Anda di halaman 1dari 11

PROPOSAL BEDSIDE TEACHING

“ PEMASANGAN INFUS”

Oleh :

KELOMPOK 2

1. Ulfa Mar’atus Solekhah


2. Nanda Khoirun Nisa
3. Desy Indah Lestari
4. Agung Anjar Kurniawan

PROGRAM PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI

2019
PROPOSAL BEDSIDE TEACHING

1. Pendahuluan
Pemasangan infus merupakan pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh lewat sebuah
jarum ke dalam pembuluh darah intra vena untuk dapat menggantikan cairan atau zat-zat
makanan dari tubuh.

2. Tujuan
1. Mengetahui definisi pemasangan infus
2. Memahami tujuan pemasangan infus
3. Mengetahui indikasi pemasangan infus
4. Mengetahui kontra indikasi pemasangn infus
5. Mengetahui keuntungan dan kerugian pemasangan infus
6. Mengetahui lokasi pemasangan infus
7. Mengetahui jenis cairan pemasangan infus
8. Mengetahui alat yang digunakan dalam pemasangan infus
9. Mengetahui prosedur tindakan pemasangan infus

3. Sasaran
Pasien di ruang 28 RSUD Dr Saiful Anwar Malang

4. Materi
1. Pengertian pemasangan infus
2. Tujuan dilakukannya pemasangana infus
3. Indikasi dilakukannya pemasangan infus
4. Kontraindikasi pemsangan infus
5. Keuntungan dan kerugian pemasangan infus
6. Lokasi pemasangan infus
7. Jenis cairan pemasangan infus
8. Alat yang digunakan untuk pemasangan infus
9. Prosedur pemasangan infus
PP Tahap Prapelaksanaan
Langkah-langkah yang diperlukan dalam Bedside Teaching adalah sebagai berikut:

Penetapan Pasien
Proposal
Persiapan pasien:
Informed consent
Hasi pengkajian/intervensi data
Apa yang menjadi masalah
Penyajian masalah Cross cek data yang ada
Apa yang menyebabkan masalah yang
tersebut
Bagaimana pendekatan (Proses Kep,
SOP)
Praktikum, Diskusi dan Bedside Teaching

Validitas data
Tahap implementasi
pada bed pasien Diskusi karu, PP, perawat
Persiapan Alat konselor
Metode.

Tahap BST pada bed


pasien Analisa data

7. Proses
6. Media
5.
Masalah Teratasi Aplikasi hasil analisa dan
diskusi
7.1 Persiapan
a. Penetapan kasus minimal 1 hari sebelum waktu pelaksanaan bedside teaching
b. Pemberian informed consent kepada klien dan keluarga

7.2 Pelaksanaan BST


1. Penjelasan tentang klien oleh perawat primer dalam hal ini
penjelasan difokuskan pada masalah keperawatan dan rencana tindakan yang akan
dilaksanakan dan memiliki prioritas yang perlu didikusikan.
2. Diskusi antar anggota tim tentang kasus tersebut
3. Pemberi justifikasi oleh perawat primer atau perawat
konselor/manajer tetang masalah klien serta rencana tindakan yang akan dilakukan.
4. Tindakan keperawatan pada masalah prioritas yang telah ada akan
ditetapkan
7.3 Pasca BST
Mendikusikan hasil temuan dan tindakan pada klien tersebut serta menetapkan tindakan
yang perlu dilakukan
8. Waktu dan tempat
Hari / Tanggal : Selasa / 17 Desember 2019
Waktu : 10.00 - selesai
Tempat : Ruang 28
9. Peran Masing-masing anggota tim
a. Peran perawat primer
- Menjelaskan data pasien yang mendukung masalah pasien
- Menjelaskan diagnosis keperawatan
- Menjelaskan intervensi yang dilakukan
- Menjelaskan hasil yang didapat
- Menjelaskan rasional dari tindakan yang diambil
- Menggali masalah-masalah yang belum terkaji
10. Kriteria Evaluasi.
a. Bagaimana koordinasi dan persiapan BST
b. Bagaimana peran perawat primer pada saat BST
11. Kegiatan Bedside Teaching
1. Tahapan Pra-BST
a. Preparation
b. Planning
c. Briefing : 4P 1R
1) Problem : masalah yang ditemukan pada klien
2) Practice : tindakan yang akan dilakukan terkait masalah klien
3) Preparation : persiapan alat, persiapan pasien, persiapan lingkungan
4) Procedure : prosedur pelaksanaan
5) Role : aturan yang disampaikan oleh pembimbing klinik
2. Round : fase kerja (Pelaksanaan) dan fase terminasi (evaluasi)
3. Post round : evaluasi dari pembimbing klinik terhadap tindakan yang dilakukan.
12. Penutup
Demikianlah proposal ini kami buat dengan sebenar-benarnya, kiranya dapat dijadikan
masukan dalam pengembangan dan pengaplikasian metode pembelajaran.

Malang, Desember 2019

Pembimbing Klinik Ketua Kelompok,

(..........................................................) (.........................................................)

Mengetahui,
Kepala Ruangan 28
RSUD Dr Saiful Anwar Malang
(...........................................................)

Lampiran Materi

A. Pengertian
Pemasangan infus merupakan pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh lewat sebuah
jarum ke dalam pembuluh darah intra vena untuk dapat menggantikan cairan atau zat-zat
makanan dari tubuh.

B. Tujuan
1. Mempertahankan dan mengganti cairan tubuh yang didalamnya mengandung air,
vitamin, elektrolit, lemak, protein, dan kalori yang tidak mampu untuk dapat
dipertahankan secara adekuat melalui oral
2. Dapat memperbaiki keseimbangan asam dan basa
3. Memperbaiki volume komponen darah dan Memberikan jalan/ jalur masuk
dalam pemberian obat-obatan ke dalam tubuh
4. Memonitor tekanan darah intra vena central (CVP)
5. Memberikan nutrisi pada saat sistem pencernaan untuk di istirahatkan

C. Indikasi
1. Kondisi emergency (misalnya tindakan RJP), yang memungkinkan untuk
pemberian obat secara langsung ke dalam pembuluh darah intra vena
2. Untuk dapat memberikan respon cepat terhadap pemberian obat seperti
furosemid, digoxin
3. Pasien yang mendapat terapi obat dalam jumlah dosis besar secara terus menerus
yang melalui pembuluh darah intra vena
4. Pasien yang membutuhkan pencegahan gangguan cairan dan elektrolit
5. Untuk menurunkan ketidaknyamanan pasien dengan mengurangi kepentingan
dengan injeksi intra muskular
6. Pasien yang mendapatkan transfusi darah
D. Kontra Indikasi
1. Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi di area pemasangan infus
2. Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, lantaran lokasi ini dapat
digunakana untuk pemasangan fistula arteri-vena (A-V Shunt) pada tindakan
hemodialisis (cuci darah)
3. Obat-obatan yang berpotensi iritan pada pembuluh vena kecil yang aliran
darahnya lambat (contohnya pembuluh vena di tungkai dan kaki)

E. Keuntungan dan Kerugian Pemasangan Infus


1. Keuntungan Pemasangan Infus – Keuntungan terapi intravena antara lain : Efek
terapeutik segera dapat tercapai karena penghantaran obat ke tempat target
berlangsung cepat, absorbsi total memungkinkan dosis obat lebih tepat dan terapi
lebih dapat diandalkan, kecepatan pemberian dapat dikontrol sehingga efek terapeutik
dapat dipertahankan maupun dimodifikasi, rasa sakit dan iritasi obat-obat tertentu jika
diberikan intramuskular atau subkutan dapat dihindari, sesuai untuk obat yang tidak
dapat diabsorbsi dengan rute lain karena molekul yang besar, iritasi atau
ketidakstabilan dalam traktus gastrointestinalis.
2. Kerugian Pemasangan Infus – Kerugian terapi intravena adalah : tidak bisa
dilakukan “drug recall” dan mengubah aksi obat tersebut sehingga resiko toksisitas
dan sensitivitas tinggi, kontrol pemberian yang tidak baik bisa menyebabkan “speed
shock” dan komplikasi tambahan dapat timbul, yaitu : kontaminasi mikroba melalui
titik akses ke sirkulasi dalam periode tertentu, iritasi vascular, misalnya flebitis kimia,
dan inkompabilitas obat dan interaksi dari berbagai obat tambahan.

F. Lokasi Pemasangan Infus


1. tempat atau lokasi vena perifer yang sering digunakan pada pemasangan infus adalah vena
supervisial atau perifer kutan terletak di dalam fasia subcutan dan merupakan akses paling
mudah untuk terapi intravena.
2. Daerah tempat infus yang memungkinkan adalah permukaan dorsal tangan (vena supervisial
dorsalis, vena basalika, vena sefalika), lengan bagian dalam (vena basalika, vena sefalika,
vena kubital median, vena median lengan bawah, dan vena radialis), permukaan dorsal (vena
safena magna, ramus dorsalis).

