Anda di halaman 1dari 4

REAKSI TRANSFUSI

pengertian reaksi transfuse darah


Reaksi transfuse merupakan Semua kejadian yang tidak menguntungkan penderita
, yang timbul selama atau setelah transfusi , dan memang berhubungan dengan transfuse
tersebut.
Transfusi darah kadang menyebabkan reaksi transfusi. Ada jenis reaksi transfusi
yang buruk dan ada yang moderat. Reaksi transfusi bisa segera terjadi setelah transfusi
dimulai, namun ada juga reaksi yang terjadi beberapa hari atau bahkan lebih lama setelah
transfusi dilakukan.
Untuk mencegah terjadinya reaksi yang buruk, diperlukan tindakan pencegahan
sebelum transfusi dimulai. Jenis darah diperiksa berkali-kali, dan dilakukan cross-
matched untuk memastikan bahwa jenis darah tersebut cocok dengan jenis darah dari
orang yang akan mendapatkannya. Setelah itu, perawat dan teknisi laboratorium bank
darah mencari informasi tentang pasien dan informasi pada unit darah (atau komponen
darah) sebelum dikeluarkan. Informasi ini dicocokkan sekali lagi di hadapan pasien
sebelum transfusi dimulai.
Reaksi Akut
Reaksi akut adalah reaksi yang terjadi selama transfusi atau dalam 24 jam setelah
transfusi. Reaksi akut dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu ringan, sedang-berat dan
reaksi yang membahayakan nyawa. Reaksi ringan ditandai dengan timbulnya pruritus,
urtikaria dan rash. Reaksi ringan ini disebabkan oleh hipersensitivitas ringan. Reaksi
sedang-berat ditandai dengan adanya gejala gelisah, lemah, pruritus, palpitasi, dispnea
ringan dan nyeri kepala. Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan adanya warna
kemerahan di kulit, urtikaria, demam, takikardia, kaku otot. Reaksi ringan diatasi
dengan pemberian antipiretik, antihistamin atau kortikosteroid, dan pemberian transfusi
dengan tetesan diperlambat.
Reaksi sedang-berat biasanya disebabkan oleh hipersensitivitas sedang-berat,
demam akibat reaksi transfusi non-hemolitik (antibodi terhadap leukosit, protein,
trombosit), kontaminasi pirogen dan/atau bakteri.
Pada reaksi yang membahayakan nyawa ditemukan gejala gelisah, nyeri dada,
nyeri di sekitar tempat masuknya infus, napas pendek, nyeri punggung, nyeri kepala,
dan dispnea. Terdapat pula tanda-tanda kaku otot, demam, lemah, hipotensi (turun ≥20%
tekanan darah sistolik), takikardia (naik ≥20%), hemoglobinuria dan perdarahan yang
tidak jelas. Reaksi ini disebabkan oleh hemolisis intravaskular akut, kontaminasi bakteri,
syok septik, kelebihan cairan, anafilaksis dan gagal paru akut akibat transfusi.
 Hemolisis intravaskular akut
Reaksi hemolisis intravaskular akut adalah reaksi yang disebabkan
inkompatibilitas sel darah merah. Antibodi dalam plasma pasien akan melisiskan sel
darah merah yang inkompatibel. Meskipun volume darah inkompatibel hanya sedikit (10-
50 ml) namun sudah dapat menyebabkan reaksi berat. Semakin banyak volume darah
yang inkompatibel maka akan semakin meningkatkan risiko.
Penyebab terbanyak adalah inkompatibilitas ABO. Hal ini biasanya terjadi akibat
kesalahan dalam permintaan darah, pengambilan contoh darah dari pasien ke tabung yang
belum diberikan label, kesalahan pemberian label pada tabung dan ketidaktelitian
memeriksa identitas pasien sebelum transfusi. Selain itu penyebab lainnya adalah adanya
antibodi dalam plasma pasien melawan antigen golongan darah lain (selain golongan
darah ABO) dari darah yang ditransfusikan, seperti sistem Idd, Kell atau Duffy.
Jika pasien sadar, gejala dan tanda biasanya timbul dalam beberapa menit awal
transfusi, kadang-kadang timbul jika telah diberikan kurang dari 10 ml. Jika pasien tidak
sadar atau dalam anestesia, hipotensi atau perdarahan yang tidak terkontrol mungkin
merupakan satu-satunya tanda inkompatibilitas transfusi. Pengawasan pasien dilakukan
sejak awal transfusi dari setiap unit darah.
 Kelebihan cairan
Kelebihan cairan menyebabkan gagal jantung dan edema paru. Hal ini dapat
terjadi bila terlalu banyak cairan yang ditransfusikan, transfusi terlalu cepat, atau
