Dari hasil observasi yang kami lakukan masalah gizi yang tetinggi di Desa
Sukojember yaitu masalah balita pendek. Penyebabnya yaitu pemahaman ibu
tehadap asi ekslusif rendah bayi usia dibawah 6 bulan sudah diberi susu fomula,
pengetahuan orang tua mengenai ASI kurang, ekonomi rendah mengakibatkan
pemenuhan makanan bergizi seimbang dan keanekaragaman makanan kurang,
serta balita diberikan camilan yang tidak sehat, seperti bayi usia dibawah 6 bulan
yang memasuki masa oral seharusnya diberikan camilan yang sehat seperti regal
akan tetapi kenyataannya justru diberikan makanan yang kurang bergizi seperti
kerupuk. Program pencegahan yang dilakukan yaitu seperti kelas ibu hamil yang
dilakukan setiap bulan, guna meningkatkan pengetahuan tentang ASI ekslusif dan
gizi, pemberian PMT pemulihan untuk balita seperti biscuit dari APBN
difokuskan pada balita BGM stuntingsetalh rutin selama kurang lebih 90 hari,
pemberian obat cancing untuk balita, dan pemberin tablet Fe pada remaja putrid
setiap SMP/MTS pada hari Rabu dengan system monitoring dengan bantuan guru
disekolah tersebut, telah diteapkan selama 3 bulan dan akan dijalankan secara
terus menerus secara rutin dengan target 100%. Pelaksanaan program – program
tersebut sasaran utamnya yaitu ibu hamil dan ibu yang memiliki balita. Capaian
program yang telah dilakukan seperti pada kelas ibu hamil terjadi perubahan
perilaku, ibu dapat memilih makanan yang bergizi dan mengandung tinggi zat
besi, sehingga bayi yang lahir tidak BBLR. Seperti pada kasus ibu hamil yang
mengalami KEK setelah rutin mengikuti kelas ibu hamil dan pemberian PMT,
bayi yang dilahirkan seberat 2 kg 8 ons, tidak BBLR. Pemberian ASI ekslusif
secara teratur dan pemilihan makanan dilakukan dengan benar. Mengenai
pemberian PMT dirasa kurang berpengaruh, hal itu disebabkan kuangnya
kesadaran orang tua atau pengasuh. Pada saat pemberian PMT selama 1 bulan
secara rutin berat badan balita berat badan balita mencapai berat badan normal,
akan tetapi pada saat program tersebut telah selesai dilaksanakan berat badan
balita kembali menurun. Karena PMT yang telah diajarkan tidak diterapkan. Saat
pemberian BB balita naik 8 ons.
Hasil observasi yang kami lakukan mengenai pelaksanaan posyandu di
desa Sukojember yang pertama mengenai ragam kegiatan yang dilakukan
pustu/posyandu yaitu seperti penimbangan, pemiksaan ibu hamil, imunisasi balita,
rujukan untuk balita sakit sperti diare dan status gizi seperti BGM, serta
pemberian obat cacing pencegahan stunting. Keaktifan kader pustu/posyandu
dilihat dari persentase kehadiran, dalam 1 desa terdapat 7 pustu/posyandu setiap
pos berbeda kader, dan persentase keaktifan sebesar 80%. Pendanan kegiatan
pustu/posyandu untuk kegiatan kegiatan PMT dan penyuluhan selama ini
menggunakan dana swadaya bidan atau kader, dan dana juga berasal dari BOK
khususnya untuk petugas. Sarana dan prasana yang dimiliki pustu/posyandu,
contohnya yang terdapat pada posyandu Mawar 21 Desa Sukojember, sarana dan
prasaranannya dacin, tempat tidur, speaker, timbangan digital, meja, kursi, dan
statue meter (pengukuran tinggi badan). Dukungan tokoh masyarakat dan tokoh
agama terhadap kegiatan pustu/posyandu, seperti untuk tokoh masyarakat seperti
kepala dusun yang menganggap kegiatan posyandu hanya tugas tenaga kesehatan
atau meupakan program kesehatan, akan tetapi seharusnya program posyandu
berasal dari desa dan untuk desa. Jadi peran tokoh masyarakat seperti kepala
dusun dan RT masih kurang. Dukungan bidan wilayah/puskesmas dalam kegiatan
pustu/posyandu untuk bidan terjun lansung pada saat pelaksanaan posyandu, jadi
dukungan bidan untuk posyandu sebesar 100% artinya kegiatan didukung
sepenuhnya. Dalam 1 desa tedapat 7 posyandu yang ditangani oleh 3 bidan desa.
Partisipasi masyarakat dalam kegiatan pustu/posyandu dilihat dari keaktifan
kehadiran sebesa 90%, misalnya jika pelaksanaan posyandu untuk ibu hamil
mengundang 20 orang yang tidak hadir hanya 3 orang. Lingkungan masyrakatnye
terbuka, artinya menerima dengan baik pogram posyandu, pemikiran masyrakat
sudah mulai menerima dibuktikan dengan tidak ada lagi foodtaboo dalam
masyarakat. Keberadaan saranan pelayanan kesehatan lain di sekitas
pustu/posyandu contohnya pada posyandu mawar 21 sarana pelayanan kesehatan
yang ada disekitar atau yang paling dekat yaitu polindes dengan jarak 100 meter.
Analisi situasi jika menggunakan metode SWOT, yang terdiri dari aspek
internal (kekuatan, kelemahan), dan aspek ekstenal (peluang, ancaman). Dari segi
kekuatannya dapat dilihat mengenai pelayanan kesehatan masyarakatnya sangat
kooperatif sehingga kesadaran mengenai kesehantan cukup tinggi. Dari segi
kelemahan dilihat dari kesibukan oang tua sehingga sasaran tercapai semua,
kurangnya sarana dan prasarana sepeti timbangan digital dan alat ukur yang rusak,
serta dai 7 posyandu hanya beberapa saja yang memiliki bangunan sendiri
selebihnya memanfaatkan rumah kader untuk dijadikan tempat kegiatan
posyandu. Selanjutnya segi peluang dilihat dari polinds yang memunyai wilayah
cukup luas mampu membuka peluang untuk melakukan posyandu ke setiap dusun
sehingga mampu membentuk pos – pos posyandu serta mampu mempermudah
akses masyarakat di dusun setempat untuk menjangkau posyandu terdekat.
Sedangkan dari aspek ancaman perbedaan pendapat sebuah keluarga yang berada
dilingkungangan pesantren mengenai penolakan pemberian imunisasi bagi ibu
hamil, ibu menyusui, dan balita yang dpat bedampak BGM.