Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
Nyeri muka atau yang lebih dikenal sebagai trigeminal neuralgia merupakan
suatu keluhan serangan nyeri wajah satu sisi yang berulang. Disebut Trigeminal
neuralgia, karena nyeri di wajah ini terjadi pada satu atau lebih saraf dari tiga
cabang saraf Trigeminal. Saraf yang cukup besar ini terletak di otak dan
membawa sensasi dari wajah ke otak. Rasa nyeri disebabkan oleh terganggunya
fungsi saraf Trigeminal sesuai dengan daerah distribusi persarafan salah satu
cabang saraf Trigeminal yang diakibatkan oleh berbagai penyebab.1,2

Serangan neuralgia Trigeminal dapat berlangsung dalam beberapa detik


sampai dua menit. Beberapa orang merasakan sakit ringan, kadang terasa seperti
ditusuk. Sementara yang lain merasakan nyeri yang cukup berat, seperti nyeri
seperti saat terkena setrum listrik.1,2

Trigeminal Neuralgia merupakan penyakit yang relatif jarang, tetapi sangat


mengganggu kenyamanan hidup penderita, namun sebenarnya pemberian obat
untuk mengatasi Trigeminal neuralgia biasanya cukup efektif. Obat ini akan
memblokade sinyal nyeri yang dikirim ke otak, sehingga nyeri berkurang, hanya
saja banyak orang yang tidak mengetahui dan menyalahartikan Neuralgia
Trigeminal sebagai nyeri yang ditimbulkan karena kelainan pada gigi, sehingga
pengobatan yang dilakukan tidaklah tuntas.3

Pemeriksaan penunjang lebih bertujuan untuk membedakan trigeminal


neuralgia yang idiopatik atau simptomatik. Terapi Trigeminal Neuralgia terdapat 2
macam yaitu medikamentosa dan pembedahan. Perawatan secara medikamentosa
berupa pemberian obat-obatan anti konvulsan dengan cara menurunkan
hiperaktivitas nukleus nervus trigeminus di dalam brainstem. Pengobatan ini
cukup efektif pada 80% kasus. Pemberian obat-obatan ini dapat diberikan secara
tunggal atau dikombinasi dengan lainnya. Jika perawatan dengan obat-obatan
sampai dosis maksimal dan dengan kombinasi beberapa obat sudah tidak
mengurangi rasa sakit lagi maka terapi dengan pembedahan menjadi pilihan.4

BAB II

1
LAPORAN KASUS
SMF ILMU PENYAKIT SARAF
FK UWKS / RSUD Dr. MOH. SALEH KOTA PROBOLINGGO

Nama Dokter Muda : Sofranita Pratiwi


NPM : 18710072
Dokter Penguji / Pembimbing : dr. Utoyo Sunaryo, Sp.S
dr. Intan Sudarmadi, Sp.S

DOKUMEN MEDIK UNTUK DOKTER MUDA

IDENTITAS PENDERITA
• Nama pasien : Tn. K
• Jenis kelamin : Laki-laki
• Umur : 51 tahun
• Alamat : Jln. Sunan Ampel jrebeng lor
• Suku : Jawa
• Agama : Islam
• Status marital : Menikah
• Pendidikan : SMP
• Pekerjaan : Petani
• Ruangan : Poli Saraf
• No. RM : 234443
• Tanggal pemeriksaan : 30 Desember 2019

SUBYEKTIF (S) DATA DASAR


(Alloanamnesa)

Keluhan utama : Nyeri wajah sebelah kanan


Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang ke poli pada tanggal 30 Desember
2019 dengan keluhan nyeri pada wajah sebelah kanan yang terjadi secara tiba-tiba
± 1 bulan yang lalu pasien mengeluh nyeri pada wajah kanan. Nyeri dirasakan

2
seperti ditusuk-tusuk dan terasa panas pada wajah sebelah kanan terutama jika
tersentuh. Nyeri dirasakan hilang timbul. Lama serangan nyeri dirasakan ±15
hingga 30 menit. Nyeri biasanya berangsur-angsur menghilang setelah pasien
mengkonsumsi obat anti nyeri yang dibeli di apotek. Nyeri juga dirasakan
menjalar sekitar area mata, rahang bawah dan dagu sebelah kanan. Nyeri dapat
timbul terutama saat mengunyah atau berbicara dan saat gosok gigi. Rasa baal,
kesemutan, dan mati rasa pada wajah tidak ada. Riwayat timbul lesi pada wajah
berupa bintik-bintik berisi cairan tidak ada.

Riwayat penyakit dahulu :


- DM (-)
- HT (-)

Riwayat alergi obat :


Tidak ada

Riwayat Trauma :
Disangkal

Riwayat keluarga :
HT (-), DM (-)
Riwayat sosial ekonomi :
Pasien bekerja sebagai petani sayuran
OBYEKTIF (O)

Status Generalis
- Tensi : 130/90 mmHg
- Nadi : 90 x/menit
- RR : 20 x/menit
- Suhu : 36,6 ⁰C
- Kepala : a/i/c/d: -/-/-/-
- Leher : Pembesaran tyroid & KGB: -/-
- Paru-paru : Vesikuler : +/+, Rhonki/Wheezing: -/-
- Jantung : Suara S1S2 tunggal regular, murmur: -, Gallop: -
- Abdomen : Supel, Nyeri tekan (-), Bising Usus: + (Normal)
- Hepar & Lien : Tidak ada pembesaran

3
- Ekstremitas : Akral hangat (+), Edema (-)

Status Neurologis
A. Kesan Umum :
- Kesadaran
Kualitatif : Composmentis
Kuantitatif : G C S: E4—V5—M6
- Pembicaraan
Disartri :-
Monoton :-
Scanning :-
Afasia :-
Sensorik :-
Konduksi :-
Global :-
Transkortikal motorik :-
Transkortikal sensorik :-
Transkortikal campuran :-
Amnestik (anomik) :-
- Kepala
Bentuk /besar : Normosefal
Asimetris : (-)
Sikap paksa : (-)
Torticollis : (-)
- Muka
Mask : (-)
Myopathik : (-)
Fullmoon : (-)
Lain – lain : (-)

B. Pemeriksaan Khusus :
1. Rangsangan Selaput Otak
- Kaku Kuduk : (-)

4
- Brudzinski Tanda Leher : (-)
- Brudzinski Tungkai Kontra lateral : (-)
- Brudzinski Tanda Pipi : (-)
- Brudzinski Tanda simpisis pubis : (-)
- Laseque Test : (-)
- Kernig Test : (-)

2. Nervus Cranialis

5
Nervus I KANAN KIRI
Anosmia :
Hiposmia :
Parosmia : (Tidak dievaluasi)
:
Halusinasi
Nervus II KANAN KIRI Biasa
Visus : >1/60 >1/60 Bisa
- Normal -
Tajam penglihatan : - Normal
Simetris -
Simetris
:
Nistagmus - -
: Simetris NormalSimetris
Funduskopi : (Tidak dievaluasi)
Simetris Simetris
Simetris Simetris
Tidak di evaluasi
Nervus III, IV, VI KANAN KIRI Normal
Kedudukan bola mata Ditengah ditengah Tidak dievaluasi
Pergerakan bola mata
Ke nasal Normal Normal
Normal Normal
Ke temporal atas
Normal Normal
Ke bawah Normal Normal
Normal Normal
Ke atas
Ke temporal bawah
Celah mata (ptosis) - -
Pupil
: Bulat Bulat
Bentuk
: 3mm 3mm
Lebar : Sentral Sentral
: Isokor Isokor
Letak
: Miosis Miosis
Perbedaan lebar : Miosis Miosis
+ +
Refleks cahaya langsung
+ +
Refleks cahaya tidak langsung
Refleks akomodasi
Refleks konvergensi
Nervus V KANAN KIRI
Cabang motoric
Otot masseter Kontraksi (+) Kontraksi (+)
Kontraksi (+) Kontraksi (+)
Otot temporal
Normal Normal
Otot pterygoideus int/ext
Sensorik
Dahi Normal Normal
Pipi Allodynia Normal
Dagu Allodynia Normal
Refleks kornea langsung + +
Refleks kornea konsensuil + +

Nervus VII KANAN KIRI


Waktu diam
Kerutan dahi : Tidak Tampak Tidak Tampak
Tinggi alis :6 Simetris Simetris
Sudut mata : (+) Normal (+) Normal
Lipatan nasolabial : (+) Normal (+) Normal
Waktu gerak
Bagian sensorik
Limpa : tidak teraba
Ekstermitas : AHKM + +

+ +
STATUS NEUROLOGIK
Kesadaran : GCS : 4-5-6, compos mentis
Meningeal sign : dbn
Motorik
Kekuatan motorik : Tonus Otot :

Reflek fisiologis :
BPR + 2 / + 2 KPR + 2 / + 2
TPR + 2 / + 2 APR + 2 / + 2
Reflek patologis : -
Sensorik : Dalam batas normal
Badan
Otot perut : normal
Otot pinggang dan kolumna vertebralis : normal
Defekasi : normal
DIAGNOSA BANDING :
- Trigeminal Neuralgia
- Post Herpetic Neuralgia
- Cluster Headache
- Migrain
- Atypical Facial Pain

ASSESMENT
DIAGNOSA
Diagnosa Klinis : - Allodynia pada pipi sebelah kanan
- Allodynia pada dagu sebelah kanan
Diagnosa Topikal : Nervus Trigeminus
Diagnosa Etiologis : Trigeminal Neuralgia

7
PLANNING
Terapi :

Carbamazepin 2 x 200 mg (p.o)


Amytriptilin 1 x 25 mg
Neurodex 1 x 1 tab

EDUKASI :
Istirahat selama di rumah, makan bergizi dan teratur, minum obat teratur, bila obat
habis segera kontrol ke dokter
MONITORING :
- Monitor keluhan pasien
PROGNOSIS :
Dubia ad bonam

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Trigeminal Neuralgia adalah suatu peradangan pada saraf trigeminal
yang menyebabkan rasa sakit yang hebat dan kejang otot di wajah. Serangan
intens, nyeri wajah seperti kejutan listrik dan dapat terjadi secara mendadak
atau dipicu dengan menyentuh area tertentu dari wajah. Namun hingga saat ini
penyebab pasti dari trigeminal neuralgia masih belum dipahami sepenuhnya.5
Tabel 1 : Definisi Trigeminal Neuralgia menurut IASP (International
Association for the study of Pain) dan IHS (International Headache
Society) 5

Definisi menurut IASP Definisi menurut IHS

Tiba-tiba, biasanya unilateral, sifat Nyeri unilateral pada wajah, nyeri

nyeri hebat, menusuk, berulang dan seperti sengatan listrik yang

berdistribusi di salah satu atau lebih berdistribusi ke salah satu atau lebih

cabang dari nervus dari nervus 5. Nyeri biasanya


ditimbulkan oleh hal- hal sepele
seperti mencuci muka, bercukur,

8
merokok, berbicara, dan
menggosok gigi. Namun, juga dapat
terjadi secara mendadak

2. Anatomi
Nervus trigeminus atau saraf otak kelima atau saraf otak trifasial
merupakan saraf otak terbesar diantara 12 saraf otak, bersifat campuran karena
terdiri dari komponen sensorik yang mempunyai daerah persarafan yang luas
yang disebut portio mayor dan komponen motorik yang persarafannya sempit
disebut portio minor. Komponen-komponen ini keluar dari permukaan
anterolateral bagian tengah pons dan berjalan ke anterior pada dasar fossa
kranialis posterior melintasi bagian petrosa tulang pelipis ke fossa kranialis
media. Komponen sensorik dan motorik bergabung didalam ganglion
trigeminus atau ganglion gaseri, kemudian berjalan bersama-sama sebagai
saraf otak kelima.6,7

Gambar 1 : Distribusi persarafan wajah6,7


Nervus trigeminal mempersarafi wajah dan kepala. Terdapat 3 divisi yang
menginervasi daerah dahi dan mata (V1 optalmikus), pipi (V2 maksilaris)
serta wajah bagian bawah dan rahang (V3 mandibularis). Fungsi nervus
trigeminus adalah sensasi sentuhan wajah, sakit dan suhu, dan juga kontrol
otot pengunyahan. Fungsi nervus trigeminus harus dibedakan dengan nervus
fasialis (nervus cranialis ke VII) yang mengontrol semua gerakan wajah.8
Tiga divisi nervus trigeminal muncul bersama-sama pada daerah yang
disebut ganglion gaseri. Dari sana, akar nervus trigeminal berjalan kebelakang

9
kearah sisi brain stem dan masuk ke pons. Dalam brain stem, sinyal akan
berjalan terus mencapai kelompok neuron khusus yang disebut nukleus nervus
trigeminal. Informasi dibawa ke brain stem oleh nervus trigeminus kemudian
diproses sebelum dikirim ke otak dan korteks serebral, dimana persepsi
sensasi wajah akan diturunkan.8
3. Epidemiologi
Banyak literatur yang menyebutkan bahwa 60% penderita neuralgia
adalah wanita. Insidensi kejadian untuk wanita sekitar 5,9 per 100.000 wanita;
untuk pria sekitar 3,4 kasus per 100.000 pria. Kejadian juga berhubungan
dengan usia, dimana neuralgia banyak diderita pada usia antara 50 sampai 70
tahun, walaupun kadang – kadang ditemukan pada usia muda terutama jenis
atipikal atau sekunder. Berdasarkan laporan yang ada, usia paling muda yaitu
12 bulan terkena neuralgia trigeminal dan pada anak lain terjadi pada usia 3
sampai 11 tahun. Faktor ras dan etnik tampaknya tidak terpengaruh terhadap
kejadian Neuralgia Trigeminal. Angka prevalensi maupun insidensi untuk
Indonesia belum pernah dilaporkan. Bila insidensi dianggap sama dengan
Negara lain maka terdapat ± 8000 penderita baru pertahun. Akan tetapi
mengingat harapan hidup orang Indonesia makin tinggi maka diperkirakan
prevalensi penderita Neuralgia Trigeminal akan meningkat.3,9
4. Etiologi
Ada banyak pendapat yang berbeda tentang etiologi dari trigeminal
neuralgia, namun beberapa dari mereka masih kontroversial karena kurangnya
bukti objektif. Saat ini ada tiga etiologi yang paling populer. Teori pertama
berdasarkan pada penyakit yang berhubungan, kedua adalah trauma langsung
pada saraf dan teori ketiga merambat asal polyetiologic penyakit.10
Penyakit yang berhubungan seperti gangguan dari vaskularisasi, multipel
sklerosism diabetes melitus, rematoid, dan lain-lain. Pada trauma langsung
pada saraf dibagi menjadi dua bagian yaitu trauma pada bagian perifer dan
sentral. Teori yang ketiga yaitu polyetiologic, faktor yang mungkin dapat
berpengaruh dan menimbulkan demielinisasi dan disatrofi.10
5. Patofisiologi
Hingga saat ini patogenesis trigeminal neuralgia masih kompleks, tidak

10
jelas dan masih menjadi topik perdebatan di dunia medis. Banyak teori dan
hipotesis yang saat ini menjelaskan mekanisme patofisiologis sentral maupun
perifer. Pada awalnya trigeminal neuralgia dideskripsikan sebagai penyakit
fungsional karena tidak ada bukti kelainan organik (morfologi) pada nervus
trigeminus. Sekitar 40 tahun yang lalu, Kerr mengamati spesiment rhizotomi
pasien secara histologi dan menemukan perubahan dari nervus trigeminus
secara morfologi yang mirim dengan neuritis intersitial, demielinisasi serat
saraf, dan sklerosis perineural dan endoneural. Untuk beberapa tahun teori
yang dapat diterima dari gangguan mekanisme perifer yaitu teori hubungan
pendek yang diajukan oleh Dott pada tahun 1956. Menurut teori ini, serangan
trigeminal dimulai dari interkoneksi akson demielinisasi, aktivitas
peningkatan impuls ektopik yang spontan. Kemudian ada data yang
diterbitkan tidak hanya perubahan morfologi nervus di perifer tetapi juga
terjadi perubahan di struktur sentral dari nervus trigeminus. Teori mekanisme
sentral menyatakan, trigeminal neuralgia dimulai dari thalamus, nukleus
nervus trigeminus, batang otak, atau cedera pada korteks serebri. Meskipun
belum ada teori yang dapat menjelaskan gejala dan perjalanan klinis penyakit.
Serangan trigeminal neuralgia seperti reflek multineuronal, yang melibatkan
beberapa struktur: trigeminal dan sistem nervus facial, pembentukan
retikularis, nukleus diensepalon, dan korteks pada otak. Beberapa peneliti
mengindikasikan bahwa stimulus psikologis aferen dari reseptor nervus
trigeminal dan menginduksi fokus eksitasi paroksimal pada struktur sentral
sehingga terjadi impuls eferen ke perifer. Meskipun masih terdapat dua
pertanyaan utama yang belum terjawab. Distrofi nervus merupakan
kemunduran saraf secara progresif dan akan berakhir pada cabang perifer dari
nervus trigeminus. Berdasarkan perjalanan penyakit, progresifitas distropi
tidak hanya pada cabang perifer nervus trigeminus tapi juga terjadi pada
bagian nervus intrakranial. Hal ini telah ditunjukkan bahwa reaksi alergi imun
dari cabang nervus trigeminus dengan cepat terjadi degranulasi sel mast.
Agen-agen seperti histamin, serotonin, heparin, bradikinin, dan yang lain
bermigrasi menuju ruang intraseluler selama sel mas berdegranulasi.
Degranulasi sel mast dengan segera membangkitkan reaksi hiperergic. Reaksi

11
ini dimulai ketika imunoglobulin, terutama IgE memperbaiki reseptor spesifik
dari sel mast. Sel yang memproduksi IgE berada pada jaringan limpoid,
telinga, hidung, rongga mulut, dan membran saluran pernafasan bagian atas.
Pada penyakit ini, konsentrasi dari IgE meningkat pada inflamasi pada telinga,
mulut, dan tenggorokakn sebanyak 3 kali dan pada polip hidung meningkat 5-
6 kali. Oleh karena itu jumlah antibodi IgE meningkat ketika individu
mengalami inflamasi pada daerah tersebut. Histamin meningkat secara
signifikan pada periode trigeminal akut. Histamin adalah suatu regulator aktif
aktivitas struktur saraf fungsional termasuk mediasi reaksi nyeri. Telah
terbukti bahwa nervus trigeminus adalah kemoreseptor trigger zone histamin.
Hal ini mungkin menjelaskan mengapa histamin yang dilepaskan selama
reaksi imun lokal akan segera terakumulasi pada saraf trigeminal. Bundel
neurovaskular pada saraf trigeminus terlokalisasi di osseus kanal. Oleh karena
itu, edema saraf perifer ditimbulkan oleh peradangan sering menyebabkan
manifestasi "tunnel syndrome". Ini berarti bahwa kanal osseus akan menjadi
sempit sehingga menekan saraf yang dapat menyebabkan trigeminal
neuralgia. Karlov mengusulkan "teori patogenesis sentral" sejak hubungan
sistem saraf trigeminus dengan struktur sentral mampu mengerahkan aksi
penghambatan pada formasi segmental dan suprasegmental. Tindakan ini
mampu menghambat pembentukan iritasi fokus stabil tipe paroksismal
terletak di SSP. Teori patogenesis sentral dikonfirmasi lebih lanjut oleh Smith
dan McDonald. Mereka membuktikan bahwa demielinasi bisa menjadi
sumber impuls ektopik yang membangkitkan gangguan fungsional dan nyeri
pada pembentukan fokus dominan dalam segmental batang otak dan di pusat-
pusat otak suprasegmental. Dengan demikian, distrofi di TNS merangsang
mekanisme patogenesis pusat neuralgia. Tidak diragukan lagi, harus ada
kondisi yang sesuai dalam tubuh untuk mekanisme patogenetik. 10
6. Klasifikasi
IHS (International Headache Society) membedakan Neuralgia
Trigeminal menjadi NT klasik dan NT simptomatik. Termasuk NT klasik
adalah semua kasus yang etiologinya belum diketahui (idiopatik). Sedangkan
NT simptomatik dapat diakibatkan karena tumor, multipel sklerosis atau
kelainan di basis kranii.4

12
Perbedaan Neuralgia Trigeminal Idiopatik dan Simptomatik4

Trigminal Neuralgia Idiopatik :

1) Nyeri bersifat paroksimal dan terasa diwilayah sensorik cabang


maksilaris, sensorik cabang maksilaris dan atau mandibularis.
2) Timbulnya serangan bisa berlangsung 30 menit yang berikutnya
menyusul antara beberapa detik sampai menit.
3) Nyeri merupakan gejala tunggal dan utama.
4) Penderita berusia lebih dari 45 tahun , wanita lebih sering terkena
dibanding laki-laki.
Trigeminal Neuralgia Simptomatik :

1) Nyeri berlangsung terus menerus dan terasa dikawasan cabang


optalmikus atau nervus infra orbitalis.
2) Nyeri timbul terus menerus dengan puncak nyeri lalu hilang timbul
kembali.
3) Disamping nyeri terdapat juga anethesia/hipestesia atau kelumpuhan
saraf kranial, berupa gangguan autonom ( Horner syndrom ).
4) Tidak memperlihatkan kecendrungan pada wanita atau pria dan tidak
terbatas pada golongan usia.
7. Manifestasi Klinis
Trigeminal neuralgia memberikan gejala dan tanda sebagai berikut :8,11,12

1) Rasa nyeri berupa nyeri neuropatik, yaitu nyeri berat paroksimal, tajam,
seperti menikam, tertembak, tersengat listrik, terkena petir, atau terbakar
yang berlangsung singkat beberapa detik sampai beberapa menit tetapi
kurang dari dua menit, tiba-tiba dan berulang. Diantara serangan biasanya
ada interval bebas nyeri, atau hanya ada rasa tumpul ringan.
2) Lokasi nyeri umumnya terbatas di daerah dermatom nervus trigeminus
dan unilateral. Tersering nyeri didaerah distribusi nervus mandibularis
(V2) 19,1% dan nervus maksilaris (V3) 14,1% atau kombinasi keduanya
35,9% sehingga paling sering rasa nyeri pada setengah wajah bawah.
Jarang sekali hanya terbatas pada nervus optalmikus (V3) 3,3%. Sebagian

13
pasien nyeri terasa diseluruh cabang nervus trigeminus (15,5%) atau
kombinasi nervus maksilaris dan optalmikus (11,5%). Jarang ditemukan
kombinasi nyeri pada daerah distribusi nervus optalmikus dan
mandibularis (0,6%).
3) Trigeminal neuralgia dapat dicetuskan oleh stimulus non-noksius seperti
perabaan ringan, getaran, atau stimulus mengunyah. Nyeri pada trigeminal
neuralgia dapat mengalami remisi dalam satu tahun atau lebih. Pada
periode aktif neuralgia, karakteristik terjadi peningkatan frekuensi dan
beratnya serangan nyeri secara progresif sesuai dengan berjalannya waktu.
4) Sekitar 18% penderita dengan trigeminal neuralgia, pada awalnya nyeri
atipikal yang makin lama menjadi tipikal, disebut preneuralgia trigeminal.
Nyeri terasa tumpul, terus-menerus pada salah satu rahang yang
berlangsung beberapa hari sampai beberapa tahun. Stimulus termal dapat
menimbulkan nyeri berdenyut sehingga sering dianggap sebagai nyeri
dental.
8. Diagnosis6,13
Trigeminal neuralgia seyogyanya dapat dibedakan dengan nyeri wajah
yang lainnya. Pemeriksaan kesehatan dan riwayat gejalanya harus dilakukan
bersama-sama pemeriksaan lainnya untuk mengesampingkan masalah yang
serius. Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa yang akurat, pemeriksaan
klinis dan uji klinis untuk mengetahui secara pasti stimulus pencetus dan
lokasi nyeri saat pemeriksaan.
Kriteria diagnosis trigeminal neuralgia menurut International Headache
Society (IHS) adalah sebagai berikut:
a) Serangan–serangan paroxysmal pada wajah, nyeri di frontal yang
berlangsung beberapa detik tidak sampai 2 menit.
b) Nyeri setidaknya bercirikan 4 sifat berikut:
1) Menyebar sepanjang satu atau lebih cabang N trigeminus, tersering
pada cabang mandibularis atau maksilaris.
2) Onset dan terminasinya terjadi tiba-tiba, kuat, tajam, superficial,
serasa menikam atau membakar.

14
3) Intensitas nyeri hebat, biasanya unilateral, lebih sering disisi
kanan.
4) Nyeri dapat timbul spontan atau dipicu oleh aktifitas sehari seperti
makan, mencukur, bercakap cakap, mambasuh wajah atau
menggosok gigi, area picu dapat ipsilateral atau kontralateral.
5) Diantara serangan , tidak ada gejala sama sekali.
c) Tidak ada kelainan neurologis.
d) Serangan bersifat stereotipik.
e) Tersingkirnya kasus-kasus nyeri wajah lainnya melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan khusus bila diperlukan.
Pemeriksaan penunjang lebih bertujuan untuk membedakan trigeminal
neuralgia yang idiopatik atau simptomatik. CT Scan kepala untuk melihat
keberadaan tumor. Sklerosis multiple dapat terlihat dengan Magnetic
Resonance Imaging (MRI). MRI ini sering digunakan sebelum tindakan
pembedahan untuk melihat kelainan pembuluh darah. Diagnosa trigeminal
neuralgia dibuat dengan mempertimbangkan riwayat kesehatan dan gambaran
rasa sakitnya. Sementara tidak ada pemeriksaan diagnostik yang dapat
mempertegas adanya kelainan ini. Teknologi CT Scan dan MRI sering
digunakan untuk melihat adanya tumor atau abnormalitas lain yang
menyebabkan sakit tersebut. Pemeriksaan MRTA (high-definition MRI
angiography) pada nervus trigeminal dan brain stem dapat menunjukkan
daerah nervus yang tertekan oleh vena atau arteri. Sebagai tambahan,
dilakukan pemeriksaan fisik untuk menentukan stimuli pemicu, dan lokasi
yang pasti dari sakitnya. Pemeriksaan termasuk inspeksi komea, nostril, gusi,
lidah dan di pipi untuk melihat bagaimana daerah tersebut merespon sentuhan
dan perubahan suhu (panas dan dingin).

9. Diagnosis Banding14
Neuralgia trigeminal harus dibedakan dari tipe nyeri lainnya yang muncul
pada wajah dan kepala. Nyeri neuralgia postherpetikum dapat menyerupai
neuralgia trigeminal, tetapi adanya eskar bekas erupsi vesikel dapat
mengarahkan kepada neuralgia postherpetikum. Neuralgia postherpetikum
pada wajah biasanya terbatas pada daerah yang dipersarafi oleh nervus

15
trigeminus cabang pertama. Sindrom Costen yang bermanifestasi sebagai
nyeri menjalar ke rahang bawah dan pelipis saat mengunya) dapat menyerupai
neuralgia trigeminal tetapi hanya dipicu oleh proses mengunyah; biasanya
disebabkan oleh artrosis temporomandibular dan maloklusi gigi. Nyeri
psikogenik daerah wajah sering menyebabkan kesulitan diagnosis. Sindrom
yang disebut neuralgia fasial atipik ini (nyeri wajah atipikal) sering ditemukan
pada wanita muda atau setengah baya. Nyeri bersifat tumpul dan menetap,
sering kali unilateral pada rahang atas (walaupun dapat menyebar ke bagian
lain kepala dan leher) dan biasanya dihubungkan dengan manifestasi ansietas
kronik dan depresi. Tanda-tanda fisis tidak ditemukan dan pemberian
analgetika tidak mempan. Perbaikan biasanya diperoleh dengan penggunaan
antidepresan dan obat penenang oleh karena itu, penentuan diagnosis harus
sebaik mungkin. Neuralgia migrainosa (nyeri kepala sebelah) dapat
menyebabkan nyeri paroksismal berat pada daerah persarafan trigeminal tetapi
dapat dibedakan berdasarkan periode, ketiadaan faktor pencetus dan durasi
tiap nyeri paroksismal yang lebih lama.
Tabel 2 : Diagnosis Banding Neuralgia Trigeminal12

Faktor yang
Diagnosis memperingan
Persebaran Karakteristik Klinis
Banding dan
memperburuk
Neuralgia Daerah Laki- laki/ perempuan = 1:3, Titik-titik
Trigeminal persarafan Lebih dari 50 tahun, rangsang sentuh,
cabang II dan Paroksismal (10-30 detik), mengunyah,
III nervus nyeri bersifat menusuk-nusuk senyum, bicara,
trigeminus, atau sensasi terbakar, dan menguap
unilateral persisten selama berminggu-
minggu atau lebih,
Ada titik-titik pemicu,
Tidak ada paralisis motorik
maupun sensorik.
Neuralgia Unilateral Lebih banyak ditemukan pada Tidak ada
Fasial Atipik atau bilateral, wanita usia 30-50 tahun

16
pipi atau Nyeri hebat berkelanjutan
angulus umumnya pada daerah
nasolabialis, maksila
hidung bagian
dalam

Neuralgia Unilateral Riwayat herpes Sentuhan,


Post Biasanya Nyeri seperti sensasi terbakar, pergerakan
herpetikum pada daerah berdenyut-denyut
persebaran Parastesia, kehilangan sensasi
cabang sensorik keringat
oftalmikus Sikatriks pada kulit
nervus V
Sindrom Unilateral, Nyeri berat berdenyut-denyut Mengunyah,
Costen dibelakang diperberat oleh proses tekanan sendi
atau di depan mengunyah, temporomandibu
telinga, Nyeri tekan sendi temporo- lar
pelipis, wajah mandibula.

Migren Orbito- Nyeri kepala sebelah Alkohol pada


frontal, beberapa kasus
rahang atas,
angulus
nasolabial

10. Tatalaksana2
Seperti diketahui terapi dari trigeminal neuralgia ada 2 macam yaitu terapi
medikamentosa dan terapi pembedahan. Telah disepakati bahwa penanganan
lini pertama untuk trigeminal neulalgia adalah terapi medikamentosa.
Tindakan bedah hanya dipertimbangkan apabila terapi medikamentosa
mengalami kegagalan
A) Terapi Farmakologi

17
Peneliti-peneliti dalam bidang nyeri neuropatik telah mengembangkan
beberapa pedoman terapi farmakologik. Dalam guidline EFNS (European
Federation of Neurological Society) disarankan :
Carbamazepin (200-1200 mg sehari) dan Oxcarbamazepin (600-1800mg
sehari) sebagai terapi lini pertama. Sedangkan terapai lini kedua adalah
baclofen dan lamotrigin. Neuralgia trigeminal sering mengalami remisi
sehingga pasien dinasehatkan untuk mengatur dosis obat sesuai dengan
frekwensi serangannya. Dalam pedoman AAN-EFNS (American Academy
of Neurology- European Federation of Neurological Society) telah
disimpulkan bahwa : Carbamazepin efektif dalam pengendalian nyeri,
Oxcarbazepin juga efektif, Baclofen dan Lamotrigin mungkin juga efektif.
Studi open label telah melaporkan manfaat terapi obat-obatan anti epilepsi
yang lain seperti Clonazepam, Gabapentin, Phenytoin dan Valproat.
Karbamazepine merupakan pengobatan lini pertama dengan dosis
pemberian 200-1200 mg/hari dan oxcarbamazepin dengan dosis
pemberian 600-1800 mg/hari sesuai dengan pedoman pengobatan. Tingkat
keberhasilan dari karbamazepin jauh lebih kuat dibandingkan
oxcarbamazepin, namun oxcarbamazepin memiliki profil keamanan yang
lebih baik. Sementera pengobatan lini kedua dapat diberikan lamotrgine
dengan dosis 400 mg/ hari, baclofenac 40 – 80 mg/hari, dan pimizoid 4 –
12 mg/hari. Selain itu ada juga pilihan pengobatan alternative, yaitu
dengan memberikan obat antiepilepsi yang telah dipelajari dalam kontrol
kecil dan studi terbuka yang disarankan untuk menggunakan fenitoin,
clonazepam, gabapentin, pregabalin, topiramate, levetiracetam, dan
valproat.2

18
Gambar 2 : Management terapi pada Trigeminal Neuralgia2

a) Karbamazepine
Karbamazepine bekerja dengan cara menghambat aktivitas neuronal
pada kanal natrium, sehingga dapat mengurangi rangsangan neuron.
Sebagian besar penderita trigeminal neuralgia mengalami penurunan sakit
yang berarti dengan menggunakan obat ini. Karena potensi untuk
menimbulkan efek samping sangat luas, khususnya gangguan darah seperti
leukopeni, anemia aplastik dan agranulositosis maka pasien yang akan
diterapi dengan obat ini dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan nilai
basal dari darah dan melakukan pemeriksaan ulang selama pengobatan.2,6,7
Pemberian karbamazepine dihentikan jika jumlah leukosit abnormal
(rendah). Jika efek samping yang timbul parah, dosis karbamazepine
perhari dapat dikurangi 1-3 perhari, sebelum mencoba menambah dosis
perharinya lagi. Karbamazepine diberikan dengan dosis berkisar 200-1200
mg, dimana hampir 70% memperlihatkan perbaikan. Dosis dimulai dengan
dosis minimal 1-2 pil perhari, secara bertahap dapat ditambah hingga rasa
sakit hilang atau mulai timbul efek samping. Selama periode remisi dosis
dapat dikurangi secara bertahap. Karbamazepine dapat dikombinasi
dengan fenitoin atau baklofen bila nyeri membandel, atau diubah ke
oxykarbazepine.2
Efek samping yang timbul dalam dosis yang besar yaitu drowsiness,
mental confusion, dizziness, nystagmus, ataxia, diplopia, nausea dan
anorexia. Terdapat juga reaksi serius yang tidak berhubungan dengan dosis
yaitu allergic skin rash, gangguan darah seperti leukopenia atau
agranulocytosis, atau aplastic anemia, keracunan hati, congestive heart
failure, halusinasi dan gangguan fungsi seksual.2,6
a) Oxykarbamazepin
Oxykarbamazepine merupakan ketoderivat karbamazepine dimana
mempunyai efek samping lebih rendah dibanding dengan karbamazepine