penurunan fungsi ginjal. Kelebihan cairan terutama terjadi pada pasien dengan anemia
kronik dan memiliki penyakit dasar kardiovaskular.
 Reaksi anafilaksis
Risiko meningkat sesuai dengan kecepatan transfusi. Sitokin dalam plasma
merupakan salah satu penyebab bronkokonstriksi dan vasokonstriksi pada resipien
tertentu. Selain itu, defisiensi IgA dapat menyebabkan reaksi anafilaksis sangat berat. Hal
itu dapat disebabkan produk darah yang banyak mengandung IgA. Reaksi ini terjadi
dalam beberapa menit awal transfusi dan ditandai dengan syok (kolaps kardiovaskular),
distress pernapasan dan tanpa demam. Anafilaksis dapat berakibat fatal bila tidak
ditangani dengan cepat dan agresif dengan antihistamin dan adrenalin.
 Cedera paru akut akibat transfusi (Transfusion-associated acute lung injury = TRALI)
Cedera paru akut disebabkan oleh plasma donor yang mengandung antibodi yang
melawan leukosit pasien. Kegagalan fungsi paru biasanya timbul dalam 1-4 jam sejak
awal transfusi, dengan gambaran foto toraks kesuraman yang difus. Tidak ada terapi
spesifik, namun diperlukan bantuan pernapasan di ruang rawat intensif.
Reaksi Hemolitik
 Reaksi hemolitik kekebalan akut
Ini adalah jenis yang paling serius dari reaksi transfusi, tetapi sangat jarang
terjadi. Reaksi hemolitik kekebalan akut terjadi ketika golongan darah donor dan pasien
tidak cocok. Antibodi pasien menyerang sel-sel darah merah yang ditransfusikan,
menyebabkan mereka mematahkan (hemolyze) dan melepaskan zat-zat berbahaya ke
dalam aliran darah.
Pasien mungkin menggigil, demam, nyeri dada dan punggung bawah, serta mual.
Ginjal dapat rusak parah, dan dialisis mungkin diperlukan. Reaksi hemolitik dapat
mematikan jika transfusi tidak dihentikan segera saat reaksi dimulai.
 Reaksi hemolitik tertunda
Reaksi ini terjadi ketika tubuh perlahan-lahan menyerang antigen (antigen selain
ABO) pada sel-sel darah yang ditransfusikan. Sel-sel darah mengalami pemecahan
setelah beberapa hari atau minggu transfusi dilakukan. Biasanya tidak ada gejala, tetapi
sel-sel darah merah yang ditransfusikan hancur dan dan jumlah sel darah merah pasien
mengalami penurunan. Dalam kasus yang jarang ginjal mungkin akan terpengaruh, dan
pengobatan mungkin diperlukan.
Seseorang mungkin tidak mengalami jenis reaksi seperti ini kecuali mereka
pernah mendapat transfusi di masa lalu. Orang-orang yang mengalami jenis reaksi
hemolitik tertunda ini perlu menjalani tes darah khusus sebelum menerima transfusi
darah kembali. Unit darah yang tidak memiliki antigen yang menyerang tubuh harus
digunakan.
2.4 Reaksi Alergi
Alergi merupakan reaksi yang paling sering terjadi setelah transfusi darah. Hal ini
terjadi karena reaksi tubuh terhadap protein plasma dalam darah donor. Biasanya gejala
hanya gatal-gatal, yang dapat diobati dengan antihistamin seperti diphenhydramine
(Benadryl).
 Gejala yang timbul :
Ringan : urtikaria ( gatal gatal ).
Berat Seasak nafas , Cyanosis , Hypotensi 4 Shock .
 Tindakan :
STOP Transfusi 4 infus NaC1 0,9%
Beri antihistamin
Beni kortikosteroid bila perlu
Bila terjadi lharynk oedem berikan adrenaline.

Reaksi Demam
Orang yang menerima darah mengalami demam mendadak selama atau dalam
waktu 24 jam sejak transfusi. Sakit kepala, mual, menggigil, atau perasaan umum
ketidaknyamanan mungkin bersamaan dengan demam. Acetaminophen (Tylenol) dapat
meredakan gejala-gejala ini.
Reaksi-reaksi tersebut terjadi sebagai respon tubuh terhadap sel-sel darah putih
dalam darah yang disumbangkan. Hal ini lebih sering terjadi pada orang yang pernah
mendapat transfusi sebelumnya dan pada wanita yang pernah beberapa kali mengalami
kehamilan. Jenis-jenis reaksi juga dapat menyebabkan demam, dan pengujian lebih lanjut
mungkin diperlukan untuk memastikan bahwa reaksi ini hanya demam.
Pasien yang mengalami reaksi demam atau yang beresiko terhadap reaksi tranfusi
lainnya biasanya diberikan produk darah yang leukositnya telah dikurangi. Artinya, sel-
sel darah putih telah hilang setelah melalui filter atau cara lainnya.

Anda mungkin juga menyukai