Disusun oleh:
Afif Syahputra
Indah Andriani
Lilik Amelia
Rabiyatul Adawiyah
Yeyen Anggraeni
i
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberikan rezeki yang berlimpah berupa
harta yang dititipkan kepada manusia sebagai amanah di muka bumi. Shalawat serta
salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW manusia
pilihan yang telah menyampaikan wahyu kepada umatnya yang dapat menerangi
kehidupan umat Islam hingga akhir zaman.
Berkat rahmat dan inayah Allah SWT akhirnya Makalah ini dapat terselesaikan
meskipun masih banyak kekurangan di dalamnya. Makalah ini disusun dalam rangka
memenuhi tugas mata kuliah “ Agama Islam” tentang Pola Hidup Bersih menurut
Agama.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................1
DAFTAR ISI.......................................................................................................................2
BAB I : PENDAHULUAN.................................................................................................3
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Thaharah merupakan cara mensucikan diri dari hadats kecil maupun hadats besar.
Pengertian thaharah sendiri ialah bersuci atau bersih. Pada hakikatnya tujuan bersuci
adalah agar umat muslim terhindari dari kotoran atau debu yang menempel di badan
sehingga secara sadar atau tidak sengaja membatalkan rangkaian ibadah kita kepada Allah
SWT. Thaharah ialah wajib bagi setiap umat islam. Ini merupakan bahwa islam sangat
menghargai kebersihan jasmani dan rohani. Terdapat banyak cara mensucikan diri dari
najis dan hadats. Disini kami akan membahas mengenai hadats
Hadas menurut bahasa artinya berlaku atau terjadi. Menurut istilah, hadas adalah
sesuatu yang terjadi atau berlaku yang mengharuskan bersuci atau membersihkan diri
sehingga sah untuk melaksanakan ibadah. Banyak cara dan tuntunan atau langkah-langkah
mengenai bagaimana cara mensucikan diri dari hadats. Bersuci dari hadats ialah salah satu
cara seseorang suci kembali setelah ia mendapat halangan sehingga ia tidak melaksanakan
apa yang Allah SWT perintahkan.
4
BAB II
PEMBAHASAN
Dari makna ath-thaharah disini akan muncul dua arti yaitu bersih dan suci, namun kedua
arti tersebut juga mempunyai perbedaan dimana makna bersih merupakan keadaan sesuatu
tanpa kotoran, sedang suci merupakan keadaan tanpa najis dan hadats, baik hadats kecil
maupun hadats kecil pada badan, pakaian, tempat, air dan sebagiannya. Sebagai contoh
seorang muslim yang berhadats besar (misalnya karena haid) bisa saja tubuhnya bersih sekali
karena mandi dengan sabun anti kuman, namun selama dia belum meniatkan mandi junub, dia
tetaplah tidak suci atau masih berhadats besar. Sehingga dari sini bersih atau kebersihan
berkaitan dengan fakta empiris yang universal, sedang suci berkaitan denagn keyakinan
seorang muslim, yang sifatny tidak universal atau hanya menjadi pandangan khas di kalangan
umat Islam.
2.2 Dasar Ajaran Hidup Bersih
5
Salah satu keistimewaan Islam yang menonjol adalah perhatiannya terhadap kesucian dan
kebersihan seseorang. Baik jasmani maupu rohani. Kebersihan dan kesucian jasmani
berkaitan dengan prihal yang brsifat fisk lahiriyah, badan, pakaian, tempat, dan alat-alat yang
digunakan untuk makan dan minum dari kotoran dan najis. Sedangkan kebersihan dan
kesucian rohani berarti terbebas dari hadats bila hendak melakukan suatu ibadah yang
mensyaratkan suci dari hadats.
Kebersihan sebagian dari iman bukan sekedar aktifitas membersihkan diri, tapi suatu
perintah bahwa Islam ,enjamin kebersihan baik diri maupun lingkungan. Karena kebersihan
bukan berapa sering aktifitas membersihkan, tapi kebersihan adalah gaya kehidupan. Islam
bukan hanya mengajak kepada bersih-bersih, tapi mengajak kapada kebersihan. Iman selalu
mempunyai ide untuk aktif dalam mengupayakan kebersihan. Iman menjadi perintah bagi
anggota tubuh untuk selalu menjauh setiap tindakan yang mengakibatkan kekumuhan dan
menjadi inisiator bagi tubuh dalam membersihkan. Oleh karena itu kegiatan keimanan dengan
membersihkan dan menjaga kebersihan adalah kegiatan tidak mengenal waktu (ada orang atau
tidak) kecuali untuk mengajak kepada ke-Imanan.
Setiap saat kita selalu berhubungan dengan benda-benda di sekitar kita, baik yang
dihasilkan oleh industri kimia maupun alamiah seperti gas, air, sabun, dan sebagiannya.
Benda-benda yang ada di sekitar kita itu merupakan materi yang tersusun dari partikel-
partikel yang sengat kecil dan dapat menagalami perubahan fisik maupun perubahan kimia.
Partikel-partikel materi dapat menyebar kesegala arah dan menempel pada badan atau pakaian
kita, kemudian dapat menimbulkan sifat kotor dan najis. Kotoran atau najis apabila dibiarkan
menempel pada badan, akan dapat mengakibatkan gangguan atau penyakit, terutama partikel-
partikel yang mengandung senyawa yang berbahaya bagi tubuh manusia. Karena itu, Islam
mengajarkan agar tubuh kita di bersihkan dengan cara mandi maupun wudhu, sehingga tubuh
kita bersih.
Kebersihan dalam kehidupan kita sangatlah penting, diantarnya mempunyai banyak
manfaat bagi kehidupan kita, yaitu :
1) Mendidik manusia agar senatiasa hidup bersih, terutama ketika hendak menghadap
Tuhannya. Kebersihan secara lahiriyah ini, akan berpengaruh pada kebersihan jiwa.
2) Menjaga diri dari penyakit.
3) Menjadi sarana untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan.
4) Menjaga hubungan baik dalam pergaulan sesama manusia dan sekaligus menghindarkan
diri dari ketidaksenangan orang lain yang disebabkan oleh keadaan diri kita yang tidak
bersih.
5) Akan menjadi cerminan keimanan seseorang.
6) Mendidik manusia berakhlak mulia, karena kebiasaan hidup bersih akan mendorong
seseorang menjauhi hal-hal yang menimbulkan perbuatan kotor dan mendorong
melakukan perbuatan terpuji.
7) Meningkatkan kewibaan dan harga diri seseorang sekaligus menghindarkan diri dari
kehinaan.
6
2.3 Pengertian, Macam-Macam Hadast dan Cara Mensucikannya
A. Pengertian
Hadas menurut bahasa artinya berlaku atau terjadi. Menurut istilah, hadas adalah
sesuatu yang terjadi atau berlaku yang mengharuskan bersuci atau membersihkan diri
sehingga sah untuk melaksanakan ibadah. Berkaitan dengan hal ini Nabi Muhammad saw,
bersabda :
”Rasulullah saw, telah bersabda : Allah tidak akan menerima salat seseorang dari kamu
jika berhadas sehingga lebih dahulu berwudu.” (HR Mutafaq Alaih)
Ayat dan hadist diatas menjelaskan bahwa bersuci untuk menghilangkan hadas dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu berwudu dan mandi.
1. Hadas kecil
Hadas kecil adalah adanya sesuatu yag terjadi dan mengharuskan seseorang berwudu
apabila hendak melaksanakan salat.
2. Hadast besar
Hadas besar adalah sesuatu yang keluar atau terjadi sehingga mewajibkan mandi besar
atau junub.
7
Keluar darah haid
Nifas
Meninggal dunia
C. Cara Mensucikannya
a. Berwudhu’
Wudhu’ adalah salah satu cara menyucikan anggota tubuh dengan air.
a. Mandi Wajib
Mandi wajib disebut juga mandi besar, mandi junub, atau mandi janabat. Mandi wajib
adalah menyiram air ke seluruh tubuh mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki
dengan disertai niat mandi wajib di dalam hati.
Ada beberapa hal yang menjadi rukun dalam melaksanakan mandi wajib, diantaranya
sebagai berikut :
8
2. Menyiramkan air keseluruh tubuh dengan merata.Membersihkan kotoran yang
melekat atau mengganggu sampainya air ke badan.
Pada waktu mandi wajib disunahkan melakukan beberapa hal, antara lain :
1. Menghadap kiblat
2. Membaca basmalah
3. Berwudu sebelum mandi
4. Mendahulukan untuk membasuh kotoran atau najis yang menempel di badan.
5. Mendahulukan anggota badan yang kanan dari yang kiri, dan
6. Menggosok badan dengan tangan.
7. Membasuh badan sampai tiga (3) kali.
8. Sambung-menyambung (muwalat) dalam membasuh anggota badan.
Ada beberapa arti dari kata khitan.Khitan ini menurut bahasa berasal dari bahasa Arab,
dari kata kerja ( َ خَ تَن ) yang artinya memotong sesuatu. Adapun menurut bahasa Latinya :
Khitan – Circumsio. Ibnu Faris berpendapat bahwa khitan berasal dari kata ” khatana” yang
artinya ” memotong ” . Arti lainya adalah khatan, yaitu jalinan persaudaraan, bagi perempuan
ada yang mengistilahkan khifadh. Kata khitan berasal dari bahasa Arab al- khitanu yang
berarti memotong kulup ( kulit ) yang menutupi ujung penis.
Ada pula yang berpendapat, bahwa istilah khitan berlaku baik bagi laki – laki maupun
perempuan. Makna asli kata khitan dalam bahasa Arab adalah bagian kemaluan laki – laki
atau perempuan yang dipotong. Khitan menurut istilah Syar’iyah, yaitu memotong,
membuang kulup kemaluan anak laki- laki, sehingga kepala kemaluan terbuka semua.
Menurut syara’, definisi yang diberikan oleh para ulama juga berbeda pengertian khitan
menurut bahasa seperti terurai diatas. Ibnu Hajar mengatakan, bahwa al – Khitan adalah isim
masdar dari kata khatana yang berarti memotong, sama dengan khitan yang berarti memotong
sebagian benda khusus dari anggota badan yang khusus pula.
Selain itu, sebagaimana dikemukakan oleh DR.Abdullah Nashih Ulwan dalam bukunya
Tarbiyah Aulad Fi Al Islam,khitan bisa juga berarti bagian yang dipotong atau tempat
9
timbulnya konsekuensi syara;, sebagaimana diungkapkan dalam hadits yang diriwayatkan
dari Aisyah r.a;
ب ْال ُغ ْس ُل
َ اِ َذا ْا ْلتَقَى ْال ِختَانَا ِن فَقَ ْد َو َج
Dari riwayat Yunus menurut Imam Muslim dikatakan bahwa al-ikhtitan atau al- khitan
berarti ” Nama pekerjaan orang yang mengkhitan’.
Dalam al-Qur’an tidak dijelaskan menenai kewajiban khitan, namun ada beberapa hadits yang
menerangkan hal itu.
Dari Utsman bin Kalib dari kakeknya, ia datang menghadap Nabi seraya menegaskan,’ Kini aku
telah masuk Islam” Nabi saw bersbda,
ْ ك َش ْع َر ْال ُك ْف ِر َو
اختَتِ ْن ِ اَ ْل
َ ق َع ْن
“ Barangsiapa yang masuk Islam hendaklah ia berkhitan walaupun sudah berusia tua”
“ Fithrah ada lima, yaitu khitan, mencukur bulu yang tumbuh di sekitar kemaluan, memotong
kumis, memotong kuku,dan mencabut bulu ketiak”
10
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah saw bersabda,
اَ ْل ِختَانُ ُسنَّةٌ فِى الرِّ َجا ِل ُم َك َّر َمةٌ فِى النِّ َسا ِء
“ Berkhitan itu sunat bagi laki – laki dan mulia dilakukan perempuan” ( H.R.Ahmad ).
Mengenai hukum khitan, ada beberapa pendapat dari para ulama fiqih.Apakah khitan itu khusus
untuk laki – laki, atau juga untuk kaum wanita. Dalam hal ini mazhab Syafi’i mengatakan:
Khitan itu wajib bagi laki – laki dan wanita. Muslimin dan muslimat. Adapun mazhab lain
seperti Mazhab Maliki dan Mazhab Hanafi berpendapat tidak wajib. Untuk lebih jelasnya maka
hukum khitan itu ada 3 pendapat :
1. Sebagian berpendapat: khitan itu wajib hanya untuk laki – laki saja, kaum wanita tidak
wajib.
2. Sebagian berpendapat ; khitan itu wajib baik untuk laki – laki maupun kaum wanita
3. Sebagian berpendapat : khitan tidak wajib.Hukum khitan hanyalah sunat, baik untuk laki
– laki maupun wanita.
Khitan itu wajib hanya untuk laki – laki saja, kaum wanita tidak wajib berpedoman pada hadits:
“ Barangsiapa yang masuk Islam hendaklah ia berkhitan walaupun sudah berusia tua”
ْ ك َش ْع َر ْال ُك ْف ِر َو
اختَتِ ْن ِ اَ ْل
َ ق َع ْن
“ Nabi Ibrahim,kekasih Tuhan Yang Maha Pengasih telah berkhitan dengan kampak pada saat
beliau berumur delapan puluh tahun” ( H.R Bukhari dan lainya).
Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hambal berpendapat bahwa pria muslim yang tidak dikhitan
tidak sah menjadi imam dan tidak diterima syhadatnya. Alasan mereka adalah hadits yang
diriwayatkan Abu Dawud dan Ahmad.
11
Ahmad bin Hambal berpendapat bahwa sembelihan yang dilakukan oleh pria yang tidak
berkhitan tidak boleh dimakan dan tidak sah shalatnya, Islam mengajarkan betapa pentingnya
kesehatan dan kebersihan dengan bersandar kepada uswah atau contoh Rasulullah saw
sebagaimana tersirat dalam sabdanya,” Kebersihan itu adalah sebagian daripada iman”
( H.R.Muslim )
” Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang
mensucikan diri ” ( Q.S.al Baqarah : 222 )
Khitan mengandung makna kesucian dan kebersihan dari kotoran-kotoran serta penyebab
penyakit yang mungkin melekat pada penis atau zakar yang masih ada kulupnya sehingga
dengan berkhitan, maka kulup yang menutupi jalan air kencing itu dikhitan dan kotorannya
terbuang.
Adapun dasar wanita tidak wajib khitan adalah sabda Rasulullah saw:
اَ ْل ِختَانُ ُسنَّةٌ فِى الرِّ َجا ِل ُم َك َّر َمةٌ فِى النِّ َسا ِء
“ Berkhitan itu sunat bagi laki – laki dan mulia dilakukan perempuan” ( H.R.Ahmad )
1. Khitan wajib baik untuk laki –laki maupun untuk wanita dalilnya adalah hadits nomor 1,2
dan 3 diatas.
2. Khitan tidak wajib, hanya sunnat, baik untuk laki- laki maupun perempuan, dengan
alasan”
1. Berkhitan itu hanyalah satu perbuatan untuk menjaga kebersihan dari tiap-tiap
yang ada hubungannya dengan kebersihan, diperintahkan oleh agama. Oleh hadits
nomor 1 tidak mencantumkan hukum wajib bagi khitan, maka diambil
kebijaksanaan tengah – tengah , yaitu sunnah.
2. Hadits – hadits yang mewajibakn khitan tidak kuat menurut Ushul Fiqih “
perintah wajib di hadits – hadits yang lemah, dipalingkan daripada sunnah.
Karena tidak boleh mewajibkan sesuatu dengan dalil yang tidak terang betul.
Bagi mereka yang menyatakan sunnat berpedoman pada hadits – hadits Rasulullah
saw.Diantaranya adalah :
ُار َونَ ْتفُ ْا ِالب ِْط َو ْا ِال ْستِحْ دَا ُد َو ْا ِال ْختِتَان ْ َك َوتَ ْقلِ ْي ُم ْاال
ِ َ ظف ُ ب َوال ِّس َوا ُ ضةُ َو ْا ِال ْستِ ْن َشا
ِ ق َوقَصُّ ال َّش
ِ ار ْ ِ ِمنَ ْالف
َ ط َر ِة اَ ْل َمضْ َم
“ Termasuk diantara fithrah adalah berkhumur, menghisap air ke hidung ( sekedarnya saja ),
memotong kumis, membersihkan gigi, memotong kuku,mencabut bulu ketiak, mencukur bulu
yang tumbuh di sekitar kemaluan dan berkhitan” ( H.R.Ahmad dari Ammar bin Yasir )
12
Dalam riwayat lain, khitan disebut oleh Rasulullah saw menempati urutan pertama sebagai
fithrah manusia, yaitu dalam sabda Rasulullah saw:
“ Fithrah ada lima, yaitu khitan, mencukur bulu yang tumbuh di sekitar kemaluan, memotong
kumis, memotong kuku,dan mencabut bulu ketiak
Para ulama yang mewajibkan khitan mendasarkan pada beberapa riwayat. Abu Dawud
meriwayatkan dari Utsaim bin Kalib dari kakeknya, bahwa ia datang menghadap Nabi saw
seraya menegaskan:” Kini aku telah masuk Islam”.Nabi saw bersabda: “Buanglah rambut kufur
darimu dan berkhitanlah “ (H.R.Ahmad)
“ Orang yang tidak berkhitan tidak akan diterima shalatnya dan hasil sembelihannya tidak
boleh dimakan”
Semua alasan tersebut diperkuat dengan firman Allah tentang perintah yang ditujukan kepada
kita supaya mengikuti agama Nabi Ibrahim:
ثُ َّم اَوْ َح ْينَا اِلَ ْيكَ اَ ِن اتَّبَ َع ِملَّةَ اِ ْب َرا ِه ْي َم َحنِ ْيفًا
“ Kemudian Kami wahyukan kepadamu:”Ikutilah agama Ibrahim yang lurus” ( Q.S.An Nahl :
123)
Kewajiban mengikuti agama itu dituntut totalitas , dalam segala hal termasuk khitan.
Kedua pendapat itu tidak perlu dipertentangkan, apakah sunnah atau wajib. Jalan terbaik adalah
mengikuti sunnah Nabi Muhammad saw, yang berarti melaksanakan khitan.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Thaharah merupakan cara mensucikan diri dari hadats kecil maupun hadats besar. Pengertian
thaharah sendiri ialah bersuci atau bersih. Pada hakikatnya tujuan bersuci adalah agar umat
muslim terhindari dari kotoran atau debu yang menempel di badan sehingga secara sadar atau
tidak sengaja membatalkan rangkaian ibadah kita kepada Allah SWT. Thaharah ialah wajib bagi
setiap umat islam. Ini merupakan bahwa islam sangat menghargai kebersihan jasmani dan
rohani. Terdapat banyak cara mensucikan diri dari najis dan hadats. Disini kami akan membahas
mengenai hadats
Hadats ialah sesuatu yang terjadi atau berlaku yang mengharuskan bersuci atau
membersihkan diri sehingga sah untuk melaksanakan ibadah. Hadats dibedakan menjadi dua
yaitu hadats kecil dan hadats besar. Diwajibkan bagi umat islam untuk mandi wajib setelah
melakukan/terkena hadats besar. Dan wajib bagi umat islam untuk mensucikan dirinya setelah
terkena hadats kecil.
Khitan adalah wajib bagi laki-laki dan sunah atau sebagai penghormatan bagi perempuan
dan khitan hubungannya dengan kesucian karena dengan khilan dapat menghilangkan sisa air
kencing yang tertinggal pada kemaluan seorang laki-laki.
Daftar Pustaka
14
Ad Damsyqi, Al Hanafi, Al Husaini, Ibnu Hamzah. 2005. Asbabul Wurud 1 Latar Belakang Historis
Timbulnya Hadits-Hadits Rasul (diterjemah oleh H.M.Suwarta Wijaya dan Zafrullah Salim).
Jakarta: Kalam Mulia.
Al Hasyimi, Syaid Ahmad.1995. Terjemah Makhtarul Al Hadis. Jakarta: Pustaka Amani.
Al-Qaradawi, Yusuf. 2004. Fikih Thaharah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Departemen Agama RI.2002.FIQIH Madrasah Aliyah Kelas 1. Jakarta: Direktorat Jendral
Kelembagaan Agama Islam.
Mz, Labib. Bimbingan Shalat Wanita Lengkap. Surabaya: Tiga Dua.
Suhaemi, Masrap dan Abu Laily Istiqamah. 1993. Terjemah Bulughul Maram. Surabaya: Al-Ikhlas.
http://Aunur Rohman/an-nadhofah/junal/item/18
15