Anda di halaman 1dari 16

PAPER PENDIDIKAN PANCASILA MENGENAI PERUJUKAN PASAL

TERKAIT DAN URGENSI PENDIDIKAN PANCASILA DI JENJANG


PENDIDIKAN TINGGI INDONESIA

DISUSUN OLEH :

GUSTU AYU TIARA WISMA SARI 1913511065

DENNISA ADINDA PUTRI 1913511068

KADEK BENI WIRAYUDHA 1913511071

NADIA ANASTASYA GIOVANI 1913511072

DWINA BASYAASYAH RAHMANINGRUM 1913511079

NI LUH WIDYA VERAYANTI 1913511084

FANI EKARISTY BR.SITEPU 1913511089

AKWILA ALDVINA 1913511096

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN


FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2019
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami bisa selesaikan Paper mengenai
Perrujukan Pasal Terkait dan Urgensi Pendidikan Pancasila di Jenjang Pendidikan Tingi
Indonesia.

Paper ini telah selesai disusun maksimal dengan bantuan pertolongan dari
berbagai pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan paper ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang sudah ikut berkontribusi
didalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari seutuhnya bahwa masih jauh dari kata
sempurna baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, kami
terbuka untuk menerima segala masukan dan kritik yang bersifat membangun dari
pembaca sehingga kami bisa melakukan perbaikan paper ini sehingga menjadi paper
sumber ilmu yang baik dan benar.

Akhir kata kami, semoga paper mengenai Perrujukan Pasal Terkait dan Urgensi
Pendidikan Pancasila di Jenjang Pendidikan Tingi Indonesia. Untuk bisa memberi
ma mafaat utaupun inpirasi pada pembaca.

Jimbaran, Desember 2019


BAB I
PENADHULUAN

I. Latar Belakang
Pendidikan Pancasila mengalami pasang surut dalam pengimplementasiannya.
Apabila kita telusuri secara historis, upaya pembudayaan atau pewarisan nilai-nilai
Pancasila tersebut telah secara konsisten dilakukan sejak awal kemerdekaan sampai
dengan sekarang. Namun bentuk dan intensitasnya yang berbeda dari jaman ke jaman.
Pada masa awal kemerdekaan pembudayaan nilai-nilai tersebut dilakukan dalam bentuk
pidato-pidato para tokoh bangsa dalam rapat-rapat akbar yang disiarkan melalui radio
dan surat kabar. Kemudian pada tanggal 1 Juli 1947 diterbitkan sebuah buku yang berisi
Pidato Bung Karno tentang Lahirnya Pancasila.

II. Tujuan Paper Pendidikan Pancasila:


1. Untuk mengetahui pasal-pasal yang merujuk pada sistem pendidikan
pancasila di perguruan tinggi.
2. Untuk mengetahui Pentingnya penerapan sistem pendidikan pancasila di
perguruan tinggi.
3. Untuk mengetahui kasus dan tantangan pendidikan pancasila serta solusi
dari penerapan sistem pendidikan pancasila di perguruan tinggi.
BAB II
PEMBAHASAN

I. PENGERTIAN PENDIDIKAN PANCASILA

Mata Kuliah Pendidikan Pancasila merupakan usaha sadar dan


terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
mahasiswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
pengetahuan, kepribadian, dan keahlian, sesuai dengan program studi masing-
masing, sehingga mampu memberikan kontribusi yang konstruktif dalam
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, dengan mengacu kepada nilai-nilai
Pancasila. Jadi, mata kuliah Pancasila merupakan proses pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan student centered learning, untuk mengembangkan
knowledge, attitude, dan skill mahasiswa sebagai calon pemimpin bangsa
dalam membangun jiwa profesionalitasnya sesuai dengan program studi
masing-masing dengan menjadikan nilai-nilai Pancasila sebagai kaidah
penuntun (guiding principle)sehingga menjadi warga negara yang baik (good
citizenship).

Adapun visi dan misi mata kuliah Pendidikan Pancasila adalah sebagai
berikut:

Visi Pendidikan Pancasila

Terwujudnya kepribadian sivitas akademika yang bersumber pada nilai-nilai


Pancasila.

