Anda di halaman 1dari 18

3

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit


2.1.1 Definisi PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis )
Penyakit paru-paru obstrutif kronis (PPOK) merupakan suatu istilah
yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang
berlangsung lama (Grace & Borlay, 2011) yang ditandai oleh adanya respons
inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya (Padila, 2012).
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) dapat disebut sebagai penyakit
kronis progresif pada paru yang ditandai oleh adanya hambatan atau
sumbatan aliran udara yang bersifat irreversible atau reversible sebagian dan
menimbulkan konsekuensi ekstrapulmoner bermakna yang berkontribusi
terhadap tingkat keparahan pasien. PPOK biasanya berhubungan dengan
respons inflamasi abnormal paru terhadap partikel berbahaya dalam udara.
PPOK merupakan suatu penyakit multikomponen yang dicirikan oleh
terjadinya hipersekresi mukus, penyempitan jalan napas, dan kerusakan
alveoli paru-paru. Penyakit tersebut bisa merupakan kondisi terkait bronkitis
kronis, emfisema, atau gabungan keduanyaada. PPOK, seringkali ditemukan
bronkitis kronik dan emfisema bersama, meskipun keduanya memiliki proses
yang berbeda. Akan tetapi menurut PDPI 2010, bronkitis kronik dan
emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK, karena bronkitis kronik
merupakan diagnosis klinis, sedangkan emfisema merupakan diagnosis
patologi. Bronkitis kronis adalah kelainan saluran pernafasan yang ditandai
oleh batuk kronis yang menimbulkan dahak selama minimal 3 bulan dalam
setahun, sekurangkurangnya dua tahun berturut-turut dan tidak disebabkan
oleh penyakit lainnya. Emfisema adalah kelainan anatomis paru yang ditandai
oleh pelebaran rongga udara distal pada bronkiolus terminal, disertai dengan
kerusakan dinding alveolus.Tidak jarang penderita bronkitis kronik juga
memperlihatkan tanda-tanda emfisema, termasuk penderita asma persisten
berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan
memenuhi kriteria PPOK.

3
4

2.1.2 Anatomi Fisiologi PPOK


1. Hidung
Rongga hidung dilapisi sebagai selaput lendir yang sangat kaya akan
pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan farinx dan dengan
selaput lendir sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam rongga
hidung. Septum nasi memisahkan kedua cavum nasi. Struktur ini tipis
terdiri dari tulang dan tulang rawan, sering membengkok kesatu sisi
atau sisi yang lain, dan dilapisi oleh kedua sisinya dengan membran
mukosa. Dinding lateral cavum nasi dibentuk oleh sebagian maxilla,
palatinus, dan os. Sphenoidale. Tulang lengkung yang halus dan
melekat pada dinding lateral dan menonjol ke cavum nasi adalah :
conchae superior, media, dan inferior. Tulang-tulang ini dilapisi oleh
membrane mukosa.Dasar cavum nasi dibentuk oleh os frontale dan os
palatinus sedangkan atap cavum nasi adalah celah sempit yang
dibentuk oleh os frontale dan os sphenoidale. Membrana mukosa
olfaktorius, pada bagian atap dan bagian cavum nasi yang berdekatan,
mengandung sel saraf khusus yang mendeteksi bau. Dari sel-sel ini
serat saraf melewati lamina cribriformis os frontale dan kedalam
bulbus olfaktorius nervus cranialis I olfaktorius. Sinus paranasalis
adalah ruang dalam tengkorak yang berhubungan melalui lubang
kedalam cavum nasi, sinus ini dilapisi oleh membrana mukosa yang
bersambungan dengan cavum nasi. Lubang yang membuka kedalam
cavum nasi :
1) Lubang hidung
2) Sinus Sphenoidalis, diatas concha superior
3) Sinus ethmoidalis, oleh beberapa lubang diantara concha superior
dan media dan diantara concha media dan inferior
4) Sinus frontalis, diantara concha media dan superior
5) Ductus nasolacrimalis, dibawah concha inferior. Pada bagian
belakang, cavum nasi membuka kedalam nasofaring melalui
appertura nasalis posterior

