Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kehamilan menyebabkan perubahan pada tubuh wanita, berbagai macam perubahan
fisiologi dalam peredaran darah baik secara langsung maupun tidak langsung. Gangguan
hematologi sering ditemukan pada ibu hamil, karena perubahan-perubahan fisiologis
tersebut menyebabkan ibu hamil lebih rentan terhadap ganguan- gangguan dalam
peredaran darah. Kehamilan juga dapat memperlihatkan gangguan-gangguan yang
sebenarnya sudah ada sejak sebelum kehamilan, seperti hemolitik anemia yang disebabkan
oleh hemaglobinopati ataupun kelainan pada membran sel.
Kelainan hematologi yang dapat timbul dalam kehamilan disebabkan oleh banyak
hal salah satunya yaitu gangguan koagulasi. Penanganan pada gangguan hematologi
khususnya pada kehamilan saat berperan dalam morbiditas dan mortilitas ibu dan bayi.
Sehingga, gangguan hematologi dalam kehamilan tidak boleh dibiarkan dan harus segera
mendapatkan penanganan dan terapi yang adekuat. Kelainan pembekuan darah dibagi
menjadi 4 antara lain : inherited coagulopathy, koagulasi intravaskular diseminata (DIC),
trombofilia, dan trombositopenia.
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses pembekuan darah ?


2. Jelaskan jenis gangguan kelainan permbekuan darah?
1.3 Tujuan

1. Mengetahui proses pembekuan darah


2. Mengetahui kelainan pembekuan darah inherited coagulopathy
3. Mengetahui kelainan pembekuan darah koagulasi intravaskular diseminata (DIC)
4. Mengetahui kelainan pembekuan darah trombofilia
5. Mengetahui kelainan pembekuan darah trombositopenia
1.4   Manfaat
Agar para pembaca dapat memperoleh pemahaman tentang proses pembekuan darah dan
mampu mendeteksi dini kelainan gangguan pembekuan darah.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Proses pembekuan darah

Proses yang normal mempunyai 3 tahap yaitu :


