Peminjam akan selalu membayar bunga kepada pemberi pinjaman. Pembayaran pinjaman
pada umumnya tidak dilakukan secara sekaligus, akan tetapi dilakukan dengan cara angsuran.
Angsuran pinjaman terdiri dari unsur pengembalian pokok pinjaman dan pembayaran bunga
selama jangka waktu tertentu. Kecenderungan bagi peminjam untuk melakukan pinjaman lagi
setelah lunas, sehingga terdapat ketergantungan bagi pihak peminjam terhadap pemberi
pinjaman. Pembayaran pinjaman pokok akan mengurangi sisa pinjamannya, namun
pembayaran bunga merupakan beban dari pihak peminjam
Bunga akan diterima oleh pihak pemberi pinjaman, sedangkan pihak peminjam akan
membayar bunga. Pemberi pinjaman akan menerima bunga sebagai pendapatan. Sebaliknya,
peminjam akan membayar bunga sebagai pengeluaran. Pemberi pinjaman akan selalu
diuntungkan karena mendapat bunga dari peminjam, sebaliknya peminjam akan selalu rugi
karena dibebani biaya atas uang yang dipinjam.
Peminjam akan selalu membayar bunga sesuai dengan persentase yang telah diperjanjikan.
Pemberi pinjaman tidak mempertimbangkan apakah dana yang dipinjamkan kepada
peminjam telah digunakan untuk usaha dan menghasilkan keuntungan. Pemberi pinjaman
selalu mendapatkan keuntungan meskipun peminjam menderita kerugian. Di dalam
perjanjian, dipastikan bahwa peminjam akan mendapat keuntungan atas uang pinjamannya,
padahal usaha yang dilakukan oleh peminjam masih mengandung unsur ketidakpastian
apakah akan mendapat keuntungan atau menderita kerugian. Bila peminjam mendapat
keuntungan, maka sepantasnya bila peminjam membagi hasil keuntungan. Sebaliknya, bila
peminjam menderita kerugian, tentunya tidak perlu membayar tambahan kepada pemberi
pinjaman.
Bagi hasil ditetapkan dengan rasio nisbah yang disepakati antara pihak yang melaksanakan
akad pada saat akad dengan berpedoman adanya kemungkinan keuntungan atau kerugian.
Besarnya bagi hasil dihitung berdasarkan nisbah yang dijanjikan dikalikan dengan jumlah
pendapatan atau keuntungan yang diperoleh.
Jumlah bagi hasil akan dipengaruhi oleh besarnya pendapatan atau keuntungan. Bagu hasil
akan berfluktuasi.
Sistem bagi hasil adil, karena perhitungannya berdasarkan hasil usaha.
Tidak ada agama satu pun yang meragukan aistem bagi hasil.
Riba dilarang dalam Islam karena memberikan dampak nnegatif terhadap ekonomi maupun
sosial masyarakat.
Riba dilihat dari asal transaksinya dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu riba yang
berasal dari transaksi utang piutang dan jual beli.
Riba ini terjadi disebabkan adanya transaksi utang piutang antara dua pihak. Riba yang
berasal dari utang piutang dibagi menjadi dua jenis yaitu riba qardh dan riba jahiliyah
Suatu tambahan atau kelebihan yang telah disyaratkan dalam perjanjian antara pihak pemberi
pinjaman dan peminjam. Dalam perjanjian disebutkan bahwa pihak pemberi pinjaman
meminta adanya tambahan sejumlah tertentu kepada pihak peminjam pada saat peminjam
mengembalikan pinjamannya.
Misalnya, Annisa meminjam uang kepada Antony sebesar Rp. 10.000.000,- dalam waktu satu
tahun. Dalam perjanjian, Annisa harus mengembalikan sebesar Rp. 11.000.000,- kepada
Antony. Uang sebesar Rp.1.000.000,- yaitu selisih antara Rp. 11.000.000,- dan Rp.
10.000.000 adalah riba.
Riba yang timbul karena adanya keterlambatan pembayaran dari si peminjam sesuai dengan
waktu pengembalian yang telah diperjanjikan. Peminjam akan membayar dengan jumlah
tertentu yang jumlahnya melebihi junlah uang yang telah dipinjamnya apabila peminjam
tidak mampu membayar pinjamannya sesuai dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan.
Kelebihan atas pokok pinjaman ini ditulis dalam perjanjian, sehingga mengikat pada pihak
peminjam.
Misalnya, Annisa meminjam uang sebesar Rp. 10.000.000,- kepada Antony dengan jangka
waktu pengembalian satu bulan. Dalam perjanjian disebutkan bila Annisa tidak dapat
mengembalikan pinjamannya dalam satu bulan, maka setiap bulan keterlambatan
pembayarannya akan dikenakan tambahan 2% dari pokok pinjamannya. Dalam contoh ini,
misalnya Annisa melunasi pinjamannya pada bulan kedua, maka Annisa akan membayar
sebesar Rp.10.200.000,- (102% x Rp.10.000.000,-). Kelebihan pembayaran dari pokok
pinjaman sebesar Rp.10.200.000,- adalah riba.
Riba, bisa juga disebabkan dari ttransaksipertukaran barang atau jual beli. Riba yang berasal
dari transaksi jual beli dibagi menjadi dua jenis yaitu riba fadhl dan nasiah.
Adalah tambahan yang diberikan atas pertukaran barang yang sejenis dengan kadar atau
takaran yang berbeda. Barang yang menjadi objek pertukaran ialah termasuk dalam jenis
barang ribawi. Dua pihak melakukan transaksi pertukaran barang yang sejenis, namun satu
pihak akan memberikan barang ini dengan jumlah, kadar atau takaran yang lebih tinggi.
Maka, kelebihan atas kadar atau takaran barang ribawi yang dipertukarkan merupakan riba.
Misalnya, Annisa membutuhkan uang receh ribuan sebanyak 100 lembar atau sejumlah
Rp.100.000,-. Annisa tidak memiliki uang receh, maka dia menukarkan uang satu lembar
pecahan Rp.100.000,- dan Antony memberikannya 98 lembar uang pecahan Rp.1000,-
sehingga Annisa hanya menerima uang sebesar Rp.98.000,-. Antony mendapat keuntungan
atas pertukaran uang dengan mata uang yang sama sebesar Rp.2.000,-. Keuntungan atas
pertukaran uang dengan uang pada mata uang yang sama dengan junlah yang berbeda
merupakan transaksi riba. Contoh lain, pertukaran antara gandum 100 kg ditukar dengan
gandum 105 kg merupakan praktik riba.
Hadits riwayat Abu Bakar, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, yang artinya:
“Jangan menukarkan emas dengan emas dan perak dengan perak melainkan dengan kualitas
yang sama. Tetapi tukarkanlah emas dengan perak menurut yang kamu suka.”
Islam melarang pertukaran barang yang sejenis dengan takaran yang berbeda, namun
diperbolehkan melakukan pertukaran antar barang ribawi yang berbeda jenis dengan takaran
yang berbeda, asal kedua pihak melakukan pertukaran ikhlas, tanpa paksaan.
Merupakan pertukaran antara jenis barang ribawi yang satu dan yang lainnya. Pihak satu akan
mendapatkan barang yang jumlahnya lebih besar disebabkan adanya perbedaan waktu dalam
penyerahan barang tersebut. Penerima barang akan mengembalikan dengan kualitas yang
lebih tinggi karena penerima barang akan mengembalikan barang tersebut dalam waktu yang
akan datang.
Misalnya, pada 01 Agustus 2009, Annisa meminjam beras kepada Antony sebanyak 100 kg.
Pada 01 Agustus 2010, Annisa akan mengembalikan beras ini sebanyak 110 kg. Perbedaan
waktu ini yang membuat pihak penerima barang harua mengembakikan dengan jumlah yang
lebih tinggu. Hal ini tergolong transaksi riba yang dilarang.
Akad muamalah dilarang memperjanjikan hal yang keberadaannya tidak pasti. Artinya, akad
muamalah dilarang memperjanjikan secara yang bersifat gharar dengan ancaman kebatalan
demi hukum atas akad tersebut, gharar merupakan larangan utama kedua dalam transaksi
muamalah setelah riba.
Penjelasan Pasal 2 ayat (3) Peraturan Banj Indonesia No. 10/16/PBI/2008 tentang Perubahan
Atas Peraturan Bank Indonesia No. 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah
dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank
Syariah memberikan pengertian tentang gharar sebagai transaksi yang objeknya tidak jelas,
tidak similiki, tidak diketahui keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi
dilakukan kecuali diatur lain dalam syariah. Penjelasan Peraturan Bank Indonesia tersebut
kurang memadai untuk dapat memberikan pemahaman mengenai apa yang dimaksud dengan
gharar.
Gharar mengacu kepada ketidakpastian (uncertainty) atau hazard yang disebabkan karena
ketidakjelasan berkaitan dengan objek perjanjian atau harga objej yang diperjanjukan di
dalam akad. Setiap jual beli atau akad perjanjian yang mengandung unsur gharar adalah
dilarang. Muhammad Ayub (Ayub, 2007: 58)
Riba menurut bahasa adalah az-ziyadah yang berarti kelebihan atau tambahan. Riba juga
berarti an-nama' yang berarti tumbuh atau berkembang seperti yang terdapat dalam firman
Allah SWT. QS Al-Hajj [22 : 5]
"Maka apabila telah kami turunkan air hujan di atasnya, hiduplah bumi itu dan menjadi subur
serta menumbuhkan berbagai jenis Pasangan tumbuhan yang indah".
Pengertian riba menurut istilah adalah kelebihan harta yang tidak ada kompensasi pada tukar
menukar harta dengan harta. menukar harta dengan harta.
Atau bisa juga diartikan sebagai pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara
bathil.
Abdurrahman Al-Jaziri berpendapat riba adalah penambahan pada salah satu dari dua barang
sejenis yang dipertukarkan tanpa ada kompensasi terhadap tambahan tersebut.
Dengan demikian, riba merupakan tambahan pembayaran dari modal pokok yang disyaratkan
bagi salah seorang dari 2 orang yang berakad.
Secara umum dapat dijelaskan terdapat benang merah yang merah yang menegaskan bahwa
riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam
secara Babel atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam Islam titik mengenai hal ini,
Allah SWT mengingatkan dalam firmannya:
"Hai orang-orang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan
yang batil...". (QS. An-Nissa' : 29)
Dalam kaitannya dengan pengertian Al bathil dalam ayat tersebut, Ibnu Al Arabi Al Maliki
dalam kitabnya, Ahkam Al Quran, menjelaskan:
"Pengertian riba secara bahasa adalah tambahan namun yang dimaksud riba dalam ayat Al
Quran yaitu setiap penambahan yang diambil tanpa ada satu transaksi pengganti atau
penyeimbang yang dibenarkan Syari'ah".
Adapun pengertian riba secara etimologis menurut para ulama antara lain adalah sebagai
berikut:
1. ulama hanabilah
Pertambahan sesuatu yang dikhususkan
2. Ulama hanafiyah
"Tambahan pada harta pengganti dalam pertukaran harta dengan harta".
3. Badr Ad-Din Al-Ayni (Pengarang kitab Umdatul Qari Syarah Shahih al-bukhari)
"Prinsip ulama dalam riba adalah penambahan. adalah penambahan. dalam riba adalah
penambahan. adalah penambahan. Menurut Syariah riba berarti penambahan atas harta pokok
tanpa adanya transaksi bisnis riil".
4. Raghib Al-Asfahani
"Riba adalah penambahan atas harta pokok".
5. Zaid bin Aslam
"Yang dimaksud dengan riba jahiliyah yang berimplikasi pelipatgandaan sejalan dengan
waktu adalah seorang yang memiliki piutang atas mitranya. Pada saat jatuh tempo, ia berkata
bayar sekarang atau tambah".
6. Mujahid
"Mereka menjual dagangannya dengan tempo titik Apabila Apabila telah jatuh tempo dan
(tidak mampu membayar), si pembeli memberikan memberikan tambahan atas tambahan
waktu".
7. Qatadah
"Riba jahiliyah adalah seseorang yang menjual barangnya secara tempo hingga waktu
tertentu. Apabila telah datang saat pembayaran dan si pembeli tidak mau membayar, ia
memberikan bayaran tambahan atas penangguhan".
8. Sayyid Sabiq
" Riba adalah penambahan atas harta pokok sedikit ataupun banyak".
9. Muhammad Rawas Qal'Aji
"Setiap penambahan yang disyaratkan pada akad yang tidak terkait dengan ganti yang
disyariatkan".
Islam melarang praktik riba dan memasukkannya dalam dosa besar. Allah SWT dalam
mengharamkan riba dilakukan melalui empat tahapan.
Tahapan pertama, penekanannya pada kenyataan bahwa riba tidak dapat meningkatkan
kesejahteraan baik kesejahteraan kesejahteraan terhadap individu maupun kesejahteraan
secara secara nasional. Akan tetapi bunga akan menurunkan kesejahteraan ekonomi
masyarakat.
Allah SWT berfirman:
َ ِولٓئ
َك هُ ُم ْال ُمضْ ِعفُوْ ن ٰ ُ زَكو ٍة تُر ْي ُدوْ نَ َوجْ هَ هّٰللا ِ فَا
ِ ٰ اس فَاَل يَرْ بُوْ ا ِع ْن َد هّٰللا ِ ۚ َو َم ۤا ٰاتَ ْيتُ ْم ِّم ْن ۡ ۤ
ِ ََّو َما ٰاتَ ْيتُ ْم ِّم ْن رِّ بًا لِّيَرْ بُ َوا فِ ۤ ْي اَ ْم َوا ِل الن
"Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar harta manusia bertambah, maka tidak
bertambah dalam pandangan Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu
maksudkan untuk memperoleh keridaan Allah, maka itulah orang-orang yang
melipatgandakan (pahalanya)."
(QS. Ar-Rum 30: Ayat 39)
Tahap kedua, Allah memberikan isyarat akan keharaman riba melalui kecaman keharaman
riba melalui kecaman terhadap praktik riba. Dalam ayat ini riba digambarkan sebagai sesuatu
pekerjaan yang zalim dan bathil. Dan memberikan peringatan agar orang Islam tidak
memungut bunga, jika memang benar-benar benar-benar ingin berhasil dalam hidupnya.
Perintah kepada orang yang beriman agar tidak memakan riba dan supaya bertakwa kepada
Allah SWT
Allah SWT berfirman:
ٰ ۚ ٰۤيـاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا اَل تَأْ ُكلُوا ال ِّر ٰۤبوا اَضْ َعا فًا ُّم
َض َعفَةً ۖ وَّاتَّقُوا هّٰللا َ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِحُوْ ن
"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda
dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung."
(QS. Ali 'Imran 3: Ayat 130)
Tahap ketiga, penekanannya pada perbedaan antara Transaksi jual beli dan riba. Dalam tahap
ini menunjukkan ini menunjukkan bahwa riba akan menghancurkan kesejahteraan suatu
bangsa. Dalam firman Allah SWT Jelas yang isinya memerintahkan agar umat Islam yang
beriman menjauhkan diri pada praktik riba atau yang sejenisnya, karena praktik riba dapat
mengakibatkan kesengsaraan baik di dunia maupun akhirat. Dalam surah al-baqarah ayat 275
dan 276 larangan riba sangat jelas.
ۘ واَ َحـ َّل َ ِاَلَّ ِذ ْينَ يَأْ ُكلُوْ نَ ال ِّر ٰبوا اَل يَقُوْ ُموْ نَ اِاَّل َك َما يَقُوْ ُم الَّ ِذيْ يَتَ َخبَّطُهُ ال َّشي ْٰطنُ ِمنَ ْال َمسِّ ٰۗ ذل
َ ك بِا َ نَّهُ ْم قَا لُ ۤوْ ا اِنَّ َما ْالبَ ْيـ ُع ِم ْثـ ُل الرِّ ٰبـ وا
ٓ هّٰللا هّٰللا
ار ۚ هُ ْم ِ َّص ـ ٰحبُ النْ َولئِــكَ ا ٰ ُ ۗ و َم ْن َعــا َد فَا َ ِ ُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم الرِّ ٰبوا ۗ فَ َم ْن َجٓا َء ٗه َموْ ِعظَةٌ ِّم ْن َّرب ِّٖه فَا ْنتَ ٰهى فَلَهٗ َما َسلَفَ ۗ َواَ ْمر ُٗۤه اِلَى
َفِ ْيهَا ٰخلِ ُدوْ ن
"Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang
yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli
sama dengan riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba.
Barang siapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah
diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barang siapa
mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 275)
Tahap keempat, ditekankan bahwa riba itu haram, dan menyatakannya sebagai perintah
terlarang bagi umat Islam. Allah memerintahkan orang-orang yang beriman agar
meninggalkan sisa riba. Dan menyatakan bahwa Allah SWT dan Rasulullah SAW akan
memerangi praktik riba dalam masyarakat.
Allah SWT berfirman:
َٰۤيـاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوا اتَّقُوا هّٰللا َ َو َذرُوْ ا َما بَقِ َي ِمنَ الر ِّٰۤبوا اِ ْن ُك ْنتُ ْم ُّم ْؤ ِمنِ ْين
"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang
belum dipungut) jika kamu orang beriman."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 278)
Allah SWT berfirman:
ْ ب ِّمنَ هّٰللا ِ َو َرسُوْ لِ ٖه ۚ َواِ ْن تُ ْبتُ ْم فَلَـ ُك ْم ُرءُوْ سُ اَ ْم َوا لِ ُك ْم ۚ اَل ت
ْ َُظلِ ُموْ نَ َواَل ت
َظلَ ُموْ ن ٍ ْفَا ِ ْن لَّ ْم تَ ْف َعلُوْ ا فَأْ َذنُوْ ا بِ َحر
"Jika kamu tidak melaksanakannya, maka umumkanlah perang dari Allah dan Rasul-Nya.
Tetapi jika kamu bertobat, maka kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim
(merugikan) dan tidak dizalimi (dirugikan)."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 279)
Allah SWT berfirman:
اس بِا ْلبَا ِط ِل ۗ َواَ ْعتَ ْدنَـا لِ ْل ٰـكفِ ِر ْينَ ِم ْنهُ ْم َع َذا بًا اَ لِ ْي ًما
ِ ََّّواَ ْخ ِذ ِه ُم ال ِّر ٰبوا َوقَ ْد نُهُوْ ا َع ْنهُ َواَ ْكلِـ ِه ْم اَ ْم َوا َل الن
"dan karena mereka menjalankan riba, padahal sungguh mereka telah dilarang darinya, dan
karena mereka memakan harta orang dengan cara tidak sah (batil). Dan Kami sediakan untuk
orang-orang kafir di antara mereka azab yang pedih."
(QS. An-Nisa' 4: Ayat 161)
Dalam bingkai ajaran Islam, aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh manusia untuk
dikembangkan memiliki beberapa kaidah dan etika atau moralitas dalam syari’at
Islam. Allah telah menurunkan rizki ke dunia ini untuk dimanfaatkan oleh manusia
dengan cara yang telah dihalalkan oleh Allah dan bersih dari segala perbuatan yang
mengandung riba. Diskursus mengenai riba dapat dikatakan telah “klasik” baik dalam
perkembangan pemikiran Islam maupun dalam peradaban Islam karena riba merupakan
permasalahan yang pelik dan sering terjadi pada masyarakat, hal ini disebabkan
perbuatan riba sangat erat kaitannya dengan transaksi-transaksi dibidang perekonomian
(dalam Islam disebut kegiatan muamalah) yang sering dilakukan oleh manusia dalam
aktivitasnya sehari-hari. Pada dasarnya transaksi riba dapat terjadi dari transaksi
hutang piutang, namun bentuk dari sumber tersebut bisa berupa qard, buyu’ dan lain
sebagainya. Para ulama menetapkan dengan tegas dan jelas tentang pelarangan riba,
disebabkan riba mengandung unsur eksploitasi yang dampaknya merugikan orang lain,
hal ini mengacu pada Kitabullah dan Sunnah Rasul serta ijma’ para ulama. Bahkan
dapat dikatakan tentang pelarangannya sudah menjadi aksioma dalam ajaran Islam.³
Babarapa pemikir Islam berpendapat bahwa riba tidak hanya dianggap sebagai sesuatu yang
tidak bermoral akan tetapi merupakan sesuatu yang menghambat aktifitas
perekonomian masyarakat, sehingga orang kaya akan se makin kaya sedangkan orang
miskin akan semakin miskin dan tertindas.
Bagi orang Islam, al-Qur’an adalah petunjuk untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang
absolut. Sunnah Rasulullah saw berfungsi menjelaskan kandungan al-Qur’an. Riba sebagai
persoalan pokok dalam makalah ini, disebutkan dalam Al-Qur’an dibeberapa tempat secara
berkelompok. Dari ayat-ayat tersebut para ‘ulama’ membuat rumusan riba, dan dari rumusan
itu kegiatan ekonomi diidentifikasi dapat dimasukkan kedalam kategori riba atau tidak.
Dalam menetapkan hukum, para ‘ulama’ biasanya mengambil langkah yang dalam Ushul
Fiqh dikenal dengan ta’lil (mencari ‘illat). Hukum suatu peristiwa atau keadaan itu sama
dengan hukum peristiwa atau keadaan lain yang disebut oleh nash apabila sama ‘illat-nya.
[1]
Manusia merupakan makhluk yang ” rakus ” , mempunyai hawa nafsu yang bergejolak
dan selalu merasa kekurangan sesuai dengan watak dan karakteristiknya, tidak pernah
merasa puas, sehingga transaksi – transaksi yang halal susah didapatkan karena
disebabkan keuntungannya yang sangat minim, maka harampun jadi (riba). Ironis
memang, justru yang banyak melakukan transaksi yang berbau riba adalah dikalangan
umat Muslim yang notabene mengetahui aturan – aturan ( the rules of syariah) syari’at
Islam. Sarjana barat pernah berkomentar “I found muslim in Indonesian, but I
didn’t find Islam in Indonesian, I didn’t find muslim in West Country, but I
found Islam in West country”. Maksudnya adalah bahwa ia menemukan orang Islam
di Indonesia, tetapi perbuatan orang Islam tidak Islami, sebaliknya ia tidak
menemukan orang Islam di negara barat tetapi perbuatan atau pekerjaannya
mencerminkan kebudayaan Muslim. Kalau demikian kondisi umat Islam, maka
celakalah “mereka”. Karena seorang muslim sejati hanya akan “melongok” dunia
perekonomian melalui kaca mata Islam yang selalu mengumandangkan “ini halal dan
ini haram, ini yang diridhoi Allah dan yang ini dimurkai oleh-Nya” Riba merupakan suatu
tambahan lebih dari modal asal, biasanya transaksi riba sering dijumpai dalam
transaksi hutang piutang dimana kreditor meminta tambahan dari modal asal kepada
debitor. tidak dapat dinafikkan bahwa dalam jual beli juga sering terjadi praktek riba,
seperti menukar barang yang tidak sejenis, melebihkan atau mengurangkan timbangan atau
dalam takaran.
َصا بُ َوا اْل َ ْزاَل ُم ِرجْ سٌ ِّم ْن َع َم ِل ال َّشي ْٰط ِن فَاجْ تَنِبُوْ هُ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِحُوْ ن ۤ
َ ٰياَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ۤوْ ا اِنَّ َما ْالخَ ْم ُر َوا ْل َم ْي ِس ُر َوا اْل َ ْن
ص َّد ُك ْم ع َْن ِذ ْك ِر هّٰللا ِ َو َع ِن الص َّٰلو ِة ۚ فَهَلْ اَ ْنـتُ ْم َ اِنَّ َما ي ُِر ْي ُد ال َّشي ْٰطنُ اَ ْن يُّوْ قِ َع بَ ْينَ ُك ُم ْال َعدَا َوةَ َوا ْلبَ ْغ
ُ َضٓا َء فِى ْال َخ ْم ِر َوا ْل َم ْي ِس ِر َوي
َُّم ْنتَهُوْ ن
“Dengan minuman keras dan judi itu, setan hanyalah bermaksud menimbulkan permusuhan
dan kebencian di antara kamu, dan menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan
melaksanakan sholat, maka tidakkah kamu mau berhenti?”
"Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah, Pada
keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar
daripada manfaatnya. Dan mereka menanyakan kepadamu (tentang) apa yang (harus) mereka
infakkan. Katakanlah, Kelebihan (dari apa yang diperlukan). Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu memikirkan,"
Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok
yang melatar belakangi perbuatan memakan hasil riba yaitu: Nafsu dunia kepada harta
benda, serakah harta, tidak pernah merasa bersyukur dengan apa yang telah Allah SWT
berikan, imannya lemah, serta selalu ingin menambah harta dengan berbagai cara termasuk
riba.
Allah SWT secara tegas melarang riba yang terdapat di dalam Al Qur’an di antaranya
pada:
a. Riba Fadli (menukarkan dua barang yang sejenis tapi kwalitas berbeda).
d. Riba Nasa’ (Nasiah) yaitu riba yang terjadi karena adanya penundaan waktu pembayaran,
dengan menetapkan adanya dua harga yaitu harga kontan atau harga yang dinaikan karena
pembayaran tertunda.
Riba berarti menetapkan bunga atau melebihkan jumlah pinjaman saat pengembalian
berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok, yang dibebankan kepada
peminjam. Riba secara bahasa bermakna: ziyadah (tambahan). Sedangkan menurut istilah
teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Macam-
macam riba yaitu: Riba Yad, Riba Jahiliyah, Riba Qardhi, Riba Fadli, dan Riba Nasi’ah.
Di masa sekarang ini riba banyak di temukan di bank konvensional. Faktor-faktor yang
melatar belakangi perbuatan memakan hasil riba yaitu: Nafsu dunia kepada harta benda,
serakah harta, tidak pernah merasa bersyukur dengan apa yang telah Allah SWT berikan,
imannya lemah, serta selalu ingin menambah harta dengan berbagai cara termasuk riba.
Allah SWT secara tegas melarang riba yang terdapat di dalam Al Qur’an di antaranya pada:
a. Riba Fadli (menukarkan dua barang yang sejenis tapi kwalitas berbeda).
d. Riba Nasa’ (Nasiah) yaitu riba yang terjadi karena adanya penundaan waktu
pembayaran, dengan menetapkan adanya dua harga yaitu harga kontan atau harga yang
dinaikan karena pembayaran tertunda.
Dampak Riba pada ekonomi: Riba (bunga) menahan pertumbunhan ekonomi dan
membahayakan kemakmuran nasional serta kesejahteraan individual.
Riba (bunga) menyebabkan timbulnya kejahatan ekonomi (distorsi ekonomi) seperti resesi,
depresi, inflasi dan pengangguran.
Fiqh Muamalat hukumnya, semua aktifitas itu pada awalnya adalah boleh selama tidak ada
dalil yang melarangnya, inilah kaidah ushul fiqhnya. Fiqh Muamalat pada awalnya mencakup
semua aspek permasalahan yang melibatkan interaksi manusia, seperti pendapat Wahbah
Zuhaili, hukum muamalah itu terdiri dari hukum keluarga, hukum kebendaan, hukum acara,
perundang-undangan, hukum internasional, hukum ekonomi dan keuangan. Tapi, sekarang
Fiqh Muamalat dikenal secara khusus atau lebih sempit mengerucut hanya pada hukum yang
terkait dengan harta benda.
Begitu pentingnya mengetahui Fiqh ini karena setiap muslim tidak pernah terlepas dari
kegiatan kebendandaan yang terkait dengan pemenuhan kebutuhannya. Maka dikenallah
objek yang dikaji dalam fiqh muamalat, walau para fuqaha (ahli fiqih) klasik maupun
kontemporer berbeda-beda, namun secara umum fiqh muamalah membahas hal berikut : teori
hak-kewajiban, konsep harta, konsep kepemilikan, teori akad, bentuk-bentuk akad yang
terdiri dari jual-beli, sewa-menyewa, sayembara, akad kerjasama perdagangan, kerjasama
bidang pertanian, pemberian, titipan, pinjam-meminjam, perwakilan, hutang-piutang, garansi,
pengalihan hutang-piutang, jaminan, perdamaian, akad-akad yang terkait dengan
kepemilikan: menggarap tanah tak bertuan, ghasab (meminjam barang tanpa izin), merusak,
barang temuan, dan syuf’ah (memindahkan hak kepada rekan sekongsi dengan mendapat
ganti yang jelas).
Setelah mengenal secara umum apa saja yang dibahas dalam fiqh muamalat, ada prinsip dasar
yang harus dipahami dalam berinteraksi. Ada 5 hal yang perlu diingat sebagai landasan tiap
kali seorang muslim akan berinteraksi. Kelima hal ini menjadi batasan secara umum bahwa
transaksi yang dilakukan sah atau tidak, yaitu Maysir, Gharar, Riba.
Kata Maysir dalam bahasa Arab arti secara harfiah adalah memperoleh sesuatu dengan sangat
mudah tanpa kerja keras atau mendapat keuntungan tanpa bekerja. Yang biasa juga disebut
berjudi. Istilah lain yang digunakan dalam al-Quran adalah kata `azlam` yang berarti
perjudian.
Judi dalam terminologi agama diartikan sebagai “suatu transaksi yang dilakukan oleh dua
pihak untuk pemilikan suatu benda atau jasa yang mengguntungkan satu pihak dan
merugikan pihak lain dengan cara mengaitkan transaksi tersebut dengan suatu tindakan atau
kejadian tertentu”.