4
5

2. Faring
Adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai
persambungannya dengan oesopagus pada ketinggian tulang rawan
krikoid. Maka letaknya di belakang larinx (larinx-faringeal).
Orofaring adalah bagian dari faring merrupakan gabungan sistem
respirasi dan pencernaan.
3. Laring
Terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam kulit,
glandula tyroidea, dan beberapa otot kecila, dan didepan laringofaring
dan bagian atas esopagus. Laring merupakan struktur yang lengkap
terdiri atas: ocartilago yaitu cartilago thyroidea, epiglottis, cartilago
cricoidea, dan 2 cartilago arytenoidea. Membarana yaitu
menghubungkan cartilago satu sama lain dan dengan os. Hyoideum,
membrana mukosa, plika vokalis, dan otot yang bekerja pada plica
vokalis. Cartilago tyroidea à berbentuk V, dengan V menonjol
kedepan leher sebagai jakun. Ujung batas posterior diatas adalah
cornu superior, penonjolan tempat melekatnya ligamen
thyrohyoideum, dan dibawah adalah cornu yang lebih kecil tempat
beratikulasi dengan bagian luar cartilago cricoidea. Membrana
Tyroide à mengubungkan batas atas dan cornu superior ke os
hyoideum. Membrana cricothyroideum à menghubungkan batas
bawah dengan cartilago cricoidea.
4. Epiglotis
Cartilago yang berbentuk daun dan menonjol keatas dibelakang dasar
lidah. Epiglottis ini melekat pada bagian belakang V cartilago
thyroideum.Plica aryepiglottica, berjalan kebelakang dari bagian
samping epiglottis menuju cartilago arytenoidea, membentuk batas
jalan masuk laring
5. Cartilago cricoidea
Cartilago berbentuk cincin signet dengan bagian yang besar
dibelakang. Terletak dibawah cartilago tyroidea, dihubungkan dengan
cartilago tersebut oleh membrane cricotyroidea. Cornu inferior

5
6

cartilago thyroidea berartikulasi dengan cartilago tyroidea pada setiap


sisi. Membrana cricottracheale menghubungkan batas bawahnya
dengan cincin trachea
6. Cartilago arytenoidea
Dua cartilago kecil berbentuk piramid yang terletak pada basis
cartilago cricoidea. Plica vokalis pada tiap sisi melekat dibagian
posterio sudut piramid yang menonjol kedepan
7. Membrana mukosa
Laring sebagian besar dilapisi oleh epitel respiratorius, terdiri dari
sel-sel silinder yang bersilia. Plica vocalis dilapisi oleh epitel
skuamosa.
8. Plica vokalis
Plica vocalis adalah dua lembar membrana mukosa tipis yang terletak
di atas ligamenturn vocale, dua pita fibrosa yang teregang di antara
bagian dalam cartilago thyroidea di bagian depan dan cartilago
arytenoidea di bagian belakang.Plica vocalis palsu adalah dua lipatan.
membrana mukosa tepat di atas plica vocalis sejati. Bagian ini tidak
terlibat dalarn produksi suara.
9. Otot
Otot-otot kecil yang melekat pada cartilago arytenoidea, cricoidea,
dan thyroidea, yang dengan kontraksi dan relaksasi dapat
mendekatkan dan memisahkan plica vocalis. Otot-otot tersebut
diinervasi oleh nervus cranialis X (vagus).
10. Respirasi
Selama respirasi tenang, plica vocalis ditahan agak berjauhan
sehingga udara dapat keluar-masuk. Selama respirasi kuat, plica
vocalis terpisah lebar.
11. Fonasi
Suara dihasilkan olch vibrasi plica vocalis selama ekspirasi. Suara
yang dihasilkan dimodifikasi oleh gerakan palaturn molle, pipi, lidah,
dan bibir, dan resonansi tertentu oleh sinus udara cranialis.

6
7

12. Trachea atau batang tenggorok


Adalah tabung fleksibel dengan panjang kira-kira 10 cm dengan lebar
2,5 cm. trachea berjalan dari cartilago cricoidea kebawah pada bagian
depan leher dan dibelakang manubrium sterni, berakhir setinggi
angulus sternalis (taut manubrium dengan corpus sterni) atau sampai
kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini
bercabang mcnjadi dua bronckus (bronchi). Trachea tersusun atas 16
- 20 lingkaran tak- lengkap yang berupan cincin tulang rawan yang
diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran
disebelah belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa
jaringan otot.
13. Bronchus
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian
kira-kira vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa
dengan trachea dan dilapisi oleh.jenis sel yang sama. Bronkus-
bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru.
Bronckus kanan lebih pendek dan lebih lebar, dan lebih vertikal
daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi darl arteri pulmonalis dan
mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut
bronckus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing
dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn di
belah menjadi beberapa cabang yang berjalan kelobus atas dan
bawah. Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi
menjadi bronchus lobaris dan kernudian menjadi lobus segmentalis.
Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus yang ukurannya
semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus terminalis, yaitu
saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong
udara). Bronkhiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih I
mm. Bronkhiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi
dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah.
Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkbiolus

7
8

terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya


adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.
14. Alveolus
yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus dan
respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau
alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh
alveoilis dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru,
asinus atau.kadang disebut lobolus primer memiliki tangan kira-kira
0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari
trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding
yang dinamakan pori-pori kohn.
15. Paru-Paru
Paru-paru terdapat dalam rongga thoraks pada bagian kiri dan kanan.
Paru-paru memilki :
1) Apeks, Apeks paru meluas kedalam leher sekitar 2,5 cm diatas
calvicula
2) Permukaan costo vertebra, menempel pada bagian dalam dinding
dada
3) Permukaan mediastinal, menempel pada perikardium dan jantung.
4) Dan basis,terletak pada diafragma paru-paru juga Dilapisi oleh
pleura yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di dalam rongga
pleura terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk lubrikasi.
Paru kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus superior, medius dan
inferior sedangkan paru kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior
dan inferior. Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang
mengandung pembuluh limfe, arteriola, venula, bronchial venula,
ductus alveolar, sakkus alveolar dan alveoli. Diperkirakan bahwa
stiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli, sehingga mempunyai
permukaan yang cukup luas untuk tempat permukaan/pertukaran
gas.
16. Suplai darah
1) Arteri Pulmonalis

8
9

2) Arteri Bronchialis
2.1.3 Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit Paru Obstruksi Kronik
(PPOK) menurut Mansjoer (2008) dan Ovedoff (2006) adalah :
1. Kebiasaan merokok, polusi udara, paparan debu,asap dangas-gas
kimiawi
2. Faktor Usia dan jenis kelamin sehingga mengakibatkan
berkurangnya fungsi paru-paru bahkan pada saat gejala penyakit
tidak dirasakan
3. Infeksi sistem pernafasan akut, seperti peunomia, bronkitis, dan
asmaorang dengan kondisi ini berisiko mendapat PPOK.
4. Kurangnya alfa anti tripsin. Ini merupakan kekurangan suatu enzim
yang normalnya melindungi paru-paru dari kerusakan peradangan
orang yang kekurangan enzim ini dapat terkena empisema pada usia
yang relatif muda, walau pun tidak merokok.
2.1.4 Klasifikasi
Klasifikasi penyakit paru obstruksi kronik menurut jackson (2014)
adalah :
1. Asma
2. Bronkotos kronik
3. Emfisema
2.1.5 Patofisiologi Pathway
Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang
disebabkan elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang.
Dalam usia yang lebih lanjut, kekuatan kontraksi otot pernapasan dapat
berkurang sehingga sulit bernapas.Fungsi paru-paru menentukan konsumsi
oksigen seseorang, yakni jumlah oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-
paru untuk digunakan tubuh. Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya
dengan arus darah ke paru-paru. Berkurangnya fungsi paru-paru juga
disebabkan oleh berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti fungsi ventilasi
paru. Dibawah ini adalah patway PPOK :

9
10

Faktor predisposisi

Edema,spasme,bronkus,peningkatan secret bronkiolus

Abstruksi bronkiolus awal fase ekspirasi


Bersihan jalan
nafas tidak
efektif udara terperangakap dalam alvolus

Suplai O2 Jaringan PaO2 rendah sesak nafas


rendah PaCO2 tinggi nafas pendek

kompensasi gangguan
Gangguan
kardiovaskuler metabolisme
pertukaran gas
jaringan

Hipoksemi

Hipertensi metabolisme
pulmonal anaerob Insufisiensi pola Nafas
gagal nafas tidsk efektif

Gagal jantung Priduksi ATP


Kanan menurun

Defisit Energi
rersiko
perubahan nutrisi
lelah,lemah kuranbg dari
kebutuhan

intoleransi Gangguan pola Kurang


aktivitas tidur perawatan diri

Sumber : smaltzer&bare(2002), Soemantri(2009),dan Ikawati(2011)

