Anda di halaman 1dari 3

PPh Pasal 23 Tarif 15%

OBJEK & TARIF

TARIF 15%, sebagai berikut:


Objek pajak PPh pasal 23 yang dikenakan tarif 15% pada umumnya dikenakan atas
penghasilan-penghasilan berikut:

A. Dividen
Tidak semua dividen yang diterima oleh wajib pajak dipotoh PPh pasal 23, untuk lebih
memahami dividen apa saja yang dipotong PPh pasal 23, kita lihat dari contoh di bawah ini:

Misal PT. Angin Ribut akan membagikan Dividen sebesar RP. 100.000.000,- kepada :

a. Tn Bagas, atas kepemilikan saham di PT Angin Ribut sebanyak 60%, dividen yang akan
diterima Tn. Bagas sebesar Rp. 60.000.000,-

Atas penerimaan penghasilan dividen dari PT. Angin Ribut sebesar Rp. 60.000.000,- bukan
dipotong PPh Pasal 23, akan tetapi dipotong dengan Pajak final yaitu PPh Pasal 4 ayat (2)
sebesar 10%, jadi pajak yang harus dipotong atas dividen yang diterima Tn. Bagas adalah
10% x Rp. 60.000.000,- = Rp. 6.000.000,-

Dividen yang diterima Tn. Bagas dipotong pajak final karena penerimanya WP OP, sehingga
hal ini dianggap tidak satu kesatuan karena wajib pajaknya beda, yang satu wajib pajak
orang pribadi sedangkan yang satu lagi wajib pajak badan.

b. PT. Cipta Selaras, atas kepemilikian saham di PT. Angin Ribut sebanyak 25%, dividen
yang akan diterima PT. Cipta Selaras sebesar Rp. 25.000.000,-

Atas penerimaan penghasilan dividen dari PT. Angin Ribut tersebut TIDAK
DIPOTONG pajak apapun termasuk bukan sebagai objek pajak PPh pasal 23.

Hal ini dikarenakan kepemilikan saham PT. Cipta Selaras di PT. Angin Ribut sebesar 25%,
sehingga dianggap ada hubungan istimewa, sehingga dividen yang diterima bukan objek
pajak.

c. PT. Dadali, atas kepemilikan saham di PT. Angin Ribut sebanyak 15%, dividen yang akan
diterima PT. Dadali sebesar Rp. 15.000.000,-

Atas penerimaan dividen ini PT. Angin Ribut harus memotong PPh pasal 23 sebesar 15%,
jadi pajak yang dipotongnya sebesar 15% x Rp. 15.000.000,- = Rp. 2.250.000,-

Dividen yang dibagikan kepada wajib pajak badan yang kepemilikan sahamnya di bawah
25% termasuk objek pajak PPh pasal 23.

B. Bunga
Penghasilan berupa bunga yang diterima wajib pajak, tidak semuanya harus dipotong pajak.
Untuk memahami penghasilan bunga yang mana yang harus dipotong pajak, kita lihat dalam
contoh di bawah ini:

a. Bank XXX membayar bunga atas simpanan PT. AAA sebesar Rp. 10.000.000,-
Atas bunga yang dibayarkan Bank XXX kepada PT. AAA harus dipotong pajak final yaitu
PPh pasal 4(2) sebesar 2%, jadi pajaknya 2% x Rp. 10.000.000,- = Rp. 200.000,-
b. PT. BBB membayar bunga atas pinjaman yang diberikan oleh Bank XXX sebesar Rp.
10.000.000,-
Atas pembayaran bunga ini tidak dipotong pajak PPh pasal 23, karena dari sisi Bank XXX
penerimaan bunga tersebut dicatat sebagai peredaran usaha.

c. PT. BBB membayar bunga ke PT. CCC atas pinjaman yang diberikannya sebesar Rp.
10.000.000,-
Atas pembayaran bunga ini PT. BBB harus memotong PPh Pasal 23 sebesar 15%, jadi
pajak yang dipotong adalah 15% x Rp. 10.000.000,- = Rp. 1.500.000,-
Disis PT. CCC pemotongan pajak ini bisa dikreditkan.