1. Fase koagulasi
Koagulasi diawali dalam keadaan homeostasis dengan adanya cedera vascular.
Vasokonstriksi merupakan respon segera terhadap cedera, yang diikuti dengan adhesi
trombosit pada kolagen pada dinding pembuluh yang terpajan dengan cedera.
Trombosit yang terjerat di tempat terjadinya luka mengeluarkan suatu zat yang dapat
mengumpulkan trombosit-trombosit lain di tempat tersebut. Kemudian ADP dilepas
oleh trombosit, menyebabkan agregasi trombosit. Sejumlah kecil trombin juga
merangsang agregasi trombosit, bekerja memperkuat reaksi. Trombin adalah protein
lain yang membantu pembekuan darah. Zat ini dihasilkan hanya di tempat yang terluka,
dan dalam jumlah yang tidak boleh lebih atau kurang dari keperluan. Selain itu,
produksi trombin harus dimulai dan berakhir tepat pada saat yang diperlukan. Dalam
tubuh terdapat lebih dari dua puluh zat kimia yang disebut enzim yang berperan dalam
pembentukan trombin. Enzim ini dapat merangsang ataupun bekerja sebaliknya, yakni
menghambat pembentukan trombin. Proses ini terjadi melalui pengawasan yang cukup
ketat sehingga trombin hanya terbentuk saat benar-benar terjadi luka pada jaringan
tubuh. Factor III trombosit, dari membrane trombosit juga mempercepat pembekuan
plasma. Dengan cara ini, terbentuklah sumbatan trombosit, kemudian segera diperkuat
oleh protein filamentosa (fibrin). (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson.,2003)
Produksi fibrin dimulai dengan perubahan factor X menjadi Xa, seiring dengan
terbentuknya bentuk aktif suatu factor. Factor X dapat diaktivasi melalui dua rangkaian
reaksi. Rangkaian pertama memerlukan factor jaringan, atau tromboplastin jaringan,
yang dilepaskan oleh endotel pembuluh darah pada saat cedera.. karena factor jaringan
tidak terdapat di dalam darah, maka factor ini merupakan factor ekstrinsik koagulasi,
dengan demikian disebut juga jalur ekstrinsik untuk rangkaian ini. (Sylvia A.Price
&Lloraine M.Wilson.,2003.) Rangkaian lainnya yang menyebabkan aktivasi factor X
adalah jalur intrinsic, disebut demikian karena rangkaian ini menggunakan factor-faktor
yang terdapat dalam system vascular plasma. Dalam rangkaian ini, terjadi reaksi
“kaskade”, aktivasi satu prokoagulan menyebabkan aktivasi bentuk pengganti. Jalur
2
intrinsic ini diawali dengan plasma yang keluar terpajan dengan kulit atau kolagen di
dalam pembuluh darah yang rusak. Factor jaringan tidak diperlukan, tetapi trombosit
yang melekat pada kolagen berperan. Faktor XII, XI, dan IX harus diaktivasi secara
berurutan, dan faktor VIII harus dilibatkan sebelum faktor X dapat diaktivasi. Zat-zat
prakalikrein dan HMWK juga turut berpartisipasi, dan diperlukan ion kalsium. (Sylvia
A.Price &Lloraine M.Wilson.,2003)
Dari hal ini, koagulasi terjadi di sepanjang apa yang dinamakan jalur bersama.
Aktivasi aktor X dapat terjadi sebagai akibat reaksi jalur ekstrinsik atau intrinsik.
Pengalaman klinis menunjukkan bahwa kedua jalur tersebut berperan dalam
hemostasis. Langkah selanjutnya pada pembentukan fibrin berlangsung jika faktor Xa,
dibantu fosfolipid dari trombosit yang diaktivasi, memecah protrombin, membentuk
trombin. Selanjutnya trombin memecahkan fibrinogen membentuk fibrin. Fibrin ini
pada awalnya merupakan jeli yang dapat larut, distabilkan oleh faktor XIIIa dan
mengalami polimerasi menjadi jalinan fibrin yang kuat, trombosit, dan memerangkap
sel-sel darah. Untaian fibrin kemudian memendek (retraksi bekuan), mendekatkan tepi-
tepi dinding pembuluh darah yang cederadan menutup daerah tersebut. (Sylvia A.Price
&Lloraine M.Wilson.,2003.)
2.Penghentian pembentukan bekuan
Setelah pembentukan bekuan, sangat penting untuk melakukan pengakhiran
pembekuan darah lebih lanjut untuk menghindari kejadian trombotik yang
tidak diinginkan.yang disebabkan oleh pembentukan bekuan sistemik yang berlebihan.
Antikoagulan yang terjadi secara alami meliputi antitrombin III (ko-faktor heparin),
protein C dan protein S. Antitrombin III bersirkulasi secara bebas di dalam plasma dan
menghambat sistem prokoagulan, dengan mengikat trombin serta mengaktivasi faktor
Xa, IXa, dan XIa, menetralisasi aktivitasnya dan menghambat pembekuan. Protein C,
suatu polipeptida, juga merupakan suatu antikoagulan fisiologi yang dihasilkan oleh
hati, dan beredar secara bebas dalam bentuk inaktif dan diaktivasi menjadi protein Ca.
Protein C yang diaktivasi menginaktivasi protrombin dan jalur intrinsik dengan
membelah dan menginaktivasi faktor Va dan VIIIa. Protein S mempercepat inaktivasi
faktor-faktor itu oleh protein protein C. Trombomodulin, suatu zat yang dihasilkan
oleh dinding pembuluh darah, diperlukan untuk menimbulkan pengaruh netralisasi
yang tercatat sebelumnya. Defisiensi protein C dan S menyebabkan spisode trombotik.
Individu dengan faktor V Leiden resisten terhadap degradasi oleh protein C yang
3
diaktivasi. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson.,2003.)

3. Resolusi bekuan
Sistem fibrinolitik merupakan rangkaian yang fibrinnya dipecahkan oleh
plasmin (fibrinolisin) menjadi produk-produk degradasi fibrin, menyebabkan
hancurnya bekuan. Diperlukan beberapa interaksi untuk mengubah protein plasma
spesifik inaktif di dalam sirkulasi menjadi enzim fibrinolitik plasmin aktif. Protein
dalam bersirkulasi, yang dikenal sebagai proaktivator plasminogen, dengan adanya
enzim-enzim kinase seperti streptokinase, stafilokinase, kinase jaringan, serta faktor
XIIa, dikatalisasi menjadi aktivator plasminogen. Dengan adanya enzim-enzim
tambahan seperti urokinase, maka aktivator-aktivator mengubah plasminogen, suatu
protein plasma yang sudah bergabung dalam bekuan fibrin, menjadi plasmin.
Kemudian plasmin memecahkan fibrin dan fibrinogen menjadi fragmen-fragmen
(produk degradasi fibrin-fibrinogen), yang mengganggu aktivitas trombin, fungsi
trombosit, dan polimerisasi fibrin, menyebabkan hancurnya bekuan. Makrofag dan
neutrofil juga berperan dalam fibrinolisis melalui aktivitas fagositiknya. (Sylvia
A.Price &Lloraine M.Wilson.,2003.)

2.2 Inherited Coagulopathy

2.2.1 Definisi

Perdarahan pada obstetrik dapat timbul akibat gangguan koagulasi bawaan seperti
hemofilia dan von Willebrand disease. Inherited coagulopathy adalah kelainan genetik yang
disebabkan oleh hilangnya atau kurangnya faktor pembekuan darah. Secara besar inherited
coagulopathy dibagi menjadi dua yaitu hemofilia dan von Willebrand disease. Hemofilia
sendiri dibagi menjadi hemofilia A dan hemofilia B. Hemofilia A adalah kelainan genetik
autosomal resesif yang disebabkan oleh hilangnya faktor koagulan yaitu faktor VIII.
Sedangkan hemofilia B adalah kelainan genetik autosomal resesif yang menyebabkan
hilangnya faktor koagulan yaitu faktor IX dapat disebut juga sebagai christmas disease. von
Willebrand disease adalah kelainan genetik yang dapat bersifat ausomal dominan (tipe 1
dan 2) atau resesif (tipe 3) yang disebabkan oleh kurang lebih 20 gangguan fungsional
yang berhubungan dengan kompleks faktor VII dan disfungsi platelet.

4
2.2.2 Epidemiologi
Hemofilia A adalah kelainan genetik X-linked yang paling sering dan kedua tersering
setelah von Willebrand disease. Menurut CDC Amerika Serikat, sekitar 1 dalam 5000
kelahiran laki-laki mengidap hemofilia. Prevalensi hemofilia bervariasi sekitar 5.4-14.5
kasus per 100.000 laki-laki. Sekitar 125 orang dalam 1 juta populasi mengidap von
Willebrand disease dengan sekitar 1-5 orang per satu juta populasi memiliki gejala yang
berat.
2.2.3 Etiologi
Hemofilia disebabkan oleh kelainan genetik yang diturunkan secara X-linked resesif.
Setiap ibu dengan hemofilia A atau B maka semua anak laki-laki nya akan memiliki
hemofilia dan anak perempuannya menjadi karier. Ibu dengan karier hemofilia, setengah
anak laki-lakinya akan memiliki hemofilia dan setengah anaknya menjadi karier.
Sedangkan von Willebrand disease juga diturunkan secara genetik autosomal
dominan (tipe 1 dan 2) dan autosomal resesif (tipe 3).
2.2.4 Klasifikasi
Inherited coagulopathy secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu:
1. Hemofilia: hemofilia A dan hemofilia B

Hemofilia A adalah kelainan genetik X-linked resesif yang disebabkan oleh hilangnya
faktor koagulan yaitu faktor VIII.
Hemofilia B adalah kelainan genetik X-linked resesif yang menyebabkan hilangnya
faktor koagulan yaitu faktor IX dapat disebut juga sebagai christmas disease.
2. Von Willebrand disease
Von Willebrand disease adalah kelainan genetik yang dapat bersifat ausomal dominan
(tipe 1 dan 2) atau resesif (tipe 3) yang disebabkan oleh kurang lebih 20 gangguan
fungsional yang berhubungan dengan kompleks faktor VII dan disfungsi platelet.

