Yang Beriman
Artinya:
Ada segolongan manusia yang dii anjikan oleh Allah mendapatkan derajat
yang tinggi. Ada tiga syarat untuk me raih janji Allah yang begitu tinggi,
yakni:
Oleh karena itu salah anggapan orang Barat yang sengaja mendiskriditkan
Islam, bahwa Islam disebarkan dengan cara perang. Jihad yang dilakukan
Rasul adalah mempertahankan diri dengan mengorbankan jiwa raga dan
harta. Oleh karena itu Allah janjikan kepada Rasul dan para sahabatnya
dengan Syurga.
Allah me ngukir sejarah ini untuk kita teladani dalam rangka memperoleh
derajat yang paling tinggi dan menikmati Syurga Allah, tentunya kitapun
dituntut untuk memenuhi tiga syarat di atas.
penganut agama Islam. Bahkan suatu keharusan bagi orang Islam untuk
fanatik terhadap agamanya, yakni Islam-lah bagi kita agama yang paling
benar di muka bumi ini.
Seseorang yang tipis imannya akan terpengaruh oleh ungkapan itu, tetapi
seseorang yang teguh imannya justru akan mengatakan saya Islam dan
cara hidup saya juga menurut aturan Islam.
Iman tidak cukup dinyatakan dalam hati dan lisan, tetapi yang penting
harus diamalkan, yakni dengan menjalankan segala perintah dan menjauhi
segala larangan Allah tanpa adanya keterpaksaan, tetapi dengan rasa
ikhlas.
Demikian juga tentang hijrah. Kalau Rasulullah hijrah nya adalah hijrah
fisik dengan berbagai rintangan dan penderitaan, pindah dari Makkah ke
Madinah, maka kita sekarang ini hijrah spiritual, yakni pindah dan yang
negatif menuju yang positif, dan yang mungkar menuju yang ma’ruf, dari
yang durhaka menuju yang taat.
Kemudian tentang jihad di jalan Allah yang telah dilakukan oleh Rasul juga
diteladani oleh nenek moyang kita, seperti Imam Bonjol, Pangeran
Diponegoro, Teuku Umar, Hasanuddin, dan lain-lain.
Artinya:
Manusia adalah sama, hanya taqwa yang menjadi ukuran tinggi rendahnya
derajat seseorang. Kenapa kita harus dijajah. Bisa jadi kita lebih balk dari
para penjajah. Inilah yang menj adj tekad para Pahlawan kita.
Di saat suasana damai sekarang ini pun kita tetap dituntut untuk beiiihad,
yakni jihad memerangi kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan. Kita
berjihad sesuai dengan potensi dan profesi kita masing-masing. Janji Allah
dalam surat Muhammad ayat 7 :
Artinya:
“Hai orang orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah,
niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu “.
Inilah tiga syarat untuk menempuh derajat yang paling tinggi dan sekaligus
sebagai sarana untuk meraih syurga Allah SWT
Khutbah Jumat I
Allah SWT. berfirman : {” Hai orang-orang mu’min…, jika engkau menolong (agama)
Allah SWT, maka niscaya Dia (Allah SWT) akan menolongmu dan meneguhkan
kedudukanmu “} (Q.S.: Muhammad [47] : 7)
Kita yakin bahwasanya Allah SWT yang telah menciptakan kita. Allah SWT yang selama ini
mengurus kita. Allah SWT yang selama ini telah mencukupi kebutuhan kita. Allah SWT lah
yang telah menghidupkan kita. Allah SWT lah yang paling betul-betul mengetahui seluk-
peluk persoalan kehidupan kita dan bagaimana jalan keluarnya. Allah SWT yang telah
memudahkan segala urusan-urusan kita. Allah SWT yang telah memperkaya kita dengan
ilmu-ilmu-Nya. Sungguh, segalanya ini adalah hak milik Allah SWT. Oleh karena itu, tiada
yang pantas sedikitpun untuk kita jadikan sandaran kecuali semata-mata hanya Allah SWT.
Kita yakin bahwa Allah SWT yang berkuasa atas seluruh alam jagad Raya ini, maka sungguh
tidak pantas kita beribadah kepada Allah SWT dengan ‘Sisa’. Kita menunaikan sholat pada
waktu sisa, yakni sisa kerja atau sisa main kita. Padahal Allah SWT menyukai setiap hamba-
Nya yang menunaikan sholat di awal waktu. Seperti juga Kita bersedekah fi sabilillah dengan
uang sisa, yakni sisa jajan, sisa uang recehan. Padahal sungguh Allah SWT sangat menyukai
kita apabila kita bersedekah dengan harta yang kita cintai ini.
Sungguh Allah SWT itu Maha Perkasa dan Maha Kuasa atas segala sesuatu. Coba sejenak
kita ingat dan lihat semburan pada lumpur di Sidoarjo, Jawa Timur. Bertahun-tahun lumpur
Lapindo itu terus menyembur. Sehingga berduyun-duyun para ahli ilmuan dari berbagai
negara datang ke negeri kita ini hanya untuk meneliti-nya dan mereka semua berusaha untuk
menghentikan semburan Lumpur Lapindo tersebut. Akan tetapi, Apa yang terjadi… ?
semburan Lumpur Lapindo sampai saat ini tidak juga berhenti. Wahai saudaraku.. Sungguh
manusia itu tidaklah berdaya. dan Allah SWT lah Yang Betul-betul Maha Kuasa atas
segalanya. Dan sungguh Semburan Lumpur Lapindo tersebut merupakan salah satu tanda
kebesaran Allah SWT dan saran bagi seluruh hambanya untu mentafakuri kekuasaan-Nya.
Jadi intinya di dalam kehidupan ini cukuplah bagi kita ini Allah SWT. Cukuplah Allah SWT
yang menjadikan kita fokus dan menjadi sandaran bagi kita. Dan caranya tersebut adalah
yakni dengan mengikuti segala petunjuk dari Baginda Rasulullah SAW. Dalam segala hal-
apapun itu, sejak pertama, sejak di pertengahan, dan hingga di akhir, tetaplah bersama Allah
SWT.
Ketika kita telah menemui berbagai persoalan-persolaan di dalam hidup ini, yang membuat
kita merasa lelah dan rumit yakni karena disebabkan fokus kita pada persoalannya. Padahal
persoalan tersebut sungguh tidak akan datang apabila Allah SWT tidak menghendaki dan
mengizinkannya. Sesungguhnya persoalan yang kita alami tersebut datang atas izin dan ridho
Allah SWT, dan Allah SWT pasti memiliki jalan keluar atas persoalan hidup yang kita alami
tersebut. Dan Ketahuilah jalan yang supaya kita selalu tetap tenang dalam menghadapi
persoalan hidup tersebut adalah dengan FOKUS kepada Dzat Yang Maha Menghendaki,
yaitu Fokus kepada Allah SWT.
Semoga kita semua dijadikan hamba yang Fokus kepada Allah SWT . Aamiin !
Khutbah Jumat II
Khutbah Jumat: KHUSYU' DALAM SHALAT DAN
PENGARUHNYA BAGI SEORANG MUSLIM
2 Juli 2010 pukul 17:10
ُض ّل لَه ِ ت أ َ ْع َما ِلنَا َم ْن يَ ْه ِد ِه هللاُ فَالَ ُم ُ إِ ّن ْال َح ْمدَ ِهللِ نَحْ َمدُهُ َونَ ْست َ ِع ْينُهُ َونَ ْست َ ْغ ِف ُرهُ َونَعُ ْوذُ بِاهللِ ِم ْن
َ ش ُر ْو ِر أ َ ْنفُ ِسنَا َو
ِ سيّئ َا
ُ ِي لَهُ أ َ ْش َهد ُ أ َ ْن الَ ِإلهَ إِالّ هللاُ َوأ َ ْش َهدُ أ َ ّن ُم َح ّمدًا َع ْبدُهُ َو َر
ُس ْولُه َ ض ِل ْل فَالَ هَادْ َُو َم ْن ي
َيَاأَيّ َها الّذَيْنَ آ َمنُ ْوا اتّقُوا هللاَ َح ّق تُقَاتِ ِه َوالَ ت َ ُم ْوت ُ ّن ِإالّ َوأ َ ْنت ُ ْم ُم ْس ِل ُم ْون
سا ًء َواتّقُوا َ ِث ِم ْن ُه َما ِر َجاالً َكثِي ًْرا َون ِ َاس اتّقُ ْوا َربّ ُك ُم الّذِي َخلَقَ ُك ْم ِم ْن نَ ْف ٍس َو
ّ َاحدَةٍ َو َخلَقَ ِم ْن َها زَ ْو َج َها َوب ُ يَاأَيّ َها الن
سا َءلُ ْونَ بِ ِه َواْأل َ ْر َحام َ إِ ّن هللاَ َكانَ َعلَ ْي ُك ْم َرقِ ْيبًا
َ َ هللاَ الَذِي ت
َيَاأَيّ َها الّذَيْنَ آ َمنُ ْوا اتّقُوا هللاَ َح ّق تُقَاتِ ِه َوالَ ت َ ُم ْوت ُ ّن ِإالّ َوأ َ ْنت ُ ْم ُم ْس ِل ُم ْون
“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar.
Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari
ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan".
قَالُوا الَ يَ ْبقَى ِم ْن دَ َر ِن ِه.ش ْى ٌء َ ت ه َْل يَ ْبقَى ِم ْن دَ َر ِن ِهٍ س َم َّرا َ ب أ َ َح ِد ُك ْم يَ ْغت َ ِس ُل ِم ْنهُ ُك َّل يَ ْو ٍم َخ ْم
ِ أ َ َرأ َ ْيت ُ ْم لَ ْو أ َ َّن نَ ْه ًرا بِبَا
طايَا َ َّللاُ بِ ِه َّن ْال َخ
َّ ت ْالخ َْم ِس يَ ْم ُحو ِ صلَ َواَّ قَا َل فَذَلِكَ َمث َ ُل ال.ش ْى ٌء
َ .
“Apa pendapat kalian, seandainya ada sungai di depan pintu salah seorang dari
kalian, dia mandi di sungai itu lima kali sehari; Apakah ada kotoran/daki yang
tersisa?” Mereka menjawab, “Tidak akan ada kotoran yang tersisa sedikitpun.”
Nabi berkata, “Demikianlah permisalan shalat lima waktu. Allah menghapuskan
kesalahan-kesalahan dengan sebab shalat.” (HR. Muslim).
Hal ini juga dikuatkan oleh hadits tentang keutamaan wudhu, bahwasannya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
ِ ف ِم ْن خ
َطيئَتِ ِه َك َه ْيئ َ ِت ِه َ ص َر ِ َّ ِ ُغ قَ ْلبَه
َ لِل ِإالَّ ا ْن َ َّللاَ َوأَثْنَى َعلَ ْي ِه َو َم َّجدَهُ بِالَّذِى ه َُو لَهُ أ َ ْه ٌل َوفَ َّر
َّ َصلَّى فَ َح ِمد َ َفَإِ ْن ه َُو ق
َ َام ف
ُ ْ َ
ُيَ ْو َم َولدَتهُ أ ُّمه
Seperti inilah buah dari ibadah, dan sedemikian besar hasil dari pelaksanaan ibadah
shalat ini, sehingga pantas untuk diperhatikan dan ditegakkan. Mari kita jadikan
shalat sebagai penghias hidup kita dan bisikan hati kita.