10
11

2.1.6 Manifestasi Klinis


1. Batuk yang sangat produktif, puruken, dan mudah memburuk oleh
iritan-iritan inhalan, udara dingin, atau infeksi.
2. Sesak nafas dan dispnea.
3. Terperangkapnya udara akibat hilangnya elastisitas paru
menyebabkan dada mengembang.
4. Hipoksia dan Hiperkapnea.
5. Takipnea.
6. Dispnea yang menetap
2.1.7 Komplikasi
Komplikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) menurut Grece &
Borley (2011), Jackson (2014) dan Padila (2012):
1. Gagal napas akut atau Acute Respiratory Failure (ARF).
2. Corpulmonal
3. Pneumothoraks
2.1.8 Pemeriksaan penunjang
1. Uji faal paru sedang
2. pemeriksaan darah rutin ( Hb,Ht.Leukosit )
3. Analisa Gas darah
4. Foto Thorak
5. CT Scan
6. EKG
7. Pengambilan sampel dahak
2.1.9 Penatalaksanaan medis
1. Berhenti merokok harus menjadi prioritas.
2. Pemberian terapi oksigen jangka panjang selama >16 jam
3. Rehabilitasi paru (khususnya latihan olahraga) memberikan manfaat
4. Simtomatik yang signifikan pada pasien dengan pnyakit sedang-
berat.
5. Operasi penurunan volume paru juga bisa memberikan perbaikan
dengan

11
12

6. Meningkatkan elastic recoil sehingga mempertahankan patensi jalan


2.2 Konsep Kebutuhan Dasar Manusia
Oksigen merupakan gas yang sangat vital dalam kelangsungan sel dan
jaringan tubuh karena oksigen diperlukan untuk proses metabolisme tubuh secara
terus-menerus. Oksigen diperoleh dari atmosfer melalui proses bernapas. Pada
atmosfer, gas selain oksigen juga terdapat karbon dioksida (CO), Nitrogen (N),
dan unsur-unsur lain seperti argon dan helium. Pemenuhuan kebutuhan oksigen
tubuh sangat ditentukan oleh adekuatnya sistem pernapasan, sistem
kardiovaskular, dan hematologi. Proses oksigenasi dimulai dari pengambilan
oksigen diatmosfer, kemudian oksigen masuk melalui organ pernapasan bagian
atas seperti hidung atau mulut, faring, laring, dan selanjutnya masuk ke organ
pernapasan bagian bawah seperti trakea, bronkus utama, bronkussekunder,
bronkus tersier (segmental), terminal bronkiolus, dan selanjutnya masuk ke
alveoli. Selain itu untuk jalan masuknya udara ke organ pernapasan bagian bawah,
organ pernapasan bagian atas juga berfungsi untuk pertukaran gas, proteksi
terhadap benda asing yang akan masuk ke pernapasan bagian atas juga berfungsi
untuk pertukataran gas, proteksi terhaadap benda asing yang akan masuk ke
pernapasan bagian bawah, menghangatkan, filtrasi, dan melembabkan gas.
Sementara itu, fungsi organ pernapasan bagian bawah, selain sebagai tempat
untuk masuknya osigen, berperan juga dalam proses difusi gas (Tarwoto &
Wartonah, 2010)
2.3 Manajemen Keperawatan
2.3.1 Pengkajian
Pengkajian mencakup informasi tentang gejala-gejala terakhir dan
manifestasi penyakit sebelumnya. Berikut ini beberapa pedoman pertanyaan
untuk mendapatkan data riwayat kesehatan dari proses penyakit:
1. Sudah berapa lama pasien mengalami kesulitan pernapasan?
2. Apakah aktivitas meningkatkan dispnea?
3. Berapa jauh batasan pasien terhadap toleransi aktivitas?
4. Kapan pasien mengeluh paling letih dan sesak napas?
5. Apakah kebiasaan makan dan tidur terpengaruh?
6. Riwayat merokok?

12
13

7. Obat yang dipakai setiap hari?


8. Obat yang dipakai pada serangan akut?
9. Apa yang diketahui pasien tentang kondisi dan penyakitnya?
Data tambahan yang dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan
sebagai berikut:
10. Frekuensi nadi dan pernapasan pasien?
11. Apakah pernapasan sama tanpa upaya?
12. Apakah ada kontraksi otot-otot abdomen selama inspirasi?
13. Apakah ada penggunaan otot-otot aksesori pernapasan selama
pernapasan?
14. Barrel chest?
15. Apakah tampak sianosis?
16. Apakah ada batuk?
17. Apakah ada edema perifer?
18. Apakah vena leher tampak membesar?
19. Apa warna, jumlah dan konsistensi sputum pasien?
20. Bagaimana status sensorium pasien?
21. Apakah terdapat peningkatan stupor? Kegelisahan?
Palpasi:
1. Palpasi pengurangan pengembangan dada
2. Adakah fremitus taktil menurun?
Perkusi:
1. Adakah hiperesonansi pada perkusi?
2. Diafragma bergerak hanya sedikit?
Auskultasi:
1. Adakah suara wheezing yang nyaring?
2. Adakah suara ronkhi?
3. Vokal fremitus nomal atau menurun?
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan utama pasien mencakup berikut ini:

13
14

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan


bronkokontriksi, peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif,
kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mucus,
bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan
ventilasi perfusi
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dengan kebutuhan oksigen.
5. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia.
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan,
pengaturan posisi.
7. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder
akibat peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan
oksigenasi.
8. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri,
ancaman terhadap kematian, keperluan yang tidak terpenuhi.
9. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kurang
sosialisasi, ansietas, depresi, tingkat aktivitas rendah dan
ketidakmampuan untuk bekerja.
10. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi,
tidak mengetahui sumber informasi.
2.3.3 Intervensi Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
bronkokontriksi, peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif,
kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
Tujuan: Pencapaian bersihan jalan napas klien
Intervensi keperawatan:
1) Beri pasien 6 sampai 8 gelas cairan/hari kecuali terdapat kor
pulmonal

14
15

2) Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernapasan


diafragmatik dan batuk.
3) Bantu dalam pemberian tindakan nebuliser, inhaler dosis
terukur, atau IPPB
4) Lakukan drainage postural dengan perkusi dan vibrasi pada pagi
hari dan malam hari sesuai yang diharuskan.
5) Instruksikan pasien untuk menghindari iritan seperti asap rokok,
aerosol, suhu yang ekstrim, dan asap.
6) Ajarkan tentang tanda-tanda dini infeksi yang harus dilaporkan
pada dokter dengan segera: peningkatan sputum, perubahan
warna sputum, kekentalan sputum, peningkatan napas pendek,
rasa sesak didada, keletihan.
7) Beriakan antibiotik sesuai yang diharuskan.
8) Berikan dorongan pada pasien untuk melakukan imunisasi
terhadap influenzae dan streptococcus pneumoniae.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus,
bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
Tujuan: Perbaikan pola pernapasan klien
Intervensi:
1) Ajarkan klien latihan bernapas diafragmatik dan pernapasan
bibir dirapatkan.
2) Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dengan periode
istirahat. Biarkan pasien membuat keputusan tentang
perawatannya berdasarkan tingkat toleransi pasien.
3) Berikan dorongan penggunaan latihan otot-otot pernapasan jika
diharuskan.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan
ventilasi perfusi Tujuan: Perbaikan dalam pertukaran gas
Intervensi keperawatan:
1) Deteksi bronkospasme saat auskultasi .
2) Pantau klien terhadap dispnea dan hipoksia.

15
16

3) Berikan obat-obatan bronkodialtor dan kortikosteroid dengan


tepat dan waspada kemungkinan efek sampingnya.
4) Berikan terapi aerosol sebelum waktu makan, untuk membantu
mengencerkan sekresi sehingga ventilasi paru mengalami
perbaikan.
5) Pantau pemberian oksigen.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dengan kebutuhan oksigen.
Tujuan: Memperlihatkan kemajuan pada tingkat yang lebih tinggi
dari aktivitas yang mungkin.
Intervensi keperawatan:
1) Kaji respon individu terhadap aktivitas; nadi, tekanan darah,
pernapasan.
2) Ukur tanda-tanda vital segera setelah aktivitas, istirahatkan klien
selama 3 menit kemudian ukur lagi tanda-tanda vital.
3) Dukung pasien dalam menegakkan latihan teratur dengan
menggunakan treadmill dan exercycle, berjalan atau latihan
lainnya yang sesuai, seperti berjalan perlahan.
4) Kaji tingkat fungsi pasien yang terakhir dan kembangkan
rencana latihan berdasarkan pada status fungsi dasar.
5) Sarankan konsultasi dengan ahli terapi fisik untuk menentukan
program latihan spesifik terhadap kemampuan pasien.
6) Sediakan oksigen sebagaiman diperlukan sebelum dan selama
menjalankan aktivitas untuk berjaga-jaga.
7) Tingkatkan aktivitas secara bertahap; klien yang sedang atau
tirah baring lama mulai melakukan rentang gerak sedikitnya 2
kali sehari.
8) Tingkatkan toleransi terhadap aktivitas dengan mendorong klien
melakukan aktivitas lebih lambat, atau waktu yang lebih singkat,
dengan istirahat yang lebih banyak atau dengan banyak bantuan.