19
dan dapat meredakan nyeri dengan baik. Pada umumnya dosis dimulai
dengan 2 x 300 mg yang secara bertahap ditingkatkan untuk mengontrol
rasa sakitnya. Dosis maksimumnya 2400-3000 mg perhari. Efek samping
yang paling sering adalah nausea, mual, dizziness, fatique dan tremor.
Efek samping yang jarang timbul yaitu rash, infeksi saluran pernafasan,
pandangan ganda dan perubahan elektrolit darah. Seperti obat anti-seizure
lainnya, penambahan dan pengurangan obat harus secara bertahap.2
b) Lamotrigine
Lamotrigin berefek pada saluran natrium, menstabilkan membran saraf
dan menghambat pelepasan rangsangan neurotransmiter. Dosis awal 25
mg/hari secara perlahan meningkat sampai dosis 200 - 400 mg/hari dibagi
dua dosis. Efek samping dapat berupa pusing, mual, penglihatan kabur dan
ataksia. Sekitar 7-10% pasien dapat terjadi ruam pada kulit selama terapi 4
- 8 minggu. Dapat juga terjadi kelainan berupa deskuamasi atau terkait
gejala parah demam atau limfadenopati indikasi Stevens - Johnson
sindrom yang membutuhkan penghentian segera.2
c) Phenytoin
Phenitoin berefek anti konvulsi tanpa menyebabkan depresi umum
SSP. Sifat anti konvulsi obat ini berdasarkan pada penghambatan
penjalaran rangsang dari fokus kebagian lain di otak. 7,8
Phenitoin dapat mengobati lebih dari setengah penderita trigeminal
neuralgia dengan dosis 300-600mg dibagi dalam 3 dosis perhari. Efek
samping yang ditimbulkannya adalah nystagmus, dysarthria,
ophthalmoplegia dan juga mengantuk serta kebingungan. Efek lainnya
adalah hiperplasia gingiva dan hypertrichosis2
d) Baklofen
Baklofen tidaklah seefektif karbamazepine atau phenytoin, tetapi dapat
dikombinasi dengan obat-obat tersebut. Obat ini berguna pada pasien yang
baru terdiagnosa dengan rasa nyeri relatif ringan dan tidak dapat
mentoleransi karbamazepine. Dosis untuk menghilangkan rasa sakit secara
komplit 40-80 mg perhari. Baklofen memiliki durasi yang pendek
sehingga penderita trigeminal neuralgia yang berat membutuhkan dosis
setiap 2-4 jam. Efek samping yang paling sering timbul karena pemakaian
baklofen adalah mengantuk, pusing, nausea dan kelemahan kaki. Baklofen

20
tidak boleh dihentikan secara tiba-tiba setelah pemakaian lama karena
dapat terjadi halusinasi atau serangan jantung.2
e) Gabapentin
Dosis yang dianjurkan 1200-3600 mg/hari. Obat ini hampir sama
efektifnya dengan karbamazepine tetapi efek sampingnya lebih sedikit.
Dosis awal biasanya 3x300 mg/hari dan ditambah hingga dosis maksimal.
Efek samping berupa somnolen, ataksia, fatique dan nystagmus. Seperti
semua obat, penghentian secara cepat harus dihindari.2
B) Terapi Pembedahan
Terapi farmakologik umumnya efektif akan tetapi ada juga pasien yang
tidak bereaksi atau timbul efek samping yang tidak diinginkan maka
diperlukan terapi pembedahan.2
Indikasi terapi pembedahan1 :
1) Ketika pengobatan farmakologik tidak menghasilkan penyembuhan
yang berarti
2) Ketika pasien tidak dapat mentolerir pengobatan dan gejala semakin
memburuk,
3) Adanya gambaran kelainan pembuluh darah pada MRI.

Tindakan operatif yang dapat dilakukan adalah prosedur ganglion gasseri,


terapi gamma knife dan dekompresi mikrovaskuler. Pada prosedur perifer
dilakukan blok pada nervus trigeminus bagian distal ganglion gasseri yaitu
dengan suntikan streptomisin, lidokain, alkohol . Prosedur pada ganglion
gasseri ialah rhizotomi melalui foramen ovale dengan radiofrekuensi
termoregulasi, suntikan gliserol atau kompresi dengan balon ke dalam
kavum Meckel. Terapi gamma knife merupakan terapi radiasi yang
difokuskan pada radiks nervus trigeminus di fossa posterior. Dekompresi
mikrovaskuler adalah kraniotomi sampai nervus trigeminus difossa
posterior dengan tujuan memisahkan pembuluh darah yang menekan
nervus trigeminus. 2

11. Prognosis
Setelah serangan awal, trigeminal neuralgia dapat muncul kembali
selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun berikutnya. Setelah itu
serangan bisa menjadi lebih sering, lebih mudah dipicu, dan mungkin
memerlukan pengobatan jangka panjang. Meskipun neuralgia trigeminal tidak

21
terkait dengan hidup singkat, morbiditas yang terkait dengan nyeri wajah
kronis dan berulang dapat dipertimbangkan jika kondisi tidak cukup
terkontrol. Kondisi ini dapat berkembang menjadi sindrom nyeri kronis, dan
pasien dapatmenderita depresi dan kehilangan fungsi sehari-hari. Pasien dapat
memilih untuk membatasi kegiatan yang memicu rasa sakit, seperti
mengunyah, sehingga pasien mungkin kehilangan berat badan dalam keadaan
ekstrim.14

22

Anda mungkin juga menyukai