Allahu Akbar! Hayya ‘alash Shalah! Hayya ‘alal Falah! Mari kita kerjakan shalat!
Mari menuju kebahagian!
Panggilan yang bergema di segenap penjuru, adzan yang menembus telinga untuk
membangunkan jasad yang bercahaya dengan keimanan dan hati yang khusyu’.
َارة ً ِل َما قَ ْبلَ َها ِمن ْ شو َع َها َو ُر ُكو َع َها إِالَّ َكان
َ ََّت َكف ُ صالَة ٌ َم ْكتُوبَةٌ فَيُحْ ِسنُ ُو
ُ ضو َءهَا َو ُخ ُ ئ ُم ْس ِل ٍم ت َ ْح
َ ُض ُره ٍ َما ِم ِن ْام ِر
َُّيرة ً َوذَلِكَ الدَّ ْه َر ُكله َ
َ ِت كب َ
ِ ْب َما ل ْم يُؤ ُ
ِ الذنو ُّ
Shalat apabila dihiasi dengan khusyu’ dalam perkataan, dan gerakkannya dihiasi
dengan kerendahan, ketulusan, pengagungan, kecintaan dan ketenangan, sungguh
ia akan bisa menahan pelakunya dari kekejian dan kemungkaran. Hatinya bersinar,
keimanannya meningkat, kecintaannya semakin kuat, untuk melaksanakan
kebaikan, dan keinginannya untuk berbuat kejelakan akan sirna. Dengan khusyu’,
bertambahlah munajat seseorang kepada Rabbnya, demikian pula kedekatan
Rabbnya kepadanya. Ahmad, Abu Dawud, dan Nasa’I meriwayatkan sabda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
Khusyu’ memiliki kedudukan yang sangat besar. Ia sangat cepat hilangnya, dan
jarang sekali didapatkan. Terlebih lagi pada jaman kita sekarang ini. Tidak bisa
menggapai khusyu’ dalam shalat merupakan musibah dan penyakit yang paling
besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga merasa perlu berlindung
darinya, sebagaimana beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berdo’a,
“Ya Allah, Aku berlindung kepadaMu dari hati yang tidak khusyu’. (HR. at-
Tirmidzi)
ع َحتَّى الَ ت ََرى فِي َها َر ُجالً خَا ِشعًا ُ أ َ َّو ُل َما ي ُْرفَ ُع ِم ْن َه ِذ ِه اْأل ُ َّم ِة ا َ ْل ُخ
ُ شو
“Yang pertama kali diangkat dari umatku adalah khusyu’ sehingga engkau tidak
akan melihat seorang pun yang khusyu’.”
Sahabat Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Yang pertama kali hilang dari
agama kalian adalah khusyu’, dan yang terakhir kali hilang dari agama kalian
adalah shalat. Kadang-kadang seseorang yang shalat tidak ada kebaikannya, dan
hampir-hampir engkau masuk masjid tanpa menjumpai di dalamnya seorangpun
yang khusyu’.
Shalat adalah penenang seorang muslim dan hiburannya, puncak tujuan dan cita-
citanya. Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallamberkata kepada bilal,
“Tenangkanlah kami dengan shalat.” Beliau bersabda,
“Dan dijadikan penyejuk hatiku dalam shalat.” (HR. an-Nasa’I dan Ahmad)
Shalat menjadi penyejuk hati , kenikmatan jiwa dan surga hati bagi seorang
muslim di dunia. Seolah-olah ia senantiasa berada di dalam penjara dan
kesempitan, sampai akhirnya masuk ke dalam shalat, sehingga baru bisa
beristirahat dari beban dunia dengan shalat. Dia meninggalkan dunia dan
kesenangannya di depan pintu masjid, dia meninggalkan di sana harta dunia dan
kesibukannya di dalam hatinya. Masuk masjid dengan hati yang penuh rasa takut
karena mengagungkan Allah mengharapkan pahalaNya.
Abu baker ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, apabila sedang dalam keadaan shalat,
seolah-olah ia seperti tongkat yang ditancapkan. Apabila mengeraskan bacaannya,
isakan tangis menyesaki batang lehernya.
Sedangkan ‘Umar al-Faruq radhiyallahu ‘anhu, apabila membaca, orang yang di
belakangnya tidak bisa mendengar bacaannya karena tangisannya.
Demikian juga ‘Umar bin abdul ‘Aziz rahimahullah, apabila dalam keadaan shalat,
seolah-olah ia seperti tongkat kayu.
Sedangkan ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, apabila datang waktu shalat,
bergetarlah ia dan berubah wajahnya. Tatkala ditanya, dia menjawab, “Sungguh
sekarang ini adalah waktu amanah yang Allah tawarkan kepada langit, bumi dan
gunung, mereka enggan untuk memikulnya dan takut dengan amanah ini, akan
tetapi aku memikulnya.”
