menganjurkan pasien
memasukan dalam jadwal
kegiatan harian
Defisit Perawatan Diri TUM : Tujuan Umum : Klien 1. Menyebutkan tujuan SP I
mampu melaksanakan kebersihan diri (untuk 1. Menjelaskan pentingnya
perawatan diri dengan baik memelihara kesehatan kebersihan diri dan
sehingga penampilan diri tubuh dan badan terasa berhias diri
adekuat segar/nyaman) 2. Menjelaskan cara
2. Menyebutkan tanda-tanda menjaga kebersihan diri
TUK : kebersihan diri : kulit tidak 3. Menganjurkan pasien
1. Menjelaskan arti, tujuan, ada daki dan tidak berbau, memasukkan dalam
tanda-tanda kebersihan rambut tidak ada ketombe, jadwal kegiatan harian
diri kutu, tidak ada bau dan 4. Memotivasi pasien dalam
2. Mengidentifikasi tersisir rapi, kuku pendek meningkatkan kebersihan
kebersihan dirinya dan bersih, mulut/gigi tidak diri
3. Menjelasakan cara-cara bau, genitalia tidak gatal SP II
membersihkan dirinya dan mata tidak ada kotoran 1. Mengevaluasi jadwal
4. Melakukan perawatan diri 3. Menilai keadaan kebersihan kegiatan harian pasien
dengan bantuan perawat dirinyaMenyebutkan cara- 2. Mengevaluasi
5. Melakukan perawatan diri cara membersihkan diri dari kemampuan pasien dalam
secara mandiri rambut sampai kaki menjaga kebersihan dan
6. Memberdayakan sistem 4. Mendemonstrasikan cara kerapian diri
pendukung untuk membersihkan diri secara 3. Membantu pasien dalam
meningkatkan perawatan benar dengan bantuan menjaga kerapian diri
diri perawat SP III
5. Melakukan perawatan diri 1. Mengevaluasi jadwal
secara mandiri dengan kegiatan harian
benar dan tersusun jadwal 2. Mengevaluasi
kegiatan untuk kebersihan kemampuan pasien dalam
diri menjaga kebersihan dan
kerapian diri
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
DIAGNOSA
NO. HARI/TANGGAL IMPLEMENTASI EVALUASI
KEPERAWATAN
1. Gangguan Persepsi Rabu, 22 Mei SP I : S:
Sensorik : Halusinasi 2019. Pukul 10.30 1. Mengidentifikasi - Pasien mengatakan setiap hari ada
Penglihatan WIB halusinasi : Isi, frekuensi, wanita (kowal) datang ke kamarnya.
waktu terjadi, situasi - Pasien mengatakan setiap hari datang
pencetus, perasaan dan 1-4 kali sehari.
respon - Pasein mengatakan jika bayangan itu
2. Menjelaskan cara datang dia merasa takut.
mengontrol halusinasi : - Pasien mengatakan belum tau cara
menghardik, meminum mengusir bayangannya.
obat, bercakap-cakap, O:
melakukan kegiatan - Pasien tampak bingung
3. Melatih klien cara - Pasien idak kooperatif
mengontrol halusinasi - Pasien tampak tremor
dengan menghardik A: Gangguan perespsi sensori belum tertasi.
P: lanjutkan intervensi SP II dan SP IV

(Alfi, Ihda, Bella, Ismi)


Kamis, 23 Mei SP II : S:
2019. Pukul: 1. Melatih pasien - Pasien dapat menghardik
09.30 mengendalikan halusinasi menggunakan verbal.
dengan cara bercakap- - Pasien mngatakan akan minum obat
cakap dengan orang lain seacara tertaur.
(kegiatan yang biasa O:
dilakukan pasien) - Pasien tampak dapat mengulangi
SP IV : cara menghardik yang diajarkan
1. Mengevaluasi jadwal - Pasien tampak dapat pergi ke warung
kegiatan harian pasien sendiri.
2. Melatih pasien A: Gangguan perespsi sensori teratasi
mengendalikan halusinasi sebagian.
dengan minum obat secara P: Anjurkan keluarga untuk selalu mengajak
teratur pasien berinteraksi.
3. Memberikan pendidikan
kesehatan tentang (Sukma, Ristanti, Hakim)
penggunnaan obat secara
teratur
4. Menganjurkan pasien
memasukan dalam jadwal
kegiatan harian
2. Defisit Perawatan Diri Rabu, 22 Mei SP I S: Pasien mengatakan akan memotong
2019. Pukul 10.30 1. Menjelaskan pentingnya kukunya dan merapikan rambutnya.
WIB kebersihan diri dan berhias O:
diri - Pasien tidak dapat mengulangi
2. Menjelaskan cara menjaga kembali informasi pentingnya
kebersihan diri menjaga kebersihan kembali.
3. Menganjurkan pasien - Penampilan pasien tampak tidak rapi.
memasukkan dalam jadwal - Rambut pasien tampak kotor.
kegiatan harian - Kuku pasien tampak kotor dan hitam
4. Memotivasi pasien dalam A: Defisit perawatan diri belum teratasi.
meningkatkan kebersihan P: Lanjutkan SP II dan III
diri
(Alfi, Ihda, Bella, Ismi)
Kamis, 23 Mei SP II S:
2019. Pukul: 1. Mengevaluasi jadwal - Pasien mengatakan pagi ini belum
09.30 kegiatan harian pasien mandi.
2. Mengevaluasi kemampuan - Pasien mengatakan belum ganti baju.
pasien dalam menjaga - Pasien mengatakan tidak mau
kebersihan dan kerapian diri dipotong kukunya karena sakut
3. Membantu pasien dalam O:
menjaga kerapian diri - Pasien tampak bangun tidur.
SP III - Pasien tampak belum mandi
1. Mengevaluasi jadwal - Pasien tampak belum ganti baju dari
kegiatan harian kemaren
2. Mengevaluasi kemampuan - Pasien tercium bau badan
pasien dalam menjaga - Rambut dan kuku pasien tampak
kebersihan dan kerapian diri masih kotor
A: defisit perawatan diri belum teratasi.
P: anjurkan keluarga untu membantu dan
memotivasi pasien untuk menjaga
kebersihan dirinya.

(Sukma, Ristanti, Hakim)


BAB IV
PENUTUP

I. KESIMPULAN
Asuhan keperawatan jiwa pada Tn. J di lingkungan kerja Puskesmas
Seyegan dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi penglihan. Dari
pengkajian yang telah dilakukan, didapatkan diagnosis keperawatan
gangguan persepsi sensori: halusinasi penglihatan dan defisit perawatan diri.
Diagnosis keperawatan gangguan persepsi sensori: halusinasi
penglihatan teratasi sebagian karena pasien belum bisa sepenuhnya
memperagakan cara mengusir halusinasi secara mandiri dan mesih harus
dibantu petugas. Diagnosis keperawatan defisit perawatan diri juga teratasi
sebagian karena pasien belum mandi dan berganti pakaian saat kunjuan hari
kedua.

II. SARAN
Dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan
psikologis, diharapkan menggunakan pendekatan BHSP agar pasien dapat
terbukan akan masalahnya dan tetap batasi kedekatan sebatas patugas dan
pasien.

Anda mungkin juga menyukai