Anda di halaman 1dari 42

Anatomi, fisiologi dan patofisiologi sistem pernapasan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Suatu organisme atau mahluk hidup memiliki bermacam-macam sistem jaringan atau organ dalam
tubuhnya, dimana sistem tersebut memiliki fungsi dan peranan serta manfaat tertentu bagi mahluk
hidup.  Salah satu sistem yang ada pada suatu organisme yakni sistem pernapasan. Sistem pernapasan
ini sendiri memiliki fungsi dan peranan yang sangat struktural dan terkoordinir.

Dalam ilmu histologi, sistem pernapasan akan dibahas secara detail bahkan sampai anatominya,
sehingga kita bisa mengetahui organ dan saluran apa saja yang ikut berperanan dalam menyalurkan
oksigen (O2) yang kita hirup.

1.2  Rumusan Masalah

1.      Apakah pengertian pernapasan dan bagaimana mekanisme pernapasan itu?

2.      Apakah sajakah saluran pada sistem pernapasan itu?

3.      Apa sajakah gangguan pada sistem pernapasan?

1.3  Tujuan

1. Untuk mengetahui saluran-saluran pada sistem pernapasan.

2. Untuk mengetahui mekanisme pernapasan.

3. Untuk mengetahui penyakit-penyakit yang berhubungan dengans sistem pernapasan.

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pernapasan

Definisi Pernapasan :

·        Pernapasan adalah proses keluar dan masuknya udara ke dalam & keluar paru

·        Pernapasan adalah proses ganda, yaitu terjadinya pertukaran gas dalam jaringan atau “pernafasan
dalam” dan yang terjadi di dalam paru-paru yaitu “pernapasan luar”

Manusia membutuhkan suply oksigen secara terus-menerus untuk proses respirasi sel, dan membuang
kelebihan karbondioksida sebagai limbah beracun produk dari proses tersebut. Pertukaran gas antara
oksigen dengan karbondioksida dilakukan agar proses respirasi sel terus berlangsung. Oksigen yang
dibutuhkan untuk proses respirasi sel ini berasal dari atmosfer, yang menyediakan kandungan gas
oksigen sebanyak 21% dari seluruh gas yang ada. Oksigen masuk kedalam tubuh melalui perantaraan
alat pernapasan yang berada di luar. Pada manusia, alveolus yang terdapat di paru-paru berfungsi
sebagai permukaan untuk tempat pertukaran gas.

Proses pembakaran zat makanan secara singkat ditunjukan pada baga berikut:

Zat Makanan(gula) + Oksigen à kabon doiksida + uap air + energ

2.2 Fungsi dan Struktur Sistem Respirasi


Respirasi adalah pertukaran gas, yaitu oksigen (O²) yang dibutuhkan tubuh untuk metabolisme sel dan
karbondioksida (CO²) yang dihasilkan dari metabolisme tersebut dikeluarkan dari tubuh melalui paru.

1.      Berdasarkan anatomi:

Saluran nafas bagian atas : rongga hidung, faring dan laring

Saluran nafas bagian bawah; trachea, bronchi, bronchioli dan percabangannya sampai alveoli

2.      Berdasar fungsionalnya:

Area konduksi: sepanjang saluran nafas berakhir sampai bronchioli terminalis, tempat lewatnya udara
pernapasan, membersihkan, melembabkan & menyamakan udara dg suhu tubuh hidung, faring,
trakhea, bronkus, bronkiolus terminalis.

Area fungsional atau respirasi: mulai bronchioli respiratory sampai alveoli, proses pertukaran udara
dengan darah.

2.2.1        Struktur

Sistem respirasi terdiri dari:

1.      Saluran nafas bagian atas

Pada bagian ini udara yang masuk ke tubuh dihangatkan, disarung dan dilembabkan.

2.      Saluran nafas bagian bawah

Bagian ini menghantarkan udara yang masuk dari saluran bagian atas ke alveoli

3.      Alveoli

Terjadi pertukaran gas anatara O2 dan CO2

4.      Sirkulasi paru

Pembuluh darah arteri menuju paru, sedangkan pembuluh darah vena meninggalkan paru.

5.      Paru

terdiri dari :

1)      Saluran nafas bagian bawah

2)      Alveoli
3)      Sirkulasi paru

6.      Rongga Pleura

Terbentuk dari dua selaput serosa, yang meluputi dinding dalam rongga dada yang disebut pleura
parietalis, dan yang meliputi paru atau pleura   veseralis

7.       Rongga dan Dinding Dada

Merupakan pompa muskuloskeletal yang mengatur pertukaran gas dalam proses respirasi

2.3 Alat – Alat Pernapasan

2.3.1 Hidung

1. Nares Anterior

Nares anterior adalah saluran – saluran di dalam lubang hidung. Saluran-saluran itu bermuara ke dalam
bagian yang dikenal sebagai vestibulum (rongga) Hidung. Vestibulum ini dilapisi epitelium bergaris yang
bersambung dengan kulit. Lapisan nares anterior memuat sejumlah kelenjar sebaseus yang ditutupi bulu
kasar. Kelenjar-kelenjar itu bermuara ke dalam rongga hidung.

2. Rongga Hidung

Rongga hidung dilapisi selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah, bersambung dengan
lapisan faring dan selaput lendir semua sinus yang mempunyai lubang yang masuk ke dalam rongga
hidung. Hidung Berfungsi: penyaring, pelembab, dan penghangat udara yang dihirup. Septum nasi
memisahkan kedua cavum nasi. Struktur ini tipis terdiri dari tulang dan tulang rawan, sering
membengkok kesatu sisi atau sisi yang lain, dan dilapisi oleh kedua sisinya dengan membran mukosa.
Dinding lateral cavum nasi dibentuk oleh sebagian maxilla, palatinus, dan os. Sphenoidale. Tulang
lengkung yang halus dan melekat pada dinding lateral dan menonjol ke cavum nasi adalah : conchae
superior, media, dan inferior. Tulang-tulang ini dilapisi oleh membrane mukosa.

Dasar cavum nasi dibentuk oleh os frontale dan os palatinus sedangkan atap cavum nasi adalah celah
sempit yang dibentuk oleh os frontale dan os sphenoidale. Membrana mukosa olfaktorius, pada bagian
atap dan bagian cavum nasi yang berdekatan, mengandung sel saraf khusus yang mendeteksi bau. Dari
sel-sel ini serat saraf melewati lamina cribriformis os frontale dan kedalam bulbus olfaktorius nervus
cranialis I olfaktorius.

Sinus paranasalis adalah ruang dalam tengkorak yang berhubungan melalui lubang kedalam cavum nasi,
sinus ini berfungsi : memperingan tulang tengkorak, memproduksi mukosa serosa dan memberikan
resonansi suara. Sinus ini juga dilapisi oleh membrana mukosa yang bersambungan dengan cavum nasi.
Lubang yang membuka kedalam cavum nasi :

a.       Lubang hidung


b.      Sinus Sphenoidalis, diatas concha superior

c.       Sinus ethmoidalis, oleh beberapa lubang diantara concha superior dan media dan diantara concha
media dan inferior

d.      Sinus frontalis, diantara concha media dan superior

e.       Ductus nasolacrimalis, dibawah concha inferior. Pada bagian belakang, cavum nasi membuka
kedalam nasofaring melalui appertura nasalis posterior.

2.3.2        Saluran Pernapasan

1. Faring

adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan oesopagus
pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka letaknya dibelakang hidung (nasofaring) dibelakang mulut
(orofaring) dan dibelakang laring (faring-laringeal)

2. Laring

Laring (tenggorokan) terletak didepan bagian terendah faring yang memisahkannya dari kolumna
vertebra. Berjalan dari faring sampai ketinggian vertebrae servikalis dan masuk ke dalam trakea
dibawahnya.

