Anda di halaman 1dari 8

Nama : Tara Tiansi

NIM : 04011181823052
Hipoglikemi
A. PENGERTIAN
Hipoglikemia (shock insulin) adalah suatu sindrome yang komplek berawal dari suatu
gangguan metabolisme glukosa, dimana konsentrasi serum glukosa menurun sampai tidak dapat
memenuhi kebutuhan metabolism sistem saraf. Hipoglikemia merupakan keadaan dimana kadar
gula darah rendah secara abnormal, terjadi jika gula darah turun dibawah 50-60mg/dl.

B. ETIOLOGI
1. Usia
Penderita diabetes usia lanjut memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mengalami
hipoglikemia daripadaa penderita diabetes usia lanjut yang sehat dan memiliki fungsi yang
baik.
2. Kelebihan (ekses) Insulin
Dosis insulin atau obat penurun gula darah yang terlalu tinggi, konsumsi glukosa yang
berkurang, produksi glukosa endogen berkurang misalnya setelah konsumsi alkohol,
peningkatan penggunaan glukosa oleh tubuh misalnya setelah berolahraga, peningkatan
sensitivitas terhadap insulin, penurunan ekskresi insulin misalnya pada gagal ginjal.
3. Ekses Insulin Disertai Mekanisme Kontra Regulasi Glukosa yang Terganggu
Hipoglikemi merupakan interaksi antara kelebihan (ekses) insulin dan terganggunya
mekanisme kontra regulasi glukosa. Kejadian ekses insulin saja belum tentu menyebabkan
terjadinya hipoglikemia.
4. Frekuensi Hipoglikemia
Pasien yang sering mengalami hipoglikemi akan mentoleransi kadar gula darah yang
rendah dan mengalami gejala hipoglikemia pada kadar gula darah yang lebih rendah
daripada orang normal
5. Obat Hipoglikemi Oral yang Berisiko Menyebabkan Hipoglikemia
Penggunaan obat hipoglikemik oral yang memiliki cara kerja meningkatkan sekresi insulin
pada pankreas dapat menyebabkan terjadinya hipoglikemia. Obat- obat tersebut antara lain
dipeptydil peptidase-4 inhibitor, glucagon-like peptide-1, golongan glinide, golongan
sulfonylurea: glibenclamide, glimepiride.
6. Terapi Salisilat
Salisilat menurunkan kadar gula darah dan meningkatkan sekresi insulin yang distimulasi
glukosa (glucose-stimulated insulin secretion) pada orang normal dan pasien diabetes
7. Terapi Insulin
Terapi insulin dapat menyebabkan hipoglikemia karena apabila kadar gula darah turun
melampaui batas normal, tidak terjadi fisiologi penurunan kadar insulin dan pelepasan
glukagon, dan juga refleks simpato adrenal.
8. Aktivitas Fisik/ Olahraga
Aktivitas fisik atau olahraga berperan dalam pencegahan dan penanganan diabetes.
Olahraga dapat memicu penurunan berat badan, meningkatkan sensitivitas insulin pada
jaringan hepar dan perifer, meningkatkan pemakaian glukosa, dan kesehatan sistem
kardiovaskuler.
9. Keterlambatan Asupan Glukosa
Berkurangnya asupan karbohidrat atau glukosa pada pasien hiperglikemia karena terlambat
makan atau menjalani puasa dengan tidak mengurangi dosis obat – obatan antidiabetes,
dapat terjadi hipoglikemia karena berkurangnya asupan glukosa dari saluran cerna.
10. Gangguan Ginjal
Hipoglikemia pada gangguan fungsi ginjal dapat diakibatkan oleh penurunan
glukoneogenesis, kerja insulin yang berlebih atau berkurangnya asupan kalori.

C. TANDA DAN GEJALA


Tanda dan gejala dari hipoglikemi terdiri dari dua fase antara lain:
1. Fase pertama
Gejala - gejala yang timbul akibat aktivasi pusat autonom di hipotalamus sehingga
dilepaskannya hormone epinefrin. Gejalanya berupa palpitasi, keluar banyak keringat,
tremor, ketakutan, rasa lapar dan mual (glukosa turun 50 mg%).
2. Fase kedua
Gejala - gejala yang terjadi akibat mulai terjadinya gangguan fungsi otak, gejalanya
berupa pusing, pandangan kabur, ketajaman mental menurun, hilangnya ketrampilan
motorik yang halus, penurunan kesadaran, kejang-kejang. dan koma (glukosa darah 20
mg%).
Adapun gejala- gejala hipoglikemi yang tidak khas adalah sebagai berikut:
a. Perubahan tingkah laku
b. Serangan sinkop yang mendadak
c. Pusing pagi hari yang hilang dengan makan pagi
d. Keringat berlebihan waktu tidur malam
e. Bangun malam untuk makan
f. Hemiplegi/ afasia sepintas

D. MEKANISME KONTRA REGULASI KADAR GULA DARAH

Tabel 1. Respon fisiologis terhadap penurunan kadar gula darah plasma

Keterangan tabel: Peningkatan glukosa adalah produksi glukosa yang dilakukan oleh hati dan
ginjal (glukoneogenesis). Penurunan glukosa adalah penggunaan glukosa oleh jaringan yang
sensitif terhadap insulin.

Pertahanan fisiologis yang pertama terhadap hipoglikemia adalah penurunan sekresi insulin
oleh sel beta pankreas.
Pertahanan fisiologis yang kedua terhadap hipoglikemia adalah peningkatan sekresi glukagon.
Sekresi glukagon meningkatkan produksi glukosa di hepar dengan memacu glikogenolisis.
Pertahanan fisiologis yang ketiga terhadap hipoglikemia adalah peningkatan sekresi epinefrin
adrenomedullar. Sekresi ini terjadi apabila sekresi glukagon tidak cukup untuk meningkatkan
kadar gula darah. Sekresi epinefrin adrenomedullar meningkatkan kadar gula darah dengan cara
stimulasi hepar dan ginjal untuk memproduksi glukosa, membatasi penyerapan glukosa oleh
jaringan yang sensitif terhadap insulin, perpindahan substrat glukoneogenik (laktat dan asam
amino dari otot, dan gliserol dari jaringan lemak).
Sekresi insulin dan glukagon dikendalikan oleh perubahan kadar gula darah dalam pulau
Langerhans di pankreas. Sedangkan pelepasan epinefrin (aktivitas simpatoadrenal) dikendalikan
secara langsung oleh sistem saraf pusat.
Bila pertahanan fisiologis ini gagal mencegah terjadinya hipoglikemia, kadar glukosa plasma
yang rendah menyebabkan respon simpatoadrenal yang lebih hebat yang menyebabkan gejala
neurogenik sehingga penderita hipoglikemia menyadari keadaan hipoglikemia dan bertujuan agar
penderita segera mengkonsumsi karbohidrat. Seluruh mekanisme pertahanan ini berkurang pada
pasien dengan diabetes tipe 1 dan pada advanced diabetes mellitus tipe 2.

E. PATOFISIOLOGI
Pada orang Diabetes Melitus, terjadi defisiensi Insulin, sehingga Glukosa tidak bisa
dimanfaatkan oleh sel dan hanya beredar di pembuluh darah sehingga menimbulkan
Hiperglikemia. Untuk menurunkan kadar gula darah biasanya diberikan Insulin, namun karena
dosis yang kurang tepat bisa menimbulkan penurunan glukosa darah yang cepat. Efek dari
penurunan glukosa darah , bisa timbul Hipoglikemia, dengan gejala yang ringan sampai berat.

1. Gejala Hipoglikemia Ringan, ketika kadar glukosa darah menurun, sistem syaraf simpatis
akan terangsang. Terjadi pelimpahan adrenalin ke dalam darah menyebabkan gejala :
perspirasi, tremor, takhikardia, palpitasi, gelisah dan rasa lapar.
2. Pada Hipoglikemia Sedang, penurunan kadar glukosa darah menyebabkan sel-sel otak
tidak memperoleh cukup bahan bakar dengan baik. Tanda-tanda gangguan fungsi pada
sistem syaraf pusat mencakup ketidakmampuan berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo,
konfusio, penurunan daya ingat, patirasa di daerah bibir serta lidah, bicara pelo, gerakan
tidak terkoordinasi, perubahan emosional, penglihatan ganda dan perasaan ingin pingsan.
3. Pada Hipoglikemia Berat, fungsi sistem syaraf pusat mengalami gangguan yang sangat
berat sehingga pasien memerlukan pertolongan orang lain untuk mengatasi Hipoglikemia
yang diderita, gejalnya : Disorientasi, serangan kejang, sulit dibangunkan dari tidur,
kehilangan kesadaran.

Klasifikasi Hipoglikemia menurut American Diabetes Association Workgroup on


Hypoglycemia tahun 2005

Terjadi hipoglikemia bila serum glukosa tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan.
Sistem saraf sangat sensitif terhadap penurunan kadar glukosa serum, karena glukosa merupakan
sumber energi utama. Otak tidak dapat menggunakan sumber energi lain (ketone, lemak) kecuali
glukosa. Sebagai konsekwensi penurunan kadar glukosa, maka akan mempengaruhi aktivitas
sistem saraf.
Dalam keadaan normal, penurunan glukosa serum oleh karena aktivitas hormon insulin
secara akut, akan merangsang sekresi hormon glukagon dan epinephrin yang dapat meningkatkan
kadar glukosa darah.
Sekresi hormon glukagon pada penderita IDDM mengalami gangguan, sehingga tidak
dapat menaikkan kadar gula darah. Peran hormon glukagon diasumsikan akan digantikan oleh
hormon ephinephrine untuk menaikan gula darah, dengan cara meningkatkan produksi glukosa
hepar dan menghambat sekresi hormon insulin. Akan tetapi pada penderita IDDM sekresi hormon
ephinephrine juga menurun, sebagai akibat adanya gangguan saraf outonom.
Otak dapat memperoleh glukosa dari penyimpanan glikogen di astrosit, namun itu dipakai
dalam beberapa menit saja. Untuk melakukan kerja yang begitu banyak, otak sangat tergantung
pada suplai glukosa secara terus menerus dari darah ke dalam jaringan interstitial dalam system
saraf pusat dan saraf-saraf di dalam system saraf tersebut. Oleh karena itu, jika jumlah glukosa
yang di suplai oleh darah menurun, maka akan mempengaruhi juga kerja otak. Pada kebanyakan
kasus, penurunan mental seseorang telah dapat dilihat ketika gula darahnya menurun hingga di
bawah 65 mg/dl (3.6 mM). Saat kadar glukosa darah menurun hingga di bawah 10 mg/dl (0.55
mM), sebagian besar neuron menjadi tidak berfungsi sehingga dapat menghasilkan koma.

Respon terhadap penurunan kadar gula darah (hipoglikemia) dapat dibedakan menjadi 2 kategori
yaitu :
1. Gejala adrenergik  sebagai akibat dari stimulasi sistem saraf outonom dengan gejala palpitasi,
iritabile, kelemahan umum, dilatasi pupil, pucart, keringat dingin.
2. Gejala neuroglycopenia  sebagai akibat dari tidak adekwatnya suplay gula darah ke jaringan
saraf, yaitu sakit kepala, gelisah, tidak mampu konsentrasi, bicara tidak jelas, gangguan
penglihatan, kejang, coma. Hal ini sering tampak pada kadar glukosa darah dibawah 45 – 50 mg/dl.
DAFTAR PUSTAKA
Soeatmadji, D. (2008). Hipoglikemia Iatrogenik (5th ed.). Jakarta: Pusat
Penerbitan Depa rtemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Thim, T., Krarup, N. ., Grove, E. ., Rohde, C. ., & Lofgren, B. (2012). Initial Assesment and
Treatment with the Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure (ABCDE)
Approach.
Younk LM, Mikeladze M, Tate D, & Davis SN. (2011). Exercise-Related Hypoglycemia in
Diabetes Mellitus. Expert Review End Ocrinology Metabolism, 6, 93–108.

Anda mungkin juga menyukai