Menurut Dougherty, dkk, (2010), Pemilihan lokasi pemasangan terapi intravana


mempertimbangkan beberapa faktor yaitu:

1. Umur pasien : misalnya pada anak kecil, pemilihan sisi adalah sangat penting dan
mempengaruhi berapa lama intravena terakhir
2. Prosedur yang diantisipasi : misalnya jika pasien harus menerima jenis terapi tertentu
atau mengalami beberapa prosedur seperti pembedahan, pilih sisi yang tidak
terpengaruh oleh apapun
3. Aktivitas pasien : misalnya gelisah, bergerak, tak bergerak, perubahan tingkat
kesadaran
4. Jenis intravena: jenis larutan dan obat-obatan yang akan diberikan sering memaksa
tempat-tempat yang optimum (misalnya hiperalimentasi adalah sangat mengiritasi
vena-vena perifer)
5. Durasi terapi intravena: terapi jangka panjang memerlukan pengukuran untuk
memelihara vena; pilih vena yang akurat dan baik, rotasi sisi dengan hati-hati, rotasi
sisi pungsi dari distal ke proksimal (misalnya mulai di tangan dan pindah ke lengan)
6. Ketersediaan vena perifer bila sangat sedikit vena yang ada, pemilihan sisi dan rotasi
yang berhati-hati menjadi sangat penting ; jika sedikit vena pengganti
7. Terapi intravena sebelumnya : flebitis sebelumnya membuat vena menjadi tidak baik
untuk di gunakan, kemoterapi sering membuat vena menjadi buruk (misalnya mudah
pecah atau sklerosis)
8. Pembedahan sebelumnya : jangan gunakan ekstremitas yang terkena pada pasien
dengan kelenjar limfe yang telah di angkat (misalnya pasien mastektomi) tanpa izin
dari dokter
9. Sakit sebelumnya : jangan gunakan ekstremitas yang sakit pada pasien dengan stroke
10. Kesukaan pasien : jika mungkin, pertimbangkan kesukaan alami pasien untuk sebelah
kiri atau kanan dan juga sisi

G. Jenis Cairan Pemasangan Infus


1. Cairan bersifat isotonis : osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati
serum (bagian cair dari komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh
darah. Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan
tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun). Memiliki risiko terjadinya overload
(kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi.
Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam
fisiologis (NaCl 0,9%).
2. Cairan bersifat hipotonis : osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum
(konsentrasi ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam
serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan ditarik dari dalam
pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari
osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang
dituju. Digunakan pada keadaan sel mengalami dehidrasi, misalnya pada pasien cuci
darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula
darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah
perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps
kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak) pada beberapa
orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.
3. Cairan bersifat hipertonis : osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum,
sehingga menarik cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh
darah. Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan
mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik.
Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate.
H. Alat
1. Sarung tangan
2. Selang infus sesuai kebutuhan (makro drip atau mikro drip)
3. Cairan parenteral sesuai program
4. Jarum intra vena sesuai ukuran
5. Alkohol swab
6. Perlak/Pengalas
7. Torniquet
8. Plester/Hipavic
9. Standar infus
10. Bengkok
11. Kasa steril

I. Prosedur
1. Tahap Pra Interaksi
a. Melakukan Identifikasi klien
b. Mencuci tangan
c. Membawa alat didekat pasien
d. Menyiapkan obat sesuai prinsip
2. Tahap Orientasi
a. Memberikan salam, sapa sebagai pendekatan terapeutik
b. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada klien/keluarga
c. Menyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan
3. Tahap Kerja
a. Melakukan desinfeksi tutup botol cairan
b. Menutup saluran infus (klem)
c. Menusukkan saluran infus dengan benar
d. Menggantung botol cairan pada standar infus
e. Mengisi tabung reservoir infus sesuai tanda
f. Mengalirkan cairan hingga tidak ada udara dalam selang
g. Mengatur posisi pasien dan pilih vena
h. Memasang perlak/pengalas
i. Meletakkan torniquet 5cm proksimal yang akan ditusuk
j. Memakai handscoen
k. Membersihkan kulit dengan alkohol swabs
l. Mempertahankan vena pada posisi stabil
m. Memegang IV cateter dengan sudut 30 derajat, menusuk vena dengan lubang
jarum menghadap ke atas, memastikan IV cateter masuk intra vena kemudian
menarik madrin ± 0,5 cm, masukkan IV cateter secara perlahan, menarik
madrin dan menyambungkan dengan selang infus
n. Lepaskan torniquet, lalu alirkan cairan infus, fiksasi IV cateter, tutup dengan
kassa
o. Atur tetesan infus sesuai program
4. Tahap Terminasi
a. Melakukan evaluasi tindakan
b. Berpamitan dengan klien
c. Membereskan alat-alat
d. Mencuci tangan
e. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan

Anda mungkin juga menyukai