Laring terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat bersama oleh ligamen dan membran. Yang terbesar
diantaranya ialah tulang rawan tiroid, dan disebelah depannya terdapat benjolan subkutaneas yang
dikenal sebagai jakun, yaitu disebelah depan leher. Laring terdiri atas dua lempeng atau lamina yang
bersambung di garis tengah. Di tepi atas terdapat lekukan berupa V. Tulang rawan krikoid terletak
dibawah tiroid, berbentuk seperti cincin mohor dengan mohor cincinnya disebelah belakang ( ini adalah
tulang rawan satu-satunya yang berbentuk lingkaran lengkap). Tulang rawan lainnya ialah kedua tulang
rawan aritenoid yang menjulang disebelah belakang krikoid., kanan dan kiri tulang rawan kuneiform,
dan tulang rawan kornikulata yang sangat kecil.

Terkait di puncak tulang rawan tiroid terdapat epiglotis, yang berupa katup tulang rawan dan membantu
menutup laring sewaktu menelan. Laring dilapisi jenis selaput lendir yang sama dengan yang di trakea,
kecuali pita suara dan bagian epiglotis yang dilapisi sel epitelium berlapis.

Pita Suara terletak disebelah dalam laring, berjakan dari tulang rawan tiroid di sebelah depan sampai
dikedua tulang rawan aritenoid. Dengan gerakan dari tulang rawan aritenoid yang ditimbulkan oleh
berbagai otot laringeal, pita suara ditegangkan atau dikendurkan. Dengan demikian lebar sela-sela
anatara pita-pita atau rima glotis berubah-ubah sewaktu bernapas dan berbicara.

Suara dihasilkan karena getaran pita yang disebabkan udara yang melalui glotis. Berbagai otot yang
terkait pada laring mengendalikan suara, dan juga menutup lubang atas laring sewaktu menelan.
3. Trakea

Trakea atau batang teggorokan kira-kira 9 cm panjangnya. Trakea berjalan dari laring sampai kira-kira
ketinggian vertebra torakalis kelima dan ditempat ini bercabanf menjadi dua bronkus (bronki). Trakea
tersusun atas 16 sampai 20 lingkaran tak sempurna lengkap berupa cincin tulang rawan yang diikat
bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran di sebelah belakang trakea; selain itu juga
memuat beberapa jaringan otot. Trakea dilapisi selaput lendir yang terdiri atas epitelium bersilia dan sel
cangkir. Silia ini bergerak menuju keatas ke arah laring, maka dengan gerakan ini debu dan butir-butir
halus lainnya yang turut masuk bersama dengan pernapasan dapat dikeluarkan. Tulang rawan berfungsi
mempertahankan agar trakea tetap terbuka; karena itu, disebelah belakngnya tidak bersambung, yyaitu
di tempat trakea menempel pada esofagus, yang memisahkannya dari tulang belakang.

Trakea servikalis yang berjalan melalui leher disilang oleh istmus kelenjar tiroid, yaitu belahan kelenjar
yang melingkari sisi-sisi trakea. Trakea torasika berjalan melintasi mediastenum (lihat gambar 5), di
belakang sternum, menyentuh arteri inominata dan arkus aorta. Usofagus terletak dibelakang trakea.

4. Kedua bronkus

yang terbentuk dari belahan dua trakea pada ketinggian kira-kira vertebra torakalis kelima mempunyai
struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke
bawah dan kesamping ke arah tampak paru-paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar dari pada
yang kiri; sedikit lebih tinggi daripada arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang yang disebut
bronkus lobus atas; cabang kedua timbul setelah cabang utama lewat dibawah arteri, disebut bronkus
lobus bawah.(lihat gambar 3)

Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing daripada yang kanan, dan berjalan dibawah arteri
pulmonalis sebelum dibelah menjadi beberapa cabang yang berjalan ke lobus atas dan bawah.

2.3.3        Rongga Toraks

Batas-Batas yang membentuk rongga di dalam toraks :

1.      Sternum dan tulang rawan iga-iga di depan,

2.      Kedua belas ruas tulang punggung beserta cakram antar ruas ( diskus intervertebralis) yang terbuat
dari tulang rawan di belakang.

3.      Iga-Iga beserta otot interkostal disamping

4.      Diafragma di bawah

5.      Dasar leher di atas,

Isi
Sebelah kanan dan kiri rongga dada terisi penuh oleh paru-paru beserta pembungkus pleuranya. Pleura
ini membungkus setiap belah, dan memebentuk batas lateral pada mediastinum

Mediastinum adalah ruang di dalam rongga dada diantara kedua paru-paru. Isinya jantung dan
pembuluh-pembuluh dara besar, usofagus, duktus torasika, aorta descendens, vena kava superior, saraf
vagus dan frenikus dan sejumlah besar kelenjar limfe.

2.3.4        Paru – Paru

Paru-Paru ada dua, merupakan alat pernapasan utama. Paru-paru mengisi rongga dada. Terletak
disebelah kanan dan kiri dan tengah dipisahkan oleh jantung beserta pembuluh darah besarnya dan
struktur lainnya yang terletak didalam mediastinum . Paru-paru adalah organ yang berbentuk kerucut
dengan apeks (puncak) diatas dan muncul sedikit lebih tinggi daripada klavikula di dalam dasar leher.
Pangkal paru-paru duduk di atas landai rongga toraks, diatas diafragma. Paru-paru mempunyai
permukaan luar yang menyentuh iga-iga, permukaan dalam yang memuat tampak paru-paru, sisi
belakang yang menyentuh tulang belakang, dan sisi depan yang menutupi sebagian sisi depan jantung.

1. Lobus paru-paru (belahan paru-paru ).

Paru-paru dibagi menjadi beberapa belahan atau lobus oleh fisura. Paru-paru kanan mempunyai tiga
lobus dan paru-paru kiri dua lobus. Setiap lobus tersusun atas lobula. Sebuah pipa bronkial kecil masuk
ke dalam setiap lobula dan semakin bercabang. Semakin menjadi tipis dan akhirnya berakhir menjadi
kantong kecil-kecil, elastis, berpori, dan seperti spons. Di dalam air, paru-paru mengapung karena udara
yang ada di dalamnya.

2. Bronkus Pulmonaris

Trakea terbelah mejadi dua bronkus utama. Bronkus ini bercabang lagi sebelum masuk paru-paru (lihat
gambar 3). Dalam perjalanannya menjelajahi paru-paru, bronkus-bronkus pulmonaris bercabang dan
beranting banyak. Saluran besar yang mempertahankan struktur serupa dengan yang dari trakea
mempunyai dinding fibrosa berotot yang mengandung bahan tulang rawan dan dilapisi epitelium
bersilia. Makin kecil salurannya, makin berkurang tulang rawannya dan akhirnya tinggal dinding fibrosa
berotot dan lapisan bersilia.

Bronkus Terminalis masuk ke dalam saluran yang disebut vestibula. Dan disini membran pelapisnya
mulai berubah sifatnya; lapisan epitelium bersilia diganti dengan sel epitelium yang pipih, dan disinilah
darah hampir langsung bersentuhan dengan udara – suatu jaringan pembuluh darah kepiler mengitari
alveoli dan pertukaran gas pun terjadi.

3. Pembuluh Darah dalam Paru-Paru

Arteri Pulmonalis membawa darah yang sudah tidak mengandung oksigen dari ventrikel kanan jantung
ke paru-paru; cabang-cabangnya menyentuh saluran-saluran bronkial, bercabang dan bercabang lagi
sampai menjadi arteriol halus; arteriol itu membelah-belah dan membentuk kapiler dan kapiler itu
menyentuh dinding alveoli atau gelembung udara.

Kapiler halus itu hanya dapat memuat sedikit, maka praktis dapat dikatakan sel-sel darah merah
membuat baris tunggal. Alirannya bergerak lambat dan dipisahkan dari udara dalam alveoli hanya oleh
dua membran yang sangat tipis, maka pertukaran gas berlangsung dengan difusi, yang merupakan
fungsi pernapasan.

Kapiler paru-paru bersatu lagi sampai menjadi pembuluh darah lebih besar dan akhirnya dua vena
pulminaris meninggalkan setiap paru-paru membawa darah berisi oksigen ke atrium kiri jantung untuk
didistribusikan ke seluruh tubuh melalui aorta.

