Anda di halaman 1dari 2

Jika Tidak Segera Diobati, Batuk Rejan Tingkatkan Risiko

Epilepsi Pada Anak


hellosehat.com/parenting/kesehatan-anak/komplikasi-batuk-rejan-pertusis

dr. Albert Novianto 13 Desember


2017

Anak kecil sering batuk karena sistem kekebalan tubuhnya belum sekuat anak yang lebih
tua dan orang dewasa. Biasanya batuk bisa diobati pakai obat generik tanpa harus
menebus resep dokter. Namun, jika batuk anak berlangsung lama, batuknya parah, juga
disertai napas terengah dan suara mengi (napas berbunyi ngik-ngik), Anda perlu segera
membawanya ke dokter. Gejala ini dikhawatirkan menjadi pertanda penyakit pertusis
alias batuk rejan. Apa bahayanya?

Apa itu pertusis?


Pertusis, dikenal sebagai batuk rejan, adalah infeksi saluran pernapasan yang
disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis. Batuk rejan sangat mudah menular melalui
mulut dan hidung. Misalnya ketika anak batuk atau bersin tidak menutup mulut. Ludah
dan air liur yang menyembur dapat mengenai orang lain di sekitarnya, sehingga bakteri
dapat masuk dan berkembang biak di tubuh inang yang baru.

Pertusis lebih sering terjadi pada bayi kurang dari satu tahun dan anak-anak kecil
berusia satu sampai enam tahun.

Tahapan infeksi batuk rejan


Tanda-tanda dan gejala batuk rejan biasanya baru muncul sekitar 10 hari setelah
terinfeksi. Proses infeksi pertusis dibagi menjadi tiga fase. Pertama diawali dengan fase
katarhal yang ditandai dengan gejala flu umum (hidung tersumbat, hidung berair, batuk,
bersin-bersin, mata merah, dan demam ringan). Meski tampaknya sepele, fase ini
merupakan masa yang paling menular. Fase ini dapat berlangsung hingga beberapa
minggu setelah gejala batuk muncul.

Fase selanjutnya adalah paroksismal, yang ditandai dengan gejala batuk terus menerus
yang berlangsung selama beberapa menit. Pada anak yang sudah agak besar, batuk
akan disertai napas mengi yang keras saat menarik napas. Gejala pertusis selama fase
ini juga bisa disertai dengan muntah setelah batuk. Pada fase ini, batuk terutama terjadi
di malam hari.

Fase terakhir adalah konvalesens, di mana anak akan tetap mengalami batuk kronis
yang bertahan sampai beberapa minggu setelah fase paroksismal terlewati. Gejala batuk
pertusis bertahan dalam jangka waktu panjang dan butuh waktu yang lama untuk
sembuh. Itu sebabnya batuk rejan juga dikenal dengan istilah batuk 100 hari —
walaupun lama sakitnya tidak benar-benar 100 hari.
1/2
Jika tidak ditangani, komplikasi batuk rejan bisa berakibat
fatal
Fase pertama dari perkembangan batuk pertusis adalah masa di mana infeksi sangat
rentan menular. Namun begitu, di fase kedualah orangtua perlu sangat berhati-hati dan
jangan sampai menunda pengobatan medis. Fase paroksismal memiliki tingkat risiko
kematian yang paling tinggi.

Pasalnya, batuk keras yang terjadi terus menerus selama beberapa menit dapat
menyebabkan paru anak kelelahan. Ada kemungkinan besar anak dapat mengalami
sesak napas atau bahkan hingga sulit bernapas (apnea). Pada akhirnya, paru yang
kelelahan bisa membuat anak kekurangan oksigen (hipoksia) dan berujung pada gagal
napas yang berakibat fatal.

Sekitar setengah dari jumlah bayi berusia kurang 1 tahun yang terinfeksi batuk pertusis
harus menjalani perawatan rumah sakit untuk komplikasi pernapasan serius seperti
pneumonia, atau kelainan otak. Sebuah penelitian dari Denmark melaporkan bahwa bayi
yang mengalami batuk pertusis berisiko lebih tinggi untuk mengalami epilepsi pada
masa kanak-kanak.

Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), ada sekitar 30-50 juta kasus batuk rejan
per tahum di dunia dan menyebabkan 300.000 kematian. Di Amerika Serikat, kasus
penyakit ini diperkirakan sekitar 800.000 sampai 3,3 juta kasus per tahun.

Batuk rejan dapat dicegah dengan vaksin


Batuk rejan mudah menular. Namun vaksin DtaP dan Tdap dapat membantu mencegah
penyebaran infeksi. Risiko penularan bahkan bisa ditekan drastis hingga 55 persen
hanya dengan vaksin.

Sedangkan untuk penanganannya, yang harus diperhatikan oleh orang tua adalah terapi
yang diberikan lebih bersifat suportif, perhatikan asupan nutrisi dan kebutuhan cairan
anak. Kedua adalah mencegah terjadinya gagal napas dan kekurangan oksigen.

Ketiga, anak berusia kurang dari 1 bulan yang mengalami batuk rejan akan dirawat di
ruang isolasi serta diberikan antibiotik (erythromycin dan azithromycin).

Baca Juga:

Sumber

2/2

Anda mungkin juga menyukai