16
17

9) Secara bertahap tingkatkan toleransi latihan dengan


meningkatkan waktu diluar tempat tidur sampai 15 menit tiap
hari sebanyak 3 kali sehari.
5. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan dispnea, kelamahan, efek samping obat, produksi sputum
dan anoreksia, mual muntah.
Tujuan: Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
Intervensi keperawatan:
1) Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat
kesulitan makan. Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.
2) Auskultasi bunyi usus
3) Berikan perawatan oral sering, buang sekret.
4) Dorong periode istirahat I jam sebelum dan sesudah makan.
5) Pesankan diet lunak, porsi kecil sering, tidak perlu dikunyah
lama.
6) Hindari makanan yang diperkirakan dapat menghasilkan gas.
7) Timbang berat badan tiap hari sesuai indikasi.
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan,
pengaturan posisi.
Tujuan: Kebutuhan tidur terpenuhi
Intervensi keperawatan:
1) Bantu klien latihan relaksasi ditempat tidur.
2) Lakukan pengusapan punggung saat hendak tidur dan anjurkan
keluarga untuk melakukan tindakan tersebut.
3) Atur posisi yang nyaman menjelang tidur, biasanya posisi high
fowler.
4) Lakukan penjadwalan waktu tidur yang sesuai dengan kebiasaan
pasien.
5) Berikan makanan ringan menjelang tidur jika klien bersedia.
7. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder
akibat peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan
oksigenasi.

17
18

Tujuan: Kemandirian dalam aktivitas perawatan diri


Intervensi:
1) Ajarkan mengkoordinasikan pernapasan diafragmatik dengan
aktivitas seperti berjalan, mandi, membungkuk, atau menaiki
tangga.
2) Dorong klien untuk mandi, berpakaian, dan berjalan dalam jarak
dekat, istirahat sesuai kebutuhan untuk menghindari keletihan
dan dispnea berlebihan. Bahas tindakan penghematan energi.
3) Ajarkan tentang postural drainage bila memungkinkan.
8. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri,
ancaman terhadap kematian, keperluan yang tidak terpenuhi.
Tujuan: Klien tidak terjadi kecemasan
Intervensi keperawatan:
1) Bantu klien untuk menceritakan kecemasan dan ketakutannya
pada perawat.
2) Jangan tinggalkan pasien sendirian selama mengalami sesak.
3) Jelaskan kepada keluarga pentingnya mendampingi klien saat
mengalami sesak.
9. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kurang
sosialisasi, ansietas, depresi, tingkat aktivitas rendah dan
ketidakmampuan untuk bekerja.
Tujuan: Pencapaian tingkat koping yang optimal.
Intervensi keperawatan:
1) Mengadopsi sikap yang penuh harapan dan memberikan
semangat yang ditujukan pada pasien.
2) Dorong aktivitas sampai tingkat toleransi gejala
3) Ajarkan teknik relaksasi atau berikan rekaman untuk relaksasi
bagi pasien.
4) Daftarkan pasien pada program rehabilitasi pulmonari bila
tersedia.
5) Tingkatkan harga diri klien.

18
19

6) Rencanakan terapi kelompok untuk menghilangkan kekesalan


yang sangat menumpuk.
10. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi,
tidak mengetahui sumber informasi
Tujuan: Klien meningkat pengetahuannya.
Intervensi keperawatan:
1) Bantu pasien mengerti tentang tujuan jangka panjang dan jangka
pendek; ajarkan pasien tentang penyakit dan perawatannya.
2) Diskusikan keperluan untuk berhenti merokok. Berikan
informasi tentang sumber-sumber kelompok.
2.2.4 Implementasi Keperawatan
1) Membersihkan jalan nafas klien
2) Memperbaiki pola pernafasan klien
3) Memperbaiki pertukaran gas
4) Memperlihatkan kemajuan pada tingkat yang lebih tinggi dari
aktivitas yang mungkin.
5) Memenuhi kebutuhan klien
6) Memenuhi kebutuhan diri
7) Mencapai tingkat koping optimal
2.2.5 Evaluasi Keperawatan
1) Bersihan jalan nafas klien terpenuhi
2) Pola pernafasan klien membaik
3) Pertukaran gas klien lebih baik
4) Kebutuhan diri klien terpenuhi
5) Tingkat koping optimal

19
20

20

Anda mungkin juga menyukai