Anda di halaman 1dari 9

SYOK KARDIOGENIK

Definisi
Syok kardiogenik merupakan sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan perfusi jaringan
didalam penghantaran oksigen dan zat-zat gizi, serta pembuangan sisa-sisa metabolit pada
tingkat jaringan, yang terjadi karena penurunan/tidak cukupnya curah jantung untuk
mempertahankan alat-alat vital akibat dari disfungsi otot jantung terutama ventrikel kiri,
sehingga terjadi gangguan atau penurunan fungsi pompa jantung.

Etiologi
Syok kardiogenik diakibatkan oleh kerusakan bermakna pada miokardium ventrikel
kiri yang ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri, yang mengakibatkan gangguan berat
pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan.
Penyebab dari syok kardiogenik dibagi dalam :
1. Gangguan ventrikular ejection
a.Infark miokard akut
b.Miokarditis akut
c.Komplikasi mekanik :
- Regurgitasi mitral akut akibat ruptur atau disfungsi otot papilaris
- Ruptur septum interventrikulorum-
- Ruptur free wall
- Aneurisma ventrikel kiri
- Stenosis aorta yang berat-
- Kardiomiopati
- Kontusio miokard

2. Gangguan ventrikular filling


a. Tamponade jantung
b. Stenosis mitral
c. Miksoma pada atrium kiri
d. Trombus ball valve pada atrium
e. Infark ventrikel kanan

Patofisiologi
Syok kardiogenik dapat dipandang sebagai bentuk yang berat dari kegagalan ventrikel kiri.
Peristiwa patofisiologik dan respon kompensatoriknya sesuai dengan gagal jantung, tetapi
telah berkembang ke bentuk yang lebih berat. Penurunankontraktilitas jantung mengurangi
curah jantung dan meningkatkan volume dantekanan akhir diastolik ventrikel kiri, hingga
mengakibatkan kongesti paru-paru dan edema.
Dengan menurunnya tekanan arteria, maka terjadi perangsangan terhadap
baroreseptor pada aorta dan sinus karotikus. Perangsangan simpato adrenal menimbulkan
refleks vasokonstriksi, takikardia, dan meningkatkan kontraktilitas untuk menambah curah
jantung dan menstabilkan tekanan darah. Kontraktilitas akan terus meningkat sesuai dengan
hukum Starling melalui retensi natrium dan air. Jadi,menurunnya kontraktilitas pada syok
kardiogenik akan memulai respon kompensatorik, yang meningkatkan beban akhir dan beban
awal. Meskipunmekanisme protektif ini pada mulanya akan meningkatkan tekanan arteria
darah danperfusi jaringan, namun efeknya terhadap miokardium justru buruk karena meningkatkan beban
kerja jantung dan kebutuhan miokardium akan oksigen. Karenaaliran darah koroner tidak memadai,
terbukti dengan adanya infark, maka ketidak seimbangan antara kebutuhan dan suplai
oksigen terhadap miokardiumsemakin meningkat. Gangguan miokardium juga terjadi akibat
iskemia dan nekrosisfokal, yang akan memperberat lingkaran setan dari kerusakan
miokardium. Dengan bertambah buruknya kinerja ventrikel kiri, keadaan syok berkembang dengan cepat
sampai akhirnya terjadi gangguan sirkulasi hebat yang mengganggu sistem organ-organ
penting.
Pengaruh sistemik dari syok akhirnya akan membuat syok menjadiirreversibel. Beberapa organ
terserang lebih cepat dan berat daripada yang lain.Seperti telah diketahui, miokardium akan
menderita kerusakan yang paling dini padakeadaan syok. Selain dari bertambahnya kerja miokardium
dan kebutuhannyaterhadap oksigen, beberapa perubahan lain juga terjadi. Karena
metabolismeanaerobik dimulai pada keadaan syok, maka miokardium tidak dapatmempertahankan
cadangan fosfat berenergi tinggi (adenosin trifosfat) dalam kadarnormal, dan kontraktilitas
ventrikel akan makin terganggu. Hipoksia dan asidosismenghambat pembentukan energi dan
mendorong terjadinya kerusakan lebih lanjut dari sel-sel miokardium. Kedua faktor ini juga
menggeser kurva fungsi ventrikel kebawah dan ke kanan yang akan semakin menekan
kontraktilitas.
Gangguan pernafasan terjadi sekunder akibat syok. Komplikasi yangmematikan
adalah gangguan pernafasan yang berat. Kongesti paru-paru dan edemaintra-alveolar akan
mengakibatkan hipoksia dan kemunduran gas-gas darah arteria.Atelektasis dan infeksi paru-
paru dapat pula terjadi. Faktor-faktor ini memicuterjadinya syok paru-paru, yang sekarang
sering disebut sebagai sindrom distrespernafasan dewasa. Takipnea, dispnea, dan ronki basah
dapat ditemukan, demikian juga gejala-gejala yang dijelaskan sebelumnya sebagai manifestasi gagal
jantung kebelakang.
Perfusi ginjal yang menurun mengakibatkan anuria dengan keluaran kemihkurang
dari 20 ml/jam. Dengan semakin berkurangnya curah jantung, biasanyamenurunkan pula
keluaran kemih. Karena adanya respon kompensatorik retensinatrium dan air, maka kadar natrium
dalam kemih juga berkurang. Sejalan denganmenurunnya laju filtrasi glomerulus, terjadi
peningkatan BUN dan kreatinin. Bilahipotensi berat dan berkepanjangan, dapat terjadi nekrosis tubular
akut yangkemudian disusul gagal ginjal akut.
Syok yang berkepanjangan akan mengakibatkan gangguan sel-sel hati.Kerusakan sel dapat
terlokalisir pada zona-zona nekrosis yang terisolasi, atau dapatberupa nekrosis hati yang masif
pada syok yang berat. Gangguan fungsi hati dapatnyata dan biasanya bermanifestasi sebagai
peningkatan enzim-enzim hati, glutamat-oksaloasetat transaminase serum (SGOT), dan
glutamat-piruvat transaminase serum(SGPT). Hipoksia hati juga merupakan mekanisme
etiologi yang mengawalikomplikasi-komplikasi ini.
Iskemia saluran cerna yang berkepanjangan umumnya mengakibatkannekrosis hemorhagik dari
usus besar. Cedera usus besar dapat mengeksaserbasi syok melalui penimbunan cairan pada
usus dan absorbsi bakteria dan endotoksin ke dalamsirkulasi. Penurunan motilitas saluran
cerna hampir selalu ditemukan pada keadaan syok.
Dalam keadaan normal, aliran darah serebral biasanya menunjukan autoregulasi yang
baik, yaitu dengan usaha dilatasi sebagai respon terhadap berkurangnya aliran darah atau
iskemia. Namun, pengaturan aliran darah serebralternyata tidak mampu mempertahankan aliran dan
perfusi yang memadai padatekanan darah di bawah 60 mmHg. Selama hipotensi yang berat,
gejala-gejala defisitneurologik dapat ditemukan. Kelainan ini biasanya tidak berlangsung
terus jikapasien pulih dari keadaan syok, kecuali jika disertai dengan gangguan
serebrovaskular.
Selama syok yang berkelanjutan, dapat terjadi pengumpulan komponen-komponen
selular intravaskular dari sistem hematologik, yang akan meningkatkantahanan vaskular
perifer lebih lanjut. Koagulasi intravaskular difus (DIC) dapatterjadi selama syok
berlangsung, yang akan memperburuk keadaan klinis.
Diagnosis
Kriteria untuk diagnosis syok kardiogenik telah ditetapkan oleh Myocardial Infarction
Research Units of the National Heart, Lung, and Blood Institute. Syok kardiogenik ditandai
oleh hal-hal sebagai berikut:
1. Tekanan arteria sistolik < 90 mmHg atau 30 sampai 60 mmHg di bawah
batasbawah sebelumnya.
2. Adanya penurunan aliran darah ke sistem organ-organ utama :
a. Keluaran kemih < 20 ml/jam, biasanya disertai penurunan kadar natriumdalam
kemih
b. Vasokonstriksi perifer yang disertai gejala kulit dingin, lembab
c. Terganggunya fungsi mental
3. Indeks jantung < 2,1 L/(menit/m2)
4. Bukti-bukti gagal jantung kiri dengan peningkatan LVEDP/tekanan bajikapiler
paru-paru (PCWP) 18 sampai 21 mmHg.
Kriteria ini mencerminkan gagal jantung kiri yang berat dengan adanya gagalke depan
dan ke belakang. Hipotensi sistolik dan adanya gangguan perfusi jaringanmerupakan ciri khas
keadaan syok. Penurunan yang jelas pada indeks jantung sampaikurang dari 0,9 L/(menit/m2) dapat
ditemukan pada syok kardiogenik yang jelas.
Pada sebagian besar pasien syok kardiogenik, didapatkan sindrom klinis yangterdiri dari
hipotensi seperti yang disebut di atas; tanda-tanda perfusi jaringan yang buruk, yaitu oliguria
(urin<30 ml/jam), sianosis, ekstremitas dingin, perubahanmental, serta menetapnya syok
setelah dilakukan koreksi terhadap faktor-faktor nonmiokardial yang turut berperan memperburuk
perfusi jaringan dan disfungsimiokard, yaitu hipovolemia, aritmia, hipoksia, dan asidosis.
Frekuensi nafasmeningkat, frekuensi nadi biasanya > 100 x/menit bila tidak ada blok AV.
Sering kalididapatkan tanda-tanda bendungan paru dan bunyi jantung yang sangat lemahwalaupun bunyi
jantung III sering kali dapat terdengar. Pasien dengan disfungsikatup akut dapat
memperlihatkan adanya bising akibat regurgitasi aorta atau mitral.Pulsus paradoksus dapat
terjadi akibat adanya tamponade jantung akut.

Menurut Scheidt dan kawan-kawan (1973) kriteria syok kardiogenik dalampenelitian


mereka adalah :
1. Tekanan sistolik arteri <80 mmHg (ditentukan dengan pengukuran intraarteri).
2. Produksi urin < 20 ml/hari atau gangguan status mental.
3. Tekanan pengisian ventrikel kiri > 12 mmHg.
4. Tekanan vena sentral lebih dari 10 mmH2O, dianggap
menyingkirkankemungkinan hipovolemia.
Keadaan ini disertai dengan manifestasi peningkatan katekolamin sepertipada renjatan
lain, yaitu: gelisah, keringat dingin, akral dingin, takikardia, dan lain-lain.
Tiga komponen utama syok kardiogenik telah termasuk dalam definisi ini,yaitu adanya:
gangguan fungsi ventrikel, bukti kegagalan organ akibat berkurangnyaperfusi jaringan, tidak
adanya hipovolemi atau sebab-sebab lainnya.

Penatalaksanaan
Pemantauan invasif dari sistem kardiovaskuler umumnya dilakukan untuk mendapatkan informasi
yang berkesinambungan mengenai tekanan darah dantekanan pengisian intrakardia. Pemasangan
kateter Swan-Ganz biasanya dilakukansegera setelah pasien masuk ke ruang perawatan
intensif (ICU).
Tindakan awal untuk menstabilkan sirkulasi mencakup pemberian obat-obatintravena yang
meningkatkan kontraktilitas dan usaha untuk menurunkan beban awal dan beban akhir, serta
pemasangan pompa balon intra aorta. Penanganan yang tepatdan agresif perlu dilakukan dalam
jam-jam pertama dari awitan keadaan syok.
Obat-obat inotropik positif, seperti dobutamin dan amrinon, dipakai
untuk meningkatkan kontraktilitas. Beban awal diturunkan dengan menurunkan
volumeintravaskular dengan diuretik dan redistribusi volume vaskular dengan
venodilator,seperti nitrogliserin. Nitrogliserin juga menimbulkan efek vasodilator pada
sirkulasikoroner, memperbaiki aliran darah koroner. PCWP, petunjuk klinis untuk
LVEDP,dipakai untuk menuntun pemberian diuretik dan vasodilator.
Vasodilator arteria atau vasopresor dapat diberikan untuk mengurangi bebanakhir atau
meningkatkan tekanan arteria. Tetapi kedua golongan obat ini harusdiberikan secara hati-hati
pada syok kardiogenik. Vasodilator arteria, seperti natriumnitroprusid, menyebabkan dilatasi
otot polos dari sistem arteria, menurunkan tahananterhadap ejeksi ventrikel, dan dengan
demikian menurunkan curah jantung. Tetapi,tekanan arteria akan turun dan memperburuk
perfusi jaringan jika kenaikan dalamcurah jantung tidak cukup besar untuk mengimbangi turunnya
tahanan periferdengan vasodilatasi arteria (MAP = CO X TRP).
Efek yang merugikan dari vasopresor timbul akibat perangsangan reseptorsimpatik
alfa dan beta. Perangsangan alfa menimbulkan vasokonstriksi yangmeningkatkan tekanan arteria
dan tahanan terhadap ejeksi ventrikel. Efek perangsangan beta adalah meningkatnya kontraktilitas.
Peningkatan tekanan arteriadan perbaikan kontraktilitas akan menguntungkan dalam batas-batas dimana
sirkulasimenjadi stabil. Tetapi, kedua efek ini akan meningkatkan kebutuhan oksigen secarabermakna, dan
membahayakan miokardium dan terancam infark. Obat-obat denganaktifitas beta juga
berpotensi aritmogenik, yang selanjutnya akan mengganggumiokardium. Pemakaian
vasopresor biasanya terbatas pada pasien-pasien denganhipotensi berat dimana tidak ada
terapi lain yang dapat dipakai untuk meningkatkantekanan darahnya.
Obat-obat vasopresor seperti epinefrin, norepinefrin (Levophed), dandopamin,
merangsang baik reseptor alfa maupun beta dalam kekuatan yang berbeda-beda. Dopamin adalah
vasopresor pilihan untuk syok kardiogenik. Dalam dosis rendah, dopamin juga memberikan efek
vasodilator selektif pada anyaman pembuluhdarah ginjal.

Aritmia, hipoksia, dan asidosis dapat memperburuk keadaan syok. Pemberianobat-


obat antiaritmia dapat dilakukan. Pemulihan ke irama sinus umumnya dapatmemperbaiki
curah jantung dan tekanan darah. Oksigenasi dapat dilakukan denganpemberian oksigen
tambahan dan pemasangan alat bantu pernafasan jika diperlukan.Penanganan edema paru-paru
akut mencakup pengurangan beban awal denganvasodilator dan diuretik seperti yang telah
dijelaskan, serta pemberian morfin sulfat.Perbaikan asidosis metabolik dilakukan dengan
menyesuaikan ventilasi atau denganpemberian natrium bikarbonat.
Segera dilakukan langkah-langkah konvensional diatas, digabung denganpompa balon
itra-aorta, biasanya akan menstabilkan hemodinamik, sehinggamemungkinkan pelaksanaan
kateterisasi jantung dan revaskularisasi darurat, atau jikaperlu perbaikan kelainan mekanis dalam
keadaan yang lebih terkendali. Perananterapi trombolitik dan angioplasti pada pengobatan syok
belakangan ini terusdiselidiki. Pada beberapa pusat penyelidikan, terapi trombolitik dilakukan
pada jam- jam pertama dari infark untuk rekanalisasi pembuluh darah yang terserang dan
untuk menyelamatkan miokardium. Jika obat-obat trombolitik tidak efektif untuk mencairkan
bekuan, revaskularisasi miokardium baik dengan angioplasti maupunbedah pintas arteria
koroner dapat dipertimbangkan.
Manfaat terapi trombolitik pada jam-jam pertama setelah infark tampaknyatidak hanya
menurunkan tingkat kematian syok kardiogenik tapi juga menurunkaninsidensi syok. Insidensi syok
kardiogenik setelah infark miokardium telah turun darisekitar 15% menjadi 5% dengan
ditemukannya teknik-teknik yang lebih baru untuk menyelamatkan miokardium dan untuk menahan
perluasan infark.
Peranan alat bantu jantung kiri dan penggantian jantung dengan jantung buatanmasih
terus diselidiki untuk kasus-kasus syok yang refrakter dengan tindakan-tindakan
konvensional, termasuk pompa balon intra-aorta.
Tahapan-tahapan di dalam penatalaksanaan syok kardiogenik adalah sebagaiberikut:
1. Pasien diletakkan dalam posisi berbaring mendatar

2. Pastikan jalan nafas tetap adekuat dan yakinkan ventilasi yang adekuat, bilatidak
sadar sebaiknya diakukan intubasi.

3. Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan asam basa yangterjadi.

4. Berikan oksigen 8-15 liter/menit dengan menggunakan masker


untuk mempertahankan PaO2 70-120 mmHg.a.
a. PaO2 (tekanan yang ditimbulkan oleh O2 yang terlarut dalam darah)minimal 60
mmHgb.
b. Intubasi jika PaO2 < 60 mmHg pada FIO2 (konsentrasi oksigen
inspirasi)maksimal dengan masker muka atau PaCO2 > 55 mmHg (tekanan
yangditimbulkan oleh CO2 yang terlarut dalam darah)c.
c. Semua pasien harus mendapat suplemen oksigen untuk meyakinkanoksigenasi
yang adekuat.

5. Terapi terhadap gangguan elektrolit, terutama Kalium.

6. Koreksi asidosis metabolik dengan Bikarbonas Natrikus sesuai dosis.

7. Pasang Folley catheter, ukur urine output 24 jam. Pertahankan produksi urine> 0,5
ml/kg BB/jam.

8. Lakukan monitor EKG dan rontgen thoraks.

9. Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperberat syok yang ada harusdiatasi dengan
pemberian morfin.

10. ilangkan agitasi, dapat diberikan Diphenhydramin HCL 50 mg per oral atauintra
muskular : 3-4 x/hari.

11. Bila terdapat takiaritmia, harus segera diatasi:a.


a. Takiaritmia supraventrikular dan fibrilasi atrium dapat diatasi
denganpemberian digitalis.
b. Sinus bradikardi dengan frekuensi jantung < 50 kali/menit harus diatasidengan
pemberian sulfas atropin.

12. Pastikan tekanan pengisian ventrikel kiri adekuat. Prioritas pertama


dalampenanganan syok kardiogenik adalah pemberian cairan yang adekuat
secaraparenteral (koreksi hipovolemia) dengan menggunakan pedoman dasarPCWP atau
pulmonary artery end diastolic pressure (PAEDP) atau CVP. Jenis cairan yang
digunakan tergantung keadaan klinisnya, tetapi dianjurkanuntuk memakai cairan salin
isotonik. Intravenous fluid tolerance testmerupakan suatu cara sederhana untuk
menentukan apakah pemberian cairaninfus bermanfaat dalam penanganan syok
kardiogenik. Caranya:
a. Bila PCWP atau PAEDP < 15 mmHg (atau CVP < 12 cmH2O), sulituntuk mengatakan
adanya pump failure dan sebelum penanganan lebihlanjut, volume cairan intravaskuler harus
ditingkatkan hingga LVEDPmencapai 18 mmHg. Pada keadaan ini, diberikan initial
test volumesebanyak 100 ml cairan (D5%) melalui infus dalam waktu 5 menit.
Bilaada respon, berupa peningkatan tekanan darah, peningkatan diuresis,perbaikan
syok secara klinis, tanda-tanda kongesti paru tidak ada atautidak semakin berat, dan
bila PCWP atau PAEDP tidak berubah atau tidak meningkat > 2 mmHg di atas nilai
awal (atau jika CVP tetap atau tidak meningkat > 2-3 cmH2O di atas nilai awal),
maka diberikan cairantambahan sebanyak 200 ml dalam waktu 10 menit.
b. Bila selanjutnya PCWP atau PAEDP tetap stabil atau tidak meningkat > 2mmHg atau
tidak melebihi 16 mmHg (atau jika CVP tetap < 15 cmH2O),tekanan darah tetap
stabil atau meningkat, atau tanda-tanda kongesti parutidak timbul atau semakin
bertambah, maka infus dilanjutkan denganmemberikan cairan 500-1000 ml/jam sampai
tekanan darah dan gejalaklinis syok lain menghilang. Periksa PCWP atau PAEDP (atau
CVP),tekanan darah, dan paru setiap 15 menit. Diharapkan PCWP atau PAEDPakan meningkat
sampai 15-18 mmHg (atau CVP meningkat sampai 15cmH2O).
c. Jika pada awal pemeriksaan didapatkan nilai PCWP atau PAEDP antara15-18 mmHg
(atau nilai CVP awal 12-18 cmH2O), maka diberikan infus cairan 100 ml dalam waktu 10
menit. Pemberian cairan selanjutnyatergantung dari peningkatan PCWP atau PAEDP (atau
CVP), perubahantekanan darah, dan ada tidaknya gejala klinis kongesti paru.
d. Jika nilai PCWP atau PAEDP pada awalnya 20 mmHg atau lebih (atau jika nilai awal
CVP 20 cmH2O atau lebih), maka tidak boleh dilakukan tes toleransi cairan
intravena, dan pengobatan dimulai dengan pemberianvasodilator.
e. Jika PCWP atau PAEDP menunjukan nilai yang rendah (< 5 mmHg), atau jika nilai
CVP < 5cmH2O, infus cairan dapat diberikan walaupundidapatkan edema paru akut.
f. Jika pasien menunjukan adanya edema paru dengan nilai PCWP atauPAEDP yang
rendah dan dalam penanganan dengan pemberian infuscairan menyebabkan
peningkatan kongesti paru serta perburukan keadaanklinis, maka infus cairan harus
dihentikan dan keadaan pasien dievaluasi kembali.
13. Pada pasien dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat dan volumeintravaskular yang adekuat
harus dicari kemungkinan adanya tamponade jantung sebelum pemberian obat-obat
inotropik atau vasopresor dimulai.Tamponade jantung akibat infark miokard
memerlukan tindakan volumeexpansion untuk mempertahankan preload yang adekuat dan
dilakukanperikardiosentesis segera.

14. Penanganan pump failure dibagi berdasarkan subset hemodinamik dan pasiendapat berpindah
dari satu subset ke subset lainnya dan memerlukanperubahan dalam regimen terapi.
a. Subset 1: LVEDP > 15 mmHg, tekanan sistolik arteri > 100 mmHg, danindeks jantung <
2,5 liter/menit/m2. Keadaan ini menunjukan adanyagagal jantung kiri dengan tekanan arteri
cukup tinggi, sehinggapengurangan afterload dapat dilakukan sebagai terapi pertama.
- Ada dua vasodilator yang sering digunakan, yaitu nitrogliserin dannitroprusid. Pada waktu
pemberian nitroprusid harus dilakukanmonitor terhadap tekanan darah dan tekanan pengisian
ventrikel kiri.Pemberian nitroprusid dimulai dengan dosis 0,4 mg/kg BB/menit(dosis awal
jangan lebih dari 10 mg/menit), kemudian dosisditingkatkan 5 mg/menit setiap 10 menit
sampai tercapai efek hemodinamik yang diinginkan. Bila curah jantung meningkat dangejala
syok berkurang, maka terapi diteruskan. Bila tekanan darah menurun, terjadi takikardi, dan
bila peningkatan curah jantung tidak mencukupi, maka ditambahkan dobutamin dengan dosis awal 5
mg/kgBB/menit dan ditingkatkan sampai maksimal 15 mg/kg BB/menit. Bila tekanan darah menurun lebih
cepat, maka dobutamin digantidengan dopamin (mikro drip) sesuai dosis efektif 2-10 ug/kgBB/menit atau
Isoproterenol drip jika disertai bradikardia.

- Pemberian nitrogliserin mempunyai peranan lebih kecil dalampenanganan syok kardiogenik ringan.
Terutama diberikan bila prosesiskemia masih berlangsung dan didapatkan adanya kongesti
paru yangberat. Nitrogliserin diberikan dengan dosis awal 5 mg/menit danditingkatkan 5 mg/
menit setiap 10 menit. Bila ada perbaikan gejalasyok dan pump failure, maka nitrogliserin
dilanjutkan selama 24-28 jam. Bila tekanan darah menurun dengan tekanan preload yang tinggi,maka
dosis nitrogliserin diturunkan dan ditambahkan dobutamindengan dosis 2-5 mg/kg BB/menit. Bila
tekanan darah lebih cepatmenurun, maka dobutamin diganti dengan dopamin.

- Selama periode ini, pemasangan intra aortic ballon pump (IABP)counterpulsation harus
dipertimbangkan, karena hanya dengantindakan ini aliran darah koroner dapat ditingkatkan,
dan secarabersamaan kerja ventrikel kiri dapat dikurangi.

- Bila hemodinamik pasien sudah stabil dan tanda-tanda kongesti parumasih tetap, maka
pemberian diuretik secara perlahan dapat dipertimbangkan.

b. Subset 2: Tekanan arteri sistolik < 90 mmHg, LVEDP > 15 mmHg, danindeks jantung <
2,5 liter/menit/m2. Keadaan ini menunjukan tanda klasik adanya syok akibat hipotensi pada pasien
infark miokard akut, dimana“tim ballon” perlu digerakan dan sarana untuk kateterisasi harusdipersiapkan
untuk menerima pasien ini

- Jika pasien dalam keadaan hipotensi berat, norepinefrin merupakanpilihan utama dengan dosis
2-15 mg/menit sampai tekanan darah sistolik mencapai 80-90 mmHg, kemudian diusahakan
untuk mengganti dengan dopamin.

- Jika tekanan darah sistolik 70-90 mmHg, dopamin dapat digunakanuntuk terapi awal
dengan dosis 5-15 mg/kg BB/menit, dimana efek utamanya merangsang adrenergik perifer,
lebih baik digunakan norepinefrin.

- Bila tekanan darah pasien sudah stabil, maka terapi selanjutnya yangterbaik adalah
dobutamin yang dapat diberikan bersama-samadopamin untuk mengurangi kebutuhan dosis
dopamin. Dobutamintidak dapat digunakan secara tunggal pada pasien dengan hipotensiberat.

c. Subset 3: Infark ventrikel kanan, peningkatan tekanan diastolik atriumkanan dan ventrikel kanan (>
10 mmHg), indeks jantung < 2,5liter/menit/m2, tekanan sistolik < 100 mmHg, LVEDP
normal ataumeningkat. Pasien dalam keadaan ini sangat sensitif terhadap kekuranganvolume
cairan dan sering menunjukan respon dengan terapi cairan.
- Prinsip terapi: tekanan pengisian ventrikel kanan harus ditingkatkandengan pemberian cairan secara
cepat sampai tekanan darah stabil,tekanan pengisian ventrikel kiri > 20 mmHg, atau tekanan
atrium kana> 20 mmHg.

- Pemakaian vasodilator dan diuretik harus dihindarkan dan padakeadaan ini pemberian
dobutamin lebih dianjurkan daripada dopamin.

- Jika dengan terapi cairan dan obat inotropik tidak ada perubahan,maka dianjurkan
pemasangan IABP counterpulsation.

15. Penggunaan trombolitik pada awal terapi infark miokard akan mengurangi jumlah miokard yang
mengalami nekrosis, sehingga insiden sindrom syok kardiogenik akan berkurang.
Penelitian GUSTO I menunjukan angkamortalitas untuk 6 minggu follow up 58%
pada pasien syok kardiogenik yangmendapat terapi trombolisis dan aspirin serta
heparin. Pada GUSTO I TPAlebih baik dari streptokinase bila tidak ada syok dan
insiden syok juga lebih kecil, tetapi pada syok mortalitas pada streptokinase lebih
rendah walaupunsecara statistik tidak bermakna.

16. Sementara menunggu uji yang membandingkan angioplasti dan terapi medis,saat
ini dianggap bahwa angioplasti direk lebih superior daripada terapisuportif semata-mata
maupun terapi trombolitik. Keberhasilan percutaneustransluminal coronary
angioplasty (PTCA) terutama bila dilakukan pada 24 jam pertama setelah
timbulnya gejala syok kardiogenik, pada pasien berusia <65 tahun, dan dengan
single-vessel disease. Kegagalan PTCA terutamadikaitkan dengan usia pasien
yang lanjut (> 70 tahun) dan riwayat infark sebelumnya. Data-data menunjukan PTCA
pada syok kardiogenik menurunkan angka kematian menjadi 46% atau kurang. PTCA
sebaiknyadikerjakan dengan support IABP. Semula PTCA dengan balon saja
untuk membuka pembuluh darah yang tersumbat secepatnya pada kasus-kasusinfark
menunjukan hasil lebih baik dari trombolisis. Akhir-akhir ini denganpemasangan
stent pada kasus infark akut menunjukan hasil lebih baik dariangioplasti dengan memakai balon
saja, terutama untuk mencegahpenyempitan kembali. Angka mortalitas didalam rumah
sakit untuk pasieninfark akut yang dilakukan angioplasti primer 2-6%, tetapi pada
infark akutdengan syok kardiogenik yang dilakukan PTCA, angka kematian di rumahsakit
masih tinggi, menurut PAMI 39%, dan GUSTO 38%.

17. Harapan hidup jangka panjang yang mengecewakan dari penanganan syok kardiogenik akibat
infark miokard dengan terapi medis telah mendorongdilakukannya tindakan bedah
revaskularisasi dini pada pasien yang telahstabil dengan terapi farmakologis dan IABP.
Guyton menyimpulkan bahwacoronary-artery bypass surgery (CABS/CABG)
merupakan terapi pilihanpada semua pasien syok kardiogenik akibat infark
miokard, kecuali padakelompok oktogenarian. CABS juga dianjurkan pada pasien yang
mengalamikegagalan dengan tindakan angioplasti. Tindakan operasi dilakukan
apabiladidapatkan adanya kontraksi dari segmen yang tidak mengalami
infark dengan pembuluh darah yang stenosis. Bedah revaskularisasi sebaiknya
tidak dilakukan pada pasien oktogenarian, pasien dengan LVEDP > 24
mmHg, skor kontraktilitas ventrikel kiri > 13, dan adanya kerusakan pada
organsistemik yang irreversibel. Pada pasien dengan kerusakan mekanik, misalnyarobeknya
otot papilaris, robeknya septum interventrikel, maka tindakanoperasi akan efektif terutama
bila revaskularisasi juga dapat dilaksanakan.Kumpulan data dari 370 pasien dari
22 studi menunjukan CABG yangdilakukan pada pasien dengan infark jantung akut dan
syok kardiogenik mempunyai mortalitas sebesar 36%. CABG perlu dipertimbangkan
padapasien dengan penyempitan di banyak pembuluh darah (multivessel disease)dan bila
PTCA tidak berhasil.

18. Pada pasien syok kardiogenik dengan disfungsi miokard akibat kerusakanmiokard
irreversibel, mungkin diperlukan tindakan transplantasi jantung

Anda mungkin juga menyukai