Pembuluh darah yang dilukis sebagai arteria bronkialis membawa darah berisi oksigen langsung dari
aorta toraksika ke paru-paru guna memberi makan dan menghantarkan oksigen ke dalam jaringan paru-
paru sendiri. Cabang akhir arteri-arteri ini membentuk pleksus kapiler yang tampak jelas dan terpisah
dari yang terbentuk oleh cabang akhir arteri pulmonaris, tetapi beberapa dari kapiler ini akhirnya
bersatu dalam vena pulmonaris dan darahnya kemudian dibawa masuk ke dalam vena pulmonaris. Sisa
darah itudiantarkan dari setiap paru-paru oleh vena bronkialis dan ada yang dapat mencapai vena kava
superior. Maka dengan demikian paru-paru mempunyai persediaan darah ganda.

4. Hiilus (Tampuk)Paru-Paru dibentuk struktur berikut

1)      Arteri Pulmonalis, yang mengembalikan darah tanpa oksigen ke dalam paru-paru untuk diisi
oksigen

2)      Vena Pulmonalis yang mengembalikan darah berisi oksigen dari paru – paru ke jantung

3)      Bronkus yang bercabang dan beranting membentuk pohon bronkial, merupakan jalan udara
utama.

4)      Arteri bronkialis, keluar dari aorta dan menghantarkan darah arteri ke jaringan paru – paru.

5)      Vena bronkialis, mengembalikan sebagian darah dari paru – paru ke vena kava superior.

6)      Pebuluh limfe, yang masuk – keluar paru – paru, sangat banyak,

7)      Persarafan. Paru- paru mendapat pelayanan dari saraf vagus dan saraf simpati.

8)      Kelenjar limfe . semua pembuluh limfe yang menjelajahi struktur paru – paru dapat menyalurkan
ke dalam kelenjar yang ada di tampak paru – paru.

9)      Pleura. Setiap paru –paru dilapisi membran serosa rangkap dua, yaitu pleura. Pleura viseralis erat
melapisi paru – paru, masuk ke dalam fisura, dan dengan demikian memisahkan lobus satu dari yang
lain. Membran ini kemudian dilipat kembali di sebelah tampuk paru – paru dan membentuk pleura
parietalis, dan melapisi bagian dalam dinding dada. Pleura yang melapisi iga-iga ialah pleura kostalis,
bagian yang menutupi diafragma ialah pleura diafragmatika, dan bagian yang terletak di leher ialah
pleura servikalis. Pleura ini diperkuat oleh membran yang kuat bernama membran suprapleuralis (fasia
Sibson) dan di atas membran ini terletak arteri subklavia.

Di antara kedua lapisan pleura itu terdapat sedikit eksudat untuk meminyaki permukaannya dan
menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding dada yang sewaktu bernapas bergerak. Dalam
keadaan sehat kedua lapisan itu satu dengan yang lain erat bersentuhan. Ruang atau rongga pleura itu
hanyalah ruang yang tidak nyata, tetapi dalam keadaan tidak normal udara atau cairan memisahkan
kedua pleura itu dan ruang di antaranya menjadi jelas.

2.4  Fisiologi Pernapasan

Fungsi paru – paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida.Pada pernapasan melalui paru-paru
atau pernapasan eksterna, oksigen dipungut melalui hidung dan mulut pada waktu bernapas; oksigen
masuk melalui trakea dan pipa bronkial ke alveoli, dan dapat berhubungan erat dengan darah di dalam
kapiler pulmonaris. Hanya satu lapis membran, yaitu membran alveoli-kapiler, yang memisahkan
oksigen dari darah. Oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah merah
dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa di dalam arteri ke semua bagian tubuh. Darah meninggalkan
paru – paru pada tekanan oksigen 100 mm Hg dan pada tingkat ini hemoglobinnya 95 persen jenuh
oksigen.

Di dalam paru-paru, karbon dioksida, salah satu hasil buangan metabolisme, menembus membran
alveoler-kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui pipa bronkial dan trakea, dinapaskan
keluar melalui hidung dan mulut.

Empat proses yang berhubungan dengan pernapasan pulmoner atau pernapasan eksterna :

1. Ventilasi pulmoner, atau gerak pernapasan yang menukar udara dalam alveoli dengan udara
luar.

2. Arus darah melalui paru – paru

3. Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga dalam jumlah tepat dapat mencapai
semua bagian tubuh

4. Difusi gas yang menembusi membran pemisah alveoli dan kapiler. CO2 lebih mudah berdifusi
drpd oksigen.

Semua proses ini diatur sedemikian sehingga darah yang meninggalkan paru-paru menerima jumlah
tepat CO2 dan O2. Pada waktu gerak badan, lebih banyak darah datang di paru – paru membawa terlalu
banyak CO2 dan terlampau sedikit O2; jumlah CO2 itu tidak dapat dikeluarkan, maka konsentrasinya
dalam darah arteri bertambah. Hal ini merangsang pusat pernapasan dalam otak unutk memperbesar
kecepatan dan dalamnya pernapasan. Penambahan ventilasi ini mngeluarkan CO2 dan memungut lebih
banyak O2.
Pernapasan jaringan atau pernapasan interna. Darah yang telah menjenuhkan hemoglobinnya dengan
oksigen (oksihemoglobin) megintari seluruh tubuh dan akhirnya mencapai kapiler, di mana darah
bergerak sangat lambat. Sel jaringan memungut oksigen dari hemoglobin untuk memungkinkan oksigen
berlangsung, dan darah menerima, sebagai gantinya, yaitu karbon dioksida.

Perubahan – perubahan berikut terjadi pada komposisi udara dalam alveoli, yang disebabkan
pernapasan eksterna dan pernapasan interna atau pernapasan jarigan.

Udara (atmosfer) yang di hirup:

Nitrogen ..................................................................... 79 %

Oksigen ...................................................................... 20 %

Karbon dioksida ........................................................ 0-0,4 %

Udara yang masuk alveoli mempunyai suhu dan kelembapan atmosfer

Udara yang diembuskan:

nitrogen....................................................................... 79 %

Oksigen....................................................................... 16 %

Karbon dioksida ........................................................ 4-0,4 %

Daya muat udara oleh paru-paru. Besar daya muat udara oleh paru – paru ialah 4.500 ml sampai 5000
ml atau 41/2 sampai 5 literudara. Hanya sebagian kecil dari udara ini, kira-kira 1/10nya atau 500 ml
adalah udara pasang surut (tidal air), yaitu yang di hirup masuk dan diembuskan keluar pada pernapasan
biasa dengan tenang.

Kapasitas vital. Volume udara yang dapat di capai masuk dan keluar paru-paru pada penarikan napas
paling kuat disebut kapasitas vital paru-paru. Diukurnya dengan alat spirometer. Pada seoranng laki-laki,
normal 4-5 liter dan pada seorang perempuan, 3-4 liter. Kapasitas itu berkurang pada penyakit paru-
paru, penyakit jantung (yang menimbulkan kongesti paru-paru) dan kelemahan otot pernapasan.

2.5  Fisiologi Pernapasan

Mekanisme pernafasan diatur dan di kendalikan dua faktor utama,(a) pengendalian oleh saraf, dan (b).
Kimiawi. Beberapa faktor tertentu merangsang pusat pernafasan yang terletak di dalam mendula
oblongata, dan kalau dirangsang, pusat itu mengeluarkan impuls yang disalurkan saraf spinalis ke otot
pernafasan yaitu otot diafragama dan otot interkostalis.
1.      Pengendalaian oleh saraf

Pusat pernafasan ialah suatu pusat otomatik di dalam medula oblongata yang mengeluarkan impuls
eferen ke otot pernapasan. Melalui beberapa radiks saraf servikalis impuls ini di antarrkan ke diafragma
oleh saraf frenikus: Dibagian yang lebih rendah pada sumsum belakang ,impulsnya berjalan dari daerah
toraks melalui saraf interkostalis untuk merangsang otot interkostalis. Impuls ini menimbulkan kontraksi
ritmik pada otot diafragma dan interkostal yang berkecepatan kira-kira lima belas setiap menit.