5
2.2.5 Patofisiologi

2.2.6 Diagnosis
Diagnosis inherited coagulopathy dapat dilihat dari anamnesis yaitu riwayat
perdarahan yang susah berhenti sejak kecil. Pemeriksaan fisik terlihat bahwa ada
perdarahan yang sulit berhenti. Pada pemeriksaan penunjang ditemukan CT/BT yang
memanjang dan sangat rendahnya faktor koagulan seperti faktor VIII atau IX.
2.2.7 Komplikasi
Komplikasi pada ibu dengan hemofilia atau von Willebrand disease adalah
perdarahan pasca persalinan. Pada janin yang memiliki penyakit serupa juga ditakutkan
mengalami perdarahan intrakranial
2.2.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan utama dalam inherited coagulopathy adalah transfusi fresh frozen


plasma yang mengandung faktor-faktor koagualan secara berkala. Desmopresin juga dapat
diberikan untuk meningkatkan produksi faktor koagulan VIII.

6
2.3 Koagulasi Intravaskular Diseminata (DIC)
2.3.1 Definisi

Koagulasi intravaskular diseminata adalah sebuah sindrom mengenai gangguan


koagulasi dan fibrinolisis. Koagulopati konsumsi merupakan gangguan yang ditandai
dengan penurunan konsentrasi platelet akibat pengunaan faktor koagulan pada darah tepi
secara berlebihan akibat koagulasi intravaskular diseminata.
2.3.2 Epidemiologi

Prevalensi koagulasi intravaskular diseminata pada kehamilan adalah 0,03- 0,35


pada studi kasus yang dilakukan, atau dapat diperkirakan sekitar 12,5 setiap 10.000
persalinan. Walaupun keseluruhan prevalensi dari koagulasi intravaskular diseminata pada
kehamilan rendah, namun frekuensi dari koagulasi intravaskular pada kehamilan-kehamilan
dengan resiko tinggi atau dengan komplikasi yang spesifik, cukup tinggi. Menurut ulasan
studi kasus, dari 53 kasus dengan komplikasi emboli cairan amnion, ditemukan koagulasi
intravaskular diseminata pada 2/3 nya. Dari 442 kehamilan dengan komplikasi
hemolisis, kenaikan fungsi hati, dan rendahnya platelet (HELLP syndrome), ditemukan 92
kehamilan dengan koagulasi intravaskular diseminata yang berhubungan dengan abruptio
placenta.
2.3.3 Etiologi

Koagulasi intravaskular diseminata dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti:


1. Eklampsia atau pre-eklampsia
2. Perdarahan pasca persalinan
3. Sepsis
4. Abruptio placenta
5. Kematian mudigah
6. Sickle cell crisis
7. Ruptur uterus
8. Penyakit trofoblastik (koriokarsinoma)
9. IUFD
10. Syok hipovolemik atau transfusi darah secara massive
11. Emboli cairan amnion

7
2.3.4 Patofisiologi

Ada beberapa metode aktivasi dari sistem pembekuan darah pada kehamilan.
Pertama, pelepasan tromboplastin kedalam sirkulasi maternal dari plasenta dan jaringan
desidua. Hal ini dapat terjadi pada kasus-kasus dimana terjadi abruptio placenta, emboli
cairan amnion, ataupun ruptur uterus, dan juga dapat terjadi secara tersembunyi dan
sangat membahayakan yaitu pada kasus- kasus kematian intrauterina dan kematian mudigah.
Metode kedua adalah perlukaan pada sel endotelial sehingga mencetuskan terjadinya
koagulasi. Ini mungkin adalah faktor pencetus pada beberapa kasus pre-eklampsia maupun
eklampsia. Terakhir, kerusakan pada sel darah merah atau platelet dapat menyebabkan
pelepasan fosfolipid yang dapat terjadi pada reaksi transfusi.
Pada koagulasi intravaskular diseminata terdapat koagulasi yang luas akibat
pelepasan tromboplastin pada sirkulasi maternal. Hal ini berujung pada konsumsi dan
penurunan faktor koagulasi yang pada akhirnya menyebabkan perdarahan. Sebagai respon
terhadap koagulasi dan deposisi fibrin yang meluas pada mikrovaskular, sistem fibrinolitik
juga teraktivasi. Sehingga menyebabkan perubahan plasminogen menjadi plasmin yang
memecah fibrin menjadi produk degradasi fibrin. Produk tersebut memiliki sifat antikoagulan
dengan menghambat fungsi platelet dan kerja dari trombin, sehingga memperparah
gangguan koagulasi yang telah ada.

8
2.3.5 Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan juga riwayat terjadinya


pencetus seperti eklampsia atau pre-eklampsia, perdarahan pasca persalinan, sepsis,
abruptio placenta, kematian mudigah, sickle-cell crisis, ruptur uterus, penyakit
trofoblastik (koriokarsinoma), IUFD, syok hipovolemik atau transfusi darah secara
massive, emboli cairan amnion. Selain itu pada pemeriksaan fisik juga dapat
ditemukan manifestasi perdarahan seperti memar, purpura, epistakasis, dan lainnya.
Manifestasi klinik lainnya pada trombosis dapat dilihat dari gangguan-gangguan organ
seperti renal, hepar, dan gangguan pulmonal.
Pemeriksaan penunjang lainnya dapat dilakukan bedside clot test yaitu dengan
mengambil 5 mL darah dengan syringe, kemudian membolak-balikan tabung tersebut secara
perlahan, kemudia diobservasi. Clotting time memanjang apabila dibutuhkan lebih dari
7-8 untuk terbentuk clot. Retraksi dan konsolidasi clot dapat dilihat apabila clot mampu
bertahan dari aksi pembolak-balikan tabung setelah 30 menit dan tidak lisis dalam 1 jam.
Clot sebaiknya mengisi kurang lebih setengah dari total contoh darah. Pemeriksaan lain
yang dapat dilakukan adalah platelet level yang menurun, PTT memanjang hanya apabila
faktor koagulasi mulai berkurang, PT yang memanjang, TT memanjang, level fibrinogen
menurun dapat sampai di bawah 150 mg/dL (normal nya meningkat pada kehamilan),
produk degradasi fibrin 80λ/mL, dan pada apusan darah tepi dapat ditemukan sel darah
merah berbentuk tear maupun berkeping-keping.
2.3.6 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering terjadi pada koagulasi intravaskular diseminata
adalah perdarahan yang terjadi akibat kurangnya faktor koagulasi yang disebabkan oleh
hiperkoagulasi. Namun, komplikasi lain yang dapat terjadi adalah trombosis pada
mikrovaskular secara luas yang dapat mengakibatkan iskemik dan juga infark pada organ.
2.3.7 Penatalaksanaan
Pada kasus obstetrik, koagulasi intravaskular diseminata berlangsung cepat. Sehingga
mungkin hasil laboratorium tidak dapat menunjukkan kondisi terkini pasien. Penangan
juga harus dilakukan dengan cepat dan sesuai dengan kondisi pasien. Pertama, yang perlu
dilakukan adalah menangani penyebab awal dari koagulasi intravaskular diseminata seperti
abruptio placenta, atau pre-eklampsi maupun eklampsia. Kedua, menjaga perfusi
organ karena akhir dari koagulasi intravaskular diseminata adalah perdarahan, maka menjaga
perfusi organ secara cepat merupakan prinsip terpenting yang harus dilakukan dengan cara
9
infusi cepat menggunakan ringer laktat atau normal saline, penggantian cepat dengan
whole blood. Setelah penyebab utama dihilangkan makan hepar akan menghasilkan faktor
pembekuan yang adekuat dalam 24 jam. Level platelet mungkin membutuhkan 5-6 hari untuk
kembali normal, namun sudah dapat mencapai level yang adekuat untuk hemostasis dalam
24 jam.
Bila terdapat sarana yang memadai berikan oksigen menggunakan masker atapun
ventilasi tekanan positif untuk mencapai oksigenasi yang memuaskan. Monitor output urin
kira-kira 30-60mL/jam, monitor darah lengkap dengan mempertahankan hematokrit
>30%, monitor tanda vital menggunakan central venous pressure line jika bisa.
Penggantian prokoagulan dapat menggunakan fresh frozen plasma 1 unit setelah 4-6
unit whole blood dan 1 unit untuk setiap 2 unit whole blood yang diperlukan. Penggunaan
heparin baik digunakan untuk kasus-kasus koagulasi kronik seperti yang terjadi pada IUFD.

2.4 TROMBOSITOPENIA

2.5.1 Definisi

Trombositopenia adalah suatu keadaan dimana terdapat kadar platelet yang rendah atau
menurun. Normalnya trombosit/ platelet level adalah 150.000- 450.000/μL. Level dibawah
150.000/μL sudah dapat dikatakan sebagai trombositopenia. Trombositopenia pada
kehamilan dapat diturunkan ataupun didapatkan saat hamil. Biasanya trombositopenia
dikaitkan dengan anemia hemolitik, pre-eklampsia berat, eklampsia, perdarahan massive,
anemia megaloblastik berat akibat defisiensi folat, dan koagulopati konsumptif akibat dari
koagulasi intravaskular diseminata, maupun sepsis.

2.5.2 Epidemiologi

Menurut studi yang dilakukan oleh Boehlen and associates (2000), 11.6 persen dari
6770 wanita hamil memiliki kadar platelet di bawah 150.000μ/L.

2.5.3 Etiologi

Berbagai faktor dapat menyebabkan trombositopenia, antara lain:


a. Koagulopati konsumtif
b. Perdarahan massive
c. Pre-eklampsia berat
d. Eklampsia

10
e. Hemolitik anemia
f. Anemia megaloblastik akibat defisiensi asam folat
g. Autoimun
h. Obat-obatan
i. Infeksi virus
j. Reaksi alergi

2.5.4 Klasifikasi

Trombositopenia dapat dibagi menjadi:


a. Trombositopenia gestasional
b. Trombositopenia bawaan
c. Trombositopenia imun (ITP)

2.5.5 Patofisiologi

Pada kehamilan normal, dapat diikuti oleh penrunan yang normal dari level platelet
dan biasanya terlihat pada trimester ketiga. Diperkirakan trombositopenia gestasional
disebabkan oleh hemodilusi dan tidak ada perubahan masa hidup dari platelet.
Sedangkan pada trombositopenia bawaan, terdapat penurunan membran glikoprotein
pada platelet (GPIb/IX) sehingga menyebabkan disfungsi yang berat. Antibodi maternal
berlawanan dengan GPIb/IX antigen fetus dapat menyebabkan isoimmune fetal
trombocytopenia sehingga menyebabkan resiko perdarahan pada bayi. Pada
trombositopenia imun atau biasa dikenal dengan immune thrombocytopenic purpura
(ITP) biasanya disebabkan oleh perkumpulan antibodi IgG yang menyerang satu atau
lebih molekul glikoprotein platelet. Sehinggan platelet yang diserang oleh antibodi ini
biasanya hancur sebelum waktunya di limpa. ITP juga diasosiasikan dengan autoimun
lainnya seperti SLE.

11
2.5.6 Diagnosis

Diagnosis pada trombositopenia dilihat dari anamnesis mengenai riwayat


keluarga yang memiliki keluhan serupa seperti perdarahan, pemeriksaan fisik
melihat tanda-tanda perdarahan seperti memar, epistaksis, gusi berdarah, atau
perdarahan pasca persalinan. Pada pemeriksaan penunjang dapat ditemukan
level platelet yang rendah yaitu di bawah 150.000/μL dan juga pemeriksaan
lainnya yang dapat diasosiasikan dengan autoimun seperti SLE.

2.5.7 Komplikasi

Komplikasi yang terburuk adalah perdarahan massive dan pada


isoimmune fetal trombocytopenic dapat terjadi perdarahan intrakranial
dan kematian janin.

2.5.8 Penatalaksanaan

Terapi biasanya diberikan bila level platelet 30.000-50.000μ/L atau


lebih dengan perdarahan yang signifikan. Prednisolon dapat diberikan 1-2
mg/kg oral. IVIG juga dapat diberikan sebanyak 2 g/kg selama 3-5 hari.
Pemberian IVIG dinilai sangat efektif untuk penanganan ITP. Pemberian
transfusi platelet ataupun fresh frozen plasma dilakukan pada trombositopenia
yang disebabkan oleh perdarahan massive.

12
BAB III
PENUTUP

Banyak kelainan darah yang terjadi pada masa kehamilan atau dapat
dicetukan oleh situasi kehamilan. Perubahan fisiologik yang normal dalam
kehamilan dapat mengubah sistem peredarah darah sehingga lebih sulit untuk
mengenali keadaan patologi seperti trombositopenia gestasional. Kehamilan
juga dapat memperburuk atau memperparah gangguan darah yang telah dimiliki
seperti anemia, gangguan koagulasi bawaan yaitu hemofilia, dan lainnya, serta
sangat berpeluang untuk timbulnya keadaan darurat akibat kelainan darah
yang mengancam nyawa.
Selain itu juga komplikasi dari kelainan darah pada kehamilan saling
berkaitan dan apabila tidak ditangani dengan cepat dapat menimbulkan
morbiditas dan mortilitas yang tinggi baik pada ibu maupun pada janin.
Penanganan yang tepat pada penyebab utama dari kelainan darah dalam
kehamilan ini dapat mengurangi resiko komplikasi yang berat bahkan
menurunkan resiko morbiditas dan mortilita ibu serta janin.

13
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, Leveno, Bloom, et al. Williams Obstetrics 23rd Edition. 2010. New
York: The McGraw Hill
Fortner, Kimberly B, et al. John Hopkins Manual of Gynecology and Obstetrics,
The 3rd Edition. 2007. Lippincott Williams & Wilkins
Lichtin, Alan E. Overview of Anemia. 2016. Merks Manual
Darmochwal-Kolarz, Dorota. International Conference of Hematology and Blood
Disorders. 2013. J Blood Discord
Koagulasi. [Diperbarui 13 Juli 2016]. Tersedia dari:
http://themedicalbiochemistrypage.org/blood-coagulation.php
Hemofilia A. [Diperbarui 13 Juli 2016]. Tersedia dari:
https://www.hemophilia.org/Bleeding-Disorders/Types-of-Bleeding-
Disorders/Hemophilia-A
Hemofilia B. [Diperbarui 13 Juli 2016]. Tersedia dari:
https://www.hemophilia.org/Bleeding-Disorders/Types-of-Bleeding-
Disorders/Hemophilia-B
Prevalensi DIC. [Diperbarui 13 Juli 2016]. Tersedia dari:
http://www.uptodate.com/contents/disseminated-intravascular-
coagulation-during-pregnancy
Alarm International. Coagulation and HematologicalDisorders
in Pregnancy. Fourth Edition of The Alarm International Progame
Celli. CM. Origin and Pathogenesis of Antiphospholipid Antibodies. 1998.
Brazillian Journal of Medical and Biological Changes
Sindrom antifosfolipid. [Diperbarui 13 Juli 2016]. Tersedia
dari: http://emedicine.medscape.com/article/2084956-overview#a4
Platelet transfusion. [Diperbarui 13 Juli 2016]. Tersedia
dari: http://annals.org/article.aspx?articleid=1930861\

14

Anda mungkin juga menyukai