Anda di halaman 1dari 13

Komponen bunga dimasukkan dalm komponen biaya.

Perusahaan yang memperoleh


pinjaman dan bank, harus membayar sejumlah bunga. Biaya harga dibebankan pada
komponen harga pokok. Harga pokok akan berpengaruh pada harga jual barang, sehingga
harga jual barang meningkat karena di dalamnya ada unsur bunga yang dibebankan kepada
pembeli.
Secara nasional pembebanan bunga kepada pembeli akan menaikkan harga, sehingga akan
menyebabkan inflasi.

Peminjam akan selalu membayar bunga kepada pemberi pinjaman. Pembayaran pinjaman
pada umumnya tidak dilakukan secara sekaligus, akan tetapi dilakukan dengan cara angsuran.
Angsuran pinjaman terdiri dari unsur pengembalian pokok pinjaman dan pembayaran bunga
selama jangka waktu tertentu. Kecenderungan bagi peminjam untuk melakukan pinjaman lagi
setelah lunas, sehingga terdapat ketergantungan bagi pihak peminjam terhadap pemberi
pinjaman. Pembayaran pinjaman pokok akan mengurangi sisa pinjamannya, namun
pembayaran bunga merupakan beban dari pihak peminjam

Bunga akan diterima oleh pihak pemberi pinjaman, sedangkan pihak peminjam akan
membayar bunga. Pemberi pinjaman akan menerima bunga sebagai pendapatan. Sebaliknya,
peminjam akan membayar bunga sebagai pengeluaran. Pemberi pinjaman akan selalu
diuntungkan karena mendapat bunga dari peminjam, sebaliknya peminjam akan selalu rugi
karena dibebani biaya atas uang yang dipinjam.

Peminjam akan selalu membayar bunga sesuai dengan persentase yang telah diperjanjikan.
Pemberi pinjaman tidak mempertimbangkan apakah dana yang dipinjamkan kepada
peminjam telah digunakan untuk usaha dan menghasilkan keuntungan. Pemberi pinjaman
selalu mendapatkan keuntungan meskipun peminjam menderita kerugian. Di dalam
perjanjian, dipastikan bahwa peminjam akan mendapat keuntungan atas uang pinjamannya,
padahal usaha yang dilakukan oleh peminjam masih mengandung unsur ketidakpastian
apakah akan mendapat keuntungan atau menderita kerugian. Bila peminjam mendapat
keuntungan, maka sepantasnya bila peminjam membagi hasil keuntungan. Sebaliknya, bila
peminjam menderita kerugian, tentunya tidak perlu membayar tambahan kepada pemberi
pinjaman.

Islam mendorong pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh pertumbuhan usaha riil.


Pertumbuhan usaha riil akan memberikan pengaruh positif pada pembagian hasil yang
diterima oleh beberapa pihak yang melakukan usaha. Pembagian hasil usaha dapat
diaplikasikan dengan model bagi hasil. Bagi hasil yang diterima atas hasil usaha, aoan
memberikan keuntungan bagi pemilik modal yang menempatkan dananya dala kerja sama
usaha.
Bunga juga memberikan keuntungan kepada pemilik dana atau investor. Namun keuntungan
yang diperoleh pemilik dana atas bunga tentunya berbeda dengan keuntungan yang diperoleh
dari bagi hasil. Keuntungan yang berasal dari bunga sifatnya tetap tanpa memerhatikan hasil
usaha pihak yang dibiayai, sebaliknya keuntungan yang berasal dari bagi hasil akan merubah
mengikuti hasil usaha pihak yang mendapatkan dana. Dengan sistem bagi hasil, kedua pihak
antara pihak investor dan pihak penerima dana akan menikmati keuntungan dengan
pembagian yang adil.
Tabel
Besarnya bunga ditetapkan pada saat perjanjian dan mengikat kedua pihak yang
melaksanakan perjanjian dengan asumsi bahwa pihak penerima pinjaman akan selalu
mendapatkan keuntungan.
Besarnya bunga yang diterima berdasarkan perhitungan persentase bunga dikalikan dengan
jumlah dana yang dipinjamkan.
Jumlah harga yang diterima tetap, meskipun usaha peminjam meningkat atau menurun.
Sistem bunga tidak adil, karena tidak terkait dengan hasil usaha peminjam.
Eksistensi bunga diragukan oleh semua agama.

Bagi hasil ditetapkan dengan rasio nisbah yang disepakati antara pihak yang melaksanakan
akad pada saat akad dengan berpedoman adanya kemungkinan keuntungan atau kerugian.
Besarnya bagi hasil dihitung berdasarkan nisbah yang dijanjikan dikalikan dengan jumlah
pendapatan atau keuntungan yang diperoleh.
Jumlah bagi hasil akan dipengaruhi oleh besarnya pendapatan atau keuntungan. Bagu hasil
akan berfluktuasi.
Sistem bagi hasil adil, karena perhitungannya berdasarkan hasil usaha.
Tidak ada agama satu pun yang meragukan aistem bagi hasil.

Riba dilarang dalam Islam karena memberikan dampak nnegatif terhadap ekonomi maupun
sosial masyarakat.

Riba dilihat dari asal transaksinya dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu riba yang
berasal dari transaksi utang piutang dan jual beli.
Riba ini terjadi disebabkan adanya transaksi utang piutang antara dua pihak. Riba yang
berasal dari utang piutang dibagi menjadi dua jenis yaitu riba qardh dan riba jahiliyah
Suatu tambahan atau kelebihan yang telah disyaratkan dalam perjanjian antara pihak pemberi
pinjaman dan peminjam. Dalam perjanjian disebutkan bahwa pihak pemberi pinjaman
meminta adanya tambahan sejumlah tertentu kepada pihak peminjam pada saat peminjam
mengembalikan pinjamannya.
Misalnya, Annisa meminjam uang kepada Antony sebesar Rp. 10.000.000,- dalam waktu satu
tahun. Dalam perjanjian, Annisa harus mengembalikan sebesar Rp. 11.000.000,- kepada
Antony. Uang sebesar Rp.1.000.000,- yaitu selisih antara Rp. 11.000.000,- dan Rp.
10.000.000 adalah riba.

Riba yang timbul karena adanya keterlambatan pembayaran dari si peminjam sesuai dengan
waktu pengembalian yang telah diperjanjikan. Peminjam akan membayar dengan jumlah
tertentu yang jumlahnya melebihi junlah uang yang telah dipinjamnya apabila peminjam
tidak mampu membayar pinjamannya sesuai dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan.
Kelebihan atas pokok pinjaman ini ditulis dalam perjanjian, sehingga mengikat pada pihak
peminjam.
Misalnya, Annisa meminjam uang sebesar Rp. 10.000.000,- kepada Antony dengan jangka
waktu pengembalian satu bulan. Dalam perjanjian disebutkan bila Annisa tidak dapat
mengembalikan pinjamannya dalam satu bulan, maka setiap bulan keterlambatan
pembayarannya akan dikenakan tambahan 2% dari pokok pinjamannya. Dalam contoh ini,
misalnya Annisa melunasi pinjamannya pada bulan kedua, maka Annisa akan membayar
sebesar Rp.10.200.000,- (102% x Rp.10.000.000,-). Kelebihan pembayaran dari pokok
pinjaman sebesar Rp.10.200.000,- adalah riba.

Riba, bisa juga disebabkan dari ttransaksipertukaran barang atau jual beli. Riba yang berasal
dari transaksi jual beli dibagi menjadi dua jenis yaitu riba fadhl dan nasiah.
Adalah tambahan yang diberikan atas pertukaran barang yang sejenis dengan kadar atau
takaran yang berbeda. Barang yang menjadi objek pertukaran ialah termasuk dalam jenis
barang ribawi. Dua pihak melakukan transaksi pertukaran barang yang sejenis, namun satu
pihak akan memberikan barang ini dengan jumlah, kadar atau takaran yang lebih tinggi.
Maka, kelebihan atas kadar atau takaran barang ribawi yang dipertukarkan merupakan riba.
Misalnya, Annisa membutuhkan uang receh ribuan sebanyak 100 lembar atau sejumlah
Rp.100.000,-. Annisa tidak memiliki uang receh, maka dia menukarkan uang satu lembar
pecahan Rp.100.000,- dan Antony memberikannya 98 lembar uang pecahan Rp.1000,-
sehingga Annisa hanya menerima uang sebesar Rp.98.000,-. Antony mendapat keuntungan
atas pertukaran uang dengan mata uang yang sama sebesar Rp.2.000,-. Keuntungan atas
pertukaran uang dengan uang pada mata uang yang sama dengan junlah yang berbeda
merupakan transaksi riba. Contoh lain, pertukaran antara gandum 100 kg ditukar dengan
gandum 105 kg merupakan praktik riba.
Hadits riwayat Abu Bakar, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, yang artinya:
“Jangan menukarkan emas dengan emas dan perak dengan perak melainkan dengan kualitas
yang sama. Tetapi tukarkanlah emas dengan perak menurut yang kamu suka.”
Islam melarang pertukaran barang yang sejenis dengan takaran yang berbeda, namun
diperbolehkan melakukan pertukaran antar barang ribawi yang berbeda jenis dengan takaran
yang berbeda, asal kedua pihak melakukan pertukaran ikhlas, tanpa paksaan.
Merupakan pertukaran antara jenis barang ribawi yang satu dan yang lainnya. Pihak satu akan
mendapatkan barang yang jumlahnya lebih besar disebabkan adanya perbedaan waktu dalam
penyerahan barang tersebut. Penerima barang akan mengembalikan dengan kualitas yang
lebih tinggi karena penerima barang akan mengembalikan barang tersebut dalam waktu yang
akan datang.
Misalnya, pada 01 Agustus 2009, Annisa meminjam beras kepada Antony sebanyak 100 kg.
Pada 01 Agustus 2010, Annisa akan mengembalikan beras ini sebanyak 110 kg. Perbedaan
waktu ini yang membuat pihak penerima barang harua mengembakikan dengan jumlah yang
lebih tinggu. Hal ini tergolong transaksi riba yang dilarang.

Akad muamalah dilarang memperjanjikan hal yang keberadaannya tidak pasti. Artinya, akad
muamalah dilarang memperjanjikan secara yang bersifat gharar dengan ancaman kebatalan
demi hukum atas akad tersebut, gharar merupakan larangan utama kedua dalam transaksi
muamalah setelah riba.
Penjelasan Pasal 2 ayat (3) Peraturan Banj Indonesia No. 10/16/PBI/2008 tentang Perubahan
Atas Peraturan Bank Indonesia No. 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah
dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank
Syariah memberikan pengertian tentang gharar sebagai transaksi yang objeknya tidak jelas,
tidak similiki, tidak diketahui keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi
dilakukan kecuali diatur lain dalam syariah. Penjelasan Peraturan Bank Indonesia tersebut
kurang memadai untuk dapat memberikan pemahaman mengenai apa yang dimaksud dengan
gharar.
Gharar mengacu kepada ketidakpastian (uncertainty) atau hazard yang disebabkan karena
ketidakjelasan berkaitan dengan objek perjanjian atau harga objej yang diperjanjukan di
dalam akad. Setiap jual beli atau akad perjanjian yang mengandung unsur gharar adalah
dilarang. Muhammad Ayub (Ayub, 2007: 58)

Riba menurut bahasa adalah az-ziyadah yang berarti kelebihan atau tambahan. Riba juga
berarti an-nama' yang berarti tumbuh atau berkembang seperti yang terdapat dalam firman
Allah SWT. QS Al-Hajj [22 : 5]
"Maka apabila telah kami turunkan air hujan di atasnya, hiduplah bumi itu dan menjadi subur
serta menumbuhkan berbagai jenis Pasangan tumbuhan yang indah".
Pengertian riba menurut istilah adalah kelebihan harta yang tidak ada kompensasi pada tukar
menukar harta dengan harta. menukar harta dengan harta.
Atau bisa juga diartikan sebagai pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara
bathil.
Abdurrahman Al-Jaziri berpendapat riba adalah penambahan pada salah satu dari dua barang
sejenis yang dipertukarkan tanpa ada kompensasi terhadap tambahan tersebut.
Dengan demikian, riba merupakan tambahan pembayaran dari modal pokok yang disyaratkan
bagi salah seorang dari 2 orang yang berakad.
Secara umum dapat dijelaskan terdapat benang merah yang merah yang menegaskan bahwa
riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam
secara Babel atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam Islam titik mengenai hal ini,
Allah SWT mengingatkan dalam firmannya:
"Hai orang-orang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan
yang batil...". (QS. An-Nissa' : 29)
Dalam kaitannya dengan pengertian Al bathil dalam ayat tersebut, Ibnu Al Arabi Al Maliki
dalam kitabnya, Ahkam Al Quran, menjelaskan:
"Pengertian riba secara bahasa adalah tambahan namun yang dimaksud riba dalam ayat Al
Quran yaitu setiap penambahan yang diambil tanpa ada satu transaksi pengganti atau
penyeimbang yang dibenarkan Syari'ah".
Adapun pengertian riba secara etimologis menurut para ulama antara lain adalah sebagai
berikut:
1. ulama hanabilah
Pertambahan sesuatu yang dikhususkan
2. Ulama hanafiyah
"Tambahan pada harta pengganti dalam pertukaran harta dengan harta".
3. Badr Ad-Din Al-Ayni (Pengarang kitab Umdatul Qari Syarah Shahih al-bukhari)
"Prinsip ulama dalam riba adalah penambahan. adalah penambahan. dalam riba adalah
penambahan. adalah penambahan. Menurut Syariah riba berarti penambahan atas harta pokok
tanpa adanya transaksi bisnis riil".
4. Raghib Al-Asfahani
"Riba adalah penambahan atas harta pokok".
5. Zaid bin Aslam
"Yang dimaksud dengan riba jahiliyah yang berimplikasi pelipatgandaan sejalan dengan
waktu adalah seorang yang memiliki piutang atas mitranya. Pada saat jatuh tempo, ia berkata
bayar sekarang atau tambah".
6. Mujahid
"Mereka menjual dagangannya dengan tempo titik Apabila Apabila telah jatuh tempo dan
(tidak mampu membayar), si pembeli memberikan memberikan tambahan atas tambahan
waktu".
7. Qatadah
"Riba jahiliyah adalah seseorang yang menjual barangnya secara tempo hingga waktu
tertentu. Apabila telah datang saat pembayaran dan si pembeli tidak mau membayar, ia
memberikan bayaran tambahan atas penangguhan".
8. Sayyid Sabiq
" Riba adalah penambahan atas harta pokok sedikit ataupun banyak".
9. Muhammad Rawas Qal'Aji
"Setiap penambahan yang disyaratkan pada akad yang tidak terkait dengan ganti yang
disyariatkan".

Islam melarang praktik riba dan memasukkannya dalam dosa besar. Allah SWT dalam
mengharamkan riba dilakukan melalui empat tahapan.

Tahapan pertama, penekanannya pada kenyataan bahwa riba tidak dapat meningkatkan
kesejahteraan baik kesejahteraan kesejahteraan terhadap individu maupun kesejahteraan
secara secara nasional. Akan tetapi bunga akan menurunkan kesejahteraan ekonomi
masyarakat.
Allah SWT berfirman:
َ ِ‫ولٓئ‬
َ‫ك هُ ُم ْال ُمضْ ِعفُوْ ن‬ ٰ ُ ‫زَكو ٍة تُر ْي ُدوْ نَ َوجْ هَ هّٰللا ِ فَا‬
ِ ٰ ‫اس فَاَل يَرْ بُوْ ا ِع ْن َد هّٰللا ِ ۚ  َو َم ۤا ٰاتَ ْيتُ ْم ِّم ْن‬ ۡ ۤ
ِ َّ‫َو َما ٰاتَ ْيتُ ْم ِّم ْن رِّ بًا لِّيَرْ بُ َوا فِ ۤ ْي اَ ْم َوا ِل الن‬
"Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar harta manusia bertambah, maka tidak
bertambah dalam pandangan Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu
maksudkan untuk memperoleh keridaan Allah, maka itulah orang-orang yang
melipatgandakan (pahalanya)."
(QS. Ar-Rum 30: Ayat 39)

Tahap kedua, Allah memberikan isyarat akan keharaman riba melalui kecaman keharaman
riba melalui kecaman terhadap praktik riba. Dalam ayat ini riba digambarkan sebagai sesuatu
pekerjaan yang zalim dan bathil. Dan memberikan peringatan agar orang Islam tidak
memungut bunga, jika memang benar-benar benar-benar ingin berhasil dalam hidupnya.
Perintah kepada orang yang beriman agar tidak memakan riba dan supaya bertakwa kepada
Allah SWT
Allah SWT berfirman:
ٰ ‫ ۚ  ٰۤيـاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا اَل تَأْ ُكلُوا ال ِّر ٰۤبوا اَضْ َعا فًا ُّم‬
َ‫ض َعفَةً ۖ وَّاتَّقُوا هّٰللا َ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِحُوْ ن‬
"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda
dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung."
(QS. Ali 'Imran 3: Ayat 130)

Tahap ketiga, penekanannya pada perbedaan antara Transaksi jual beli dan riba. Dalam tahap
ini menunjukkan ini menunjukkan bahwa riba akan menghancurkan kesejahteraan suatu
bangsa. Dalam firman Allah SWT Jelas yang isinya memerintahkan agar umat Islam yang
beriman menjauhkan diri pada praktik riba atau yang sejenisnya, karena praktik riba dapat
mengakibatkan kesengsaraan baik di dunia maupun akhirat. Dalam surah al-baqarah ayat 275
dan 276 larangan riba sangat jelas.

Allah SWT berfirman:

‫ۘ واَ َحـ َّل‬ َ ِ‫اَلَّ ِذ ْينَ يَأْ ُكلُوْ نَ ال ِّر ٰبوا اَل يَقُوْ ُموْ نَ اِاَّل َك َما يَقُوْ ُم الَّ ِذيْ يَتَ َخبَّطُهُ ال َّشي ْٰطنُ ِمنَ ْال َمسِّ   ٰۗ ذل‬
َ  ‫ك بِا َ نَّهُ ْم قَا لُ ۤوْ ا اِنَّ َما ْالبَ ْيـ ُع ِم ْثـ ُل الرِّ ٰبـ وا‬
ٓ ‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
‫ار ۚ هُ ْم‬ ِ َّ‫ص ـ ٰحبُ الن‬ْ َ‫ولئِــكَ ا‬ ٰ ُ ‫ۗ و َم ْن َعــا َد فَا‬ َ  ِ ‫ُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم الرِّ ٰبوا ۗ فَ َم ْن َجٓا َء ٗه َموْ ِعظَةٌ ِّم ْن َّرب ِّٖه فَا ْنتَ ٰهى فَلَهٗ َما َسلَفَ  ۗ  َواَ ْمر ُٗۤه اِلَى‬
َ‫فِ ْيهَا ٰخلِ ُدوْ ن‬
"Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang
yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli
sama dengan riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba.
Barang siapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah
diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barang siapa
mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 275)

‫صد َٰقت  هّٰلل‬ ‫يمح ُ هّٰللا‬


ٍ َّ‫ۗ وا ُ اَل يُ ِحبُّ ُك َّل َكف‬
‫ار اَثِي ٍْم‬ َ ِ َّ ‫ق ُ ال ِّر ٰبوا َويُرْ بِى ال‬ َ َْ
"Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Allah tidak menyukai setiap orang
yang tetap dalam kekafiran dan bergelimang dosa."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 276)

Tahap keempat, ditekankan bahwa riba itu haram, dan menyatakannya sebagai perintah
terlarang bagi umat Islam. Allah memerintahkan orang-orang yang beriman agar
meninggalkan sisa riba. Dan menyatakan bahwa Allah SWT dan Rasulullah SAW akan
memerangi praktik riba dalam masyarakat.
Allah SWT berfirman:

َ‫ٰۤيـاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوا اتَّقُوا هّٰللا َ َو َذرُوْ ا َما بَقِ َي ِمنَ الر ِّٰۤبوا اِ ْن ُك ْنتُ ْم ُّم ْؤ ِمنِ ْين‬
"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang
belum dipungut) jika kamu orang beriman."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 278)
Allah SWT berfirman:

ْ ‫ب ِّمنَ هّٰللا ِ َو َرسُوْ لِ ٖه ۚ  َواِ ْن تُ ْبتُ ْم فَلَـ ُك ْم ُرءُوْ سُ اَ ْم َوا لِ ُك ْم ۚ اَل ت‬
ْ ُ‫َظلِ ُموْ نَ َواَل ت‬
َ‫ظلَ ُموْ ن‬ ٍ ْ‫فَا ِ ْن لَّ ْم تَ ْف َعلُوْ ا فَأْ َذنُوْ ا بِ َحر‬
"Jika kamu tidak melaksanakannya, maka umumkanlah perang dari Allah dan Rasul-Nya.
Tetapi jika kamu bertobat, maka kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim
(merugikan) dan tidak dizalimi (dirugikan)."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 279)
Allah SWT berfirman:

‫اس بِا ْلبَا ِط ِل ۗ  َواَ ْعتَ ْدنَـا لِ ْل ٰـكفِ ِر ْينَ ِم ْنهُ ْم َع َذا بًا اَ لِ ْي ًما‬
ِ َّ‫َّواَ ْخ ِذ ِه ُم ال ِّر ٰبوا َوقَ ْد نُهُوْ ا َع ْنهُ َواَ ْكلِـ ِه ْم اَ ْم َوا َل الن‬
"dan karena mereka menjalankan riba, padahal sungguh mereka telah dilarang darinya, dan
karena mereka memakan harta orang dengan cara tidak sah (batil). Dan Kami sediakan untuk
orang-orang kafir di antara mereka azab yang pedih."
(QS. An-Nisa' 4: Ayat 161)

Dalam  bingkai  ajaran  Islam,  aktivitas  ekonomi  yang  dilakukan  oleh  manusia  untuk 
dikembangkan  memiliki  beberapa  kaidah  dan  etika  atau  moralitas  dalam  syari’at 
Islam.  Allah  telah  menurunkan  rizki  ke  dunia  ini  untuk  dimanfaatkan  oleh  manusia 
dengan  cara  yang  telah  dihalalkan  oleh  Allah  dan  bersih dari segala perbuatan yang
mengandung riba.  Diskursus  mengenai  riba  dapat  dikatakan  telah  “klasik”  baik  dalam 
perkembangan  pemikiran  Islam  maupun  dalam  peradaban  Islam  karena  riba  merupakan 
permasalahan  yang  pelik  dan  sering  terjadi  pada  masyarakat,  hal  ini  disebabkan 
perbuatan  riba  sangat  erat  kaitannya  dengan  transaksi-transaksi  dibidang  perekonomian 
(dalam  Islam  disebut  kegiatan  muamalah)  yang  sering  dilakukan  oleh  manusia  dalam 
aktivitasnya  sehari-hari.  Pada  dasarnya  transaksi  riba  dapat  terjadi  dari  transaksi 
hutang  piutang,  namun  bentuk  dari  sumber  tersebut  bisa  berupa  qard,  buyu’ dan  lain 
sebagainya.  Para  ulama  menetapkan  dengan  tegas  dan  jelas  tentang  pelarangan  riba, 
disebabkan  riba  mengandung  unsur  eksploitasi  yang  dampaknya  merugikan  orang  lain, 
hal  ini  mengacu  pada  Kitabullah  dan  Sunnah  Rasul  serta  ijma’  para  ulama.  Bahkan 
dapat  dikatakan  tentang  pelarangannya  sudah  menjadi  aksioma  dalam  ajaran  Islam.³ 
Babarapa  pemikir Islam berpendapat bahwa riba tidak hanya dianggap sebagai sesuatu yang 
tidak  bermoral  akan  tetapi  merupakan  sesuatu  yang  menghambat  aktifitas 
perekonomian  masyarakat,  sehingga  orang  kaya  akan  se makin  kaya  sedangkan   orang
miskin akan semakin miskin dan tertindas.

Bagi orang  Islam, al-Qur’an adalah petunjuk untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang
absolut. Sunnah Rasulullah saw berfungsi menjelaskan kandungan al-Qur’an. Riba sebagai
persoalan pokok dalam makalah ini, disebutkan dalam Al-Qur’an dibeberapa tempat secara
berkelompok. Dari ayat-ayat tersebut para ‘ulama’ membuat rumusan riba, dan dari rumusan
itu kegiatan ekonomi diidentifikasi dapat dimasukkan kedalam kategori riba atau tidak.
Dalam menetapkan hukum, para ‘ulama’ biasanya mengambil langkah yang dalam Ushul
Fiqh dikenal dengan ta’lil (mencari ‘illat). Hukum suatu peristiwa atau keadaan itu sama
dengan hukum peristiwa atau keadaan lain yang disebut oleh nash  apabila sama ‘illat-nya.
[1]
Manusia  merupakan  makhluk  yang  ” rakus ” ,  mempunyai  hawa  nafsu  yang  bergejolak 
dan  selalu  merasa  kekurangan  sesuai  dengan  watak  dan  karakteristiknya,  tidak  pernah 
merasa  puas,  sehingga  transaksi – transaksi  yang  halal  susah  didapatkan  karena 
disebabkan  keuntungannya  yang  sangat  minim,  maka  harampun  jadi  (riba).  Ironis 
memang,  justru  yang  banyak  melakukan  transaksi  yang  berbau  riba  adalah  dikalangan 
umat  Muslim  yang  notabene  mengetahui  aturan – aturan  ( the  rules  of  syariah)  syari’at 
Islam.  Sarjana  barat  pernah  berkomentar  “I  found  muslim  in  Indonesian,  but  I 
didn’t  find  Islam  in  Indonesian,  I  didn’t  find  muslim  in  West  Country,  but  I 
found  Islam  in  West  country”. Maksudnya  adalah  bahwa  ia  menemukan  orang  Islam 
di  Indonesia, tetapi  perbuatan  orang  Islam  tidak  Islami,  sebaliknya  ia  tidak 
menemukan  orang Islam  di  negara  barat  tetapi  perbuatan  atau  pekerjaannya 
mencerminkan kebudayaan  Muslim. Kalau  demikian  kondisi  umat  Islam,  maka 
celakalah  “mereka”.  Karena  seorang  muslim  sejati  hanya  akan  “melongok”  dunia 
perekonomian  melalui  kaca  mata  Islam  yang  selalu  mengumandangkan  “ini  halal  dan
ini haram, ini yang diridhoi Allah dan yang ini dimurkai oleh-Nya” Riba  merupakan  suatu 
tambahan  lebih  dari  modal  asal,  biasanya  transaksi  riba  sering  dijumpai  dalam 
transaksi  hutang  piutang  dimana  kreditor  meminta  tambahan  dari  modal  asal  kepada 
debitor.  tidak  dapat  dinafikkan  bahwa  dalam  jual  beli  juga  sering  terjadi  praktek  riba, 
seperti  menukar  barang yang tidak sejenis, melebihkan atau mengurangkan timbangan atau
dalam takaran.

Allah SWT berfirman:

َ‫صا بُ َوا اْل َ ْزاَل ُم ِرجْ سٌ ِّم ْن َع َم ِل ال َّشي ْٰط ِن فَاجْ تَنِبُوْ هُ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِحُوْ ن‬ ۤ
َ ‫ٰياَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ۤوْ ا اِنَّ َما ْالخَ ْم ُر َوا ْل َم ْي ِس ُر َوا اْل َ ْن‬

"Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban


untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk
perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung."

(QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 90)

Allah SWT berfirman:

‫ص َّد ُك ْم ع َْن ِذ ْك ِر هّٰللا ِ َو َع ِن الص َّٰلو ِة ۚ فَهَلْ اَ ْنـتُ ْم‬ َ ‫اِنَّ َما ي ُِر ْي ُد ال َّشي ْٰطنُ اَ ْن يُّوْ قِ َع بَ ْينَ ُك ُم ْال َعدَا َوةَ َوا ْلبَ ْغ‬
ُ َ‫ضٓا َء فِى ْال َخ ْم ِر َوا ْل َم ْي ِس ِر َوي‬
َ‫ُّم ْنتَهُوْ ن‬

“Dengan minuman keras dan judi itu, setan hanyalah bermaksud menimbulkan permusuhan
dan kebencian di antara kamu, dan menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan
melaksanakan sholat, maka tidakkah kamu mau berhenti?”

(QS. Al-Ma’idah 5: Ayat 91)


Allah SWT berfirman:

َ  ‫اس ۖ  َواِ ْث ُمهُ َم ۤا اَ ْکبَ ُر ِم ْن نَّ ْف ِع ِه َما‬


‫ۗ ويَسْــئَلُوْ نَكَ َما َذا يُ ْنفِقُوْ نَ  ۗ قُ ِل‬ ۤ
ِ َّ‫ك َع ِن ْال َخ ْم ِر َوا ْل َم ْي ِس ِر ۗ قُلْ فِ ْي ِه َما اِ ْث ٌم َکبِ ْي ٌر َّو َمنَا فِ ُع لِلن‬
َ َ‫يَسْــئَلُوْ ن‬
َّ َ ُ َّ َ ٰ ٰ ‫اْل‬ ُ َ ‫هّٰللا‬ ٰ ْ ْ
َ‫ت ل َعلک ْم تَتَفكرُوْ ن‬ ِ ‫ ۙ ال َعف َو ۗ  َكذلِكَ يُبَيِّنُ ُ لـك ُم ا ي‬

"Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah, Pada
keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar
daripada manfaatnya. Dan mereka menanyakan kepadamu (tentang) apa yang (harus) mereka
infakkan. Katakanlah, Kelebihan (dari apa yang diperlukan). Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu memikirkan,"

(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 219)

Riba berarti menetapkan bunga atau melebihkan jumlah pinjaman saat

pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok, yang

dibebankan kepada peminjam. Riba secara bahasa bermakna: ziyadah (tambahan).

Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok

atau modal secara bathil. Macam-macam riba yaitu: Riba Yad, Riba Jahiliyah, Riba

Qardhi, Riba Fadli, dan Riba Nasi’ah.

Di masa sekarang ini riba banyak di temukan di bank konvensional. Faktor-faktor

yang melatar belakangi perbuatan memakan hasil riba yaitu: Nafsu dunia kepada harta

benda, serakah harta, tidak pernah merasa bersyukur dengan apa yang telah Allah SWT

berikan, imannya lemah, serta selalu ingin menambah harta dengan berbagai cara termasuk

riba.

Allah SWT secara tegas melarang riba yang terdapat di dalam Al Qur’an di antaranya

pada:

ü  QS. ar-Rum (30) : 39, QS.

ü  an-Nisa' (4) : 160-161, QS.


ü  Ali Imran (3) : 130, dan

ü  Qs. Al-Baqarah (2) : 278-280.

1.    Macam-macam riba ada 4, yaitu :

a.    Riba Fadli (menukarkan dua barang yang sejenis tapi kwalitas berbeda).

b.    Riba Qardhi (meminjamkan dengan ada syarat bagi yang mempiutangi).

c.    Riba Yadh (bercerai dari tempat aqad sebelum timbang terima).

d.    Riba Nasa’ (Nasiah) yaitu riba yang terjadi karena adanya penundaan waktu pembayaran,

dengan menetapkan adanya dua harga yaitu harga kontan atau harga yang dinaikan karena

pembayaran tertunda.

Dampak Riba pada ekonomi: Riba (bunga) menahan pertumbunhan ekonomi dan

membahayakan kemakmuran nasional serta kesejahteraan individual.

Riba (bunga) menyebabkan timbulnya kejahatan ekonomi (distorsi ekonomi) seperti

resesi, depresi, inflasi dan pengangguran.

Riba berarti menetapkan bunga atau melebihkan jumlah pinjaman saat pengembalian
berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok, yang dibebankan kepada
peminjam. Riba secara bahasa bermakna: ziyadah (tambahan). Sedangkan menurut istilah
teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Macam-
macam riba yaitu: Riba Yad, Riba Jahiliyah, Riba Qardhi, Riba Fadli, dan Riba Nasi’ah.

Di masa sekarang ini riba banyak di temukan di bank konvensional. Faktor-faktor yang
melatar belakangi perbuatan memakan hasil riba yaitu: Nafsu dunia kepada harta benda,
serakah harta, tidak pernah merasa bersyukur dengan apa yang telah Allah SWT berikan,
imannya lemah, serta selalu ingin menambah harta dengan berbagai cara termasuk riba.

Allah SWT secara tegas melarang riba yang terdapat di dalam Al Qur’an di antaranya pada:

ü QS. ar-Rum (30) : 39, QS.

ü an-Nisa' (4) : 160-161, QS.

ü Ali Imran (3) : 130, dan


ü Qs. Al-Baqarah (2) : 278-280.

1. Macam-macam riba ada 4, yaitu :

a. Riba Fadli (menukarkan dua barang yang sejenis tapi kwalitas berbeda).

b. Riba Qardhi (meminjamkan dengan ada syarat bagi yang mempiutangi).

c. Riba Yadh (bercerai dari tempat aqad sebelum timbang terima).

d. Riba Nasa’ (Nasiah) yaitu riba yang terjadi karena adanya penundaan waktu
pembayaran, dengan menetapkan adanya dua harga yaitu harga kontan atau harga yang
dinaikan karena pembayaran tertunda.

Dampak Riba pada ekonomi: Riba (bunga) menahan pertumbunhan ekonomi dan
membahayakan kemakmuran nasional serta kesejahteraan individual.

Riba (bunga) menyebabkan timbulnya kejahatan ekonomi (distorsi ekonomi) seperti resesi,
depresi, inflasi dan pengangguran.

Fiqh Muamalat hukumnya, semua aktifitas itu pada awalnya adalah boleh selama tidak ada
dalil yang melarangnya, inilah kaidah ushul fiqhnya. Fiqh Muamalat pada awalnya mencakup
semua aspek permasalahan yang melibatkan interaksi manusia, seperti pendapat Wahbah
Zuhaili, hukum muamalah itu terdiri dari hukum keluarga, hukum kebendaan, hukum acara,
perundang-undangan, hukum internasional, hukum ekonomi dan keuangan. Tapi, sekarang
Fiqh Muamalat dikenal secara khusus atau lebih sempit mengerucut hanya pada hukum yang
terkait dengan harta benda.

Begitu pentingnya mengetahui Fiqh ini karena setiap muslim tidak pernah terlepas dari
kegiatan kebendandaan yang terkait dengan pemenuhan kebutuhannya. Maka dikenallah
objek yang dikaji dalam fiqh muamalat, walau para fuqaha (ahli fiqih) klasik maupun
kontemporer berbeda-beda, namun secara umum fiqh muamalah membahas hal berikut : teori
hak-kewajiban, konsep harta, konsep kepemilikan, teori akad, bentuk-bentuk akad yang
terdiri dari jual-beli, sewa-menyewa, sayembara, akad kerjasama perdagangan, kerjasama
bidang pertanian, pemberian, titipan, pinjam-meminjam, perwakilan, hutang-piutang, garansi,
pengalihan hutang-piutang, jaminan, perdamaian, akad-akad yang terkait dengan
kepemilikan: menggarap tanah tak bertuan, ghasab (meminjam barang tanpa izin), merusak,
barang temuan, dan syuf’ah (memindahkan hak kepada rekan sekongsi dengan mendapat
ganti yang jelas).

Setelah mengenal secara umum apa saja yang dibahas dalam fiqh muamalat, ada prinsip dasar
yang harus dipahami dalam berinteraksi. Ada 5 hal yang perlu diingat sebagai landasan tiap
kali seorang muslim akan berinteraksi. Kelima hal ini menjadi batasan secara umum bahwa
transaksi yang dilakukan sah atau tidak, yaitu Maysir, Gharar, Riba.
Kata Maysir dalam bahasa Arab arti secara harfiah adalah memperoleh sesuatu dengan sangat
mudah tanpa kerja keras atau mendapat keuntungan tanpa bekerja. Yang biasa juga disebut
berjudi. Istilah lain yang digunakan dalam al-Quran adalah kata `azlam` yang berarti
perjudian.

Judi dalam terminologi agama diartikan sebagai “suatu transaksi yang dilakukan oleh dua
pihak untuk pemilikan suatu benda atau jasa yang mengguntungkan satu pihak dan
merugikan pihak lain dengan cara mengaitkan transaksi tersebut dengan suatu tindakan atau
kejadian tertentu”.

Anda mungkin juga menyukai