Impuls aferen yang dirangsang pemekaran gelembung udara diantarkan saraf vagus ke pusat
pernapasan di dalam medula.

2.      Pengendalian secara kimiawi

Faktor kimiawi ini adalah faktor utama dalam pengendalian dan pengaturan frekuensi, kecepatan,&
kedalaman gerakan pernapasan. Pusat pernapasan di dalam sumsum sangat peka pada reaksi: kadar
alkali daah harus dipertahankan. Karbon dioksida adalah produksi asam dari metabolisme, dan bahan
kimia yang asam ini merangsang pusat pernapasan untuk mengirim keluar impuls saraf yang bekerja
atas otot pernapasan.

Kedua pengendalian, baik melalui saraf maupun secara kimiawi, adalah penting. Tanpa salah satunya
orang tak dapat bernapas terus. Dalam hal paralisa otot pernapasan ( interkostal dan diafragma)
digunakan ventilasi paru-paru atau suatu alat pernapasan buatan yang lainnya untuk melanjutkan
pernapasan, sebab dada harus bergerak supaya udara dapat dikeluarmasukkan paru-paru.

Faktor tertentu lainnya menyebabkan penambahan kecepatan dan kedalaman pernapasan. Gerakan
badan yang kuat yang memakai banyak oksigen dalam otot untuk memberi energi yang diperlukan
dalam pekerjaan akan menimbulkan kenaikan pada jumlah karbon dioksida di dalam darah dan
akibatnya pembesan ventilasi paru-paru.

Emosi, rasa sakit,dan takut,misalnya, menyebabkan impuls yang merangsang pusat pernapasan dan
menimbulkan penghirupan udara secara kuat-hal yang kita ketahui semua.

Impuls aferen dari kulit mengasilkan efek serupa—bila badan di celup dalam air dingin atau menerima
guyuran air dingin, penarikan pernapasan kuat menyusul.

Pengendalian secara sadar atas gerakan pernapasan mungkin, tetapi tidak dapat dijalankan lama karena
gerakannya otomatik. Suatu usaha untuk menahan napas dalam waktu lama akan gagal karena
pertambahan karbon dioksida yang melebihi normal di dalam darah akan menimbulkan rasa tak enak.

2.6  Kecepatan Pernapasan

Pada wanita lebih tinggi dari pada pria. Kalau bernapas secara normal, ekspirasi akan menyusul inspirasi,
dan kemudian ada istirahat sebentar. Inspirasi-ekspirasi-istirahat. Pada bayi yang sakit urutan ini ada
kalanya terbalik dan urutannya menjadi : inspirasi-istirahat-ekspirasi. Hal ini disebut pernapasan
terbalik.

Kecepatan normal setiap menit:

Bayi baru ............................................................ 30-40

Dua belas bulan .................................................. 30

Dari dua sampai lima tahun .............................. 24

Orang dewasa..................................................... 10-20

2.7  Gerakan Pernapasan

Ada dua saat terjadi pernapasan:

1.      Inspirasi atau menarik napas

Adalah proses aktif yang diselengarakan kerja otot. Kontraksi diafragma meluaskan rongga dada dari
atas sampai ke bawah, yaitu vertikel. Penaikan iga-iga dan sternum, yang ditimbulkan kontraksi otot
interkostalis , meluaskan rongga dada kedua sisi dan dari belakang ke depan. Paru-paru yang bersifat
elastis mengembang untuk mengisi ruang yang membesar itu dan udara ditarik masuk ke dalam saluran
udara. Otot interkostal eksterna diberi peran sebagai otot tambahan, hanya bila inspirasi menjadi gerak
sadar.

2.      Ekspirasi

Udara dipaksa keluar oleh pengenduran otot dan karena paru-paru kempis kembali yang disebabkan
sifat elastis paru-paru itu. Gerakan ini adalah proses pasif.

Ketika pernapasan sangat kuat, gerakan dada bertambah. Otot leher dan bahu membantu menarik iga-
iga dan sternum ke atas. Otot sebelah belakang dan abdomen juga dibawa bergerak, dan alae nasi
(cuping atau sayap hidung) dapat kembang kempis.

2.8  Kebutuhan Tubuh Akan Oksigen

Dalam banyak keadaan, termasuk yang telah disebut, oksigen dapat diatur menurut keperluan . Orang
tergantung pada oksigen untuk hidupnya; kalau tidak mendapatkannya selama lebih dari empat menit
akan mengakibatkan kerusakan pada otak yang tak dapat diperbaiki dan biasanya pasien meninggal.
Keadaan genting timbul bila misalnya sorang anak menudungi kepala dan mukannya dengan kantung
pelastik dan menjadi mati lemas. Tetapi penyediaan oksigen hanya berkurang, pasien menjadi kacau
pikiran—ia menderita anoksia serebralis. Hal ini terjadi pada orang bekerja dalam ruang sempit,
tertutup, seperti dalam ruang kapal, di dalam tank, dan ruang ketel uap; oksigenyang ada mereka
habiskan dan kalau mereka tidak diberi oksigen untuk pernapasan atau tidak dipindahkan ke udara yang
normal, mereka akan meninggal karena anoksemia atau disingkat anoksia.

Bila oksigen di dalam darah tidak mencukupi, warna merahnya hilang dan menjadi kebiru-biruan dan ia
disebut menderita sianosis.

Orang yang berusaha bunuh diri dengan memasukkan kepalanya ke dalam oven gas, bukan saja terkena
anoksia, tetapi jaga menghirup karbon monoksida yang bersifat racun dan yang segera bergabung
dengan hemoglobin sel darah, menyingkirkan isi normal oksigen. Dalam hal ini bibir tidak kebiru-biruan ,
melainkan merah ceri yang khas. Pengobatan yang diperlukan ialah pengisapan dan pemberian oksigen
dalam konsentrasi sampai lima kali jumlah oksigen udara atmosfir atau lima atmosfir.

2.9  Patofisiologi Sistem Pernapasan

Beberapa kelainan dan penyakit pada sistem pernapasan manusia antara lain sebagai berikut:

1.      Asma

Asma ditandai dengan kontraksi yang kaku dari bronkiolus yang menyebabkan kesukaran bernapas.
Asma biasanya disebabkan oleh hipersensitivas bronkiolus (disebut asma bronkiale) terhadap benda-
benda asing di udara. penyebab penyakit ini juga dapat terjadi dikarenakan faktor psikis dan penyakit
menurun.

2.      Tuberkulosis (TBC)

Tuberkulosis merupakan penyakit spesifik yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosae.
Bakteri ini dapat menyerang semua organ tubuh, tetapi yang paling sering adalah paru-paru dan tulang.
Penyakit ini menyebabkan proses difusi oksigen yang terganggu karena adanya bintik-bintik kecil pada
dinding alveolus.

Keadaan ini menyebabkan :

1)      Peningkatan kerja sebagian otot pernapasan yang berfungsi untuk pertukaran udara paru-paru

2)      Mengurangi kapasitas vital dan kapasitas pernapasan

3)      Mengurangi luas permukaan membran pernapasan, yang akan meningkatkan ketebalan membran
pernapasan sehingga menimbulkan penurunan kapasitas difusi paru-paru

3.      Faringitis

Faringitis merupakan peradangan pada faring sehingga timbul rasa nyeri pada waktu menelan makanan
ataupun kerongkongan terasa kering. Gangguan ini disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus dan dapat
juga disebabkan terlalu banyak merokok. Bakteri yang biasa menyerang penyakit ini adalah
Streptococcus pharyngitis.

4.      Bronkitis

Penyakit bronkitis karena peradangan pada bronkus (saluran yang membawa udara menuju paru-paru).
Penyebabnya bisa karena infeksi kuman, bakteri atau virus. Penyebab lainnya adalah asap rokok, debu,
atau polutan udara.

5.      Pneumonia

Pneumonia adalah peradangan paru-paru dimana alveolus biasanya terinfeksi oleh cairan dan eritrosit
berlebihan. Infeksi disebarkan oleh bakteri dari satu alveolus ke alveolus lain hingga dapat meluas ke
seluruh lobus bahkan seluruh paru-paru. Umumnya disebabkan oleh bakteri streptokokus
(Streptococcus), Diplococcus pneumoniae, dan bakteri Mycoplasma pneumoniae.

