Anak kecil sering batuk karena sistem kekebalan tubuhnya belum sekuat anak yang lebih
tua dan orang dewasa. Biasanya batuk bisa diobati pakai obat generik tanpa harus
menebus resep dokter. Namun, jika batuk anak berlangsung lama, batuknya parah, juga
disertai napas terengah dan suara mengi (napas berbunyi ngik-ngik), Anda perlu segera
membawanya ke dokter. Gejala ini dikhawatirkan menjadi pertanda penyakit pertusis
alias batuk rejan. Apa bahayanya?
Pertusis lebih sering terjadi pada bayi kurang dari satu tahun dan anak-anak kecil
berusia satu sampai enam tahun.
Fase selanjutnya adalah paroksismal, yang ditandai dengan gejala batuk terus menerus
yang berlangsung selama beberapa menit. Pada anak yang sudah agak besar, batuk
akan disertai napas mengi yang keras saat menarik napas. Gejala pertusis selama fase
ini juga bisa disertai dengan muntah setelah batuk. Pada fase ini, batuk terutama terjadi
di malam hari.
Fase terakhir adalah konvalesens, di mana anak akan tetap mengalami batuk kronis
yang bertahan sampai beberapa minggu setelah fase paroksismal terlewati. Gejala batuk
pertusis bertahan dalam jangka waktu panjang dan butuh waktu yang lama untuk
sembuh. Itu sebabnya batuk rejan juga dikenal dengan istilah batuk 100 hari —
walaupun lama sakitnya tidak benar-benar 100 hari.
1/2
Jika tidak ditangani, komplikasi batuk rejan bisa berakibat
fatal
Fase pertama dari perkembangan batuk pertusis adalah masa di mana infeksi sangat
rentan menular. Namun begitu, di fase kedualah orangtua perlu sangat berhati-hati dan
jangan sampai menunda pengobatan medis. Fase paroksismal memiliki tingkat risiko
kematian yang paling tinggi.
Pasalnya, batuk keras yang terjadi terus menerus selama beberapa menit dapat
menyebabkan paru anak kelelahan. Ada kemungkinan besar anak dapat mengalami
sesak napas atau bahkan hingga sulit bernapas (apnea). Pada akhirnya, paru yang
kelelahan bisa membuat anak kekurangan oksigen (hipoksia) dan berujung pada gagal
napas yang berakibat fatal.
Sekitar setengah dari jumlah bayi berusia kurang 1 tahun yang terinfeksi batuk pertusis
harus menjalani perawatan rumah sakit untuk komplikasi pernapasan serius seperti
pneumonia, atau kelainan otak. Sebuah penelitian dari Denmark melaporkan bahwa bayi
yang mengalami batuk pertusis berisiko lebih tinggi untuk mengalami epilepsi pada
masa kanak-kanak.
Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), ada sekitar 30-50 juta kasus batuk rejan
per tahum di dunia dan menyebabkan 300.000 kematian. Di Amerika Serikat, kasus
penyakit ini diperkirakan sekitar 800.000 sampai 3,3 juta kasus per tahun.
Sedangkan untuk penanganannya, yang harus diperhatikan oleh orang tua adalah terapi
yang diberikan lebih bersifat suportif, perhatikan asupan nutrisi dan kebutuhan cairan
anak. Kedua adalah mencegah terjadinya gagal napas dan kekurangan oksigen.
Ketiga, anak berusia kurang dari 1 bulan yang mengalami batuk rejan akan dirawat di
ruang isolasi serta diberikan antibiotik (erythromycin dan azithromycin).
Baca Juga:
Sumber
2/2