Anda di halaman 1dari 5

DEFINISI

Tetralogi Fallot adalah malformasi jantung kongenital sianotik dengan komponen stenosis pulmonal,
defek septum ventrikel, dekstroposisi aorta yang menyebabkan pangkal aorta melewati septum
ventrikel/ over-riding aorta, serta hipertrofi ventrikel kanan. Penyakit kompleks tersebut pertama kali
dideskripsikan oleh Fallot pada tahun 1881, walaupun kasus kasus terebut sebelumnya telah dipaparkan
melalui berbagai laporan kasus.

EPIDEMIOLOGI

Penyakit ini merupakan penyakit jantung bawaan sianotik yang paling umum terjadi. Secara umum,
tetralogi Fallot dijumpai pada tiga dari sepuluh ribu bayi baru lahir hidup dan merupakan lebih kurang
10% dari seluruh kejadian penyakit jantung bawaan.

Insidensi 3,26% tiap 10.000 kelahiran hidup, atau sekitar 1.300 kasus baru setiap tahunnya di Amerika
Serikat. Penyakit ini merupakan penyakit jantung bawaan terbanyak pada pasien berusia diatas 1 tahun
yang ditangani di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta. Data dari Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) Dr. Soetomo Surabaya menunjukkan bahwa sebagian pasien tetralogi Fallot berusia
diatas 5 tahun, serta prevalensinya menurun setelah umur 10 tahun.

ETIOLOGI

Penyakit jantung bawaan, yang salah satunya tetralogi Fallot, disebabkan oleh gangguan perkembangan
sistem kardiovaskular pada masa embrio. Terdapat peranan faktor endogen, eksogen, dan multifaktorial
(gabungan dari kedua faktor tersebut). Para ahli cenderung berpendapat bahwa penyebab endogen dan
eksogen tersebut jarang secara terpisah menyebabkan penyakit jantung bawaan.

Sejauh ini, mutasi pada beberapa gen telah diidentifikasi pada berbagai kasus tetralogi Fallot, antara
lain:

1. NKX2.5 pada 4% kasus.

2. JAG1 pada sindrom Alagille, penyakit dengan insidensi tetralogi Fallot yang tinggi.

3. TBX5 pada sindrom Holt-Oram, penyakit dengan beberapa pasiennya memiliki tetralogi Fallot.

4. FOXC2 pada lymphedemadistichiasis, penyakit dengan sebagian kecil pasiennya memiliki tetralogi
Fallot.

5. TBX1 pada 15% kasus tetralogi Fallot dengan mikrodelesi kromosom 22q11.2.

6. Gen trisomi 21, 18, dan 13, yang terdapat pada 10% kasus tetralogi Fallot secara keseluruhan.

Oleh karena itu, secara umum, mutasi gen diduga menjadi etiologi utama terhadap terjadi tetralogi
Fallot.

PATOGENESIS

Embriologi jantung bermulai dari adanya tuba. Terdapat dua bagian tuba, yaitu trunkus arteriosus dan
bulbus kordis yang berkembang menuju satu sama bawah, menuju bulbus kordis. Perputaran ini akan
memisahkan aorta dengan arteri pulmonal. Deviasi ke arah anterior dari perputaran ini menyebabkan
tetralogi Fallot. Deviasi antero-septal pada pembentukan lubang septum ventrikular dapat disertai
dengan pembentukan jaringan fibrosa pada septum yang gagal mengalami proses muskularisasi. Deviasi
ini dapat ditemukan pada absennya obsrtuksi subpulmonal, seperti pada defek septum ventrikel
Eisenmenger. Oleh karena itu, pada pasien dengan tetralogi Fallot, perlu dipastikan adanya morfologi
abnormal dari trabekula septoparietal yang melingkari traktur aliran subpulmonal. Kombinasi adanya
deviasi septum dan trabekulasi septoparietal yang hipertrofi menghasilkan karakteristik adanya
obstruksi aliran ventrikel kanan. Deviasi jaringan muskular pada lubang septum juga menyebabkan
adanya defek septum ventrikel dengan gangguan alignment dan menyebabkan munculnya overriding
dari aorta. Hipertrofi miokardium ventrikel kanan merupakan konsekuensi hemodinamik akibat adanya
lesi yang disebabkan oleh deviasi lubang septum.