6.      Emfisema paru – paru

Emfisema disebabkan karena hilangnya elastisitas alveolus. Alveolus sendiri adalah gelembung-
gelembung yang terdapat dalam paru-paru. Pada penderita emfisema, volume paru-paru lebih besar
dibandingkan dengan orang yang sehat karena karbondioksida yang seharusnya dikeluarkan dari paru-
paru terperangkap didalamnya. Asap rokok dan kekurangan enzim alfa-1-antitripsin adalah penyebab
kehilangan elastisitas pada paru-paru ini.

7.      Dipteri

Dipteri merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphterial yang dapat
menimbulkan penyumbatan pada rongga faring (faringitis) maupun laring (laringitis) oleh lendir yang
dihasilkan oleh bakteri tersebut.

8.      Asfiksi

Asfiksi adalah gangguan dalam pengangkutan oksigen ke jaringan yang disebabkan terganggunya fungsi
paru-paru, pembuluh darah, ataupun jaringan tubuh. Misalnya alveolus yang terisi air karena seseorang
tenggelam. Gangguan yang lain adalah keracunan karbon monoksida yang disebabkan karena
hemoglobin lebih mengikat karbon monoksida sehingga pengangkutan oksigen dalam darah berkurang.

9.      Kanker paru – paru

Penyakit ini merupakan pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali di dalam jaringan paru-paru.
Kanker ini mempengaruhi pertukaran gas di paru-paru dan menjalar ke seluruh bagian tubuh. Merokok
merupakan penyebab utama dari sekitar 90% kasus kanker paru-paru pada pria dan sekitar 70% kasus
pada wanita. Semakin banyak rokok yang dihisap, semakin besar resiko untuk menderita kanker paru-
paru. Tetapi tidak menutup kemungkinan perokok pasif pun mengalami penyakit ini. Penyebab lain yang
memicu penyakit ini adalah penderita menghirup debu asbes, kromium, produk petroleum, dan radiasi
ionisasi.
BAB III

PENUTUP

3.1  Kesimpulan

Saluran pernapasan pada manusia diantaranya hidung, saluran pernapasan (farink, larink, trakea,
bronkus) dan paru-paru.

Gerakan pernapasan ada 2 yaitu inspirasi dan ekspirasi. Saat Inspirasi atau menarik napas adalah proses
aktif yang diselengarakan kerja otot. Kontraksi diafragma meluaskan rongga dada dari atas sampai ke
bawah, yaitu vertikel. Penaikan iga-iga dan sternum, yang ditimbulkan kontraksi otot interkostalis ,
meluaskan rongga dada kedua sisi dan dari belakang ke depan. Paru-paru yang bersifat elastis
mengembang untuk mengisi ruang yang membesar itu dan udara ditarik masuk ke dalam saluran udara.
Otot interkostal eksterna diberi peran sebagai otot tambahan, hanya bila inspirasi menjadi gerak sadar.

Sedangkan saat Ekspirasi, udara dipaksa keluar oleh pengenduran otot dan karena paru-paru kempis
kembali yang disebabkan sifat elastis paru-paru itu. Gerakan ini adalah proses pasif.

Gangguan pada sistem pernapasan diantaranya : Asma, Tubeculosa, Bronkitis, Dieptri, Asfiksia, Enfisema
paru, Pneumonia dan kanker paru-paru.

DAFTAR PUSTAKA

http://biologigonz.blogspot.com/2009/12/gangguan-sistem-respirasi.html

(Diakses tanggal : 31 Maret 2012)

http://kamaruddinkhimenkbima.blogspot.com/2011/02/makalah-sistem-pernapasan.html (diakses
tanggal : 1 April 2012)

Pearce, Evelyn C.2009.Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

TUBERKULOSIS
A.    PENGERTIAN

§  Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang penyakit parenkim paru
(Brunner & Suddarth, 2002).

§  Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang secara khas ditandai
oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan
dapat menular dari penderita kepada orang lain (Santa, dkk, 2009).

§  Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Myobacterium
tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh
lainnya. (Depkes RI, 2007).

§  Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium Tubercolosis. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian
lain dari tubuh manusia, sehingga selama ini kasus tuberkulosis yang sering terjadi di Indonesia adalah
kasus tuberkulosis paru/TB Paru (Indriani et al., 2005). Penyakit tuberculosis biasanya menular melalui
udara yang tercemar dengan bakteri Mycobacterium Tubercolosis yang dilepaskan pada saat penderita
batuk. Selain manusia, satwa juga dapat terinfeksi dan menularkan penyakit tuberkulosis kepada
manusia melalui kotorannya (Wiwid, 2005).

§  Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru Tuberkulosis
dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk meningens, ginjal, tulang, dan nodus limfe.
(Suzanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare, 2002 ).

B.     KLASIFIKASI PENYAKIT DAN TIPE PASIEN

Menurut Depkes (2006), klasifikasi penyakit TB dan tipe pasien digolongkan:

1.      Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:

§  Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru.
tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.

§  Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura,
selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran
kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

2.      Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB Paru:

a.       Tuberkulosis paru BTA positif.


§  Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

§  1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis.

§  1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.

§  1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan
sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

b.      Tuberkulosis paru BTA negatif

Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.

Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:

§  Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif

§  Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.

§  Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

§  Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.

3.      Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit

§  TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu
bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan
paru yang luas (misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk.

§  TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:

o   TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali
tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.

o   TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa
bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.

4.      Tipe Pasien

Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu:

§  Kasus baru

Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu
bulan (4 minggu).

§  Kasus kambuh (Relaps)


Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberculosis dan telah
dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau
kultur).

§  Kasus setelah putus berobat (Default )

Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.

§  Kasus setelah gagal (failure)

Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan
kelima atau lebih selama pengobatan.

§  Kasus Pindahan (Transfer In)

Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan
pengobatannya.

§  Kasus lain :

Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk Kasus Kronik,
yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.

C.    ETIOLOGI

Penyebab tuberkulosis adalah Myobacterium tuberculosae, sejenis kuman berbentuk batang dengan
ukuran panjang 1-4/Um dan tebal 0,3-0,6/Um. Tergolong dalam kuman Myobacterium tuberculosae
complex adalah :

1.      M. Tuberculosae

2.      Varian Asian

3.      Varian African I

4.      Varian African II

5.      M. bovis.

Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan
terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan
terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan
dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman bersifat dormant,
tertidur lama selama bertahun-tahun dan dapat bangkit kembali menjadikan tuberkulosis aktif lagi. Di
dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma makrofag. Makrofag
yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya karena banyak mengandung lipid (Asril
Bahar,2001).

Cara penularan TB  (Depkes, 2006)

§  Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.

§  Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak
(droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.

§  Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama.
Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh
kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.

§  Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya.
Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.

§  Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam
udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

D.    PATOFISIOLOGI

Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka
pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberkulosis terjadi melalui udara (airborne), yaitu melalui inhalasi
droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Saluran
pencernaan merupakan tempat masuk utama jenis bovin, yang penyebarannya melalui susu yang
terkontaminasi.

Tuberkulosis adalh penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel. Sel efektornya adalah
makrofag, sedangkan limfosit (biasanya sel T) adalah sel imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini
biasanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan di tempat infeksi oleh limfosit dan limfokinnya.
Respon ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas (lambat)

Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju, lesi nekrosis ini
disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya
yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast, menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi
lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi
tuberkel. Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Gohn dan gabungan terserangnya kelenjar getah
bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks Gohn   respon lain yang dapat terjadi pada daerah
nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi
tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke dalam percabangan trakeobronkhial.
Proses ini dapat akan terulang kembali ke bagian lain dari paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke
laring, telinga tengah atau usus. Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan
meninggalkan jaringan parut bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup
oleh jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental
sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan
perkejuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas keadaan ini dapat menimbulkan
gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat
peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme
yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil dapat
menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran
limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena
akut yang biasanya menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak
pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem vaskular dan tersebar ke organ-
organ tubuh.

      Pathway

Pathway TBC (Tuberkulosis)


      

E.     MANIFESTASI KLINIS

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti
dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu
makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam
meriang lebih dari satu bulan (Depkes, 2006).

Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau malah banyak pasien
ditemikan Tb paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Gejala tambahan yang
sering dijumpai (Asril Bahar. 2001):

1.      Demam

Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang dapat mencapai 40-41°C.
Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah
seterusnya sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari demam influenza ini.

2.      Batuk/Batuk Darah

Terjadi karena iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar.
Keterlibatan bronkus pada tiap penyakit tidaklah sama, maka mungkin saja batuk baru ada setelah
penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan
peradangan bermula. Keadaan yang adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang
pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada
ulkus dinding bronkus.

3.      Sesak Napas

Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak napas akan ditemukan
pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.

4.      Nyeri Dada

Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura
sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan
napasnya.

5.      Malaise

Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia
(tidak ada nafsu makan), badan makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, dan
keringat pada malam hari tanpa aktivitas. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang
timbul secara tidak teratur.

F.     KOMPLIKASI

Komplikasi pada penderita tuberkulosis stadium lanjut (Depkes RI, 2005) :

1.      Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian
karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.

2.      Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.

3.      Bronkiektasis ( pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses
pemulihan atau reaktif) pada paru.

4.      Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps spontan karena kerusakan
jaringan paru.

5.      Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan sebagainya.

6.      insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency)


G.    PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Diagnosis TB  menurut Depkes (2006):

1.      Diagnosis TB paru

§  Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu - pagi - sewaktu
(SPS).

§  Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pada
program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis
utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai
penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.

§  Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak
selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.

§  Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.

§  Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.

2.      Diagnosis TB ekstra paru.

§  Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada Meningitis TB, nyeri
dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan
deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lainlainnya.

§  Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan berdasarkan gejala
klinis TB yang kuat (presumtif) dengan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis
tergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik,
misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain.

Diagnosis TB  menurut Asril Bahar (2001):

1.      Pemeriksaan Radiologis

Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk menemukan lesi
tuberkulosis. Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru (segmen apikal lobus atas atau
segmen apikal lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau di daerah
hilus menyerupai tumor paru.

2.      Pemeriksaan Laboratorium

§  Darah

Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-kadang meragukan, hasilnya tidak
sensitif dan juga tidak spesifik. Pada saat tuberkulosis baru mulai sedikit meninggi dengan hitung jenis
pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila
penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap
darah mulai turun ke arah normal lagi.

§  Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman BTA, diagnosis tuberkulosis
sudah dapat dipastikan. Disamping itu pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap
pengobatan yang sudah diberikan.

§  Tes Tuberkulin

Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau pernah mengalami infeksi M.
Tuberculosae, M. Bovis, vaksinasi BCG dan Myobacteria patogen lainnya.

H.    PENATALAKSANAAN

1.      Tujuan Pengobatan

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan,


memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.

2.      Prinsip pengobatan

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:

a.       OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis
tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi) . Pemakaian OAT-
Kombinasi Dosis Tetap (OAT – KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.

b.      Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly
Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).

c.       Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

1)      Tahap awal (intensif)

§  Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk
mencegah terjadinya resistensi obat.

§  Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi
tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.

§  Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.

2)      Tahap Lanjutan

§  Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih
lama

§  Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya
kekambuhan
3.      Jenis, sifat dan dosis OAT

4.      Paduan OAT yang digunakan di Indonesia

§  Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia:

o   Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.

o   Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.

Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)

o   Kategori Anak: 2HRZ/4HR

§  Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat kombinasi dosis
tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak.

§  Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan
dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.

§  Paket Kombipak.

Terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam satu paket, yaitu Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan
Etambutol. Paduan OAT ini disediakan program untuk mengatasi pasien yang mengalami efek samping
OAT KDT.

Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan
menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien
dalam satu (1) masa pengobatan.

§  KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:

1.      Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat dan
mengurangi efek samping.
2.      Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya resistensi obat ganda
dan mengurangi kesalahan penulisan resep

3.      Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi sederhana dan
meningkatkan kepatuhan pasien

I.       PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1.      Pengumpulan data

Dalam pengumpulan data ada urutan – urutan kegiatan yang dilakukan yaitu :

a.       Identitas klien

Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat tinggal (alamat), pekerjaan,
pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang
dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB patu yang lain.

b.      Riwayat penyakit sekarang

Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di rasakan saat ini. Dengan
adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu badan
meningkat mendorong penderita untuk mencari pengonbatan.

c.       Riwayat penyakit dahulu

Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang mungkin sehubungan
dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura serta tuberkulosis paru yang kembali aktif.

d.      Riwayat penyakit keluarga

Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita penyakit tersebut sehingga
sehingga diteruskan penularannya.

e.       Riwayat psikososial

Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi kesehatan yang kurang
ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis
paru yang lain

f.       Pola fungsi kesehatan

1)      Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak – desakan, kurang cahaya matahari,
kurang ventilasi udara dan tinggal dirumah yang sumpek.
2)      Pola nutrisi dan metabolik

Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan menurun.

3)      Pola eliminasi

Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi maupun defekasi

4)      Pola aktivitas dan latihan

Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu aktivitas

5)      Pola tidur dan istirahat

Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru mengakibatkan terganggunya
kenyamanan tidur dan istirahat.

6)      Pola hubungan dan peran

Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena penyakit menular.

7)      Pola sensori dan kognitif

Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan pendengaran) tidak ada gangguan.

8)      Pola persepsi dan konsep diri

Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan rasa kawatir klien tentang
penyakitnya.

9)      Pola reproduksi dan seksual

Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah karena kelemahan dan nyeri
dada.

10)  Pola penanggulangan stress

Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan stress pada penderita yang
bisa mengkibatkan penolakan terhadap pengobatan.

11)  Pola tata nilai dan kepercayaan

Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya aktifitas ibadah klien.

g.      Pemeriksaan fisik

Berdasarkan sistem – sistem tubuh

1)      Sistem integumen


Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun

2)      Sistem pernapasan

Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai

§  inspeksi :  adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan napas yang tertinggal, suara
napas melemah.

§  Palpasi   : Fremitus suara meningkat.

§  Perkusi      : Suara ketok redup.

§  Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar dan yang nyaring.

3)      Sistem pengindraan

Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan

4)      Sistem kordiovaskuler

Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P 2 syang mengeras.

5)      Sistem gastrointestinal

Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun.

6)      Sistem muskuloskeletal

Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan keadaan sehari – hari yang kurang
meyenangkan.

7)      Sistem neurologis

Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : 456

8)      Sistem genetalia

Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia

J.      DIAGNOSA KEPERAWATAN

a.       Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret kental atau sekret darah

b.       Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveoler-kapiler

c.       Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
d.      Nyeri Akut berhubungan dengan nyeri dada pleuritis

e.       Hipertemia berhubungan dengan proses inflamasi


K.    RENCANA KEPERAWATAN

TUJUAN DAN KRITERIA


N INTERVENSI
DIAGNOSA KEPERAWATAN HASIL
O (NIC)
(NOC)

1 Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif NOC : NIC :

v  Respiratory status : Airway suction


Ventilation
Definisi : Ketidakmampuan untuk §  Pastikan kebutuhan oral /
membersihkan sekresi atau v  Respiratory status : tracheal suctioning
obstruksi dari saluran pernafasan Airway patency
§   Auskultasi suara nafas
untuk mempertahankan
kebersihan jalan nafas. v  Aspiration Control sebelum dan sesudah suctioning.

§  Informasikan pada klien dan


keluarga tentang suctioning
Batasan Karakteristik : Kriteria Hasil :
§  Minta klien nafas dalam
v Mendemonstrasikan
-         Dispneu, Penurunan suara sebelum suction dilakukan.
nafas batuk efektif dan suara
nafas yang bersih, tidak §  Berikan O2 dengan
-         Orthopneu ada sianosis dan dyspneu menggunakan nasal untuk
(mampu mengeluarkan memfasilitasi suksion
-         Cyanosis sputum, mampu bernafas nasotrakeal
-         Kelainan suara nafas (rales, dengan mudah, tidak ada
§  Gunakan alat yang steril sitiap
wheezing) pursed lips)
melakukan tindakan
-         Kesulitan berbicara v Menunjukkan jalan
§  Anjurkan pasien untuk
nafas yang paten (klien
-         Batuk, tidak efekotif atau tidak merasa tercekik, istirahat dan napas dalam
tidak ada setelah kateter dikeluarkan dari
irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam nasotrakeal
-         Mata melebar
rentang normal, tidak §  Monitor status oksigen pasien
-         Produksi sputum ada suara nafas
abnormal) §  Ajarkan keluarga bagaimana
-         Gelisah cara melakukan suksion
v Mampu
-         Perubahan frekuensi dan mengidentifikasikan dan §  Hentikan suksion dan berikan
irama nafas mencegah factor yang oksigen apabila pasien
dapat menghambat jalan menunjukkan bradikardi,
nafas peningkatan saturasi O2, dll.
Faktor-faktor yang berhubungan:

-         Lingkungan : merokok,


menghirup asap rokok, perokok Airway Management
pasif-POK, infeksi
·         Buka jalan nafas, guanakan
-         Fisiologis : disfungsi teknik chin lift atau jaw thrust
neuromuskular, hiperplasia bila perlu
dinding bronkus, alergi jalan nafas,
·         Posisikan pasien untuk
asma.
memaksimalkan ventilasi
-         Obstruksi jalan nafas :
·         Identifikasi pasien perlunya
spasme jalan nafas, sekresi
tertahan, banyaknya mukus, pemasangan alat jalan nafas
buatan
adanya jalan nafas buatan, sekresi
bronkus, adanya eksudat di ·         Pasang mayo bila perlu
alveolus, adanya benda asing di
jalan nafas. ·         Lakukan fisioterapi dada
jika perlu

·         Keluarkan sekret dengan


batuk atau suction

·         Auskultasi suara nafas,


catat adanya suara tambahan

·         Lakukan suction pada


mayo

·         Berikan bronkodilator bila


perlu

·         Berikan pelembab udara


Kassa basah NaCl Lembab

·         Atur intake untuk cairan


mengoptimalkan keseimbangan.

·         Monitor respirasi dan


status O2

2. Gangguan Pertukaran gas NOC : NIC :


v  Respiratory Status : Airway Management
Gas exchange
Definisi : Kelebihan atau ·         Buka jalan nafas, guanakan
kekurangan dalam oksigenasi dan v  Respiratory Status : teknik chin lift atau jaw thrust
atau pengeluaran karbondioksida ventilation bila perlu
di dalam membran kapiler alveoli
v  Vital Sign Status ·         Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
Kriteria Hasil :
Batasan karakteristik : ·         Identifikasi pasien perlunya
v  Mendemonstrasikan pemasangan alat jalan nafas
 Gangguan penglihatan peningkatan ventilasi dan buatan
oksigenasi yang adekuat
 Penurunan CO2 ·         Pasang mayo bila perlu
v  Memelihara
 Takikardi kebersihan paru paru dan ·         Lakukan fisioterapi dada
 Hiperkapnia bebas dari tanda tanda jika perlu
distress pernafasan
 Keletihan ·         Keluarkan sekret dengan
v   Mendemonstrasikan batuk atau suction
 somnolen batuk efektif dan suara
nafas yang bersih, tidak ·         Auskultasi suara nafas,
 Iritabilitas catat adanya suara tambahan
ada sianosis dan dyspneu
 Hypoxia (mampu mengeluarkan ·         Lakukan suction pada
sputum, mampu bernafas mayo
 kebingungan dengan mudah, tidak ada
pursed lips) ·         Berika bronkodilator bial
 Dyspnoe
perlu
v   Tanda tanda vital
 nasal faring
dalam rentang normal ·         Barikan pelembab udara
 AGD Normal
·         Atur intake untuk cairan
 sianosis mengoptimalkan keseimbangan.

 warna kulit abnormal (pucat, ·         Monitor respirasi dan


kehitaman) status O2

 Hipoksemia

 hiperkarbia Respiratory Monitoring

 sakit kepala ketika bangun ·         Monitor rata – rata,


kedalaman, irama dan usaha
frekuensi dan kedalaman nafas respirasi
abnormal
·         Catat pergerakan
dada,amati kesimetrisan,
penggunaan otot tambahan,
Faktor faktor yang berhubungan : retraksi otot supraclavicular dan
 ketidakseimbangan perfusi intercostal
ventilasi ·         Monitor suara nafas,
 perubahan membran kapiler- seperti dengkur
alveolar ·         Monitor pola nafas :
bradipena, takipenia, kussmaul,
hiperventilasi, cheyne stokes,
biot

·         Catat lokasi trakea

·         Monitor kelelahan otot


diagfragma (gerakan paradoksis)

·         Auskultasi suara nafas,


catat area penurunan / tidak
adanya ventilasi dan suara
tambahan

·         Tentukan kebutuhan


suction dengan mengauskultasi
crakles dan ronkhi pada jalan
napas utama

·         auskultasi suara paru


setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang NOC : NIC :


dari kebutuhan tubuh
v  Nutritional Status : Nutrition Management
food and Fluid Intake
§  Kaji adanya alergi makanan
Definisi : Intake nutrisi tidak cukup Kriteria Hasil :
§  Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk keperluan metabolisme
tubuh. v  Adanya peningkatan untuk menentukan jumlah kalori
berat badan sesuai dan nutrisi yang dibutuhkan
dengan tujuan pasien.

v  Berat badan ideal §  Anjurkan pasien untuk


Batasan karakteristik : sesuai dengan tinggi meningkatkan intake Fe
badan
-    Berat badan 20 % atau lebih di §  Anjurkan pasien untuk
bawah ideal v  Mampu meningkatkan protein dan
mengidentifikasi vitamin C
-    Dilaporkan adanya intake kebutuhan nutrisi
makanan yang kurang dari RDA §  Berikan substansi gula
(Recomended Daily Allowance) v  Tidak ada tanda tanda
§  Yakinkan diet yang dimakan
malnutrisi
-    Membran mukosa dan mengandung tinggi serat untuk
konjungtiva pucat v  Tidak terjadi mencegah konstipasi
penurunan berat badan
-    Kelemahan otot yang yang berarti §  Berikan makanan yang terpilih
digunakan untuk ( sudah dikonsultasikan dengan
menelan/mengunyah ahli gizi)

-    Luka, inflamasi pada rongga §  Ajarkan pasien bagaimana


mulut membuat catatan makanan
harian.
-    Mudah merasa kenyang, sesaat
setelah mengunyah makanan §  Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
-    Dilaporkan atau fakta adanya
kekurangan makanan §  Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
-    Dilaporkan adanya perubahan
sensasi rasa §  Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang
-    Perasaan ketidakmampuan dibutuhkan
untuk mengunyah makanan

-    Miskonsepsi
Nutrition Monitoring
-    Kehilangan BB dengan makanan
cukup §  BB pasien dalam batas normal

-    Keengganan untuk makan §  Monitor adanya penurunan


berat badan
-    Kram pada abdomen
§  Monitor tipe dan jumlah
-    Tonus otot jelek aktivitas yang biasa dilakukan
-    Nyeri abdominal dengan atau §  Monitor interaksi anak atau
tanpa patologi orangtua selama makan
-    Kurang berminat terhadap §  Monitor lingkungan selama
makanan makan
-    Pembuluh darah kapiler mulai §  Jadwalkan pengobatan  dan
rapuh tindakan tidak selama jam
makan
-    Diare dan atau steatorrhea
§  Monitor kulit kering dan
-    Kehilangan rambut yang cukup perubahan pigmentasi
banyak (rontok)
§  Monitor turgor kulit
-    Suara usus hiperaktif
§  Monitor kekeringan, rambut
-    Kurangnya informasi, kusam, dan mudah patah
misinformasi
§  Monitor mual dan muntah

§  Monitor kadar albumin, total


Faktor-faktor yang berhubungan : protein, Hb, dan kadar Ht
Ketidakmampuan pemasukan atau §  Monitor makanan kesukaan
mencerna makanan atau
mengabsorpsi zat-zat gizi §  Monitor pertumbuhan dan
berhubungan dengan faktor perkembangan
biologis, psikologis atau ekonomi.
§  Monitor pucat, kemerahan,
dan kekeringan jaringan
konjungtiva

§  Monitor kalori dan intake


nuntrisi

§  Catat adanya edema,


hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oral.

§  Catat jika lidah berwarna


magenta, scarlet

4. Hipertermia NOC : NIC :

Thermoregulation Fever treatment

Definisi : suhu tubuh naik diatas Kriteria Hasil : §  Monitor suhu sesering
rentang normal mungkin
v  Suhu tubuh dalam
rentang normal §  Monitor IWL

v  Nadi dan RR dalam


Batasan Karakteristik: rentang normal §  Monitor warna dan suhu kulit

·         kenaikan suhu tubuh diatas v  Tidak ada perubahan §  Monitor tekanan darah, nadi
rentang normal warna kulit dan tidak ada dan RR
pusing, merasa nyaman
·         serangan atau konvulsi §  Monitor penurunan tingkat
(kejang) kesadaran

·         kulit kemerahan §  Monitor WBC, Hb, dan Hct

·         pertambahan RR §  Monitor intake dan output

·         takikardi §  Berikan anti piretik

·         saat disentuh tangan terasa §  Berikan pengobatan untuk


hangat mengatasi penyebab demam

§  Selimuti pasien

Faktor faktor yang berhubungan : §  Lakukan tapid sponge

-          penyakit/ trauma §  Berikan cairan intravena

-          peningkatan metabolisme §  Kompres pasien pada lipat


paha dan aksila
-          aktivitas yang berlebih
§  Tingkatkan sirkulasi udara
-          pengaruh medikasi/anastesi
§  Berikan pengobatan untuk
-          mencegah terjadinya menggigil
ketidakmampuan/penurunan
kemampuan untuk berkeringat

-          terpapar dilingkungan panas

-          dehidrasi Temperature regulation

-          pakaian yang tidak tepat §  Monitor suhu minimal tiap 2


jam

§  Rencanakan monitoring suhu


secara kontinyu

§  Monitor TD, nadi, dan RR

§  Monitor warna dan suhu kulit

§  Monitor tanda-tanda
hipertermi dan hipotermi

§  Tingkatkan intake cairan dan


nutrisi

§  Selimuti pasien untuk


mencegah hilangnya kehangatan
tubuh

§  Ajarkan pada pasien cara


mencegah keletihan akibat
panas

§  Diskusikan tentang pentingnya


pengaturan suhu dan
kemungkinan efek negatif dari
kedinginan

§  Beritahukan tentang indikasi


terjadinya keletihan dan
penanganan emergency yang
diperlukan

§  Ajarkan indikasi dari hipotermi


dan penanganan yang diperlukan

§  Berikan anti piretik jika perlu

Vital sign Monitoring

 Monitor TD, nadi, suhu,


dan RR

 Catat adanya fluktuasi


tekanan darah

 Monitor VS saat pasien


berbaring, duduk, atau
berdiri

 Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas

 Monitor kualitas dari


nadi

 Monitor frekuensi dan


irama pernapasan

 Monitor suara paru

 Monitor pola
pernapasan abnormal

 Monitor suhu, warna,


dan kelembaban kulit

 Monitor sianosis perifer

 Monitor adanya cushing


triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)

 Identifikasi penyebab
dari perubahan vital sign

5. Nyeri NOC : NIC :

v  Pain Level, Pain Management

Definisi : v  Pain control, §  Lakukan pengkajian nyeri


secara komprehensif termasuk
Sensori yang tidak menyenangkan v  Comfort level lokasi, karakteristik, durasi,
dan pengalaman emosional yang frekuensi, kualitas dan faktor
muncul secara aktual atau Kriteria Hasil :
presipitasi
potensial kerusakan jaringan atau v  Mampu mengontrol
menggambarkan adanya nyeri (tahu penyebab §  Observasi reaksi nonverbal
kerusakan (Asosiasi Studi Nyeri nyeri, mampu dari ketidaknyamanan
Internasional): serangan menggunakan tehnik §  Gunakan teknik komunikasi
mendadak atau pelan nonfarmakologi untuk terapeutik untuk mengetahui
intensitasnya dari ringan sampai mengurangi nyeri, pengalaman nyeri pasien
berat yang dapat diantisipasi mencari bantuan)
§  Kaji kultur yang
dengan akhir yang dapat diprediksi
dan dengan durasi kurang dari 6 v  Melaporkan bahwa mempengaruhi respon nyeri
nyeri berkurang dengan
bulan. §  Evaluasi pengalaman nyeri
menggunakan
manajemen nyeri masa lampau

§  Evaluasi bersama pasien dan


Batasan karakteristik : v  Mampu mengenali
nyeri (skala, intensitas, tim kesehatan lain tentang
-          Laporan secara verbal atau ketidakefektifan kontrol nyeri
frekuensi dan tanda
non verbal nyeri) masa lampau

-          Fakta dari observasi §  Bantu pasien dan keluarga


v  Menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri untuk mencari dan menemukan
-          Posisi antalgic untuk dukungan
menghindari nyeri berkurang

v  Tanda vital dalam §  Kontrol lingkungan yang dapat


-          Gerakan melindungi mempengaruhi nyeri seperti
rentang normal
-          Tingkah laku berhati-hati suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
-          Muka topeng
§  Kurangi faktor presipitasi nyeri
-          Gangguan tidur (mata sayu,
tampak capek, sulit atau gerakan §  Pilih dan lakukan penanganan
kacau, menyeringai) nyeri (farmakologi, non
farmakologi dan inter personal)
-          Terfokus pada diri sendiri
§  Kaji tipe dan sumber nyeri
-          Fokus menyempit untuk menentukan intervensi
(penurunan persepsi waktu,
kerusakan proses berpikir, §  Ajarkan tentang teknik non
penurunan interaksi dengan orang farmakologi
dan lingkungan) §  Berikan analgetik untuk
-          Tingkah laku distraksi, mengurangi nyeri
contoh : jalan-jalan, menemui §  Evaluasi keefektifan kontrol
orang lain dan/atau aktivitas, nyeri
aktivitas berulang-ulang)
§  Tingkatkan istirahat
-          Respon autonom (seperti
diaphoresis, perubahan tekanan §  Kolaborasikan dengan dokter
darah, perubahan nafas, nadi dan jika ada keluhan dan tindakan
dilatasi pupil) nyeri tidak berhasil
-          Perubahan autonomic §  Monitor penerimaan pasien
dalam tonus otot (mungkin dalam tentang manajemen nyeri
rentang dari lemah ke kaku)

-          Tingkah laku ekspresif


Analgesic Administration
(contoh : gelisah, merintih,
menangis, waspada, iritabel, nafas §  Tentukan lokasi, karakteristik,
panjang/berkeluh kesah) kualitas, dan derajat nyeri
-          Perubahan dalam nafsu sebelum pemberian obat
makan dan minum §  Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis, dan frekuensi

§  Cek riwayat alergi


Faktor yang berhubungan :

Agen injuri (biologi, kimia, fisik, §  Pilih analgesik yang diperlukan


atau kombinasi dari analgesik
psikologis)
ketika pemberian lebih dari satu

§  Tentukan pilihan analgesik


tergantung tipe dan beratnya
nyeri

§  Tentukan analgesik pilihan,


rute pemberian, dan dosis
optimal

§  Pilih rute pemberian secara IV,


IM untuk pengobatan nyeri
secara teratur

§  Monitor vital sign sebelum


dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali

§  Berikan analgesik tepat waktu


terutama saat nyeri hebat

§  Evaluasi efektivitas analgesik,


tanda dan gejala (efek samping)
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC

Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6. Jakarta: EGC

Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.


Depkes RI : Jakarta.

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper
Saddle River

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey:
Upper Saddle River

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi
ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika

Tambayong, J. 2003. Patofisiologi untuk Keperawatan. EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai