Anda di halaman 1dari 22

PROSES TERJADINYA GANGGUAN JIWA DALAM PERSPEKTIF

KEPERAWATAN JIWA, KONSEP STRESS, RENTANG SEHAT-SAKIT


JIWA, MEKANISME KOPING

Makalah disusun guna memenuhi tugas mata kuliah : Keperawatan Kesehatan Jiwa I

Dosen Pengampu : Ns. Duma Lumban Tobing, M. Kep, Sp. Kep. J

Disusun oleh :

Amalia Tiara Kusuma 1810711032

Gabriell Regina S.M 1810711064

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI S-1 ILMU KEPERAWATAN

2020
2.1 PROSES TERJADINYA GANGGUAN JIWA MENURUT STUART

Gangguan jiwa adalah suatu keadaan dimana terjadinya defisit pengetahuan dan
perkembangan, adanya pola perilaku yang maladaptif, serta ketidak mampuan merespon stresor
hingga terjadinya penolakan terhadap lingkungan (Stuart, 2013).

a. FAKTOR PREDISPOSISI

Faktor predisposisi adalah faktor risiko yang menjadi sumber terjadinya stres yang memengaruhi
tipe dan sumber dari individu untuk menghadapi stres baik yang biologis, psikososial, dan
sosiokultural. Secara bersama-sama, faktor ini akan memengaruhi seseorang dalam memberikan
arti dan nilai terhadap stres pengalaman stres yang dialaminya. Adapun macam-macam faktor
predisposisi meliputi hal sebagai berikut.

1) Genetik Sebagian besar gangguan jiwa disebabkan karena faktor keturunan. Dimana
sifat-sifat gangguan jiwa yang akan dialami oleh individu diturunkan oleh orang tua maupun
nenek moyang mereka melalui gen dan kromosom dalam sel reproduksi.
2) Faktor personaliti Telah diketahui sejak lama bahwa kepribadian individu juga
berperan dalam menyumbang terjadinya gangguan jiwa pada seseorang. Individu yang memiliki
kepribadian yang kuat akan cenderung dapat mengatasi masalah yang dihadapi, namun individu
yang mengalami ketergantungan terhadap orang lain cenderung mudah mengalami gangguan
jiwa karena kepribadiannya rapuh.

3) Periode perkembangan kritis Keadaan ini juga dapat menyumbang sebagai faktor
penyebab seseorang mengalami gangguan jiwa. Selama individu menjalani proses ini, seseorang
akan belajar untuk mengenali dan mencari solusi terbaik dalam menghadapi setiap masalah yang
datang untuk dapat diadaptasikan sesuai dengan keadaan yang sehat. Sehingga apabila seseorang
tidak mampu mengatasi beberapa stresor yang ada pada periode perkembangan kritis ini akan
dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan jiwa.

b. FAKTOR PRESIPITASI

Faktor presipitasi adalah stimulus yang mengancam individu. Faktor presipitasi memerlukan
energi yang besar dalam menghadapi stres atau tekanan hidup. Faktor presipitasi ini dapat
bersifat biologis, psikologis, dan sosiokultural. Waktu merupakan dimensi yang juga
memengaruhi terjadinya stres, yaitu berapa lama terpapar dan berapa frekuensi terjadinya stres.

Adapun faktor presipitasi yang sering terjadi adalah sebagai berikut.

a. Kejadian yang menekan (stressful) Ada tiga cara mengategorikan kejadian yang
menekan kehidupan, yaitu aktivitas sosial, lingkungan sosial, dan keinginan sosial.
Aktivitas sosial meliputi keluarga, pekerjaan, pendidikan, sosial, kesehatan, keuangan,
aspek legal, dan krisis komunitas. Lingkungan sosial adalah kejadian yang dijelaskan
sebagai jalan masuk dan jalan keluar. Jalan masuk adalah seseorang yang baru memasuki
lingkungan sosial. Keinginan sosial adalah keinginan secara umum seperti pernikahan.

b. Ketegangan hidup Stres dapat meningkat karena kondisi kronis yang meliputi
ketegangan keluarga yang terus-menerus, ketidakpuasan kerja, dan kesendirian. Beberapa
ketegangan hidup yang umum terjadi adalah perselisihan yang dihubungkan dengan
hubungan perkawinan, perubahan orang tua yang dihubungkan dengan remaja dan anak-
anak, ketegangan yang dihubungkan dengan ekonomi keluarga, serta overload yang
dihubungkan dengan peran.
 SUMBER KOPING

Sumber Koping merupakan pilihan-pilihan atau strategi-strategi yang membantu


menentukan apa yang dapat dilakukan dan apa yang beresiko.

Mereka dapat mengandalkan pilihan koping yang tersedia, kesempatan bahwa pilihan tersebut
akan berhasil dan kemungkinan individu tersebut dapat menerapkan strategi tertentu secara
efektif.

Sumber koping adalah factor pelindung. Hal yang termasuk sumber koping adalah asset
Finansial / kemampuan ekonomi, kemampuan dan keterampilan, dukungan social, dan motivasi,
serta gabungan semua tingkat hirarki social. Hubungan antara individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat sangat penting dalam model ini. Sumber Koping lain meliputi kesehatan dan energi
dukungan spiritual. Keyakinan positif, keterampilan penyelesaian masalah dan keterampilan
sosial dan sumber materi, serta kesehatan fisik.

Keyakinan Spritual dapat berguna sebagai sumber harapan dan dapat mempertahankan upaya
koping seseorang dalam situasi yang paling tidak diharapkan.

Keterampilan menyelesaikan masalah meliputi kemampuan mencari informasi, mengidentifikasi


masalah, mempertimbangkan alternatif dan mengimplementasikan rencana tindakan.

Keterampilan Sosial membantu menyelesaikan masalah dengan melibatkan orang lain,


meningkatkan kemungkinan untuk bekerjasama dan memperoleh dukungan dari orang lain dan
memberikan pada individu kontrol social yang lebih besar.

Modal Material merujuk pada uang dan barang serta layanan yang dapat dibeli dengan uang.
Lazimnya sumber dana sangat meningkatkan kemampuan seseorang untuk memilih koping pada
hamper semua situasi yang menimbulkan stress.

Pengetahuan dan inteligensi merupakan sumber koping yang memungkinkan seseorang


mengidentifikasi berbagai cara yang berbeda dalam mengatasi stress.

Identitas ego yang kuat, komitmen pada jaringan social, stabilitas budaya, system nilai dan
keyakinan yang stabil, serta orientasi kesehatan yang bersifat preventif merupakan sumber
koping lainnya.
 MEKANISME KOPING

Koping mekanisme adalah suatu usaha langsung dalam manajemen stres. Ada tiga tipe
mekanisme koping, yaitu sebagai berikut.

a. Mekanisme koping problem focus

Mekanisme ini terdiri atas tugas dan usaha langsung untuk mengatasi ancaman diri. Contoh:
negosiasi, konfrontasi, dan mencari nasihat.

b. Mekanisme koping cognitively focus

Mekanisme ini berupa seseorang dapat mengontrol masalah dan menetralisasinya. Contoh:
perbandingan positif, ketidaktahuan selektif, susbstitusi pennghargaan, dan

devaluasi objek yang diinginkan.

c. Mekanisme koping emotion focus

Pasien menyesuaikan diri terhadap distres emosional secara tidak berlebihan. Contoh:
menggunakan mekanisme pertahanan ego seperti denial, supresi, atau proyeksi.

Selain dapat dikategorikan dalam tiga tipe di atas, mekanisme koping dapat dikategorikan
sebagai task oriented reaction dan ego oriented reaction.

 Task oriented reaction : berpikir serta mencoba berhati-hati untuk menyelesaikan


masalah, menyelesaikan konflik, dan memberikan kepuasan. Task oriented reaction
berorientasi dengan kesadaran secara langsung dan tindakan.

 Ego oriented reaction : sering digunakan untuk melindungi diri. Reaksi ini sering disebut
sebagai mekanisme pertahanan. Setiap orang menggunakan mekanisme pertahanan dan
membantu seseorang mengatasi kecemasan dalam tingkat ringan sampai dengan sedang.
Ego oriented reaction dilakukan pada tingkat tidak sadar.

 MEKANISME KOPING DAPAT BERSIFAT :

Mekanisme Koping Konstruktif : terjadi ketika kecemasan diperlakukan sebagai sinyal


peringatan dan individu menerima sebagai tantangan untuk menyelesaikan masalah.

Mekanisme Koping Destruktif : menghindari kecemasan tanpa menyelasaikan konflik.


 TANDA DAN GEJALA

Menurut Nasir dkk (2011), mengatakan bahwa ada beberapa tanda dan gejala gangguan
jiwa yaitu sebagai berikut:

a. Gangguan kognitif

Kognitif adalah suatu proses mental di mana seorang individu menyadari dan mempertahankan
hubungan dengan lingkungannya, baik lingkungan dalam maupun lingkungan luar (fungsi
mengenal). Proses kognitif meliputi hal-hal seperti sensasi dan persepsi, perhatian, ingatan,
asosiasi, pertimbangan, pikiran dan kesadaran.

b. Gangguan perhatian

Perhatian adalah pemusatan dan konsentrasi energi, menilai dalam suatu proses kognitif yang
timbul dari luar akibat suatu rangsangan.

c. Gangguan ingatan

Ingatan (kenangan, memori) adalah kesanggupan untuk mencatat, menyimpan, memproduksi isi,
dan tanda-tanda kesadaran.

2.2 PENGERTIAN STRESS


Stres adalah satu kondisi ketika individu berespons terhadap perubahan dalamstatus
keseimbangan normal (Kozier, 2011). Stres adalah segala situasi di mana tuntutan non
spesifik mengharuskan seorang individu berespon dan melakukan tindakan (Selye, 1976 dalam
Potter dan Perry, 2005)
Stressor adalah setiap kejadian atau stimulus yang menyebabkan individumengalami
stres. Ketika seseorang menghadapi stressor, responnya disebut sebagai strategi koping, respon
koping, atau mekanisme koping. Mc Nerney dalam Genberg (1984), menyebutkan stres sebagai
reaksi fisik, mental dan kimiawi dari tubuh terhadap situasi yang menakutkan , mengejutkan,
membingungkan, membahayakan dan merisaukan seseorang.
Jadi, Stress merupakan kondisi dimana respon sistem manusia yang berubah dikarenakan
stress sebagai reaksi fisik, mental dan kimiawi dari tubuh terhadap situasi yang berubah
A. Model Stress Berdasarkan Stimulus
Dalam model berbasis stimulus, stres didefinisikan sebagai stimulus, peristiwa hidup,
atau sekelompok situasiyang membangkitkan reaksi fisiologik dan/atau psikologik yang dapat
meningkatkan kerentanan individu terhadap penyakit. Dalam penelitiannya, Holmes and Rahe
(1976) menetapkan nilai numerik terhadap 43 perubahan atau peristiwa hidup. Skala peristiwa
hidup yang menimbulkan stres digunakan untuk mendokumentasikan pengalam individu yang
relatif baru, seperti perceraian, kehamilan, dan pensiun. Dalam sudut pandang ini, baik peristiwa
positif maupun negatif dianggap menimbulkan stres. Kelemahan pada model stimulus ini adalah
kegagalannya dalam memperhitungkan cara orang menyatakan realita dari stimulus lingkungan
terhadap respon

B. Model Stress Berdasarkan Respon


Model ini mengidentifikasikan stress sebagai respon individu terhadap stressor yang
diterima. Style (1982) menjelaskan stress sebagai respon non spesifik yang timbul terhadap
tuntutan lingkungan, respon umum ini disebut sebagai General Adaptation Syndrom (GAS)
terdapat 3 fase yaitu:
1) Fase Sinyal (reaksi Alaram)
Respon siaga, pada fase ini terjadi peningkatan cortical hormone, emosi, dan ketegangan
2) Fase Perlawanan (Resistance)
Terjadi bila respon adaptif tidak mengurangi persepsi terhadap ancaman ditandai oleh hormone
cortical yang tetap tinggi, usaha fisiologis untuk mengatasi stress mencapai kapasitas penuh
melalui mekanisme pertahanan diri dan strategi mengatasi stress
3) Fase Kelelahan
Perlawanan terhadap stress yang berkepanjanagan mulai menurun, fungsi otak tergantung oleh
perubahan metabolism, sistem kekebalan tubuh menjadi kurang efisien dan penyakit serius
timbul saat kondisi menurun

C. Model tres berdasarkan transaksional


Pendekatan ini mengacu pada interaksi yang timbul antara manusia dengan lingkungan,
penyesuaian diri dengan lingkungan dengan melakukan koping terhadap berbagai tuntutan.
3 tahap mengukur potensial yang mengandung stress ;
1) pengukuran primer
menggali persepsi individu terhadap masalah saat dia menilai tantangan atau tuntutan yang
menimpanya
2) pengukuran Sekunder
mengkaji kemampuan seseorang atau sumber-sumber tersedia diarahakan untuk mengatasi
masalah
3) pengukuran tarsier
berfokus pada perkiraan efektifan prilaku koping dalam mengurangi dan menghadapi
ancaman

1. Psikofisiologi Stress

Menurut Selye (1982) stress merupakan non spesifik terhadap setiap tuntutan yang
diberikan pada suatu organisme dan digambarkan sebagai GAS. Konsep ini menunjukkan tiga
fase yaitu fase sinyal (alarm), fase perlawanan (resistance) dan fase keletihan (exhaustion).
Tahap sinyal adalah mobilisasi awal dimana badan menemui tantangan yang diberikan oleh
penyebab stress. Ketika stress, otak mengirimkan suatu pesan biokimia kepada semua sistem
tubuh yang menyebabkan pernafasan meningkat, tekanan darah naik, ketegangan otot dan
seterusnya. Tahap perlawanan memiliki tanda gejala keletihan, ketakutan dan ketegangan.
Tahap keletihan terjadi bila fungsi fisik dan psikologis seseorang melakukan perlawanan pada
penyebab stress secara terus menerus yang akhirnya menaikkan penggunaan energi pada tubuh
yang berakibat keletihan.
Menurut Fortuna (1984) seperti halnya dengan gangguan fisik, respon terhadap ancaman
juga mempunyai risiko terhadap emosi dan kognitif.
Menurut Abraham dan Shaley (1997) orang yang mengalami stress akan menunjukkan
penurunan konsentrasi, perhatian, dan kemunduran memori.
Stessor psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan perubahan
dalam kehidupan seseorang sehingga orang itu terpaksa mengadakan adaptasi atau
menanggulangi stressor yang timbul.

 PENYEBAB STRESS DAN STRESSOR PSIKOSOSIAL :