Sebagai tambahan dari berbagai kelainan terdapat dalam tetralogi Fallot, terdapat beberapa kelainan
lain yang juga dapat terjadi bersamaan dengan penyakit tersebut. Beberapa varian atomis dan kelainan
yang berkaitan dengan tetralogi Fallot antara lain:

1. Tetralogi Fallot dengan atresia pulmonal Lesi ini memiliki derajat deviasi septum yang paling berat,
dimana pasien memiliki atresia pulmonal, bukan stenosis, sehingga tidak terdapat aliran darah sama
sekali dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis.

2. Tetralogi Fallot tanpa katup pulmonal Pada beberapa kasus yang jarang, bagian leaflet dari katup
pulmonal tidak bersifat stenotik maupun atretik, melainkan tidak terbentuk atau tidak hadir. Hal ini
menyebabkan celah antara ventrikel kanan dan arteri pulmonalis tidak terhalang oleh adanya katup. Hal
ini menyebabkan penumpukan volume secara kronis pada ventrikel kanan berpindah ke arteri
pulmonalis, yang bersamaan dengan hal tersebut menyebabkan pelebaran pada keduanya. Pada kasus
berat, hal ini dapat menyebabkan penekanan pada saluran pernapasan.

3. Tetralogi Fallot dengan ventrikel kanan dengan jalan keluar ganda (VKAJKG, double outlet right
ventricle / DORV) VKAJKG merupakan salah satu penyakit jantung bawaan dimana kedua arteri besar
keluar dari ventrikel kanan, masing – masing dengan konusnya; kedua arteri besar ini tidak menunjukkan
kontinuitas dengan katup mitral. Dengan adanya over-riding aorta, maka aorta semakin lebih terhubung
dengan ventrikel kanan, dibandingkan kiri.

4. Tetralogi Fallot dengan defek septum atrioventrikuaris Defek septum atrioventrikularis ditemukan
pada sekitar 2% kasus tetralogi Fallot. Hal ini memang tidak secara signifikan mengubah terapi inisial
terhadap pasien, namun terapi pembedahan dan rawatan praoperasi menjadi lebih kompleks.

PATOFISIOLOGI

Komponen yang paling penting, yang menentukan derajat beratnya penyakit, adalah stenosis pulmonal,
yang bervariasi dari sangat ringan sampai sangat berat, bahkan dapat berupa atresia pulmonal. Stenosis
pulmonal ini bersifat progresif, semakin lama semakin berat. Tekanan yang meningkat akibat stenosis
pulmonal menyebabkan darah yang terdeoksigenasi (yang berasal dari vena) keluar dari ventrikel kanan
menuju ventrikel kiri melalui defek septum ventrikel dan ke sirkulasi sistemik melalui aorta,
menyebabkan hipoksemia sistemik dan sianosis. Bila stenosis pulmonal semakin berat, maka semakin
banyak darah dari ventrikel kanan menuju ke aorta. Pada stenosis pulmonal yang ringan, darah dari
ventrikel kanan menuju ke paru, dan hanya pada aktivitas fisik akan terjadi pirau dari kanan ke kiri.
Semakin bertambahnya usia, maka infundibulum akan semakin hipertrofik, sehingga pasien akan
semakin sianotik. Obstruksi pada jalan keluar ventrikel kanan ini menyebabkan kurangnya aliran darah
ke paru yang menyebabkan hipoksia, maka kompensasi untuk hipoksia adalah terjadinya polisitemia dan
dibentuknya sirkulasi kolateral (jangka panjang).

Terdapatnya defek septum ventrikel yang besar disertai stenosis pulmonal, maka tekanan sistolik
puncak (peak systolic pressure) ventrikel kanan menjadi sama dengan tekanan sistolik puncak ventrikel
kiri. Karena tekanan ventrikel kiri berada dalam pengawasan baroreseptor, maka tekanan sistolik
ventrikel kanan tidak akan melampaui tekanan sistemik. Hal inilah yang menerangkan mengapa pada
tetralogi Fallot tidak atau jarang terjadi gagal jantung, karena tidak ada beban volume sehingga ukuran
jantung umumnya normal.

MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis tetralogi Fallot mencerminkan derajat hipoksia. Pada waktu baru lahir biasanya bayi
belum sianotik; bayi tampak biru setelah tumbuh. Manifestasi klinis tetralogi Fallot mula – mula dapat
mirip dengan defek septum ventrikel dengan pirau dari kiri ke kanan dengan stenosis pulmonal ringan,
sehingga anak masih kemerahan. Apabila derajat stenosis bertambah, akan timbul sianosis.

Salah satu manifestasi yang penting pada tetralogi Fallot adalah terjadinya serangan sianotik (cyanotic
spells, hypoxic spells, paroxysmal hyperpnea) yang ditandai oleh timbulnya sesak napas mendadak,
napas cepat dan dalam, sianosis bertambah, lemas, bahkan dapat pula disertai kejang atau sinkop.
Serangan tersebut dapat berlangsung selama beberapa menit hingga jam, sehingga hipoksemia dapat
berujung pada kerusakan sel – sel otak. Serangan yang hebat dapat berakhir dengan koma, bahkan
kematian. Serangan sianotik bisa timbul mendadak, walaupun menangis, pergerakan usus, dan
menyusui/makan dapat memicunya. Frekuensi serangan sianotik bertambah pada musim panas dan ada
infeksi. Kateterisasi jantung dan supraventricular tachycardia juga dikatakan dapat memicu terjadinya
serangan. Terdapat berbagai hal yang dapat memicu terjadinya serangan tersebut, sehingga sangat sulit
menentukan faktor – faktor yang pasti. Mekanisme terjadinya serangan sianotik belum diketahui secara
pasti, namun beberapa hipotesis telah dikemukakan, antara lain peningkatan kontraktilitas infundibular,
vasodilatasi perifer, hiperventilasi, dan stimulasi mekanoreseptor ventrikel kanan.

Anak dengan tetralogi Fallot biasanya belajar untuk meringankan gejala yang dialaminya dengan posisi
jongkok (squatting position) setelah dapat berjalan; setelah berjalan beberapa lama, anak akan
berjongkok untuk beberapa waktu sebelum ia berjalan kembali. Hal ini terjadi sebagai mekanisme
kompensasi. Hal tersebut mungkin telah dipelajari oleh anak sejak bayi dengan mengadopsi knee-chest
posture. Posisi jongkok dapat menyebabkan peningkatan resistensi sistemik vaskular dengan
melekukkan arteri femoralis, sehingga menurunkan pirau kanan ke kiri dan meningkatkan aliran darah
ke paru. O’Donell dkk menyimpulkan dalam penilitiannya bahwa mengubah posisi dari berdiri menjadi
jongkok dapat meningkatkan saturasi oksigen saat istirahat maupun setelah melakukan aktivitas
disebabkan oleh alasan anatomis dan berhubungan dengan pirau ventrikel kanan dan aorta. Peneliti
juga mengatakan pada anak normal, posisi jongkok dapat meningkatkan tekanan darah arteri, curah
jantung, dan volume darah sental.

Pada bayi bentuk dada normal, namun pada anak yang lebih besar dapat tampak menonjol akibat
pelebaran ventrikel kanan. Jari tabuh (clubbing fingers) dapat mulai terlihat setelah pasien berusia 6
bulan. Anak dapat menjadi iritatif dalam keadaan kadar oksigen berkurang, atau memerlukan asupan
oksigen yang lebih banyak, anak dapat menjadi mudah lelah, mengantuk, atau bahkan tidak merespons
ketika dipanggil, menyusu yang terputusputus. Pada anak dengan tetralogi Fallot, biasanya dijumpai
keterlambatan pertumbuhan, tinggi dan berat badan dan ukuran tubuh kurus yang tidak sesuai dengan
usia anak.

DIAGNOSIS

Pada anamnesis, tidak hanya ditanyakan riwayat adanya manifestasi klinis dari tetralogi Fallot, tetapi
juga riwayat kehamilan, kelahiran, keluarga, serta pertumbuhan dan perkembangan pasien. Pada semua
pasien, terutama pada neonatus, harus dibedakan apakah sianosis sentral atau perifer. Sianosis sentral
disebabkan oleh faktor jantung atau bukan. Kebanyakan neonatus normal menunjukkan sianosis perifer
pada tangan dan kaki yang kadang cukup hebat terutama bila udara luar sangat dingin, biasanya
menghilang dalam 48 jam dan jarang nampak setelah 72 jam. Sianosis sentral yang terjadi segera
pascalahir adalah manifestasi hipoventilasi. Sianosis sentral pada saat lahir pada umumnya disebabkan
oleh penyakit jantung bawaan.

Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan berbagai manifestasi tetralogi Fallot seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya. Getaran bising jantung jarang teraba. Suara jantung 1 (S1) normal, sedangkan
suara jantung 2 (S2) biasanya tunggal (yakni A2). Terdengar bising ejeksi sistolik di daerah pulmonal,
yang makin melemah dengan bertambahnya derajat obstruksi (berlawanan dengan stenosis pulmonal
murni). Bising ini adalah bising stenosis pulmonal, bukan bising defek septum ventrikel; darah dari
ventrikel kanan yang melintas ke ventrikel kiri dan aorta tidak mengalami turbulensi oleh karena
tekanan sistolik antara ventrikel kanan dan kiri hampir sama.

Pada pemeriksaan laboratorium umumnya didapatkan kenaikan jumlah eritrosit dan hematokrit yang
sesuai dengan derajat desaturasi dan stenosis. Pasien tetralogi Fallot dengan kadar hemoglobin dan
hematokrit yang rendah atau normal mungkin menderita defisiensi besi.

Gambaran radiologis dada pada bayi dengan tetralogi Fallot umumnya menunjukkan situs viseral
normal, levokardia, ukuran jantung normal, penurunan gambaran vaskular paru, dan mungkin arkus
aorta terletak di sebelah kanan. Apeks jantung nampak kecil dan terangkat, dan konus pulmonalis
cekung. Gambaran ini mirip dengan bentuk sepatu.

TATALAKSANA

Tatalaksana terhadap pasien terdiri dari perawatan medis serta tindakan bedah. Kedua cara terapi ini
seyogyanya tidak dipertentangkan, namun justru saling menunjang; tatalaksana medis yang baik
diperlukan untuk persiapan prabedah dan perawatan pascabedah.

Tatalaksana medis:

A. Pada serangan sianotik akut:

1. Pasien diletakkan dalam knee – chest position.

2. Diberikan O2 masker 5 – 8 liter / menit.

3. Morfin sulfat 0,1 – 0,2 mg /kgBB/subkutan (sebagian ahli menyarankan intramuscular)

4. Diberikan sodium bikarbonat 1 meq/kgBB/IV untuk koreksi asidosis


5. Diberikan transfusi darah bila kadar hemoglobin <15 g/dl, jumlah darah rata – rata yang diberikan
adalah 5 ml/kgBB

6. Diberikan propanolol 0,1 mg/kgBB/IV secara bolus.

7. Jangan memberikan Digoxin pada saat pasien menderita serangan sianotik karena akan
memperburuk keadaan.

B. Apabila tidak segera dilakukan operasi, dapat diberikan propranolol rumat dengan dosis 1
mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis. Bila pasien mengalami serangan sianotikdisertai dengan anemia
relatif, maka diperlukan preparat Fe. Dengan Fe ini akan terjadi retikulosistosis dan kadar hemoglobin
meningkat.

C. Hiegene mulut dan gigi perlu diperhatikan, untuk meniadakan sumber infeksi untuk terjadi
endocarditis infektif atau abses otak.

D. Terjadinya dehidrasi harus dicegah khususnya pada infeksi interkuren.

E. Orang tua perlu diedukasi atau diajarkan untuk mengenali serangan sianotik dan penanganannya.

Tatalaksana intervensi non bedah:

1. Dilatasi alur keluar ventrikel kanan dan katup pulmonal dengan balon, kadang dilakukan untuk
megalami gejala berat.

2. Pemasangan stent pada duktus arteriosus persisten bisa juga dikerjakan bila stenosis pulmonal berat
atau atretik.

Tatalaksana bedah terdiri dari 2 jenis, yakni operasi paliatif untuk menambah aliran darah baru, dan
bedah korektif. Bedah paliatif bertujuan meningkatkan aliran darah pulmoner, dilakukan pada:

1. Neonatus tetraogi Fallot berat / atresia pulmonar dengan hipoksia berat.

2. Bayi tetraogi Fallot denga annulus pulmonary atau arteri pulmonalis hipoplastik.

3. Bayi tetralogi Fallot dengan usia < 3-4 bulan dengan spell berulang yang gagal diterapi.

4. Bayi tetralogi Fallot dengan berat < 2,5 kg.

5. Anak tetralogi Fallot dengan hipoplastik cabang – cabang arteri pulmonalis (diameter dibawah ukuran
tengah yang dibuat oleh Kirklin).

6. Anomali arteri koroner yang melintang di depan alur keluar ventrikel kanan.

Anda mungkin juga menyukai