Oleh:
Christine Ivana Delpian
NIM. 190070300011039
1. Definisi
Penyakit ginjal kronis adalah suatu proses patofisiologis dengan
etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang
progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal.
Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai
dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, Penurunan
fungsi/kerusakan pada ginjal menyebabkan ketidakmampuan ginjal
untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
maupun elektrolit, sehingga timbul gejala uremia (retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah), keadaan ini memerlukan terapi
pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisi atau transplantasi ginjal
(Cynthia Lee Terry,2013). Gagal ginjal kronik merupakan kerusakan
ginjal atau penurunan kemampuan filtrasi glomelurus (Glomerular
Filtration Rate/GFR) kurang dari 60 ml/min/1,73 m2 yang terjadi selama
lebih dari 3 bulan (Suwitra, 2014). Menurut KDIGO (2013) Gagal ginjal
kronik merupakan suatu keadaan abnormalitas dari struktur atau ginjal
yang terjadi selama lebih dari 3 bulan yang mempengaruhi kesehatan,
dengan kriteria sebagai berikut:
1. Adanya kerusakan ginjal (satu atau lebih):
a. Albuminuria (AER ≥30 mg/24 jam; ACR ≥30 mg/g [≥3 mg/mmol])
b. Abnormalitas sedimen urin
c. Abnormalitas elektrolit dan lainnya akibat dari kerusakan pada
tubulus ginjal
d. Adanya abnormalitas yang diketahui dari histologi
e. Abnormalitas struktural yang diketahui dari pencitraan
f. Mempunyai riwayat transplantasi ginjal
2. Penurunan GFR
GFR 60 ml/min/1,73 m2 (Kategori GFR G3a-G5)
Kondisi ginjal yang gagal melaksanakan fungsi utamanya akan
terjadi gangguan pembuluh darah dan penyakit lebih mudah merusak
pembuluh darah tersebut. Akibatnya, darah yang diterima unit
penyaring menjadi lebih sedikit, dan tekanan darah di dalam ginjal
tidak bisa dikendalikan. Bila unit penyaring yang terganggu, maka
suplai darah kurang dan gangguan tekanan darah akan membuat
ginjal tidak mampu membuang zat-zat tidak terpakai lagi. Selain itu
ginjal juga tidak bisa mempertahankan keseimbangan cairan dan zat-
zat kimia di dalam tubuh, sehingga zat buangan bisa masuk kembali
ke dalam darah. Juga mungkin terjadi, zat kimia yang dibutuhkan
tubuh dan protein akan ikut keluar bersama urin (Suwitra, 2014).
Pada gagal ginjal kronik penderita hanya dapat berusaha
menghambat laju tingkat kegagalan fungsi ginjal tersebut, agar tidak
menjadi gagal ginjal terminal (GGT), suatu kondisi dimana ginjal
sudah tidak dapat berfungsi lagi. Kondisi gagal ginjal kronik ini
biasanya timbul secara perlahan dan sifatnya menahun, dengan sedikit
gejala pada awalnya, bahkan lebih sering penderita tidak merasakan
adanya gejala dan diketahui fungsi ginjal sudah menurun 25% dari
normal. Beberapa penyakit yang memicu terjadinya penyakit aggal
ginjal kronik, antara lain diabetes, hipertensi, dan batu ginjal (Brunner
and Suddarth, 2014).
4. Stadium
Chronic Kidney Disease (CKD) diklasifikasikan berdasarkan CGA
sistem yaitu Cause, GFR category, dan Albuminuria category. Gagal
ginjal kronik merupakan stadium 5 dari CKD atau biasa disebut dengan
End-stage Renal Disease (ESRD). Dikatakan gagal ginjal kronik
apabila dari hasil tes nilai eGFR < 15 mL/min/1.73 m2.
Klasifikasi Chronic Kidney Disease (CKD) dalam Kidney Disease:
Improving Global Outcomes (KDIGO) CKD Work Group (2013) KDIGO
2 clinical practice guideline for the evaluation and management of
chronic kidney disease:
Tabel 2. Kategori GFR (KDIGO 2013)
GFR
GFR (ml/min/1.73 m2) Terms
category
5. Patofisiologi
Ginjal merupakan salah satu organ ekskretori yang berfungsi untuk
mengeluarkan sisa metabolisme didalam tubuh diantaranya ureum,
kreatinin, dan asam urat sehingga terjadi keseimbangan dalam tubuh.
Penyakit ini diawali dengan kerusakan dan penurunan fungsi nefron
secara progresif akibat adanya pengurangan masa ginjal.
Pengurangan masa ginjal menimbulkan mekanisme kompensasi yang
mengakibatkan terjadinya hipertrofi struktural dan fungsional nefron
yang masih tersisa. Perubahan ini mengakibatkan hiperfiltrasi yang
diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus.
Selanjutnya penurunan fungsi ini akan disertai dengan penurunan laju
filtrasi glomerulus (GFR) dan peningkatan sisa metabolisme dalam
tubuh.
Perjalanan umum ginjal kronik dapat dibagi menjadi tiga stadium.
Stadium satu dinamakan penurunan cadangan ginjal . Pada stadium
ini kreatin serum dan BUN dalam keadaan normal dan penderita
asimtomatik (tanpa gejala). Gangguan fungsi ginjal akan dapat
diketahui dengan tes GFR.
Stadium dua dinamakan insufisiensi ginjal , dimana lebih dari
75% jaringan yang berfungsi telah rusak dan GFR 25% dari normal.
Pada tahap ini BUN baru mulai stadium insufisiensi ginjal gejala
nokturia dan poliuria diakibatkan kegagalan pemekatan. Nokturia
(berkemih pada malam hari) sebanyak 700 ml atau berkemih lebih
dari beberapa kali. Pengeluaran urin normal sekitar 1500 ml perhari
atau sesuai dengan jumlah cairan yang diminum.
Stadium ke tiga dinamakan gagal ginjal stadium akhir uremia .
sekitar 90% dari massa nefron telah hancur atau sekitar 200.000 yang
masih utuh. Nilai GFR nya hanya 10% dari keadaan normal dan
bersihakan kreatin sebesar 5-10 ml/menit. Penderita biasanya oliguri
(pengeluaran urien kurang dari 500 ml/hari) karena kegagalan
glomelurus uremik. Fungsi ginjal menurun, produk akhir metabolisme
protein. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh.
Stadium paling dini dari penyakit gagal ginjal kronis, akan
menyebabkan penurunan fungsi yang progresif ditandai dengan
peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum. Pasien dengan GFR
60% belum merasakan keluhan, tetapi sudah ada peningkatan kadar
ureum dan kreatinin, sampai GFR 30% keluhan nokturia, badan lemas,
mual, nafsu makan berkurang, dan penurunan berat badan mulai
terjadi (Brunner and Suddarth, 2014).
6. Manifestasi Klinis
Gagal ginjal kronis atau penyakit ginjal kronis adalah penurunan
secara lambat dan progresif dari fungsi ginjal. Biasanya terjadi akibat
komplikasi dari kondisi medis lain yang serius. Tidak seperti gagal
ginjal akut yang terjadi dengan cepat dan tiba-tiba, gagal ginjal kronis
terjadi secara bertahap. Gagal ginjal kronis terjadi dalam hitungan
minggu, berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-tahun sampai ginjal
perlahan berhenti bekerja, mengantarkan pada stadium akhir penyakit
ginjal (ESRD). Perkembangan yang sangat lambat inilah yang
mengakibatkan gejala tidak muncul sampai adanya kerusakan besar.
Manifestasi klinis gagal ginjal kronik (Tanto, 2014):
a. Gangguan keseimbangan cairan: oedema perifer, efusi pleura,
hipertensi, asites
b. Gangguan elektrolit dan asam basa: tanda dan gejala
hyperkalemia, asidosis metabolic (nafas Kussmaul),
hiperfosfatemia
c. Gangguan gastrointestinal dan nutrisi: metallic taste, mual,
muntah, gastritis, ulkus peptikum, malnutrisi
d. Kelainan kulit: kulit terlihat pucat, kering, pruritus, ekimosis
e. Gangguan metabolik endokrin: dislipidemia,
gangguan metabolik glukosa, gangguan hormon seks
f. Gangguan hematologi: anemia (dapat mikrositik hipokrom
maupun normositik normokrom), gangguan hemostatis.
7. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Tanto (2014) pemeriksaan penunjang pada pasien GGK
adalah:
1. Volume urin : Biasanya kurang dari 400 ml/ 24 jam (fase oliguria)
terjadi dalam (24 jam – 48) jam setelah ginjal rusak.
2. Warna Urin : Kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah.
3. Berat jenis urin : Kurang dari l, 020 menunjukan penyakit ginjal
contoh glomerulonefritis, pielonefritis dengan kehilangan
kemampuan memekatkan : menetap pada l, 0l0 menunjukkan
kerusakan ginjal berat.
4. pH : Lebih besar dari 7 ditemukan pada ISK, nekrosis tubular ginjal
dan rasio urin/ serum saring (1 : 1).
5. Analisis gas darah: asidosis metabolic (pH menurun, HCO3
menurun)
6. Kliren kreatinin : Peningkatan kreatinin serum menunjukan
kerusakan ginjal.
7. Natrium : Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 mEq/ ltr bila
ginjal tidak mampu mengabsorpsi natrium.
8. Ureum meningkat
9. Bikarbonat : Meningkat bila ada asidosis metabolik.
10.Warna tambahan : Biasanya tanda penyakit ginjal atau infeksi
tambahan warna merah diduga nefritis glomerulus.
11. Pemeriksaan elektrolit: hyperkalemia, hipokalsemia, hipermag-
nesemia
8. Penatalaksanaan
Rencana penatalaksanaan penyakit ginjal kronik sesuai dengan
derajatnya menurut Suwitra (2014) antara lain:
Rencana tatalaksana penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajatnya
Deraja LFG Rencana Tatalaksana
t (ml/mn/1,73m2)
1 ≥90 Terapi penyakit dasar, kondisi
komorbid,evaluasi perburukan
(progression) fungsi ginjal, memperkecil
risiko kardiovaskuler
2 60-80 Menghambat perburukan (progession)
fungsi ginjal
3 30-59 Evaluasi dan terapi komplikasi
4 15-29 Persiapan untuk terapi pengganti ginjal
5 ˂15 Terapi pengganti ginjal
b. Peritoneal Dialisis
Pada dialisis ini membran dialisis menggunakan membran
peritoneal pasien sendiri. Cairan dialisis diletakkan pada rongga
peritoneal menggunakan kateter yang dimasukkan dan
dibiarkan selama 4-6 jam untuk mencapai kesetimbangan.
Dialisat kemudian dibuang dan digantikan dengan fluida dialisis
yang baru. Perubahan konsentrasi glukosa pada dialisat akan
mengubah osmolaritas dan hal ini mengatur perpindahan air
secara osmosis dari darah ke dialisat. Proses ini dapat
dilakukan sendiri oleh pasien di rumah. Komplikasi yang sering
terjadi adalah peritonitis.
c. Transplantasi Ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal
(anatomi dan faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal:
1. Ginjal cangkok (kidney transplant) dapat mengambil alih
seluruh (100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya
mengambil alih 70 - 80% faal ginjal alamiah.
2. Kualitas hidup normal kembali
3. Masa hidup (survival rate) lebih lama
4. Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama
berhubungan dengan obat imunosupresif untuk mencegah
reaksi penolakan
5. Biaya lebih murah dan dapat dibatasi.
Kontraindikasi relatif terhadap transplantasi ginjal:
1. Usia lebih dari 70 th
2. HIV positif
3. Infeksi bakteri
4. Keganasan yang baru terjadi atau sedang diderita
5. Penyakit jantung berat
6. Sensitasi tinggi
7. Penyakit ginjal dengan risikp rekurensi yang tinggi
Persiapan program transplantasi ginjal, antara lain:
1. Pemeriksaan imunologi
a. Golongan darah ABO
1. Ketidak serasian golongan darah ABO antara resipien
dan donor menyebabkan reaksi penolakan hiperakut
(hyperacute immediate rejection)
2. Antigen Rhesus tidak berperan untuk reaksi
penolakan.
b. Tipe jaringan HLA ( human leucocyte antigen )
Klasifikasi HLA berdasarkan (major histocompatibility
gene complex):
1. Kelas (I) antigen :
* HLA – A
* HLA – B
* HLA-C
2. Kelas (II) antigen : * HLA - D (DR)
3. Seleksi pasien (resipien) dan donor hidup keluarga
9. Komplikasi
Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Smeltzer dan Bare
(2013) yaitu:
1. Hiperkalemia akibat penurunan eksresi, asidosis metabolik,
katabolisme dan masukan diet berlebihan.
2. Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung akibat
retensi produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi
system renin-angiostensin-aldosteron
4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia
sel darah merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh
toksin dan kehilangan darah selama hemodialisis.
5. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatic akibat retensi fosfat,
kadar kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D
abnormal dan peningkatan kadar alumunium.
10. Prognosis
Prognosis GGT dengan program HD kronik tergantung dari banyak
faktor terutama seleksi pasien dan saat rujukan.
1. Umur
Umur < 40 tahun mulai program HD kronik mempunyai masa
hidup lebih panjang, mencapai 20 tahun. Sebaliknya umur lanjut
> 55 tahun kemungkinan terdapat komplikasi sistem
kardiovaskuler lebih besar.
2. Saat rujukan
Rujukan terlambat memberi kesempatan timbul gambaran klinik
berat seperti koma, perikarditis, yang sulit dikendalikan dengan
tindakan HD.
3. Etiologi GGT
Beberapa penyakit dasar seperti lupus, amiloid, diabetes mellitus;
dapat mempengaruhi masa hidup. Hal ini berhubungan dengan
penyakit dasarnya sudah berat maupun kemungkinan timbul
komplikasi akut atau kronik selama HD.
4. Hipertensi
Hipertensi berat dan sulit dikendalikan sering merupakan faktos
risiko vaskuler (kardiovaskuler dan serebral)
5. Penyakit sistem kardiovaskuler
Penyakit sistem kardiovaskuler (infark, iskemia, aritmia)
merupakan faktor risiko tindakan HD. Program CAPD merupakan
faktor pilihan / alternatif yang paling aman.
6. Kepribadian dan personalitas
Faktor ini penting untuk menunjang kelangsungan hidup pasien
GGT dengan program HD kronik.
7. Kepatuhan (complience)
Banyak faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan program HD
kronik, misalnya kepribadian, finansial dan lain-lain.
2.12 WOC
Kerusakan
Ginjal kehilangan
pembuluh darah di
kemampuan laju
ginjal
filtrasi glomerulus
GFR menurun
Adaptasi fungsi
Sklerosis nefron
CKD
Stage 1(GFR > 90) Stage 2 (GFR 60 – 90) Stage 3 GFR 30-59%) Stage 4 (GFR 15-29) Stage 5 (GFR <15)
↓cadangan ginjal Proteinuria/ BUN, Kreatinin ↓Eritropoitin Retensi Na Sekresi protein ↓sintesis 1,25-
albuminuria meningkat menurun terganggu dihydroxyvitamin D atau
kalsitriol
asimtomatik anemia Total CES ↑
Sekresi protein Sindroma uremia
terganggu kegagalan mengubah
MK: ↑Tekanan bentuk inaktif Ca
Keletihan kapiler
hipoalbuminuria Syndrome ↑Volume interstitial perpospater Gangguan Kegagalan
uremia nia keseimban mengubah
gan asam bentuk inaktif
Pembengkakan oedema
pruritus basa Ca
pergelangan Pruritus
kaki, tangan, ↑Preload
MK: ↑As. ↓absorbsi Ca
wajah, perut
MK: gangguan gangguan Lambung
integritas kulit Hipertrofi
integritas hipokalsemia
MK: kelebihan ventrikel kiri
kulit dan
volume cairan
osteodistrofi
Payah jantung kiri
Nausea, Iritasi
vomiting lambung MK:
↑Bendungan
Hambatan
atrium kiri
Mobilitas
MK: mual MK:
Fisik
Tekanan vena Ketidaksei
pulmonalis mbangan
nutrisi:
Kapiler paru naik kurang
dari
kebutuha
Edema paru
MK : gangguan
pertukaran gas
KONSEP
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1). Anamnesa
Anamnesa adalah mengetahui kondisi klien dengan cara
wawancara atau interview. Mengetahui kondisi klien untuk saat ini
dan masa lalu. Anamnesa mencakup identitas klien, keluhan
utama, riwayat kesehatan sekarang, riwayat kesehatan dahulu,
riwayat kesehatan keluarga, riwayat imunisasi, riwayat kesehatan
lingkungan dantempat tinggal.
a. Identitas
Meliputi identitas klien yaitu: nama lengkap, tempat tanggal
lahir, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, status
perkawinan, suku/bangsa, golongan darah, tangggal MRS,
tanggal pengkajian, no.RM, diagnose medis, alamat.
b. Keluhan utama
Kapan keluhan mulai berkembang, bagaimana terjadinya,
apakah secara tiba-tiba atau berangsur-angsur, apa tindakan
yang dilakukan untuk mengurangi keluhan, obat apa yang
digunakan.
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari
urine output sedikit sampai tidak ada BAK, glisah sampai
penurunan kesadaran, tidak selera makan (anoreksia), mual,
muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas berbau (ureum),
dan gatal pada kulit.
c. Riwayat kesehatan sekarang (PQRST)
Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan klien pada saat di
anamnesa meliputi palliative, provocative, quality, quantity,
region, radiation, severity scala dan time.
Untuk kasus gagal ginjal kronis, kaji onset penurunan urine
output, penurunan kesadaran, perubahan pola nafas,
kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, dan pemenuhan
nutrisi. Kaji pula sudah kemana saja klien meminta pertolongan
untuk mengatasi masalahnya dan mendapat pengobatan.
d. Riwayat penyakit dahulu
Kaji adanya penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih,
payah jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign
Prostatic Hiperplasia, dan prostektomi. Kaji adanya riwayat
penyakit batu saluran kemih, infeksi system perkemihan yang
berulang. Penyakit diabetes mellitus, dan penyakit hipertensi
pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab.
Penting untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan
masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat
kemudian dokumentasikan.
mukosa
1. Timbang BB setiap
meningkat
hari pada waktu
4. Edema menurun
yang sama
5. Dehidrasi 2. Batasi asupan
menurun cairan dan garam
6. TTv membaik 3. Tinggikan tempat
tidur 30-40 derajat
Edukasi
1. Ajarkan cara
mengukur dan
mencatat asupan
dan haluaran cairan
2. Ajarkan cara
membatasi cairan
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberikan deuretik
2. Resiko Setelah dilakukan Manajemen Cairan
ketidakseimb intervensi selama 2x 24 Observasi
angan jam jam, maka 1. Monitor status
elektrolit keseimbangan cairan
hidrasi ( mis, frek
meningkat dengan
berhubunga nadi, kekuatan nadi,
kriteria hasil sebagai
n dengan akral, pengisian
berikut:
disfungsi kapiler, kelembapan
1. Mempertahankan
renal mukosa, turgor kulit,
output
2. Ttv dalam batas tekanan darah)
normal 2. Monitor berat badan
3. Tidak ada tanda harian
dehidrasi 3. Monitor hasil
pemeriksaan
laboratorium (mis.
Hematokrit, Na, K,
Cl, berat jenis urin ,
BUN)
4. Monitor status
hemodinamik ( Mis.
MAP, CVP, PCWP
jika tersedia)
Terapeutik
5. Catat intake output
dan hitung balans
cairan dalam 24 jam
6. Berikan asupan
cairan sesuai
kebutuhan
7. Berikan cairan
intravena bila perlu
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
diuretik, jika perlu
3. Gangguan Setelah dilakukan Pemantauan Respirasi:
Observasi:
pertukaran intervensi selama …. 1. Monitor frekuensi
gas jam, maka pertukaran irama, pola napas,
gas meningkat dengan kedalaman, dan
berhubunga upaya napas
kriteria hasil sebagai 2. Monitor pola nafas
n dengan
berikut : 3. Monitor kemampuan
perubahan batuk efektif
Tingkat 4. Monitor adanya
membran
kesadaran produksi sputum
kapiler paru 5. Monitor adanya
meningkat sumbatan jalan nafas
Dispnea 6. Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
menurun 7. Auskultasi bunyi
napas
Bunyi nafas 8. Monitor saturasi
tambahan oksigen
9. Monitor nilai AGD
menurun 10. Monitor hasil x-ray
Pusing menurun Terapeutik:
1. Atur interval
Penglihatan pemantuan respirasi
kabur menurun 2. Dokumentasi hasil
pemantauan
Diaforesis Edukasi:
menurun 1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
Gelisah 2. Informasikan hasil
pemantauan (bila
menurun diperlukan)
Nafas cuping Terapi Oksigen:
Observasi
hidung menurun 1. Monitor kecepatan
PCO2 membaik aliran O2
2. Monitor posisi alat
PO2 membaik terapi O2
3. Monitor aliran O2
Takikardia secara periodik
membaik 4. Monitor efektivitas
terapi O2
pH arteri 5. Monitor tanda-tanda
membaik hipoventilasi
6. Monitor tanda gejala
Sianosis toksikasi O2 dan
membaik atelektasis
Pola nafas 7. Monitor tingkat
kecemasan akibat
membaik terapi O2
8. Monitor integritas
Warna kulit mukosa hidung
membaik akibat pemasangan
oksigen
Terapeutik
1. Bersihkan sekret
pada hidung, mulut,
dan trakea
NB: Luaran tambahan; 2. Pertahankan
(sesuaikan kasus) kepatenan jalan
nafas
1. Keseimbangan 3. Siapkan dan atur
asam-basa peralatan pemberian
O2
2. Konversi energi 4. Berikan O2
3. Perfusi paru tambahan
5. Tetap berikan O2
4. Respons saat pasien
ventilasi ditransportasi
6. Gunakan perangkat
mekanik O2 yang sesuai
5. Tingkat pelirium dengan tingkat
mobilitas pasien
Edukasi:
1. Ajarkan pasien dan
keluarga cara
menggunakan O2 di
rumah
Kolaborasi
1. Penentuan dosis O2
2. Penggunaan O2 saat
aktivitas dan/atau
tidur
Observasi
1. Identifikasi riwayat
alergi obat
2. Monitor efektifitas
analgesik
Kolaborasi
3. Mengkolaborasikan
pemberian dosis dan
jenis analgesik
Terapi distraksi:
Observasi
1. Identifikasi pilihan
teknik distraksi yang
diinginkan
Terapeutik
DAFTAR PUSTAKA
Alam, Syamsir dan Hadibroto, Iwan. 2007. Gagal Ginjal. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
inasn.org/gallery.html
EGC
Suwitra, Ketut. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat
Media Aesculapius