Anda di halaman 1dari 8

RUANG LINGKUP FILSAFAT ILMU

MATA KULIAH FILSAFAT ILMU


PROGRAM STUDI S2 KESEHATAN LINGKUNGAN

DIAJUKAN OLEH

1. RIALDIN 101914353009
2. RAHMIDHA DWIJAYANTI 101914353012

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019
A. Arti dan Makna Filsafat
1. Secara Etimologi
Secara etimologi berasal dari kata Philosi-phia (Yunani). Philein artinya
mencintai atau philos artinya teman. Sophos artinya bijaksana atau Sophia artinya
kebijaksanaan.
2. Secara Terminologi
a) Filsafat sebagai sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang
biasanya diterima secara tidak kritis.
b) Filsafat sebagai proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap
yang kita junjung tinggi.
c) Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan.
d) Filsafat sebagai analisa logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan
konsep.
e) Filsafat sebagai sekumpulan proble-ma-problema langsung yang menda-pat
perhatian dari manusia.
B. Sifat Dasar Filsafat
1. Berpikir Radikal: menemukan akar seluruh kenyataan.
2. Berpikir Asas: menemukan sesuatu yang menjadi esensi realitas.
3. Memburu Kebenaran.
4. Mencari Kejelasan: baik kejelasan pengertian maupun kejelasan intelektual.
5. Berpikir Rasional; logis; sistematis dan kritis.
C. Peranan Filsafat
1. Pendobrak: ketika intelektualitas tertawan dalam penjara tradisi dan kebiasaan.
2. Pembebasan: membebaskan manusia dari ketidak-tahuan dan cara berpikir mistis.
3. Pembimbing: manusia menjadi rasional.
D. Latar Belakang Lahirnya Filsafat
1. Dari Mitos menuju Logos
2. Abad Yunani kuno dianggap sebagai titik tolak lahirnya filsafat
E. Asal Mula Filsafat
Empat hal yang melahirkan filsafat:
1. Ketakjuban
2. Ketidakpuasan
3. Hasrat untuk bertanya
4. Keraguan
F. Arti Filsafat Ilmu
1. Filsafat Ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara-
cara untuk memperolehnya.
2. Objek Material Filsafat Ilmu adalah pengetahuan ilmiah
3. Filsafat ilmu menjadi dasar keilmuan yang bersifat universal
G. Pengertian Ilmu
1. Ilmu merupakan akumulasi pengetahuan yang disistemasikan, metodis, dan
empirik.
2. Ciri-ciri ilmu atau pengetahuan ilmiah; bersistem; bermetode dan universal.
3. Sifat ilmu: hasilnya akumulatif, kebenarannya relatif, dan objektif.
H. Aliran Filsafat
1. Barat
Berkembang dan tradisi falsafi orang Yunani Kuno dan dipelajari secara akademis
di Eropa dan daerah-daerah jajahannya.
a. Klasik
Aliran oleh Thales, Socrates, Plato, Aristoteles, dll.
b. Pertengahan
Aliran oleh Thomas Aquino
c. Modern
Aliran oleh Descartes, Leibniz, Pascal, Spinoza, Hobbes, dll.
d. Kontemporer
Aliran oleh Foucault, Habernas, Heidegger, dsb.
2. Timur
Berkembang di Asia (khususnya di India dan Tiongkok) dan daerah-daerah lain
yang pernah dipengaruhi budayanya. Satu ciri khasnya kedekatan hubungan
filsafat dengan agama.
3. Timur Tengah
Ahli waris tradisi Filsafat Barat. Orang-orang Arab?Islam yanng menakhlukkan
daerah sekitar Laut Tengah, menjumpai kebudayaan Yunani dengan tradisi falsafi
mereka.
I. Persoalan Filsafat
1. Bersifat Sangat Umum
Kebenaran secara umum bersangkutan dengan pemikiran dari cabang filsafat
yang disebut logika. Wacana-wacana dalam bidang pengetahuan, khususnya
pengetahuan ilmiah, dipengaruhi oleh ide kebenaran. Orang berbicara tentang
kebenaran dalam bidang ilmu pengetahuan, matematika, filsafat, sejarah, agama,
teologi. Kebenaran juga dipersoalkan apakah hanya ada dalam pertimbangan
pikiran ataukah dalam pengungkapannya dalam bentuk bahasa, atau pada
kemampuan pencerapan indera atau pada pengalaman-pengalaman manusia.
Persoalan-persoalan yang bersangkutan dengan ide kebenaran sangat luas.
Macam-macam kebenaran, misalnya kebenaran teoritis dan kebenanan praktis,
kebenaran illahi dan kebenaran manusiawi, kebenaran kata dan kebenaran makna.
Segi moral kebenaran, misalnya pensaratan untuk menemukan kebenaran di
antaranya kemerdekaan berpikir dan kebebasan berdiskusi.
Bertitik tolak dari ide kebaikan, manusia dalam melakukan tindakan yang
menyangkut sesama manusia pada umumnya berpijak pada tiga ide pokok lainnya
yaitu keadilan, persamaan dan kebebasan. Keadilan, persamaan dan kebebasan
merupakan tiga serangkai ide pokok secara bersama-sama menjadi cita yang baik
bagi perbuatan manusia dalam kehidupan masyarakat di manapun. Berbuat adil
berarti berbuat baik atau mewujudkan ide kebaikan. Menghargai persamaan dan
kebebasan pada orang lain berarti berbuat baik atau mewujudkan ide kebaikan.
Keindahan pada umumnya dikaitkan dengan perasaan senang dan merupakan
persoalan pokok dalam estetika (filsafat keindahan) dan seni (art). Keindahan
memberikan kepada manusia perasaan senang atau pengalaman yang
menyenangkan. Ide keindahan atau hal yang indah dalam kehidupan manusia
bertebaran dalam alam dan seni.
2. Bersifat Spekulatif
Persoalan filsafat yang dihadapi manusia melampaui batas pengetahuan
sehari-hari bahkan melampaui batas pengetahuan ilmiah. Pengetahuan ilmiah
adalah pengetahuan yang berifat empiris atau pengetahuan yang menyangkut fakta
atau kenyataan yang dapat diindera. Pengetahuan fakta adalah pengetahuan yang
dapat diukur, dihitung atau ditimbang yang dinyatakan dalam bentuk angka-angka
atau bersifat kuantitatif.
Para filsuf merenungkan apa hakikat kenyataan sampai melampaui batas-batas
pengetahuan ilmiah yang bersifat empiris. Pertanyaan-pertanyaan kefilsafatan
menanyakan nilai-nilai dan makna-makna dan bahkan mencakup nilai dan maka
itu sendiri. Jawaban atas pertanyaan kefilsafatan menuntut perenungan secara
imajinatif, dan kesiapan untuk melampaui fakta-fakta dengan maksud dapat
merumuskan beberapa hipotesis yang lebih dapat dipahami daripada semata-mata
meninjau secara ilmiah.
3. Bersangkutan dengan nilai-nilai
Persoalan-persoalan kefilsafatan bertalian dengan keputusan-keputusan
tentang pernilaian moral, estetis, agama dan sosial. Filsafat merupakan kegiatan
untuk mencari kebijaksanaan atau kearifan (wisdom), jadi bukan mencari
informasi tentang fakta-fakta. Yang dimaksud dengan wisdom adalah suatu sikap
menilai dan menimbang-nimbang sejumlah tindakan dengan memberikan
penafsiran yang masuk akal.
Ada perbedaan antara flisafat dan ilmu dalam kaitannya dengan masalah nilai-
nilai. Ilmu pengetahuan menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang fakta-fakta
yang bersifat kuantitatif. Ilmu pengetahuan tidak memberikan jawaban tentang
apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang ilmuwan. Apabila seorang ilmuwan
diajukan pertanyaan tentang hydrogin cyanide dan penicilin, maka mereka akan
menjawab bahwa hydrogin cyanide adalah racun yang baik, sedangkan penicilin
adalah zat pembunuh kuman. Jawaban ilmuwan hanya berupa fakta-fakta. Dalam
hal ini ilmuwan tidak memberikan jawaban atas pertanyaan apakah euthanasia
atau mematikan (bukan membunuh) pasien karena belas kasihan (mercy killing)
dapat dibenarkan secara moral ataukah tidak.Hanya mengandalkan ilmu saja, para
ilmuwan tidak mengetahui apa yang seharusnya dilakukan terhadap penicilin dan
hydrogin cyanide.
4. Bersifat Kritis
Filsafat merupakan analisis secara kritis terhadap konsepkonsep dan asumsi-
asumsi yang biasanya diterima dengan begitu saja oleh para ilmuwan tanpa
sebelumnya diperiksa secara kritis. Setiap bidang pengalaman manusia baik yang
menyangkut ilmu maupun agama mendasarkan penyelidikannya pada anggapan-
anggapan dasar (assumption) yang diterima sebagai titik tolak untuk pangkal
berpikir atau berbuat. Asumsi-asumsi itu diterima dengan begitu saja dan
diterapkan tanpa diperiksa secara kritis. Salah satu tugas utama ahli filsafat atau
seorang filsuf adalah memeriksa dan menilai asumsi-asumsi, mengungkapkan
artinya dan menentukan batas-batas penerapannya.
5. Bersifat Sinotptik
Dengan pandangan sinoptik dimaksudkan “meninjau hal-hal atau benda-benda
secara menyeluruh”. Ilmu hanya membahas aspek khusus atau aspek tertentu dan
benda-benda. Dalam menghadapi kenyataan yang manusia terlibat di dalamnya,
para filsuf berusaha mengadakan generalisasi, mengadakan sintesis, mengadakan
kritik dan menyatupadukan (mengintegrasikan). Dengan demikian persoalan
filsafat mencakup struktur kenyataan sebagai suatu keseluruhan. Filsafat
merupakan ilmu yang membuat susunan kenyataan sebagai keseluruhan.
6. Bersifat Implikatif
Kalau sesuatu persoalan kefilsafatan sudah dijawab, maka dari jawaban itu
akan memunculkan persoalan baru yang saling berhubungan. Jawaban yang
dikemukakan mengandung akibat-akibat lebih jauh yang menyentuh kepentingan-
kepentingan hidup yang pokok bagi manusia. Pertanyaan-pertanyaan mutakhir
yang menyangkut manusia misalnya : Apakah manusia seutuhnya itu? Apakah
manusia yang berkualitas itu? Apakah negara yang adil dan makmur itu? Semua
pertanyaan yang diajukan itu bersifat implikatif karena pertanyaan itu sebagai
kelanjuta (implikasi) dari jawaban pertanyaan yang jauh sebelumnya sudah
dipersoalkan oleh para filsuf yaitu: Apakah manusia itu?
J. Prinsip-Prinsip Pemikiran
1. Prinsip Kesamaan
Prinsip kesamaan dapat berarti secara ontologis dan secara logis. Dalam anti
ontologis adalah “sesuatu yang ada itu ada” atau “sesuatu hal itu identik dengan
diri sendiri”. Identik artinya satu dan sama. Dalam arti logis yaitu bahwa sesuatu
benda (thing) adalah benda itu sendiri, tidak mungkin yang lain. Selanjutnya
bahwa arti yang sebenamya dan sesuatu benda tetap sama selama benda itu
dibicarakan ataupun dipikirkan. Konsep-konsep (pengertian) yang digunakan di
dalam suatu pemikiran haruslah tetap sama artinya selama pembicaraan itu
berlangsung. Dengan demikian kalau kita mulai dengan pengertian bahwa suatu
objek tertentu mempunyai sifat-sifat (atribut) yang tertentu pula, maka kita tidak
boleh melupakan bahwa objek-objek itu tetap mempunyai sifat-sifat yang telah
ditentukan itu dan sifat-sifat itu tidak boleh berubah, karena kalau sifat-sifat itu
berubah maka arti konsep itu berubah pula.
2. Prinsip Kontradiksi
Prinsip Kontradiksi adalah bahwa dua sifat yang bertentangan secara kontradiksi
(bertentangan secara mutlak, misalnya hidup dengan tidak hidup) tidak mungkin
ada pada satu hal dalam waktu dan tempat yang sama. Misalnya pemyataan:
manusia ini hidup dan tidak hidup. Kedua pengertian sebagai sifat untuk manusia
itu tidak mungkin diterima kedua-duanya dalam waktu yang sama, meskipun
manusia itu dapat dibenarkan pada suatu saat hidup dari pada saat yang lain tidak
hidup, namun tidak mungkin keduanya (hidup dan tidak hidup) bersamaan waktu.
3. Prinsip Penyisihan Jalan Tengah
Menurut prinsip ini dua sifat yang berkontradiksi tidak mungkin kedua-duanya
dimiliki oleh satu benda. Hanya salah satu dari dua sifat itu yang dimiliki oleh
benda tersebut. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa salah satu dari dua sifat
yang berkontradiksi mestilah benar bagi satu benda. Misalnya jika dikatakan
“Meja ini hitam” adalah salah, maka pemyataan “Meja ini tidak hitam” mesti
benar. Tidak mungkin diantara kedua sifat yang berkontradiksi itu (hitam dan
tidak hitam) tidak akan ada yang benar. Tidak ada kemungkinan ketiga yaitu
keduanya benar atau keduanya salah pada satu benda.
4. Prinsip Cukup Alasan
Prinsip ini melengkapi prinsip kesamaan. Prinsip kesamaan berbunyi bahwa
sesuatu hal itu identik dengan dirinya sendiri, kemudian dilengkapi oleh prinsip ke
empat “suatu perubahan yang terjadi pada sesuatu hal tertentu mestilah
berdasarkan alasan yang cukup, tidak mungkin secara tiba-tiba berubah tanpa
sebab-sebab yang mencukupi. Diuraikan secara lain, “adanya sesuatu itu mesti
mempunyai adalan yang cukup, demikian pula jika ada perubahan pada keadaan
sesuatu”. Misalnya, jika suatu benda jatuh (ke bawah), alasannya ialah adanya
daya tarik bumi (gravitasi), sedangkan benda itu tidak ada yang menahannya.
K. Berpikir Secara Kefilsafatan
1. Berpikir Secara Radikal
Berpikir radikal adalah berpikir sampai ke akar-akarnya atau berpikir sampai ke
hakikat, essensi, atau substansi yang dipikirkan. Pada awal munculnya filsafat,
manusia yang berfilsafat tidak puas hanya memperoleh pengetahuan lewat indera,
karena pengetahuan yang diperoleh bersifat tidak tetap atau selalu berubah.
Manusia yang berfilsafat dengan menggunakan akalnya berusaha untuk
memperoleh pengetahuan hakikat yaitu pengetahuan yang mendasari segala
pengetahuan inderawi. Menurut Aristoteles, filsafat itu adalah pengetahuan yang
sejati. Adapun pengetahuan yang sejati itu adalah pengetahuan yang mesti, tetap
dan kekal, di belakang apa yang tidak mesti, tidak tetap dan tidak kekal yaitu yang
hanya kebetulan, senantiasa bergerak dan berubah. Di belakang kejadian-kejadian
itu ada sesuatu yang tidak kebetulan, tidak bergerak, tidak berubah dan inilah yang
disebut hakikat.
2. Berpikir Secara Universal
Berpikir secara universal adalah berpikir tentang hal-hal dan proses-proses yang
bersifat umum. Filsafat bersangkutan dengan pengalaman umum manusia
(common experience of mankind). Dengan cara penjajagan yang radikal itu filsafat
berusaha untuk sampai pada kesimpulan-kesimpulan yang universal. Bagaimana
cara yang ditempuh seorang filsuf untuk mencapai sasaran pemikirannya berbeda-
beda, namun yang dituju adalah keumuman yang diperoleh dari hal-hal khusus
yang ada dalam kenyataan.
3. Berpikir Secara Konseptual
Berpikir secara konseptual adalah hasil dari generalisasi dan abstraksi dari
pengalaman tentang hal-hal serta proses-proses individual. Berfilsafat tidak
berpikir tentang “manusia tertentu” atau “manusia khusus” melainkan berpikir
tentang “manusia secara umum” atau “kemanusiaan”. Berpikir secara kefilsafatan
tidak bersangkutan dengan pemikiran atas perbuatan-perbuatan bebas yang
dilakukan oleh orang-orang tertentu, orangorang khusus, sebagaimana dipelajari
oleh psikologi, melainkan bersangkutan dengan pemikiran tentang “apakah
kebebasan itu?”. Dengan ciri yang konseptual ini, berpikir secara kefilsafatan
melampaui batas-batas pengalaman hidup sehari-hari.
4. Berpikir Secara Koheren
Berpikir secara koheren adalah berhubungan dengan sesuatu pengertian umum,
bertalian dengan suatu prinsip, atau sesuai dengan kaidah-kaidah atau hukum-
hukum logika. Misalnya dalam bentuk penalaran : A=B; B=C; jadi A=C. Suatu
pernyataan dikatakan benar kalau putusan itu selaras (coherence) dengan putusan
sebelumnya yang dikatakan benar.
5. Berpikir Secara Konsisten
Berpikir secara konsisten adalah konsep atau bentuk uraian yang tidak
mengandung kontradiksi. Kontradiksi adalah pertentangan yang saling
menyisihkan. Contoh pernyataan yang tidak konsisten misalnya “lingkaran yang
berbentuk segitiga”; “bujangan yang sudah nikah”.
6. Berpikir Secara Sistemik
Sistematik berasal dari kata “sistem”. Yang dimaksud dengan sistem adalah
kebulatan dari sejumlah unsur yang saling berhubungan menurut tata pengaturan
untuk mencapai sesuatu maksud atau menunaikan sesuatu peranan tertentu. Dalam
mengemukakan jawaban terhadap sesuatu masalah, para filsuf atau ahli filsafat
menggunakan pernyataan-pernyataan sebagai wujud dari proses berpikir secara
kefilsafatan. Pernyataan-pernyataan yang merupakan uraian kefilsafatan itu harus
berhubungan secara teratur dan terkandung adanya maksud atau tujuan mengapa
uraian itu dibuat.
7. Berpikir Secara Komprehensif
Filsafat berusaha untuk menjelaskan alam semesta beserta bagian-bagiannya
secara menyeluruh. Kalau suatu sistem filsafat bersifat komprehensif, berarti
sistem itu mencakup secara keseluruhan, dan tidak ada sesuatu pun yang berada di
luarnya.
8. Berpikir Secara Bebas
Kebebasan berpikir itu adalah kebebasan yang berdisiplin. Berpikir dan
menyelidiki secara bebas itu tidaklah berarti sembarangan, sesuka hati, anarkhi,
malahan sebaliknya berpikir dan menyelidiki yang sangat terikat. Akan tetapi
ikatan itu berasal dari dalam, dan kaidah (hukum) dan disiplin pikiran itu sendiri.
Di sinilah berpikir dan menyelidiki dengan bebas itu berarti berpikir dan
menyelidiki menggunakan disiplin yang seketat-ketatnya. Dengan demikian
pikiran yang dari luar sangat bebas, namun dari dalam sangatlah terikat. Ditinjau
dan aspek ini berfilsafat dapatlah dikatakan mengembangkan pikiran dengan
sadar, sematamata menurut kaidah pikiran itu sendiri (laws of thought).
9. Berpikir yang Bertanggungjawab
Pertanggungjawaban yang pertama adalah terhadap hati nuraninya (conscience)
sendiri. Di sini nampak ada hubungan antara kebebasan berpikir dalam filsafat
dengan etika yang mendasarinya. Seorang filsuf seolah-olah mendapat panggilan
untuk membiarkan pikirannya menjelajahi kenyataan yang dihadapinya. Akan
tetapi tidak sampai di situ saja yang dirasakan menjadi tugasnya. Tahap
berikutnya adalah bagaimana caranya filsuf itu merumuskan pikirannya agar dapat
dikomunikasikan kepada orang lain; dalam usaha ini sebenamya seorang filsuf
berusaha mengajak orang lain untuk ikut serta dalam alam pikirannya.

Anda mungkin juga menyukai