ANALISIS INSTRUMEN
“SPEKTROFOTOMETER UV-VIS”
KELOMPOK 1 (SATU)
NO LarutanSampel Absorbansi
1 Bedaksalisil 1,275
NO X Y X2 Y2 XY
1 20 0,404 400 0,163 8,08
2 40 2,624 1600 6,885 104,96
3 60 1,502 3600 2,256 90,12
4 80 0,484 6400 0,234 38,72
5 100 0,478 10000 0,228 47,8
IV. 2 Kurva
y = -0.01x + 1.696
2.5 R² = 0.1062
1.5 Series1
Linear (Series1)
1
0.5
0
0 20 40 60 80 100 120
IV.3Perhitungan
Diket :
a = 1,696
b = -0,009
y = nilaiabsorbansisampel
y = -bx + a
y = bx + a
-bx = y –a
(𝜀𝑌)(𝜀𝑋 2 )−(𝜀𝑋)(𝜀𝑋𝑌) 𝑦−𝑎
a= x=
𝑛.𝜀𝑋 2 −(𝜀𝑋)2 −𝑏
(5,492)(22000)−(300)(289,68) y = 1,275
= 5 𝑥 22000−(300)2
1,275−1,696
120.824−86.904
x=
−0,009
= 110.000−90.000
= 46, 77 ppm
33.920
= 20.000 y = bx + a
= 1,696 = (- 0,009) 46,77 + 1,696
𝑛(𝜀𝑋𝑌)−(𝜀𝑋)(𝜀𝑌) = -0,4209 + 1,696
b= 𝑛.𝜀𝑋 2 −(𝜀𝑋)2
= 1,275
5 (289,68)−(300)(5,492)
= 5 𝑥 22000−(300)2
𝑛(𝜀𝑋𝑌)−(𝜀𝑋)(𝜀𝑌)
1.448,4−1.647,6 r2 =
= 110.000−90.000 √{𝑛 (𝜀𝑋 2 )−(𝜀𝑋)2 } 𝑥 {𝑛 (𝜀𝑌)−(𝜀𝑌)2
5 (289,68)−(300)(5,492)
−199,2 =
= √{5 𝑥 (22000)−(300)2 𝑥 {5𝑥(9,766)−(5,492)2
20.000
1448,4−1647,6
= - 0,009 =
√(110000−90000 𝑥 {48,83−30,162}
𝑋 .𝑉 . 𝑓𝑝 −199,2
% kadar = 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 x 100% =
√(20.000 𝑥 18,668
5 −199,2
46,77 𝑥 50 𝑥 = 141,42 𝑥 18,668
10
= x 100%
50
−199,2
46,77 𝑥 50 𝑥 10 = 2.640,029
= x 100%
50
= -0,0754
= 467,7 x 100
r = -0,27
= 46.770%
IV. 3. 1 Perhitunganpengenceran
1. 20 ppm
4. 80 ppm
V1 . N1 = V1 .N2
V1 . N1 = V1 .N2
V1. 1000 = 50 x 20
V1. 1000 = 50 x 80
1000
V1 = 1000 x 1 ml 4000
V1 = 1000 x 1 ml
V1 = 1 ml
V1 = 4 ml
2. 40 ppm
5. 100 ppm
V1 . N1 = V1 .N2
V1 . N1 = V1 .N2
V1. 1000 = 50 x 40
V1. 1000 = 50 x 100
2000
V1 = 1000 x 1 ml 5000
V1 = 1000 x 1 ml
V1 = 2 ml
V1 = 5 ml
3. 60 ppm
V1 . N1 = V1 .N2
V1. 1000 = 50 x 60
3000
V1 = 1000 x 1 ml
V1 = 3 ml
IV.4 Pembahasan
Pada dasarnya prinsip dari spektrofotometer UV adalah penyerapan
sinar tampak untuk ultra violet dengan suatu molekul dari tingkat energi
dasar ke tingkat energi yang paling tinggi. Dimana untuk spektro ultra
violet menggunakan panjang gelombang 200-400 nm untuk sampel
larutan yang tidak berwarna.
Pada spektrofotometer visible mempunyai prinsip kerja dengan
menggunakan sinar tampak yang dapat dilihat dengan mata manusia.
Umumnya menggunakan panjang gelombang 400-800 nm.
Pada percobaan ini digunakan spektrofotometer visible karena
sampel yang berupa asam salisisat murni dan sediaan yang mengandung
asam salisilat yaitu bedak salisil dibuat seri konsentrasinya terlebih dahulu
dengan tujuan diporelah perbandingan serta diharapkan didapatkan hasil
kurva yang linear yang sesuai dengan hukum Beer.Kemudian diberi zat
warna dengan penambahan FeCl3(besi III klorida). Penamabhan ini
berfungsi untuk memberikan warna biru keunguan pada sampel sehingga
dapat terbaca pasa spektrofotometer. Dilakukan pula penyaringan
menggunakan kertas saringuntuk menghilangkan partikel padat atau
kotoran yang memungkinkan mempengaruhi daya absorbansi sampel,
kemudian kuvet yang digunakan harus dipegang bagian buramnya bukan
yang bening/transparan agar bekas tangan pada kuvet tdak
mempengaruhi absorbansi dari sampel melalui kuvet sehingga proses
analisis sesuai.
Pada percobaan ini nilai kadar asam salisilat yang didapatkan dari
bedak salisill yaitu 46,77 dengan persen kadarnya 467,7 %. Hal ini tidak
sesuai dengan peraturan Badan POM yang meyebutkan bahwa
Kadarasam salisilat dalambedaktidak boleh lebih dari 2%. Adapun kadar
asam salisilat dengan menggunakan persamaan y = bx + a didapatkan
hasil 1,257 dimana hasil ini sama dengan hasil nilai absorbansi dari bedak
salisil. Sedangkan pada nilai absorbansi untuk seri konsentrasi larutan
baku yang dibuat tidak mengalami kenaikan yang secara konstan. Dapat
dilihat pada grafik terjadi naik turun pada konsentrasi tertentu. Hal ini
terjadi karena perbedaan jumlah tetesan penamabahan FeCl3(besi III
klorida) yang diberikan masing-masing sampel. Penambahan pewarnaan
yang semakin pekat akan mempengaruhi penyerapan sinar dari
spektrofometer sehingga absorbansinya berbeda.
Menurut Sastrohamidjojo dalam bukunya mengatakan bahwa cara
kerja spektrofotometer dimulai dengan dihasilkannya cahaya
monokromatik dari sumber sinar. Cahaya tersebut kemudian menuju ke
kuvet (tempat sampel/sel). Banyaknya cahaya yang diteruskan maupun
yang diserap oleh larutan bergantung dari daya serap sinar dari larutan
yang akan dibaca oleh detektor yang kemudian menyampaikan ke layar
pembaca.
Berdasarkan hukum Beer, absorbansi akan berbanding lurus dengan
konsentrasi. Artinya semakin tinggi konsentrasi yang dibuat maka nilai
absorbansi yang dihasilkan makin tinggi, begitupun sebaliknya konsentrasi
makin rendah, nilai absorbansi yang dihasilkan juga rendah. Jika
absorbansi yang diperoleh lebih besar maka hubungan absorbansi tidak
linear lagi.
Secara umum, tujuan dari variasi konsentrasi adalah :
1. mempengaruhi konsentrasi dan ketentuan kadar suatu sampel.
Contoh: Semakin tinggi konsentrasi asam salisilat, nilai koefisien
transfer massa volumetris (kCa) memiliki kecenderungan
menurun.Kadarasam salisilat dalambedaktidak boleh lebih dari 2%
berdasarkan peraturan Badan POM.
2. Variasi konsentrasi mempengaruhi sifat fisika dan mempengaruhi
waktu tempuh dari sediaan untuk mencapai kurva atau hasil yang
maksimal
3. Untuk menghitung konsentrasi sampel dimana dapat dilihat dari
absoransinya karena berdasarkan hukum Lambert Beers,
konsentrasi sampel berbanding lurus dengan absorbansinya. Cara
menghitung konsentrasi sampel yaitu dengan mensubstitusikan
absorbansi sampel yang diperoleh ke dalam persamaan garis kurva
kalibrasi
4. Untuk menentukan nilai presisi (seberapa dekat perbedaan nilai
pada saat dilakukan pengulangan pengukuran) Karena semakin kecil
nilai koefisien variasi akan semakin presisi.
5. Pemilihan tingkat konsentrasi haruslah mendapatkan absorbansi
diantara rentang 0.2-0.8. untuk mendapatkan suatu garis linear
hubungan antara konsentrasi dan absorbansi dengan nilai koefisien
korelasi yang sedekat mungkin dengan atau ± 0.999. Sehingga
apabila konsentrasi (PPM) dari BPFI (Baku Pembanding Farmakope
Indonesia) menghasilkan absorbansi yang terlalu besar atau terlalu
kecil dari rentang, maka harus disesuaikan
Pada perhitungan yang diperoleh dari 3 metode yang digunakan
yaitu manual, komputer dan kalkulator didapatkan beberapa hasil yang
berbeda. Untuk nilai a dan b pada ketiga metode tersebut didapatkan hasil
yang sama yaitu 1,696 dan -0,009. Untuk nilai r pada perhiungan
menggunakan kalkulator dan komputer didapatkan hasil yang sama yaitu -
0,33. Tetapi berbeda dengan nilai r yang didapatkan dari hasil
perhitungan manual yaitu -0,27 . Hal ini terjadi karena adanya faktor
kesalahan yaitu kurangnya ketelitian maupun kesalahan rumus dalam
perhitungan
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan absorbansi dan konsentrasi
tidak linear:
a. Adanya serapan oleh pelarut. Hal ini dapat diatasi dengan
penggunaan blangko, yaitu larutan yang berisi selain komponen yang
akan dianalisis termasuk zat pembentuk warna.
b. Serapan oleh kuvet. Kuvet yang ada biasanya dari bahan gelas atau
kuarsa, namun kuvet dari kuarsa memiliki kualitas yang lebih baik.
c. Kesalahan fotometrik normal pada pengukuran dengan absorbansi
sangat rendah atau sangat tinggi, hal ini dapat diatur dengan
pengaturan konsentrasi, sesuai dengan kisaran sensitivitas dari alat
yang digunakan (melalui pengenceran atau pemekatan).
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari percobaan ini yaitu
spektrofotometer visibel digunakan untuk larutan berwarna, sedangkan
spektrofotometer ultra violet digunakan untuk larutan yang tidak berwarna.
Nilai absorbansi yang bagus adalah nilai yang berbanding lurus dengan
konsentrasi larutan. Semakin pekat warna/ konsentrasi dari suatu larutan
maka nilai absorbansi yang didapat juga semakin besar. Kadar asam
salisilat yang terdapat dalam bedak salisil yaitu 46,78.
V.2 Saran
V.2.1 Saran untuk Laboratorium
Adapun saran untuk laboratorium yaitu sebaiknya bahan dan alatnya
lebih dilengkapi lagi.
V.2.2 Saran Untuk Dosen
Adapun saran untuk dosen yaitu sebaiknya dosen selalu
mendampingi kami melakukan praktikum.
V.2.3 Saran untuk Asisten
Adapun saran untuk asisten yaitu sebiaknya asisten lebih
mengawasi kami saat kami melakukan praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Chairs. 2008. Intisari Kimia Farmasi. EGC: Jakarta.
Campbell. 2002. Biologi Jilid 1. Erlangga: Jakarta.
Creswell, C.J. (2005). Analisis Spektrum Senyawa Organik. Penerbit ITB:
Bandung.
Kesia, Rialita, dkk. 2013. Jurnal Ilmiah Farmasi- UNSRAT Vol.2 No.04
ISSN. Unstrat: Manado