Di antara manusia ada yang shalat dengan badan dan seluruh persendiriannya,
menggerakkan lisannya dengan ucapan, menundukkan punggung mereka untuk
ruku’, turun ke bumi untuk sujud, akan tetapi hati mereka tida k bergerak kea rah
Allah Sang Pencipta Yang Maha Tinggi. Mereka menampakkan ketundukkan,
sedangkan hatinya lari menjauh. Mereka membaca al-Qur’an, akan tetapi tidak
meresapinya. Mereka bertasbih, akan tetapi tidak memahaminya. Mereka berdiri di
hadapan Allah dan di dalam rumahNya, akan tetapi sebenarnya pandangannya kea
rah pekerjaan mereka, tinggal bersama ruh mereka di tempat tinggal mereka.
Begitulah keadaannya, seseorang telah mengerjakan shalat dalam waktu yang
lama, akan tetapi ia tidak pernah menyempurnakan shalatnya, meskipun hanya
sehari saja, karena ia tidak menyempurnakan ruku’nya, sujudnya, dan khusyu’nya.
Barangsiapa keadaannya seperti ini, sungguh ia tidak bisa mengambil manfaat dari
shalatnya, sehingga kadang-kadang ia memakan harta manusia dengan batil,
melakukan kerusakan di antara manusia, melaksanakan amalan yang bertentangan
dengan agama dan akhlak, bahkan dia menjadikan shalatnya hanya untuk
mendapatkan pujian manusia, untuk menutupi kedua tangan dan kakinya.
Saudaraku seiman, hadits berikut ini sebagai renungan, sikapilah dirimu dengan
jujur, agar mampu melihat posisi kita masing-masing. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda,
Diriwayatkan oleh Abu Dawud, bahwa Hasan bin ‘Athiyah radhiyallahu ‘anhu
berkata, “Sesungguhnya ada dua orang berada dalam satu shalat, akan tetapi
perbedaan keutamaan (pahala) antara keduanya bagaikan langit dan bumi”.
Wahai orang yang shalat, sesungguhnya shalat adalah kobaran api pertempuran
bersama setan, pertempuran was-was dan bisikan-bisikan, karena kita berdiri pada
tempat yang agung, paling dekatnya kedudukan (dengan Allah) dan paling dibenci
setan. Kemudian setan menghiasi di depan pandanganmu dengan kesenangan,
menawarkan keindahan dan godaan. Dia juga mengingatkan yang engkau lupakan,
sehingga dia merasa senang ketika shalatmu rusak, sebagaimana baju yang usang,
rusak, tidak mendapatkan pahala dan tidak pula mendapatkan keutamaaan.
Wahai orang yang shalat, barangsiapa yang menempuh metode Nabi dan meniti
jalan Nabi dalam shalatnya, niscaya dia dapat memperoleh kekhusyu’aan. Untuk
bisa meraih khusyu’ ada beberapa hal yang bisa membantunya. Yaitu orang yang
akan shalat, hendaknya segera menuju masjid dengan tenang dan tidak tergesa-
gesa, ia telah membersihkan pakaiannya, mensucikan badannya, mengkosongkan
hatinya dari kesibukan dunia, semerbak harum badannya, meluruskan barisan dan
menutup celah dalam barisan, dan ia tidak mengangkat kepalanya ke langit saat
shalat, karena hal ini terlarang dan bisa menghilangkan kekhusyuaannya.
Termasuk yang juga bisa menolong untuk khusyu’ dalam shalat, yaitu tidak
mengganggu orang lain dengan bacaan al-Qur’an, tidak shalat dengan
pakaian atau baju yang ada gambarnya, tulisannya, ataupun baju berwarna-
warni yang bisa mengganggunya, dan mengganggu orang lain. Begitu juga
suara-suara yang berasal dari handphone yang mengganggu kaum Muslimin,
sehingga merusak kekhusyu’an. Oleh karena itu janganlah membawa suara
musik yang berdendang di dalam rumah-rumah Allah tercampur dengan
kalam Allah. kita meminta kepada Allah salamah dan ‘afiyah dari dosa dan
kesalahan.
.س ُجودَهَا َ ْف يَس ِْرقُ َها قَا َل الَ يُتِ ُّم ُر ُكو
ُ َع َها َوال َ َّللا َو َكي
ِ َّ سو َل َ س ِرقَةً الَّذِى يَس ِْر ُق
ُ قَالُوا يَا َر.ُصالَتَه ِ َّإِ َّن أَس َْوأ َ الن
َ اس
ُّ ص ْلبَهُ فِى
ُّ الر ُكوعِ َوال
س ُجو ِد ُ أ َ ْو قَا َل الَ يُ ِقي ُم
Termasuk hal terbesar untuk bisa tenang dan khusyu’ dalam shalat, yaitu
merenungi dan meresapi makna. Ketika mengucapkan Allahu Akbar, maka
renungkanlah kedalaman pemahamannya dan petunjuknya. Allah Maha Besar dari
setan yang menipu di dunia. Allah Maha Besar dari nafsu syahwat, harta,
kedudukan, dan anak. Maka mantapkan dan tanamkan ke dalam hati, kemudian
laksanakan segala konsekuensinya.
Juga renungkanlah pahala yang besar pada setiap bacaan al-Fatihah, bacaan ruku’
ataupun bacaan-bacaan shalata lainnya. Renungkanlah pahala yang besar, di
antaranya apabila imam mengucapkan,
“Bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai dan bukan pula jalannya orang-
orang yang sesat.” Maka para malaikat mengucapkan ‘Amin’. Barangsiapa yang
ucapan aminnya bersamaan dengan ucapan amin para malaikat, niscaya diampuni
dosa-dosanya yang telah lalu. Begitu pula renungkanlah pahala-pahala yang agung,
serta keutamaan-keutamaan besar lainnya saat berdiri, duduk, dzikir-dzikir ruku’
dan sujud. Barangsiapa yang merenunginya, dia akan yakin dengan rahmat Allah,
sesembahannya.