1) Perkawinan.
Misalnya pertengkaran, perpisahan, perceraian, kematian pasangan dan ketidaksetiaan.
2) Problem Orangtua.
Yang dimaksudkan di sini adalah faktor stres yang dialami oleh anak dan remaja yang
disebabkan karena kondisi keluarga yang tidak baik (yaitu sikap orangtua), misalnya
hubungan kedua orangtua yang dingin, atau penuh ketegangan, atau acuh tak acuh.
3) Perkerjaan.
Masalah pekerjaan merupakan sumber stres kedua setelah masalah perkawinan. Banyak
orang menderita depresi karena masalah pekerjaan ini, misalnya pekerjaan terlalu banyak,
pekerjaan tidak cocok, mutasi, jabatan, kenaikan pangkat, pensiun, kehilangan pekerjaan
(PHK), dan lain sebagainya.
4) Lingkungan Hidup.
Kondisi lingkungan yang buruk besar pengaruhnya bagi kesehatan seseorang, misalnya soal
perumahan, pindah tempat tinggal, penggusuran, hidup dalam lingkungan yang rawan
(kriminalitas) dan lain sebagainya.
5) Keuangan
Masalah keuangan (kondisi sosial-ekonomi) yang tidak sehat, misalnya; pendapatan jauh
lebih rendah dari pengeluaran, terlibat hutang, kebangkrutan usaha, soal warisan, dan lain
sebagainya.
6) Hukum
Keterlibatan seseorang dalam masalah hukum dapat merupakan sumber stres pula, misalnya;
tuntutan hukum, pengadilan, penjara, dan lain sebagainya.
7) Perkembangan
Yang dimaksud disini adalah masalah perkembangan baik fisik maupun mental seseorang,
misalnya masa bayi, todler, prasekolah, remaja, menopouse, usia lanjut, dan lain sebagainya.
Kondisi setiap fase fase tersebut untuk sebagian individu dapat menyebabkan depresi dan
kecemasan terutama pada mereka yang mengalami menopouse atau usia lanjut.
 BAYI
Penyebab stres pada bayi adalah ketidaknyamanan yang dirasakannya, seperti sering
diabaikan oleh lingkungannya, celana basah atau kotor, dan rasa lapar yang berkepanjangan.
Biasanya ditandai dengan tidak mau didekati atau disentuh, menunjukkan ekspresi murung dan
menangis berkepanjangan.
a. Merasa tak nyaman
Stres pada usia bayi sebenarnya lebih cenderung sebagai respons ketidaknyamanan
yang dialami secara berkepanjangan. Misalnya celana basah atau kotor karena pipis atau pup,
namun tidak lekas ditangani.
Solusi: Peka akan kebutuhan bayi dengan selalu cepat merespon apa yang menjadi
kebutuhannya.
b. Sakit
Kemungkinan juga bayi merasa tak nyaman karena mengalami sakit.
Solusi: Periksakan si kecil pada dokter. Untuk mengurangi ketidaknyaman pada tubuhnya,
sering-seringlah memeluk tubuhnya. Jangan lupa untuk memberikan ASI karena ada zat
kekebalan tubuh alami terkandung di dalamnya.
c. Merasa diabaikan
Contoh yang paling sering ditemui yakni setelah cuti melahirkan selesai, ibu harus kembali
bekerja, sehingga pengasuhan diserahkan pada sosok pengganti. Hal ini menyebabkan bayi
kehilangan sesuatu yang membuatnya aman dan nyaman.
Solusi: Persiapkan sedini mungkin sehingga bayi tidak merasa ditinggalkan begitu saja. Tentukan
siapa yang akan mengasuhnya. Pastikan ia mendapatkan pengasuhan dan perawatan yang baik
dan nyaman. Usai ibu bekerja, berikan kenyamanan dengan cara memeluk, mencium, dan
mengajaknya bermain.
d. Overstimulasi
Hal ini kerap tidak disadari orangtua karena khawatir bayinya kurang mendapat stimulasi seperti
yang dianjurkan para pakar.
Solusi: - Peka terhadap tanda-tanda kebosanan yang ditunjukkan anak. Contoh, bayi yang sudah
bosan umumnya akan rewel atau memberontak ingin bebas dari pegangan kita.
e. Ketahui tahapan perkembangan anak per usia.
Dengan begitu, kita mengetahui kemampuan apa saja yang sudah harus dikuasai anak dan
kemampuan mana yang belum saatnya diajarkan.
f. Kepanasan atau kedinginan
Perubahan cuaca yang sangat drastis atau tidak menentu bisa juga menyebabkan si kecil stres.
Suasana rumah yang terlalu ramai juga kerap kali membuat si kecil merasa tidak tenang. Solusi
Antisipasi sebelum masalah datang. ketika cuaca sedang terik, kenapakan anak baju tipis atau
nyalakan AC jika perlu. Atau jika rumah didatangi banyak orang, carikan ruangan yang kira-kira
masih memungkinkan untuk bayi beristirahat.

 TODLER (1-3 Tahun)


Pada usia ini Si Kecil mulai merasakan kecemasan berpisah saat meninggalkan orang tua
atau pengasuh hingga kecemasan sosial dalam situasi baru dengan anak-anak lain. Selain itu,
belajar menggunakan toilet, perubahan dalam keluarga seperti saudara kandung baru, orang tua
yang rentan stres, atau paparan hal-hal traumatis yang ia lihat di televisi dapat menyebabkan
balita merasa tertekan.
Dampaknya adalah mungkin balita akan mengalami keterlambatan bicara, menangis, sering
mengamuk, atau sangat menarik diri. Mereka mungkin juga memiliki masalah dengan
berkonsentrasi, tidur, pencernaan, atau bergaul dengan atau mempercayai orang lain.
 PRASEKOLAH & SEKOLAH
Umumnya pada usia prasekolah penyebab stres adalah karena ketidakmampuan melakukan
sesuatu. Misalnya, melakukan kesalahan dan takut mengakui, atau seringnya orangtua
memberikan label negatif kepada si kecil.
Sedangkan pada usia sekolah, penyebabnya dapat internal dan eksternal, di mana
faktor internal umumnya dari keluarga, seperti adanya kekerasan, tuntutan yang berlebihan dari
orangtua, terutama dalam hal akademis atau persaingan antara kakak-adik. Lalu faktor eksternal
bisa dikarenakan lingkungan bermain yang tidak bisa menerima Si Kecil, atau Si Kecil yang
selalu dibully oleh teman-temannya.

 DEWASA
Pada dasarnya, stres pada orang dewasa disebabkan kebanyakan oleh faktor ekonomi,
pekerjaan, dan keluarga. Tetapi sumber stres yang paling menonjol adalah pekerjaan dan
ekonomi. Masalah ini tampaknya menyoroti fakta bahwa keprihatinan tentang kesejahteraan
finansial selama pensiun tetap ada, meskipun laporan bahwa ekonomi membaik. Banyak orang
dewasa yang terus berjuang dengan aspek keuangan yang semakin menurun, dan peningkatan
jumlah yang mengubah anggaran pensiun mereka untuk mengkompensasi masa ekonomi sulit.
Dalam mengatasi stres ,orang dewasa menggunakan berbagai macam strategi, seperti
termasuk latihan (48 persen), membaca (56 persen), doa (44 persen), dan menghabiskan waktu
bersama keluarga dan teman-teman (44 persen). Relaksasi juga bisa mengatasi stres pada orang
dewasa. Relaksasi dapat membuat pikiran seseorang tenang dan damai. Meditasi juga bisa
digunakan sebagai salah satu cara mengatasi stres. Meditasi juga memiliki keuntungan lain
seperti konsentrasi menjadi lebih tajam dan pikiran menjadi lebih tenang. Apabila stres itu
mempengaruhi fisik, maka bisa menggunakan obat-obatan. Namun obat sendiri juga kurang
efektif, karena bisa mengakibatkan ketergantungan ,biaya mahal, dan membuat orang kebal
terhadap obat tersebut. Tetapi, terkadang juga ada beberapa orang dewasa yang mengatasi stres
dengan hal yang negatif. Seperti minum-minuman keras, merokok, dan makan terlalu berlebihan.

 LANJUT USIA
Para lansia secara alami akan mengalami perubahan struktur dan fisiologis seperti
penurunan penglihatan, penurunan sistem pernapasan, penurunan tingkat pendengaran, dan juga
penurunan pada persendian serta tulang.
Kondisi tersebut akan sangat berpengaruh pada ketahanan tubuh para lansia. Penurunan kondisi
fisiologis akan membuat mereka membutuhkan bantuan orang lain sekalipun untuk
menyelesaikan pekerjaan yang dulunya ia sanggup selesaikan sendiri.
Keadaan yang ia rasakan sebagai membebani orang lain itulah yang juga bisa menjadi sumber
stres. Lansia yang sangat rentan terkena stres ialah lansia dengan penyakit degeneratif, lansia
dengan keluhan somatik kronis, lansia dengan imobilisasi berkepanjangan serta lansia yang
mengalami isolasi sosial.

8) Penyakit fisik atau cidera


Sumber stress yang dapat menimbulkan depresi dan kecemasan, antara lain : penyakit,
kecelakaan, operasi atau pemberahan, aborsi, dan lain lain. Dalam hal penyakit yang banyak
menimbulkan depresi dan kecemasan adalah penyakit kronis, jantung, kanker dll.

9) Faktor keluarga
Yang dimaksud disini adalah faktor stress yang dialami oleh anak dan remaja yang
disebabkan karena kondisi keluarga yang tidak baik (yaitu sikap orang tua), misalnya :
a. Hubungan kedua orangtua yang dingin, atau penuh ketegangan, atau acuh tak acuh
b. Komunikasi antar orang tua dan anak yang tidak baik
c. Kedua orangtua berpisah atau bercerai
d. Gangguan kejiwaan pada salah satu orang tua.
e. Orang tua dalam pendidikan anak kurang sabar, pemarah, keras, dan otoriter, dan lainnya.

10) Lain lain


Stressor kehidupan lainnya juga dapat menimbulkan depresi dan kecemasan adalah antara
lain, bencana alam, kebakaran, perkosaan, kehamilan diluar nikah, dll. Kebanyakan pekerjaan
dengan waktu yang sempit ditambah lagi dengan tuntutan harus serba cepat dan tepat membuat
orang hidup dalam keadaan ketegangan (stress).
Pengangguran membawa pengaruh bagi kesehatan jiwa. Sumber stress terpenting bukanlah
hakikat kehilangan pekerjaan itu sendiri, tetapi lebih bersifat perubahan-perubahan domestik dan
psikologis yang berjalan secara perlahan-perlahan. Hal ini lambat laun membahayakan kesehatan
individu yang bersangkutan.
Dalam suatu penelitian nya M. Harvey Brenner dari Universitas John Hopkins, mengemukakan
bahwa untuk tiap 1% kenaikan pengangguran di Amerika Serikat tercatat:
a. 1,9% kenaikan kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh darah
b. 4,1% kenaikan kematian akibat bunuh diri
c. 4,3% kenaikan perawatan bagi pasien baru laki-laku di rumah sakit jiwa
d. 2,3% kenaikan perawatan bagi pasien baru wanita di rumsh sakit jiwa
Suatu penelitian yang dilakukan Thomas Holmes dari Universitas Wangshinton terhadap para
eksekutif ( bergerak dibidang usaha dan politik) , menunjukan bahwa 80% dari responden
mengalami stress,depresi,kecemasan,dan penyakit gawat lainnya.
Perubahan yang serba cepat di bidang perdagangan, sosial, politik, dan lainnya membuat para
eksekutif sering terkena tekanan (stress).

Dalam penelitian lainnya menyebutkan bahwa kini di Amerika terdapat 6 penyebab kematian
utama yang berhubungan dengan stress dan kecemasan, yaitu:
1. Kanker
2. Paru paru
3. Jantung
4. Kecelakaan
5. Pengerasan hati
6. Bunuh diri

Holmes memberikan gambaran tentang perubahan baik yang menyenangkan atau yang
menyusahkan dalam kehidupan seseorang dengan menggunakan angka-angka yang terkenal
dengan istilah skala Holmes. Di samping itu ahli jiwa Lyle H. Miller dan Alma Dell Smith dari
Universitas Boston, telah membuat serangkaian daftar aktivitas sehari hari yang dapat dinilai
dengan angka-angka. Jumlah angka terntentu menunjukan tingkat kekebalan seseorang terhadap
stress.

2. TAHAPAN STRESS
Gangguan stress biasanya timbul secara lamban, tidak jelas kapan mulainya dan
seringkali kita tidak menyadari. Namun, meskipun demikian dari pengalaman praktik psikiatri,
para ahli mecoba membagi stress tersebut menjadi enam tahapan. Setiap tahap memperlihatkan
sejumlah gejala-gejala yang dirasakan oleh yang bersangkutan, yang mana berguna bagi
seseorang dalam rangka mengenali gejala stress sebelum memeriksakannya ke dokter.petunjuk-
petunjuk tahapan stress tersebut dikemukakan oleh Robert J. Van Amberg (Psikiater) sebagai
berikut :

1) Stress Tingkat I
Tahapan ini merupakan tingkat stress yang paing ringan, dan biasanya disertai
dengan perasaan-perasaan sebagai berikut :
a. Semangat besar
b. Penglihatan tajam tidak sebagaimana mestinya
c. Energi dan gugup berlebihan
Tahap ini biasanya menyenangkan dan orang lalu bertambah semangat, tapi tanpa
disadari bahwa sebenarnya cadangan energinya sedang menipis.

2) Stress Tingkat II
Dalam tahapan ini dampak stress yang menyenangkan mulai menghilang dan timbul
keluhan-keluhan dikarenakan cadangan energi tidak lagi cukup sepanjang hari.
Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan sebagai berikut :
a. Merasa letih sewaktu bangun pagi
b. Merasa lelah sesudah makan siang
c. Merasa lelah menjelang sore hari
d. Terkadang gangguan dalam sistem pencernaan, kadang jantung berdebar
e. Perasaan tegang pada otot-otot punggung dan tenguk
f. Perasaan tidak bisa santai

3) Stress Tingkat III


Pada tahap ini keluhan keletihan semakin nampak disertai dengan gejala-gejala :
a. Gangguan usus lebih terasa
b. Otot-otot terasa lebih tegang
c. Perasaan tegang yang semakin meningkat
d. Gangguan tidur
e. Badan terasa oyong, rasa mau pingsan

Pada tahap ini penderita sudah harus berkonsultasi pada dokter, kecuali kalau beban
stress atau tuntutan-tuntutan dikurangi, dan tubuh mendapat kesempatan untuk
beristirahat arau relaksasi, guna memulihkan suplai energi.

4) Stress Tingkat IV
Tahap ini sudah menunjukkan tahap yang lebih buruk yang ditandai dengan ciri-ciri
sebagai berikut :

a. Untuk bisa bertahan sepanjang hari terasa sangat sulit

b. Kegiatan-kegiatan yang semula menyenangkan kini terasa sulit

c. Kehilangan kemampuan untuk menanggapi situasi, pergaulan sosial, dan


kegiatan-kegiatan rutin lainnya terasa berat

d. Tidur semakin sukar, mimpi-mimpi menegangkan, dan seringkali terbangun


sendiri

e. Perasaan negativistik
f. Kemampuan konsentrasi menurun tajam

g. Perasaan takut yang tidak dapat dijelaskan

5) Stress Tingkat V
Tahap ini merupakan keadaan yang lebih mendalam dari tahapan IV diatas yaitu :
a. Keletihan yang mendalam
b. Kurang mampu melakukan pekerjaan sederhana
c. Gangguan sistem pencernaan lebih sering
d. Perasaan takut yang semakin menjadi

6) Stress Tingkat VI
Tahap ini merupakan tahapan puncak yang merupakan keadaan gawat darurat. Tidak
jarang penderita dalam tahapan ini dibawa ke ICCU. Gejela-gejala pada tahapan ini
cukup mengerikan :
a. Debar jantung terasa amat keras
b. Nafas sesak
c. Badan gemetar, tubuh dingin, keringat bercucuran
d. Pingsan atau Collaps

Bilamana diperhatikan, maka dalam tahapan stress di atas, menunjukan manifestasi


berupa kecemasan dan depresi. Hal ini dikarenakan penyediaan energi fisik maupun
mental yang mengalami defisit terus-menerus. Sering buang air kecil dan sukar tidur
merupakan pertanda dari depresi.

2.3 RENTANG SEHAT-SAKT JIWA

Ciri-ciri sehat jiwa adalah sebagai berikut:

1. Dapat menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan(berani menghadapi kenyataan).

2. Mendapat kepuasan dari usahanya.

3. Lebih puas memberi daripada menerima.

4. Bebas(Relatif) dari cemas.

5. Berhubungan dengan orang lain secara tolong-menolong dan memuaskan.

6. Dapat menerima kekecewaan sebagai pelajaran di kemudian hari.


7. Mengarahkan rasa bermusushan pada penyelesaian yang kreatif dan konstruktif.

8. Daya kasih saying yang besar.

Sementara itu, kriteria sehat jiwa menurut Yahoda adalah sebagai berikut:

1. Bersikap positif terhadap diri sendiri.

2. Tumbuh kembang dan aktualisasi diri.

3. Integritas.

4. Otonomi.

5. Persepsi realitas.

6. Environmental mastery(kecakapan dalam adaptasi dengan lingkungan).

RENTANG SEHAT-SAKIT

1. Dinamis bukan titik statis.

2. Rentang dimulai dari sehat optimal.

3. Ada tahap-tahap

4. Adanya variasi tiap individu.

5. Menggambarkan kemampuan adaptasi.

6. Berfungsi secara efektif sehat.

2.4 JENIS-JENIS MEKANISME KOPING

Mekanisme koping adalah semua upaya yang diarahkan untuk mengelola stres yang
dapat bersifat konstruktif dan destruktif. Tiga jenis utama mekanisme koping sebagai berikut:
1. Mekanisme koping berfokus pada masalah, yang melibatkan tugas dan upaya langsung

untuk mengatasi ancaman. Contoh meliputi negosiasi, konfrontasi, dan mencari saran.

2. Mekanisme koping berfokus secara kognitif, dimana seseorang mencoba untuk

mengendalikan makna dari suatu masalah lalu menetralisirnya. Contoh meliputi

perbandingan positif, ketidaktahuan selektif, subsitusi penghargaan, dan devaluasi objek

yang diinginkan.

3. Mekanisme koping berfokus pada emosi, di mana klien diorientasi untuk mengurangi distres

emosionalnya. Contoh meliputi penggunaan mekanisme pertahanan ego, seperti denial,

supresi, atau proyeksi.

Mekanisme bersifat konstruktif ketika ansietas digunakan sebagai tanda peringatan dan
individu menerimanya sebagai tantangan untuk menyelesaikan masalah.

Mekanisme koping yang destruktif mematikan peringatan ansietas dan tidak


menyelesaikan konflik dan mungkin menggunakan mekanisme koping yang menghindarai
resolusi.

1. Koping pemecahan masalah (problem solving/task oriented)

Individu menggunakan kemampuannya secara realistis untuk penjajagan situasi stres dan
kebutuhan. Kebutuhan untuk meningkatkan keyakinan diri dan kemampuan mengahadapi dan
memecahkan masalah

Penyelesaian masalah yang berorientasi pada tugas:

a. Kompromi

Cara konstruktif yang digunakan individu dengan melakukan pendekatan negosiasi atau
musyawarah (win-win solution)
b. Menarik diri

Penyelesaian masalah sementara dengan menarik diri secara fisik atau psikologis. Reaksi fisik
seperti menghindari sumber stressor, misalmnya menjauhi polusi, sumber infeksi, dan lain-lain.
Reaksi psikologis individu menunjukkan perilaku apatis, tidak berminat disertai rasa takut.

c. Perilaku menyerang (fight)

Reaksi yang ditampilkan individu dalam menghadapi masalah dengan menyerang konstruktif,
yaitu teknik assertif seperti mengatakan terus terang ketidaksukaan terhadap perilaku yang tidak
menyenangkan.

2. Mekanisme pertahanan ego (deffence mechanism)

Macam macam mekanisme pertahanan jiwa:

a. Represi

Menekan keinginan, pikiran, persaan yang tidak menyenangkan ke alam tidak sadar dan sengaja
dilupakan

b. Reaksi formasi

Tingkah laku yang berlawanan dengan perasaan yang mendasari tingkah laku tersebut.

c. Kompensasi

Tingkah laku menggantikan kekurangan kekurangan dengan kelebihan yang lain.

d. Rasionalisasi

Alasan/ tingkah laku yang dapat diterima sebagai hasil pemikiran yang logis, bukan kerena tidak
disadari.

e. Restitusi

Tingkah laku mengurangi rasa bersalah dengan tingkah laku pengganti

f. Displacement
Memindahkan perasaan emosional pada objek pengganti.

g. Proyeksi

Memproyeksikan keinginan, perasaan diri terhadap ketidakberdayaan pada orang lain/ objek lain
untuk mengingkari.

h. Simbolisasi

Menggunakan objek untuk mewakili ide/ emosi yang menyakitkan untuk diekspresikan.

i. Regresi

Kemunduran tingkah laku, pikiran, perasaan pada tingkat perkembangan sebelumnya.

j. Denial

Mengingkari perasaan, pikiran, fakta yang tidak dapat ditoleransi.

k. Sublimasi

Memindahkan perasaan dan tingkah laku yang tidak menyenangkan pada tujuan yang dapat
diterima oleh norma

l. Konversi

Pemindahan stres mental pada fisik

m. Fantasi

Harapan atau keinginan seolah-olah terpenuhi yang diciptakan sendiri.

n. Isolasi

Memisahkan atau mengeluarkan dari komponen perasaan tentang pikiran, kenangan atau
pengalaman tertentu.

o. Inproyeksi
Bentuk identifikasi yang lebih mendalam dimana individu mengambil atau memasukkan nilai
dari orang lain yang dicintai atau benci menjadi struktur egonya

p. Identifikasi

Suatu proses dimana seseorang berusaha seperti oarang yang dikagumi dengan meniru cara
berpikir dan perilakunya.

q. Undoing

Suatu tindakan atau komunikasi tertentu yang bertujuan menghapus atau meniadakan tingkatan
sebelumnya.

Mekanisme penyelesaian masalah (koping) menurut Bell, 1977; Rasmun,2001, ada 2 metode:

a. Jangka panjang cara ini konstruktif :


1. Berbicara dengan orang lain (curhat) dengan teman =, keluarga, atau profesi tentang
masalah yang dihadapi
2. Mencoba mencari informasi lebih banyak tentang masalah yang dihadapi
3. Menghubungkan situasi atau masalah yang dihadapi dengan kekuatan supra natural
4. Melakukan kegiatan ibadah yang teratur
5. Melakukan latihan fisik untuk mengurangi ketegangan
6. Membuat berbagai alternative kegiatan untuk mengurangi situasi
7. Belajar dari kegagalan masa lalu. Tidak ada kegagalan kedua kali

a. Jangka pendek : cukup efektif tetapi sifatnya sementara :


1. Menggunakan alcohol atau obat
2. Melamun atau fantasi
3. Mencoba melihat aspek humor dari situasi yang tidak menyenangkan
4. Tidak ragu dan merasa yakin bahwa semua akan kembali stabil
5. Banyak tidur
6. Banyak merokok
7. Menangis
8. Beralih pada aktifitas yang dapat meluapkan masalah

Koping keluarga dalam menghadapi masalah menurut Mc. Cubbin, 1979; Stuart and Sundeen,
2001 :

a. Mencari dukungan social seperti minta bantuan keluarga, tetangga, teman, atau keluarga
jauh
b. Reframing, yaitu mengkaji ulang kejadian masa lalu agar lebih dapat menangani dan
menerima kejadian
c. Mencari dukungan spiritual, berdoa, menemui pemuka agama, atau aktif dalam
pertemuan ibadah
d. Menggerakkan keluarga untuk mencari dan menerima bantuan
e. Penilaian secara pasif terhadap peristiwa yang dialami, seperti menonton TV, atau diam
saja

Strategi koping, folkman dan lazarus (1985) dikelompokkan menjadi 8 ;

1. Confrontative coping; individu berpegang teguh pada pendiriannya dan


memperjuangkan apa yang diinginkan

2. Planful problem solving; usaha memikirkan rencana tindakan untuk memecahkan


situasi, dana usaha problem solving yang sengaja untuk mengubah situasi.

3. Seeking social support; usaha individu mencari kenyamanan dan nasehat dari orang lain
untuk mengatasi masalah melalui informasi seperti berbicara pada seseorang untuk
mengetahui lebih banyak tentang situasi.

4. Self control; usaha indidvidu untuk menabahkan hati dan tidak membiarkan perasaan
terlihat dengan usaha mengontrol perasaan dan tindakannya.

5. Distancing; usaha individu untuk melepaskan diri dengan menciptakan pandangan positif
dan enenggelamkan diri dalam kegiatan dana aktivitas.

6. Accepting responbility; individu mengakui bahwa diri sendiri yang mengakibatkan


masalah dan mencoba belajar dari pengalaman

7. Escape avoidance; individu berharap situasi akan berlalu dan bagaimanapun akan
berakhir dengan individu mennunjukkan usaha tingkah laku untuk melarikan diri dari
masalah melalui oabat2an , minuman keras, merokok, atau makan berlebihan.
8. Positive reappraisal; uasaha individu untuk menciptakan arti positif dengan
memfokuskan pada pertumbuhan pribadi dengan mengubah pemikiran diri secara positif
dan mengandung nilai religious.

DAFTAR PUSTAKA

Iyus, Yosep.2010.Keperawatan Jiwa(Edisi Revisi).Bandung: Refia Aditama


Keliat, Farida Kusumawat.2010.Buku Ajar Keperawatan Jiwa.Jakarta : Salemba Medika.
Ns. Nurhalimah. S. Kep, M. Kep, Sp. Kep. J. 2016. Keperawatan Jiwa.Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.
Purwanto, Teguh. 2015. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Stuart, G. W. 2013. Prinsip dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa (Terjemahan). Ahli
bahasa : Budi Anna Keliat dan Jesika Pasaribu. Singapore : Elsevier
Nasir, Abdul, Abdul Muhith.2011.Dasar-dasar Keperawatan Jiwa: Pengantar dan
Teori.Jakarta:Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai