Kedua, ihwal Kuasa Pengguna Anggaran (KUA) yang diperluas, dan dipertegas yang tadinya
hanya berada di tingkat provinsi, kini akan ada di tingkat kabupaten dan kotamadya untuk
beberapa satuan perangkat kerja daerah.
Ia mencontohkan KUA suku dinas pendapatan daerah yang sebelumnya hanya berada di level
provinsi akan ada level kabupaten dan kotamadya yang akan dijakan pembantu Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK).
Ketiga, soal struktur APBD, menurut Syarifuddin akan banyak mengalami perubahan. Misalnya
pendapatan dana perimbangan yang jadi satu dari tiga sumber pendapatan daerah akan berubah
menjadi pendapatan dana transfer.
Kemudian, yang berkaitan dengan PP 71/2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan yang
juga mengubah struktur APBD.
"Akan ada penyesuaian dengan sistem laporan keuangan menurut PP 71/2010. Misalnya di aspek
belanja daerah yang sebelumnya hanya ada dua yaitu belanja langsung dan belanja tak langsung,
nanti akan ada empat alokasi sesuai PP 71/2010," jelasnya.
Perubahan struktur ini, kata Syarifuddin, akan mengubah perencanaan, substansi, dan mekanisme
evaluasi, termasuk soal sistem pelaporan. Ini yang jadi poin keempat, di mana kelak pemerintah
daerah wajib melaksanakan penganggarannya melalui e-budgeting.
"Begitu ada perubahan struktur APBD maka semuanya berubah. Kalau sudah dianggarkan
struktur beda, maka pertanggungjawaban juga akan beda," ungkapnya.
Untuk mempersiapkan hal tersebut, Syarifuddin mengatakan saat ini pihaknya juga tengah
membuat pedoman penyusunan APBD. Sementara itu, saat ini rancangan revisi PP 58/2005
menurutnya telah berada di Kementerian Sekretariat Negara untuk disahkan.
"Sebenarnya target pengesahannya akhir tahun lalu, tapi ternyata masih banyak usulan dari
beberapa kementerian lain. Harapannya mungkin semester satu tahun ini sudah bisa disahkan,"
jelasnya.
Meski telah disahkan, Syarifuddin menambahkan bahwa implementasi revisi PP 58/2005 bisa
jadi tak langsung dilaksanakan mengingat harus menyesuaikan dengan jadwal penyusunan
APBD.
"Kalau misalnya Maret ini sah, mungkin bisa tahun depan implementasi. Tapi kalau lewat Maret,
di April saja sudah tidak mungkin, karena Maret pemerintah daerah sudah harus mulai susun
APBD," paparnya.
Pedoman pengelolaan keuangan daerah harus disesuaikan dengan hierarki peraturan perundang-
undangan di Indonesia.
Peraturan tentang Pemerintah Daerah yang diatur dalam UU 23/2014 yang merupakan hierarki
tertinggi harus disesuaikan dengan peraturan pemerintah (PP). Karena pada dasarnya PP yang
ditetapkan oleh Presiden berisi muatan materi untuk menjalankan UU sebagaimana mestinya.
Menurut Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri Syarifudin mengatakan, perubahan beleid
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah bukan
sekedar revisi, melainkan merupakan regulasi baru.
Sebab, PP ini merupakan pelaksana dari UU No. 32/2004. Sementara UU No. 32/2004 sudah
digantikan oleh UU 23/2014.
Salah satu poin penting dalam revisi beleid ini adalah kemungkinan untuk pengesahan Kebijakan
Umum Anggaran-Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) walau tidak mendapat
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam jangka waktu tertentu.
Sebagai catatan, KUA-PPAS adalah pijakan penyusunan APBD tahun berjalan.
KUA adalah dokumen yang memuat kebijakan bidang pendapatan, belanja, dan pembiayaan
serta asumsi yang mendasarinya untuk periode 1 tahun. Kebijakan umum memuat kondisi
ekonomi makro daerah, asumsiasumsi dasar dalam penyusunan RAPBD dan kebijakan
pendapatan, belanja dan pembiayaan daerah dan strategi pencapaianya.
Sedangkan, Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara atau PPAS adalah rancangan program
prioritas dan patokan batas maksimal anggaran yang diberikan kepada Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) untuk setiap program sebagai acuan dalam penyusunan Rencana Kerja dan
Anggaran SKPD (RKA-SKPD) sebelum disepakati dengan DPRD.