Termasuk yang bisa mengantarkan kepada khusyu’, yaitu wasiat Rasulullah yang
kekal, “Shalatlah dengan shalat orang yang akan berpisah (dengan dunia)”. .
ار ْك َعلَى ِ َ َوب.ٌ ِإنَّكَ َح ِم ْيدٌ َم ِج ْيد،صلَّيْتَ َعلَى ِإب َْرا ِهي َْم َو َعلَى آ ِل ِإب َْرا ِه ْي َم َ ص ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى آ ِل ُم َح َّم ٍد َك َما َ اَللَّ ُه َّم
ٌ ِإنَّكَ َح ِم ْيدٌ َم ِج ْيد،ار ْكتَ َعلَى ِإب َْرا ِهي َْم َو َعلَى آ ِل ِإب َْرا ِهي َْم َ َ ُم َح َّم ٍد َو َعلَى آ ِل ُم َح َّم ٍد َك َما ب.
ْبُ س ِم ْي ٌع قَ ِريْبٌ ُم ِجي َ ْ
َ َ ِإنَّك،ِاء ِم ْن ُه ْم َواأل ْم َوات َ
ِ َت األحْ يْ ِ َو ْال ُمؤْ ِمنِيْنَ َو ْال ُمؤْ ِمنَا،ِاَللَّ ُه َّم ا ْغ ِف ْر ِل ْل ُم ْس ِل ِميْنَ َو ْال ُم ْس ِل َمات
ِ الدّ َع َوا.
ت
َص ًرا َك َما َح َم ْلتَهُ َعلَََ ى اّل ِذيْنَ ِم ْن قَ ْب ِلنَا َربّنَا َوال ْ ِطأْنَا َربّنَا َوالَ ت َ ْح ِم ْل َعلَ ْينَا إَ اخ ْذ نَا إِ ْن نَ ِس ْينَا أ َ ْو أ َ ْخِ َربّنَا الَت ُ َؤ
َص ْرنَا َعلَى ْالقَ ْو ِم ْال َكافِ ِريْن ُ ار َح ْمنَا أ َ ْنتَ َم ْوالَنَا فَا ْن ْ ْف َعنّا َوا ْغ ِف ْر لَنَا َو ُ طاقَةَ لَنَا بِ ِه َواع َ َت ً َح ّم ْلنَا َماال.
والحمد هلل رب العالمين.ار ِ ّاب الن َ َسنَةً َوقِنَا َعذ َ سنَةً َو ِفي اْأل َ ِخ َر ِة َح َ َربَنَا َءا ِتنَا ِفي الدّ ْنيَا َح
Khutbah Jum’at ” Tiga Perkara Yang Diridhai Allah
Subhanahuwata’ala”
Artikel ditulis pada 10/10/2013
Kategori Asy Syariah Edisi 095, Kajian Utama ,
ِ ُ ض َل ال ُكت
ب َ علَ ْينَا أ َ ْفَ س ِل َوأ َ ْنزَ َلُ الر
ُّ ض َل َ س َل ِإلَ ْينَا أ َ ْفَ ب ْالعَالَ ِميْنَ أ َ ْر ِ ّ ْال َح ْمدُ َر
على ال َحق َوال ُهدَى َ ِاإل ْج ِت َماعِ اس َوأ َ َم َرنَا ِب ِ َّت ِللن ْ و َجعَلَنَا لَنَا َخي َْر أ ُ َّم ٍة أ ُ ْخ ِر َج
علَى نِعَ ِم ِه الَّتِي َ ُ أ َ ْح َمدُهُ تَعَالَى َوأ َ ْش ُك ُره،ق َوا ِت ّبَاعِ ال َه َوى ِ اإل ْفتِ َرا ِ ع ْن َ َونَ َهانَا
َّ ُ َوأ َ ْش َهدُ أَن الَ ِإلَهَ ِإالَّ ُه َو لَهُ ْاأل َ ْس َما ُء ال ُح ْسنَى َوأ َ ْش َهد،صى
أن ُم َح َّمدًا َ الَ ت ُ ْح
َ اء الَ َخي َْر ِإالَّ دَ َّل ََهَا
َعلَ ْي ِه َوال ِ ض َ ُ ت َ َر َك أ ُ َّمتَه،ُس ْولُه
َ َعلَى ْال َم َح َّج ِة ْالب ُ ع ْبدُهُ َو َر
َ
ص َحا ِب ِه الَّ ِذيْنَ آ َمنُ ْوا ِب ِه ْ َ علَى آ ِل ِه َوأ َ ُصلَّى هللا
َ علَ ْي ِه َو َ ،ُش ََّر ِإالَّ َحذَّ َرهَا ِم ْنه
َ ِي أ ُ ْن ِز َل َمعَهُ َو
أ َ َّما،سلَّ َم ت َ ْس ِل ْي ًما َكثِي ًْرا ْ ص ُر ْوهُ َواتَّبَعُ ْوا النُّ ْو َر الَّذ
َ َعزَ ُر ْوهُ َون
َ َو
:ُبَ ْعد
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Segala puji bagi Allah Subhanahu wata’ala, Rabb yang telah mengutus kepada kita sebaik-
baik utusan dan menurunkan sebaik-baik kitab suci. Saya bersaksi bahwasanya tidak ada
sesembahan yang berhak untuk diibadahi dengan benar selain Allah Subhanahu wata’ala
semata yang memiliki al-asmaul husna. Saya juga bersaksi bahwa Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah hamba dan utusan-Nya yang telah
menyampaikan risalah dengan penuh amanah sehingga meninggalkan umat ini di atas agama
yang jelas. Tidak ada satu kebaikan pun kecuali umat telah diajak kepadanya. Tidak ada satu
kejelekan pun kecuali umat ini telah diingatkan darinya. Shalawat dan salam semoga
senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad beserta keluarganya, para sahabatnya,
dan kaum muslimin yang mengikuti petunjuknya.
Hadirin rahimakumullah,
Marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah Subhanahu wata’ala dengan sebenar-benar
takwa dan marilah kita menjadi hambahamba- Nya yang bersaudara. Yaitu bersaudara karena
iman yang diwujudkan dengan saling mencintai, kasih sayang, dan tolong-menolong dalam
kebenaran serta saling menasihati dan melakukan amar ma’ruf nahi mungkar.
Jama’ah jum’ah rahimakumullah,
Al-Imam Ahmad dan al-Imam Muslim rahimahumallah meriwayatkan dengan lafadz yang
semakna dari jalan sahabat Abu Hurairah z dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa
beliau bersabda,
Adapun perkara ketiga yang Allah Subhanahu wata’ala ridha untuk kita menjalankannya
adalah menegakkan nasihat terhadap penguasa dengan menaatinya, mendoakan kebaikan
untuknya ataupun membantunya untuk kebaikannya dan kebaikan masyarakatnya. Penguasa
yang dimaksud adalah penguasa muslim yang sah yang memimpin suatu negeri dan memiliki
wilayah serta kekuatan, baik dia menjadi penguasa dengan cara dipilih maupun cara yang
lainnya. Allah Subhanahu wata’ala ridha kepada kaum muslimin untuk menaati pemerintah
dalam perkara yang ma’ruf serta untuk tidak melanggar aturan yang telah ditetapkannya
selama tidak bertentangan dengan syariat Allah Subhanahu wata’ala.
Begitu pula orang-orang yang mengemban amanat atau tugas dari penguasa, seperti para
pegawai pemerintahan atau yang semisalnya, wajib
bagi mereka untuk menjalankan tugas tersebut dengan sebaik-baiknya. Tidakboleh baginya
untuk memanfaatkan tugas yang diembannya sebagai kesempatan untuk mengeruk
keuntungan pribadi atau orang-orang dekatnya sehingga berlaku tidak adil dan merugikan
masyarakat secara umum.
Hadirin rahimakumullah,
Perlu diingat pula bahwa adanya seorang pemimpin muslim bagi suatu masyarakat adalah
karunia Allah Subhanahu wata’ala yang sangat besar. Tidak bisa dibayangkan apa yang akan
terjadi apabila suatu negara tidak ada pemimpinnya. Tentu kekacauan, rasa tidak aman, dan
ketakutan akan
menyelimuti negeri tersebut. Namun, tentu saja seorang pemimpin tidak akan menjadi sebab
kebaikan ketika masyarakat tidak mau menaatinya dan menghormatinya. Maka dari itu,
sungguh hal ini merupakan prinsip-prinsip yang sangat penting untuk dipahami dan
diamalkan.
Demikianlah yang disebutkan dalam hadits yang mulia ini. Kandungannya akan
mendatangkan kebaikan yang besar jika kaum muslimin mengamalkannya dalam
kehidupannya
Penguatan Peran Keluarga Dalam Pendidikan Anak di Era Digital
Azhma Ulya Elfata 24/03/16 | 08:26 Pendidikan Anak Belum ada komentar 86 Hits
Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran,
atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (playbuzz.com)
dakwatuna.com – Anak adalah Peniru Ulung. Sikap mereka di sekolah, di lingkungan dan
masyarakat adalah cerminan bagaimana kehidupan mereka di rumah, yang tentu tidak
terlepas dari didikan orang tuanya. Rumah merupakan madrasah (sekolah) pertama bagi
tumbuh kembang anak dan orang tua adalah guru utama bagi tahun-tahun pertama kehidupan
mereka. Disebabkan karena usia dini adalah usia meniru, maka orang tua adalah ‘model’ bagi
anaknya. Oleh karena itu, keluarga menjadi ujung tombak dalam perkembangan sosio-
emosinya.
Setiap orang tua, memiiki gaya dan cara mendidik yang berbeda-beda. Dan tentunya gaya-
gaya tersebut akan berpengaruh dalam perkembangan anak. Hal yang perlu diperhatikan
dalam memberikan kasih sayang kepada mereka adalah tidak berlebihan dan tidak pula
kurang. Berikan pelayanan dan kasih sayang secara proporsional. Ada masanya kapan
seorang orang tua harus bersikap tegas dan kapan bersikap lemah lembut kepada anak.
Apapun masalahnya, usahakan semampunya untuk tidak memarahi anak melampaui batas
kewajaran; seperti mengumpat, menghardik dengan celaan terkutuk, apalagi sampai berlaku
kasar, dan memukul anak hingga meninggalkan luka lebam di tubuhnya.
Marah bukanlah satu-satunya solusi dalam mendidik anak ketika bersalah. Selain
menimbulkan efek negatif bagi perkembangan sosio-emosional dan mental anak, marah juga
merupakan sifat yang sangat dilarang oleh teladan ummat akhir zaman, Rasululullah s.a.w
dalam sebuah hadits, beliau bersabda, “Laa taghdlob walakal jannah” yang artinya “Jangan
marah, bagimu Surga” (H.R. Ath Thabrani). Pendidikan keluarga yang baik adalah:
pendidikan yang memberikan dorongan kuat kepada anaknya untuk mendapatkan pendidikan
agama. Oleh karena itu ada beberapa aspek pendidikan yang sangat penting untuk diberikan
dan diperhatikan orang tua, diantaranya:
Pendidikan Akidah
Pendidikan islam dalam keluarga harus memperhatikan pendidikan akidah islamiyah, dimana
akidah itu merupakan inti dari dasar keimanan seseorang yang harus ditanamkan kepada anak
sejak dini. Sejalan dengan firman Allah yang artinya:
“Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya di waktu ia memberi pelajaran
padanya: ‘Hai anakku janganlah kamu mempersekutukan Alloh benar-benar merupakan
kedlaliman yang besar’,” (Q.S. Luqman:13).
Ayat tersebut menjelaskan bahwa akidah harus ditanamkan kepada anak yang merupakan
dasar pedoman hidup seorang muslim.
Pendidikan Ibadah
Aspek pendidikan ibadah ini khususnya pendidikan shalat disebutkan dalam firman Allah
yang artinya:
‘’Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah manusia untuk mengerjakan yang baik dan
cegahlah mereka dari perbuatan munkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa
kamu, sesungguhnya hal yang demikian itu termasuk diwajibkan oleh Alloh,’’(QS.
Luqman:17).
Pendidikan dan pengajaran Al Qur’an serta pokok-pokok ajaran islam yang lain telah
disebutkan dalam Hadis yang artinya: ’’Sebaik-baik dari kamu sekalian adalah orang yang
belajar al-Qur’an dan kemudian mengajarkannya,’’ (HR. Bukhari dan Muslim).
Penanaman pendidikan ini harus disertai contoh konkret yang masuk pemikiran anak,
sehingga penghayatan mereka didasari dengan kesadaran rasional. Dengan demikian anak
sedini mungkin sudah harus diajarkan mengenai baca dan tulis kelak menjadi generasi
Qur’ani yang tangguh dalam menghadapi zaman.
Orang tua mempunyai kewajiban untuk menanamkan akhlakul karimah pada anak-anaknya,
dan pendidikan akhlakul karimah sangat penting untuk diberikan oleh orang tua kepada anak-
anknya dalam keluarga, sebagai firman Alloh yang artinya.
“Dan sederhanakanlah kamu dalam berjalan dan lunakanlah suaramu dan sesungguhnya
seburuk-buruk suara adalah suara himar,”( QS.Luqman:19 )
Dari ayat ini telah menunjukkan dan menjelaskan bahwa tekanan pendidikan keluarga dalam
islam adalah pendidikan akhlak, dengan jalan melatih anak membiasakan hal-hal yang baik,
menghormati orang tua, bertingkah laku sopan baik dalam berperilaku keseharian maupun
dalam bertutur kata.
Aqidah yang lurus, Ibadah yang benar dan pekerti yang luhur, adalah komponen dasar
membangun generasi penuh berkah, generasi madaniy yang kelak dewasanya akan tumbuh
menjadi pribadi yang tangguh, teguh dalam kebenaran dan tak gentar dalam menentang
kebathilan. Umar bin Khatab, seorang bijak yang hidup di abad ke 7 masehi, memberikan
pernyataan yang sangat terkenal: “Didiklah anak-anakmu sesuai zamannya, karena mereka
akan hidup pada zaman yang berbeda dengan zamanmu.” Suatu pernyataan yang seolah
sangat sederhana, tetapi memiliki aplikasi yang cukup rumit di dalam pelaksanaannya.
Jangankan kita membandingkan dengan kondisi sekitar 14 abad yang lampau, dengan 40-50
tahun yang lampau saja dengan kondisi di Indonesia saat ini, tantangan di dalam
membesarkan dan mendidik anak-anak sangatlah berbeda.
Ali Bin Abi Thalib r.a khalifah ke 4 setelah zaman kenabian, memberikan nasehat dalam
pendidikan anak berdasarkan tahap usia perkembangannya :
Tujuh tahun pertama merupakan fase golden age (usia emas) setiap anak. Dimana pada usia
ini, satu-satunya otak yang baru berkembang sempurna adalah “otak reptil” yang juga
dimiliki oleh hewan. Karakterisktik dari otak reptile ini adalah kemampuan pertahanan diri
anak dari ransangan. Hasil sebuah penelitian mengatakan bahwa sekitar 50% kapabilitas
kecerdasan orang dewasa telah terjadi pada usia 4 tahun, 80% telah terjadi pada usia 8 tahun,
dan mencapai titik tertinggi pada usia 18 tahun (Direktorat PAUD, 2004).
Pada usia emas ini adalah usia dimana anak hiperaktif dengan tingkat emosional yang sangat
tinggi dan tidak terkendali. Kemampuan meniru dan menyerap setiap yang disaksikan anak
terjadi pada usia ini. Maka dari itu, hindari pertengkaran orang tua di hadapan anak usia emas
ini dan hal-hal negatif lainnya seperti; berbohong, mencela, mengumpat, berbuat kekerasan,
berkata-kata kotor, dsb. Karena akan berdampak buruk pada pertumbuhan emosional anak,
yaitu tumbuh dengan penuh kecurigaan.
Khalifah Ali bin Abi Thalib mengingatkan, anak pada usia ini hendaklah di didik layaknya
tawanan perang; penjagaan penuh, dengan segala ketegasan dan komitmen yang tinggi dalam
menerapkan segala peraturan. Rasululllah s.a.w juga menganjurkan kepada kita dalam
sabdanya, untuk memerintahkan anak untuk mengerjakan shalat yang apabila pada usia 10
tahun masih meninggalkan shalat, hendaklah dipukul (dengan pukulan yang mendidik) agar
menimbukan efek jera pada mereka.
Pada usia ini, anak mulai dapat membedakan mana yang baik dan buruk. Dianjurkan kepada
orang tua untuk membiasakan anak dengan kegiatan-kegiatan kemandirian, memberi
hukuman jika bersalah dan memberi reward jika melakukan hal-hal yang prestatif. Hindari
mendidik anak dengan menjanjikan reward apabila mau melakukan hal-hal yang kita
perintahkan. Sebab, hal demikian hanya akan mendidik anak menjadi pribadi yang pamrih,
hanya akan mau melakukan suatu perbuatan jika ada imbalan.
Hal yang perlu ditonjolkan pada usia 7 tahun kedua ini adalah penyadaran penuh kepada anak
bahwa Allah Maha Melihat dan Maha Memberi Balasan yang berlipat-lipat atas setiap baik-
buruknya perbuatan kita.
Menjadikan anak layaknya sahabat, merupakan salah satu nasehat Ali bin Abi Thalib
terhadap anak diusia 7 tahun ketiga ini. Sebab diusia 15-21 tahun ini adalah usia dimana anak
masih dalam masa pencarian jati dirinya, labilitas tingkat tinggi, maka yang paling dan
sangat dibutuhkan oleh mereka adalah orang-orang yang dapat memahami perasaan mereka,
yang dapat memberikan solusi setiap permasalahan yang sedang mereka alami.
Pada usia remaja menuju dewasa ini anak-anak cenderung mencari ‘kenyamanan’ itu pada
lawan jenis. Kerap kali, posisi orang tua menjadi tergantikan karena kehadiran ‘orang ketiga’
dalam kehidupan anak-anak. Meski raganya bersama orang tua, tetapi hati dan fikirannya
sudah tidak lagi berada dalam kebersamaan didalam keluarga.
Usia remaja adalah usia yang membuat anak-anak terobsesi mengikuti setiap fantasi yang ada
didalam fikiran mereka. Terutama bagi remaja diera digital, tontonan acapkali menjadi
tuntunan; meniru dan mecomplak setiap tokoh yang diidolakan. Mereka mulai silau dengan
fana dan fatamorgana. Kebahagiaan dan kesenangan selalu menjadi keniscayaan. Bahkan
tidak sedikit remaja kekinian lupa dengan cita-cita yang dulu mereka gadang-gadangkan
dimasa kanak-kanaknya. Terlebih diera digital ini, kejahatan media terhadap anak semakin
tak kenal ampun. Fakta membuktikan, semua teori perkembangan seks pada anak, tumbang
seiring perkembangan teknologi.
Maka, sudah seharusnya para orang tua menjadi sahabat bagi anak-anaknya diusia 7 tahun
ketiga ini. Jangan biarkan masa remaja anak-anak kita rusak diperbudak modernisasi dan
budaya kebarat-baratan. Remaja yang rusak adalah kegagalan penanaman aqidah dan
akhlakul karimah diusia emas dan masa tawanan perang. Tegas tidak harus keras. Tetapi
tegas, harus tegaan. Maksimalkan pendidikan anak di setiap fase perkembangannya, sebelum
mereka tumbuh menjadi pribadi yang gagal dan kehilangan masa depannya.
Pakar psikologi anak mengamati, realitas anak dan remaja di era digital ini cenderung mudah
bosan, stress berkepanjangan, selalu merasa kesepian meski di keramaian, takut dimarahi dan
mudah lelah. Semua jenis layar, membuat otak dan mata anak menjadi fokus. Bukan fokus
aktif, melainkan fokus pasif. Sehingga, anak tidak lagi aware dengan lingkungan. Maka dari
itu, perlu rasanya digalakkan durasi sehat digital; 15-20 menit bagi anak usia 3-5 tahun, 60
menit bagi anak rentang usia 6-7 tahun, dan 2 jam saja bagi anak usia diatas 7 tahun, tentu
tidak dengan memberikan keseluruhan waktu itu untuk mereka menikmati gadget-nya,
melainkan diselingi dengan aktfitas produktif mereka.
Beberapa solusi yang saya rasa dapat sedikit membantu permasalahan orang tua dalam
mendidik anak diera digital ini terutama pendidikan di dalam keluarga yaitu; 1. Menjalankan
fungsi dan tatanan keluarga dengan baik (yaitu kerjasama antara Ayah dan Bunda), 2.
Membuat kesepakatan dengan anak, me-manage aktivitas harian mereka mulai dari bangun
tidur hingga tidur lagi, tanpa mengekang hak bermainnya termasuk menikmati suguhan
gadget mereka. Hal yang terpenting adalah, hindari menggunakan gadget saat bersama anak,
karena hal itu akan membuat anak meniru prilaku buruk orang tua tersebut; 3. Ciptakan
kebersamaan dengan anak sebaik mungkin (tanpa gangguan gadget), untuk melatih anak agar
mereka selalu terbuka pada orang tua dan tidak mencari tempat curhat lain selain orang
tuanya; 4. Usahakan 30 menit dalam 24 jam yang kita punya, untuk mengevaluasi aktivitas
hariannya, berdialog mendengarkan curahan hati dan perasaan mereka. Meski tidak dapat
memberi solusi, setidaknya jadilah orang tua yang bersahabat, yang selalu membuat anak
merasa nyaman dan terbuka dengan kita