Misi Pendidikan Pancasila


1. Mengembangkan potensi akademik perserta didik (misi psikopedagogis).
2. Menyiapkan peserta didik untuk hidup dan berkehidupan dalam
masyarakat, bangsa dan negara (misi psikososial).
3. Membangun budaya ber-Pancasila sebagai salah satu determinan
kehidupan (misi sosiokultural)
4. Mengkaji dan mengembangkan Pendidikan Pancasila sebagai sistem
pengetahuan terintegrasi atau disiplin ilmu sintetik (synthetic discipline),
sebagai misi akademik (Sumber Tim Dikti).
Dalam pembelajaran Pendidikan Pancasila, empat pilar pendidikan
menurut UNESCO menjadi salah satu rujukan dalam prosesnya, yang meliputi
learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together
(Delors, 1996). Berdasarkan keempat pilar pendidikan tersebut pilar keempat
mejadi rujukan utama, yaitu bahwa Pendidikan Pancasila dimaksudkan dalam
rangka pembelajaran untuk membangun kehidupan bersama atas dasar
kesadaran akan realitas keragaman yang saling membutuhkan.

II. PASAL-PASAL YANG MERUJUK PADA PENDIDIKAN


PANCASILA DI PERGURUAN TINGGI.

1. Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem


pendidikan nasional.

a. Pasal 1 ayat (2) yang berbunyi:

"Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila


dan Undang - Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan
tanggap terhadap tuntutan perubahan Zaman"

b. Pasal 37 ayat (2) yang berbunyi:


“Kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat:
a. Pendidikan agama
b. Pendidikan kewarganegaraan dan
c. Bahasa”

c. Pasal 65 ayat (2), yang berbunyi:

"Lembaga pendidikan asing pada tingkat pendidikan dasar dan


menengah wajib memberikan pendidikan agama dan kewarganegaraan
bagi peserta didik Warga Negara Indonesia".
2. Undang-undang RI, Nomor 12 tahun 2012, tentang Pendidikan
Tinggi sebagai berikut:
a. Pasal 2 menyebutkan bahwa Pendidikan Tinggi berdasarkan
Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan
Bhinneka Tunggal Ika.
b. Pasal 35 Ayat (3) menentukan bahwa Kurikulum Pendidikan
Tinggi wajib memuat mata kuliah: Agama, Pancasila,
Kewarganegaraan, dan Bahasa Indonesia.

3. Surat Edaran Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor


914/E/T/2011, ditentukan bahwa Perguruan Tinggi harus
menyelenggarakan Pendidikan Pancasila minimal 2 (dua) SKS atau
dilaksanakan bersama mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan dengan
nama Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) dengan bobot
minimal 3 (tiga) sks.
4. Keputusan Menteri PendidikandanKebudayaan no. 30 tahun
1990, yang menetapkan status pendidikan Pancasila dalam
kurikulum pendidikan tinggi sebagai mata kuliah wajib untuk setiap
program studi dan bersifat nasional.
5. PP no. 60 tahun 1999 tentang pendidikan tinggi, menyatakan
bahwa Pancasila wajib diajarkan di perguruan tinggi.
6. Keputusan Dirjen Dikti No. 265/Dikti/Kep/2000 tentang
penyempurnaan Kurikukum Inti Mata Kuliah Pengembangan
Kepribadian Pendidikan Pancasila pada PT di Indonesia.
7. Keputusan Mendiknas no. 232/U/2000 tentang Pedoman
Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi, dan Nomor 45/U2002
tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi telah menetapkan
Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila, dan Pendidikan
Kewarganegaraan menjadi kelompok mata kuliah pengembangan
kepribadian yang wajib diberikan dalam kurikulum setiap program
studi.Pelaksanaannya sesuai dengan SK Dirjen Dikti no.
38/Dikti/Kep/2002 tentang Rambu-rambu Pelaksanaan Kelompok
Matakuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) di Perguruan
Tinggi.
8. Surat edaran nomor 03/M/SE/VII/2017 tentang penguatan
pendidikan pancasila dan mata kuliah wajib umum pada pendidikan
tinggi.
III. URGENSI TERHADAP PENDIDIKAN PANCASILA DI
PERGURUAN TINGGI
Menurut penjelasan Pasal 35 ayat (3) Undang-Undang RI nomor 12
tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, yang dimaksud dengan mata kuliah
Pendidikan Pancasila adalah pendidikan untuk memberikan pemahaman dan
penghayatan kepada mahasiswa mengenai ideologi bangsa Indonesia.
Dengan landasan tersebut, Ditjen Dikti mengembangkan esensi materi
Pendidikan Pancasila yang meliputi:
1. Pengantar Perkuliahan Pendidikan Pancasila
2. Pancasila dalam kajian sejarah bangsa Indonesia
3. Pancasila sebagai dasar negara
4. Pencasila sebagai ideologi negara
5. Pancasila sebagai sistem filsafat
6. Pancasila sebagai sistem etika
7. Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu
Pendekatan pembelajaran yang direkomendasikan dalam Mata Kuliah
Pendidikan Pancasila adalah pendekatan pembelajaran yang berpusat kepada
mahasiswa (student centered learning), untuk memahami dan menghayati
nilai- nilai Pancasila baik sebagai etika, filsafat negara, ideologi bangsa secara
scientific. Dengan harapan nilai-nilai Pancasila akan terinternalisasi sehingga
menjadi guiding principles atau kaidah penuntun bagi mahasiswa dalam
mengembangkan jiwa profesionalismenya, sesuai dengan Jurusan/Program
Studi masing-masing. Implikasi dari Pendidikan Pancasila tersebut adalah
agar mahasiswa dapat menjadi insan profesional yang berjiwa Pancasila
dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Selain itu, urgensi Pendidikan
Pancasila adalah untuk membentengi dan menjawab tantangan perubahan-
perubahan di masa yang akan datang.
Dalam Undang-Undang RI, Nomor 20 tahun 2003, Pasal 3
menentukan bahwa: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab”.
Harapan tersebut memang tidak mudah untuk mewujudkannya. Akan
tetapi, pendidikan dianggap merupakan alternatif terbaik dalam melakukan
rekayasa sosial secara damai. Pendidikan adalah alternatif yang bersifat
preventif untuk membangun generasi baru bangsa yang lebih baik
dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Pendidikan Pancasila di
perguruan tinggi, penenkanannya dengan memberikan kontribusi dalam
pendalaman penghayatan dan penerapan nilai-nilai Pancasila kepada generasi
baru bangsa.
Setiap warga negara sesuai dengan kemampuan dan tingkat
pendidikannya harus memiliki pengetahuan, pemahaman, penghayatan,
penghargaan, komitmen, dan pola pengamalan Pancasila. Lebih-lebih para
mahasiswa yang notabene merupakan calon-calon pemegang tongkat estafet
kepemimpinan bangsa, tingkat penghayatan terhadap nilai-nilai Pancasila
akan menentukan eksistensi bangsa ke depan. Urgensi Pendidikan Pancasila
di Perguruan Tinggi ini berlaku untuk semua jurusan/program studi, sebab
nasib bangsa ini tidak hanya ditentukan oleh segelintir profesi yang dihasilkan
oleh sekelompok jurusan/program studi saja melainkan merupakan tanggung
jawab semua bidang. Contoh urgensi Pendidikan Pancasila bagi suatu
program studi misalnya yang berkaitan dengan tugas menyusun/membentuk
peraturan perundang-undangan. Orang yang bertugas untuk melaksanakan hal
tersebut, harus mempunyai pengetahuan, pengertian, pemahaman, komitmen,
penghayatan dan pola pengalamanan yang lebih baik daripada warga negara
yang lain. Oleh karena itu, merekalah yang akan menentukan meresap atau
tidaknya nilai-nilai pancasila ke dalam peraturan perundang-undangan yang
disusun/dibentuknya.

a. Kasus kesenjangan terkait pendidikan pancasila di perguruan tinggi


Demokratisasi mengalir dengan deras menyusul terjadinya reformasi di
Indonesia. Disamping menghasilkan perbaikan-perbaikan dalam tatanan
Negara Republik Indonesia, reformasi juga menghasilkan dampak negatif,
antara lain terkikisnya rasa kesatuan dan persatuan bangsa. Sebagai contoh
acapkali mengemuka dalam wacana publik bahwa ada segelintir elit politik di
daerah yang memiliki pemahaman yang sempit tentang otonomi daerah.
Mereka terkadang memahami otonomi daerah sebagai bentuk keleluasaan
pemerintah daerah untuk membentuk kerajaan-kerajaan kecil. Implikasinya
mereka menghendaki daerahnya diistimewakan dengan berbagai alasan.
Bukan itu saja, fenomena primordialisme (sebuah pandangan atau paham
yang memegang teguh hal-hal yang dibawa sejak kecil, baik mengenai tradisi,
adat-istiadat, kepercayaan, maupun segala sesuatu yang ada di dalam
lingkungan pertamanya) pun terkadang muncul dalam kehidupan masyarakat.
Beberapa kali di berbagai media massa yang memberitakan elemen
masyarakat tertentu memaksakan kehendaknya dengan cara kekerasan kepada
elemen masyarakat lainnya. Berdasarkan laporan hasil survei Badan Pusat
Statistik di 181 Kabupaten/Kota, 34 Provinsi dengan melibatkan 12.056
responden sebanyak 89,4 % menyatakan penyebab permasalahan dan konflik
sosial yang terjadi tersebut dikarenakan kurangnya pemahaman dan
pengamalan nilai-nilai Pancasila (Dailami, 2014:3)
Kesenjangan pendidikann pencasia di kehidupan sosial diantaranya
adalah:
1. Fenomena sosial memudarnya integritas nasional yang ditunjukkan
oleh para elite politik Indonesia hingga pada lapisan masyarakat
paling bawah yang cenderung sangat mudah tersulut oleh perpecahan
bangsa.
2. Kasus Urgency yang Memicu Pendidikan Pancasila
3. Fenomena sosial memudarnya integritas nasional yang ditunjukkan
oleh para elite politik Indonesia hingga pada lapisan masyarakat
paling bawah yang cenderung sangat mudah tersulut oleh perpecahan
bangsa.
4. Generasi muda Indonesia pada saat ini banyak terjerumus pada dunia
modernisasi yang timbul akibat dari globalisasi.
5. Generasi muda lupa bahwa jati diri bangsa Indonesia adalah pancasila
dan melupakan adat ketimuran yang dimiliki yaitu Negara yang
menjunjung tinggi moral dan adat kesopanan.
6. Generasi muda saat ini mengalami krisis moral dan korban dari gaya
hidup budaya barat. Seperti misalnya, seks bebas yang
mengakibatkan pernikahan di bawah umur, hamil diluar nikah, kasus
aborsi.
7. Memakai narkoba bahkan Ikut serta dalam penjualan barang haram
tersebut. Cara berpacaran dan berpakaian yang kelewat batas, dan
berkata kotor

Kesenjangan sosial di era modernisasi di antaranya adalah:


Masalah generasi muda pada saat ini terjerumus pada dunia
modernisasiOleh karena itu, perlu kita menanamkan nilai- nilai pancasila
dalam kehidupan sehari-hari, seperti:
(1) KETUHANAN YANG MAHA ESA, dalam pelaksanaan di
setiap bidang wajib adanya landasan oleh iman dan ketaqwaan. Didalam
kehidupan masyarakat Indonesia juga telah berkembang berbagai agama
dan kepercayaan terhadap Tuhan YME. Agama dan kepercayaan tersebut
telah menjadi budaya batin bangsa yang mendidik kita semua untuk saling
menghormati antar sesama anggota masyarakat.
(2) KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB, kesadaran
akan kehendak tentang kemanusiaan adalah jiwa yang merasakan bahwa
manusia itu ingin selalu berhubungan. Manusia yang satu memerlukan
manusia lainnya dan sebaliknya, maka manusia harus bermasyarakat
(H.A.W Wijaya 2000:15). Hidup manusia tidak lepas dari hubungan
dengan manusia lain , tanpa berhubungan ataupun bermasyarakat manusia
tidak dapat memenuhi kebutuhannya. Dengan ini pula manusia disebut
dengan makhluk sosial. Dalam sila ini, bangsa Indonesia mengutarakan
pentingnya memandang persamaan manusia, seperti persamaan hakikat,
martabat, hak, dan kewajiban. Utamanya dalam menggunakan hak azazi
manusia.
(3) PERSATUAN INDONESIA , Mengacu pada semboyan bangsa
Indonesia “Bhineka Tunggal Ika” yang berarti “Berbeda-beda tetapi tetap
satu jua” mencerminkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa kepulauan
dengan berbagai kemajemukan didalamnnya dan dapat bersatu. Bangsa
Indonesia bukan merupakan bangsa yang dimiliki satu etnis tertentu saja,
bangsa Indonesia adalah milik bersama. Dalam memersatukan Indonesia
peran generasi muda juga sangat berpengaruh. Pada sila ini ditanamkan
nilai-nilai kesatuan dalam berbangsa, dimana kesatuan itu meliputi:
ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya.
(4) KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT
KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN PERWAKILAN,
Masyarakat Indonesia terdahulu telah mengenal sistem bermusyawarah
dalam menyelesaikan masalah-masalah utamanya yang menyangkut
kepentingan bersama, pentingnya musyawarah dan mufakat, H.A.W
Widjaja (2000:16) berpendapat bahwa dalam musyawarah dan mufakat
kepentingan manusia sebagai pribadi dan masyarakat dijamin. Kepentingan
manusia pribadi akan dikalahkan, bila bertentangan dengan kepentingan
umum. Kebebasan dijamin sesuai dengan mufakat. Segala sesuatu diambil
secara musyawarah dengan mufakat.
(5) KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT
INDONESIA, keadilan sosial juga berarti keadilan yang berlaku bagi
setiap hubungan masyarakat. Sesama anggota masyarakat adil juga di
artikan apabila setiap warga negara dapat menikmati hasil yang sesuai
dengan fungsi dan peranannya dalam masyarakat. Dapat dikatakan pula
sila keadilan sosial ini melandasi segala ikhtiar dalam upaya terciptanya
pemerataan rasa keadilan untuk kepentingan kesejahteraan bersama. Jika
kita memahami nilai-nilai yang terkandung pada setiap sila tersebut, maka
kita dikategorikan sebagai negara yang beruntung memiliki pancasila
sebagai ideologi bangsa, Namun seiring dengan perkembangan zaman
yang modern ini, masyarakat Indonesia terkhususnya generasi muda lupa
untuk memegang teguh pancasila. Maka dari itu, Pengamalan nilai-nilai
yang terkandung pada setiap sila perlu ditanamkan kembali, melalui
penguatan pendidikan pancasila di sekolah maupun ditengah-tengah
keluarga yang menjadi sarana dalam usaha untuk mengerti, memahami
serta mendalami makna pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia
juga mengamalkan pancasila dalam kehidupan sehari-hari dalam
bermasyarakat sesuai dengan cita-cita serta tujuan nasional seperti yang
tertera pada UUD 1945. (Menurut Megawati Soekarno Poetri) Jika nilai-
nilai pancasila terpatri di dalam jiwa batin dan pikiran, semua rintangan
akan mudah dihadapi “Jadikan pancasila sebagai penuntunmu untuk
meraih cita-cita”. Sebab tantangan yang dihadapi generasi muda saat ini
maupun nanti akan jauh lebih sulit dibanding generasi sebelumnya.

IV. SOLUSI UNTUK KASUS PENERAPAN SISTEM PENDIDIKAN


PANCASILA DI PERGURUAN TINGGI

Di sinilah urgensi terhadap pentingnya pemahaman dan pengaplikasian


terhadap butir dan nilai Pancasila. Selain dari pada upaya untuk mengkoridor
potensi pemahaman yang menyimpang, pemahaman terhadap Pancasila sangat
diharapkan dapat memperkokoh jiwa kebangsaan dalam bertindak dan
berperilaku yang berpedoman terhadap Pancasila. Mari kita amalkan dan
terapkan segenap butir dan nilai Pancasila dengan semangat kebhinnekaan dan
dalam bingkai persatuan dan kesatuan Republik Indonesia.
Selain itu, Dalam rangka mengupayakan terwujudnya integrasi nasional
yang mantap ada beberapa strategi yang mungkin ditempuh, yaitu:
1. Stategi Asilmilasi
2. Strategi Akulturasi
3. Strategi Pluralis
Ketiga strategi tersebut terkait dengan seberapa jauh penghargaan yang
diberikan atas unsur-unsur perbedaan yang ada dalam masyarakat.
Srtategi asimilasi, akulturasi, dan pluralisme masing-masing menunjukkan
penghargaan yang secara gradual berbeda dari yang paling kurang, yang lebih,
dan yang paling besar penghargaannya terhadap unsur-unsur perbedaan dalam
masyarakat, di dalam upaya mewujudkan integrasi nasional tersebut
Mengacu pada Solusi yang dikeluarkan oleh pemerintah, Dalam
rangka mengintensifkan kembali pembudayaan nilai-nilai Pancasila kepada
generasi penerus bangsa melalui pendidikan tinggi, pecinta negara
proklamasi, baik elemen masyarakat, pendidikan tinggi, maupun instansi
pemerintah, melakukan berbagai langkah antara lain menggalakkan seminar-
seminar yang membahas tentang pentingnya membudayakan Pancasila
melalui Pendidikan khususnya dalam hal ini melalui Pendidikan Tinggi. Di
beberapa kementrian khususnya di Kementrian Pendidikan Nasional
mengadakan seminar- seminar dan salah satu outputnya adalah terbitnya
Surat Edaran Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Nomor 914/E/T/2011,
pada tanggal 30 Juni 2011, perihal penyelanggaraan Pendidikan Pancasila
sebagai mata kuliah di perguruan tinggi. Dalam surat edaran tersebut, Dirjen
Dikti merekomendasikan agar Pendidikan Pancasila dilaksanakan di
Perguruan Tinggi minimal 2 (dua) sks secara terpisah, atau dilaksanakan
bersama dalam mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan dengan nama
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) dengan bobot minimal 3
(tiga) sks.
.
KESIMPULAN
1. Pengertian Mata Kuliah Pendidikan Pancasila
Mata Kuliah Pendidikan Pancasila merupakan usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
mahasiswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
pengetahuan, kepribadian, dan keahlian, sesuai dengan program studi masing-
masing, sehingga mampu memberikan kontribusi yang konstruktif dalam
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, dengan mengacu kepada nilai-nilai
Pancasila. Jadi, mata kuliah Pancasila merupakan proses pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan student centered learning, untuk mengembangkan
knowledge, attitude, dan skill mahasiswa sebagai calon pemimpin bangsa
dalam membangun jiwa profesionalitasnya sesuai dengan program studi
masing-masing dengan menjadikan nilai-nilai Pancasila sebagai kaidah
penuntun (guiding principle)sehingga menjadi warga negara yang baik (good
citizenship).
2. Pentingnya Mata Kuliah Pendidikan Pancasila
Urgensi Pendidikan Pancasila yaitu dapat memperkokoh jiwa
kebangsaan mahasiswa sehingga menjadi dorongan pokok (leitmotive) dan
bintang penunjuk jalan (leitstar) bagi mahasiswa sebagai calon pemegang
tongkat estafet kepemimpinan bangsa untuk berbagai bidang dan tingkatan
agar tidak terpengaruh oleh paham-paham asing yang dapat mendorong
mahasiswa untuk tidak menjalankan nilai-nilai Pancasila. Pentingnya
Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi adalah untuk menjawab tantangan
dunia dengan mempersiapkan warga negara yang mempunyai pengetahuan,
pemahaman, penghargaan, penghayatan, komitmen, dan pola pengamalan
Pancasila. Hal tersebut ditujukan untuk melahirkan lulusan yang menjadi
kekuatan inti pembangunan dan pemegang estafeta kepemimpinan bangsa
dalam setiap tingkatan lembaga-lembaga negara, badan-badan negara,
lembaga daerah, lembaga infrastruktur politik, lembaga-lembaga bisnis, dan
profesi lainnya, yang menjunjung tinggi Nilai-nilai Pancasila.
DAFTAR PUSTAKA
Coe, P. and Coe, P. (2015) ‘Study on Power Generation By Using Cross Flow Water
Turbine in Micro Hydro Power Plant’, International Journal of Research in
Engineering and Technology, 4(5), pp. 2319–2322.

Desmiwarman (2015) ‘PEMILIHAN TIPE GENERATOR YANG COCOK UNTUK PLTMH DESA
GUO ’, Jurnal Teknik Elektro ITP, 4(1), pp. 25–28.

Hanny Tangkudung (2011) ‘PENGUKURAN KECEPATAN ALIRAN Tekno, 9(55), pp. 28–31.
Mohanan, A. (2016) ‘Power Generation with Simultaneous Aeration using a
Gravity Vortex Turbine’, 7(2), pp. 19–24

Anda mungkin juga menyukai