C. Royalti
Penghasilan berupa royalti yang menjadi obejk PPh pasal 23 adalah sebagai berikut:
a. Hak atas harta tak berwujud
Misal hak pengarang, paten, merk dagang, formula, atau rahasia perusahaan;

b. Hak atas harta berwujud


Misal hak atas alat-alat industri, komersial, dan ilmu penggetahuan maksudnya setiap
peralatan yang mempunyai nilai intelektual, contohnya peralatan-peralatan yang digunakan
di anjungan pengeboran minyak (drilling rig)

c. Informasi
Yaitu informasi yang belum diungkapkan secara umum, walaupun belum dipatenkan,
misalnya pengalaman dibidang industri. Ciri dari informasi ini adalah informasi tersebut telah
tersedia sehingga pemiliknya tidak perlu lagi melakukan riset untuk menghasilkan informasi
tersebut. Akan tetapi tidak termasuk kedalam pengertian informasi ini adalah informasi yang
diberikan oleh akuntan publik, ahli hukum, atau ahli teknik sesuai dengan bidang
keahliannya, yang dapat diberikan oleh setiap orang yang mempunyai latar belakang disiplin
ilmu yang sama.

D. Hadiah
Yang dimaksud hadiah disini adalah penghargaan atau bonus dan sejenisnya selain yang
telah dipotong PPh pasal 21. Tidak semua hadiah yang diterima dipotong PPh pasal 23,
untuk lebih memahaminya kita lihat contoh di bawah ini:
a. Hadiah yang diterima dari undian,
Kalau hadiah yang diterima dari undian maka menjadi objek PPh Final atau PPh pasal 4 (2)
dengan tarif sebesar 25%.

b. Hadiah yang diterima dari perlombaan / penghargaan,


Kalau hadiah dari perlombaan/penghargaan yang diterima oleh WPOP maka menjadi objek
pajak PPh pasal 21 dengan tarif sesuai dengan pasal 17 UU PPH.
Kalau hadiah dari perlombaan/penghargaan diterima oleh WP Badan, maka menjadi objek
PPh pasal 23 dengan tarif 15%.

PPh Pasal 23 Tarif 2%, adalah sebagai berikut:


Untuk objek PPh pasal 23 yang dikenakan tarif 2% ada 2 jenis penghasilan:

A. Sewa
Penghasilan sewa yang menjadi objek PPh pasal 23 adalah penghasilan sewa dari yang
selain dipotong PPh pasal 4(2), penghasilan sewa yang dipotong PPh pasal 4(2) adalah
penghasilan sewa dari tanah atau bangunan.

Jadi kalau kita menyewakan rumah, maka penghasilan dari sewa rumah tersebut adalah
objek PPh pasal 4(2), tapi kalo sewa selain tanah dan bangunan adalah objek PPh pasal 23,
misal sewa mesin ataupun sewa mobil, pokoknya selain tanah dan bangunan.
Misal:
PT. AAA menyewa mesin produksi dari PT. BBB seharga Rp. 100.000.000,- maka PT. AAA
harus potong pajak PPh pasal 23 sebesar 2% x Rp.100.000.000,- = Rp. 2.000.000,-
Jadi uang sewa yang dibayarkan PT. AAA kepada PT. BBB sebesar Rp. 100.000.000 - Rp.
2.000.000,- = Rp. 98.000.000,- dan bukti potong PPh pasal 23 beserta SSP nya.

B. Jasa
Jasa yang menjadi objek PPh pasal 23 menurut UU PPH yang terdapat dalam Pasal 23 ayat
1 adalah sebagai berikut:
1. Jasa Teknik
2. Jasa Manajemen
3. Jasa Konstruksi
4. Jasa Konsultan
5. Jasa Lainnya

Perlu menjadi perhatian kita untuk jasa konstruksi, karena saat ini para praktisi pajak
berpendapat bahwa jasa konstruksi ini bukan menjadi objek PPh pasal 23, melainkan PPh
pasal 4(2) sebab jasa konstruksi ini diatur secara khusus dalam PP No 51 tahun 2008.

Selain itu yang dimaksud dengan jasa lainnya bisa teman-teman lihat di PMK No
244/PMK.03/2008, di dalam peraturan tersebut dijabarkan yang termasuk jasa lainnya itu
apa saja.

Hal yang perlu menjadi perhatian kita lagi adalah kalau jasa-jasa tersebut di atas diterima
oleh WP OP maka penghasilan jasa tersebut termasuk objek PPh pasal 21, sedangkan bila
diterima WP Badan maka termasuk objek PPh pasal 23.

Anda mungkin juga menyukai