Anda di halaman 1dari 12

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Dalam pandangan Muslim, Al-Quran dan Hadits adalah petunjuk manusia yang
menempatkan prinsip-prinsip dasar dalam semua masalah kehidupan manusia. Panduan
ini adalah dasar dari agama Islam dan berfungsi sebagai panduan untuk hidup bagi para
penganutnya dan memastikan kebahagiaan hidup baik di dunia maupun akhirat. Al-
quran dibaca oleh umat Islam dari masa lalu sampai sekarang. Meski begitu, Mushaf Al-
Quran yang ada di tangan kita sampai sekarang sudah melalui perjalanan panjang yang
berkelok selama lebih dari 1400 tahun yang lalu dan memiliki latar belakang sejarah
yang panjang.
Sejarah perkembangan hadits merupakan masa atau periode yang telah dilalui
oleh hadits dari masa lahirnya dan tumbuh dalam pengenalan, penghayatan, dan
pengamalan umat dari generasi ke generasi. Dengan memerhatikan masa yang telah
dilalui hadis sejak masa lahirnya di masa Rasulullah SAW meneliti dan membin hadits,
serta segala hal yang memengaruhi hadits tersebut.

1.2 Rumusan masalah


1. Apa yang dimaksud alquran dan hadits?
2. Apa fungsi dalam alquran dan hadits?
3. Bagaimana sejarah dalam alquran dan hadits?
4. Bagaimana kepenulisan alquran dan hadits?

1.3 Tujuan penulisan


1. Mendeskripsikan pengertian dalam Alquran dan Hadits.
2. Mendeskripsikan fungsi dalam Alquran dan Hadits.
3. Mendeskripsikan sejarah dalam Alquran dan Hadits.
4. Mendeskripsikan kepenulisan terhadap Alquran dan Hadits.

1.4 Manfaat makalah


Memberikan pengetahuan tentang adanya awal pembentukan Alquran dan Hadits
serta memahami dalam sejarah dan perkembangannya.

1.5 Metode penulisan makalah


Metode penulisan makalah ini dibuat untuk pembaca agar memahami dalam
pengetahuan Alquran dan Hadits disertai dengan referensi agar lebih jelas.

BAB II ISI DAN PEMBAHSAN

1
2.1 pengertian Alquran dan Hadits
Kata Al-Qur’an menurut bahasa mempunyai arti yang bermacam-macam, salah
satunya adalah bacaan atau sesuatu yang harus dibaca, dipelajari(Aminudin, et. all.,
Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi Umum, (Bogor: Ghalia Indonesia,
2005). Adapun menurut istilah para ulama berbeda pendapat dalam memberikan
definisi terhadap Al-Qur’an. Ada yang mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah kalam Allah
yang bersifat mu’jizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara
Jibril dengan lafal dan maknanya dari Allah SWT, yang dinukilkan secara mutawatir;
membacanya merupakan ibadah; dimulai dengan surah al-Fatihah dan diakhiri dengan
surah an-Nas. Ada yang mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah kalamullah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui Malaikat Jibril sebagai mukjizat dan
berfungsi sebagai hidayah atau petunjuk. Dari penjelasan di atas dapat ditarik suatu
pengertian bahwa AlQur’an ialah wahyu yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi
Muhammad SAW melalui perantara Malaikat Jibril dengan bahasa Arab, sebagai
mukjizat Nabi Muhammad yang diturunkan secara mutawatir untuk dijadikan petunjuk
dan pedoman hidup bagi setiap umat Islam yang ada di muka bumi.
Hadits menurut bahasa yaitu sesuatu yang baru, menunjukkan sesuatu yang dekat atau
waktu yang singkat. Hadits juga berarti berita yaitu sesuatu yang diberitakan, diperbincangkan,
dan dipindahkan dari seorang kepada orang lain.
Hadits menurut istilah syara’ ialah hal-hal yang datang dari Rasulullah SAW, baik
itu ucapan, perbuatan, atau pengakuan (taqrir). Berikut ini adalah penjelasan mengenai
ucapan, perbuatan, dan perkataan.
1. Hadits Qauliyah ( ucapan) yaitu hadits hadits Rasulullah SAW, yang diucapkannya
dalam berbagai tujuan dan persuaian (situasi).
2. Hadits Fi’liyah yaitu perbuatan-perbuatan Nabi Muhammad SAW, seperti pekerjaan
melakukan shalat lima waktu dengan tatacaranya dan rukun-rukunnya, pekerjaan
menunaikan ibadah hajinya dan pekerjaannya mengadili dengan satu saksi dan
sumpah dari pihak penuduh.
3. Hadits Taqririyah yaitu perbuatan sebagian para sahabat Nabi yang telah diikrarkan
oleh Nabi SAW, baik perbuatan itu berbentuk ucapan atau perbuatan, sedangkan

2
ikrar itu adakalanya dengan cara mendiamkannya, dan atau melahirkan anggapan
baik terhadap perbuatan itu, sehingga dengan adanya ikrar dan persetujuan itu.
Bila seseorang melakukan suatu perbuatan atau mengemukakan suatu ucapan
dihadapan Nabi atau pada masa Nabi, Nabi mengetahui apa yang dilakukan orang itu
dan mampu menyanggahnya, namun Nabi diam dan tidak menyanggahnya, maka hal
itu merupakan pengakuan dari Nabi. Keadaan diamnya Nabi itu dapat dilakukan pada
dua bentuk :
Pertama, Nabi mengetahui bahwa perbuatan itu pernah dibenci dan dilarang oleh Nabi.
Dalam hal ini kadang-kadang Nabi mengetahui bahwa siapa pelaku berketerusan
melakukan perbuatan yag pernah dibenci dan dilarang itu. Diamnya Nabi dalam bentuk
ini tidaklah menunjukkan bahwa perbuatan tersebut boleh dilakukannya. Dalam bentuk
lain, Nabi tidak mengetahui berketerusannya si pelaku itu melakukan perbuatan yang di
benci dan dilarang itu. Diamnya Nabi dalam bentuk ini menunjukkan pencabutan
larangan sebelumnya.
Kedua, Nabi belum pernah melarang perbuatan itu sebelumnya dan tidak diketahui pula
haramnya. Diamnya Nabi dalam hal ini menunjukkan hukumnya adalah meniadakan
keberatan untuk diperbuat. Karena seandainya perbuatan itu dilarang, tetapi Nabi
mendiamkannya padahal ia mampu untuk mencegahnya, berarti Nabi berbuat kesaahan
; sedangkan Nabi terhindar bersifat terhindar dari kesalahan.

2.2 Fungsi Alquran dan Hadits


Al-Qur’an al karim memperkenalkan dirinya dengan berbagai ciri
dan sifat, ia merupakan kitab Allah yang selalu dipelihara. Al-Qur’an mempunyai sekian
banyak fungsi diantaranya:
a. Menjadi bukti kebenaran Nabi Muhammad SAW bukti kebenaran tersebut
dikemukakan dalam tantangan yang sifatnya bertahap.
1) Menantang siapapun yang meragukannya untuk menyusun
semacam Al-Qur’an secara keseluruhan.
2) Menantang mereka untuk menyusun sepuluh surat semacam AlQur’an.
3) Menantang mereka untuk menyusun satu surat saja semacam AlQur’an.
4) Menantang mereka untuk menyusun sesuatu seperti atau lebih

3
kurang sama dengan satu surah dari Al-Qur’an.( M. Quraish Shihab, Membumikan Al-
Qur‟an)
b. Menjadi petunjuk untuk seluruh umat manusia. Petunjuk yang dimaksud adalah
petunjuk agama atau yang biasa disebut dengan syariat.
c. Sebagai mukjizat Nabi Muhammad SAW untuk membuktikan kenabian dan
kerasulannya dan Al-Qur’an adalah ciptaan Allah bukan ciptaan nabi.
d. Sebagai hidayat. Al-Qur’an diturunkan Allah kepada nabi Muhammad
bukan sekedar untuk dibaca tetapi untuk dipahami kemudian untuk
diamalkan dan dijadikan sumber hidayat dan pedoman bagi manusia
untuk mencapai kebahagian di dunia dan di akhirat. Untuk itu kita
dianjurkan untuk menjaga dan memeliharanya. ”.( Bustami A. Ghani, Beberapa
Aspek Ilmiah Tentang Al-Qur’an, (Jakarta: Litera Antar Nusa, 1994)
Hal ini sesuai firman Allah SWT dalam surat Fatir ayat 29:
“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca Al-Qur‟an dan mendirikan salat
dan menafkahkan sebagian dari rezeqi yang kami anugerahkan kepada mereka
secara diam-diam dan terang-terangan, merekalah yang mengharapkan
(keuntungan) perniagaan yang tidak akan merugi”.
Dalam uraian tentang Al-Qur’an telah dijelaskan bahwa sebagian besar ayat-ayat
hukum dalam Al-Qur’an adalah dalam bentuk garis besar yang secara amaliyah
belum dapat dilaksanakan tanpa penjelasan dari hadits. Dengan demikian fungsi
hadits yang utama adalah untuk menjelaskan Al-Qur’an. Hal ini telah sesuai dengan
penjelasan Allah dalam surat An-Nahl :64
Artinya:” Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al Quran) ini, melainkan
agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu”.
Dengan demikian bila Al-Qur’an disebut sebagai sumber asli bagi hukum fiqh,
maka Hadits disebut sebagai bayani. Dalam kedudukannya sebagai bayani dalam
hubungannya dengan Al-Qur’an, ia menjalankan fungsi senagai berikut :
1. Menguatkan dan mengaskan hukum-hukumyang tersebut dalam Al-Qur’an atau
disebut fungsi ta’kid dan taqrir. Dalam bentuk ini Hadits hanya seperti mengulangi
apa-apa yang tersebut dalam Al-Qur’an.
Umpanya Firman Allah dalam surat Al-Baqarah :110 yang artinya :

4
“ Dan dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat “ ayat itu dikuatkan oleh sabda Nabi
yang artinya :
“ Islam itu didirikan dengan lima pondasi : kesaksian bahwa tidak ada tuhan selain
Allah dan muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan zakat.
2. Memberikan penjelasan terhadap apa yang dimaksud dalam Al-Qur’an dalam hal :
3. Menjelaskan arti yang masih samar dalam Al-Qur’an
4. Merinci apa-apa yang dalam Al-Qur’an disebutkan secari garis besar.
5. Membatasi apa-apa yang dalam Al-Qur’an disebutkan secara umum
6. Memperluas maksud dari sesuatu yang tersebut dalam Al-Qur’an
Contoh menjelaskan arti kata dalam Al-Qur’an umpamanya kata shalat yang masih
samar artinya, karena dapat saja shalat itu berarti do’a sebagaimana yang biasa
dipahami secara umum waktu itu.
Kemudian Nabi melakukan serangkaian perbuatan, yang terdiri dari ucapan dan
pebuatan secara jelas yang dimulai dari takbiratul ihram dan berakhir
dengan salam. Sesudah itu Nabi bersabda :inilah shalat itu, kerjakanlah shalat
sebagimana kamu melihat saya mengerjakan shalat.
Menetapkan suatu hukum dalam hadits yang secara jelas tidak terdapat dalam
Al-Qur’an. Dengan demikian kelihatan bahwa Hadits menetapkan sendiri hukum
yang tidak ditetapkan dalam Al-Qur’an. Fungsi hadits dalam bentuk ini disebut
itsbat. Sebenarnya bila diperhatikan dengan teliti akan jelas bahwa apa yang
ditetapkan hadits itu pada hakikatnya adalah penjelasan terhadap apa yang
disinggung Al-Qur’an atau memperluas apa yang disebutkan Al-Qur’an secara
terbatas.
Umpamanya Allah SWT mengharamkan memakan bangkai, darah, dan daging
babi. Larangan Nabi ini menurut lahirnya dapat dikatakan sebagai hhukum baru
yang ditetapkan oleh Nabi, karena memang apa yang diharamkan Nabi ini secara
jelas tidak terdapat dalam Al-Qur’an. Tetapi kalau dipahami lebih lanjut larangan
Nabi itu hanyalah sebagai penjelasan terhadap larangan Al-Qur’anlah memakan
sesuatu yang kotor.

2.3 Sejarah diturunkan Alquran

5
Al-Qur’an mulai diturunkan kepada nabi ketika sedang berkholwat di gua hira
pada malam isnen ( senin) bertepatan dengan tanggal tujuh belas ramadhan tahun
41 dari kelahiran nabi Muhammad SAW 6 agustus 610 M. Sesuai dengan kemuliaan
dan kebesaran Al-Qur’an, Allah jadikan malam permulaan turun Al-Qur’an itu
malam “Al-Qodar”, yaitu malam yang penuh kemuliaan.
Al-Qur’an Al-Karim terdiri dari 30 juz, 114 surat dan susunannya ditentukan oleh
Allah SWT. Dengan cara tawqifi, tidak menggunakan metode sebagimana metode-
metode penyusunan buku ilmiah. Buku ilmiah yang membahas satu masalah selalu
menggunakan satu metode tertentu, metode ini tidak terdapat dalam Al-Qur’an Al-
Karim, yang didalamnya banyak persoalan induk silih berganti diterangkan.

Para ulama ulumul qur’an membagi sejarah turunnya Al-Qur’an dalam dua
periode, yaitu periode sebelum hijrah dan periode sesudah hijrah. Ayat-ayat yang
turun pada periode pertama dinamai ayat-ayat Makkiyah, dan ayat-ayat yang turun
pada periode kedua dinamai ayatayat Madaniyah tetapi di sini akan dibagi sejarah
turunnya Al-Qur’an dalam tiga periode, meskipun pada hakikatnya periode pertama
dan kedua dalam pembagian tersebut adalah kumpulan dari ayat-ayat Makiyah dan
periode ketiga adalah ayat-ayat Madaniyah.
a. Periode Pertama
Diketahui bahwa Muhammad SAW pada awal turunnya wahyu pertama itu
belum dilantik menjadi Rasul. Dengan wahyu pertama itu, beliau baru
merupakan seorang nabi yang tidak ditugaskan untuk menyampaikan wahyu-
wahyu yang diterimanya, dengan adanya firman Allah surat Al-Mudatsir ayat 1-
2:
“Wahai yang berselimut. Bangkit dan beri peringatan.”
b. Periode Kedua
Periode kedua dari sejarah turunnya Al-Qur’an berlangsung selama 8-9
tahun, dimana terjadi pertarungan hebat antara gerakan Islam dan jahiliah.
Gerakan oposisi terhadap Islam menggunakan segala cara dan sistem untuk
menghalangi kemajuan dakwah Islamiah. Dimulai dari fitnah, intimidasi dan
penganiayaan, yang mengakibatkan para penganut ajaran Al-Qur’an ketika itu

6
terpaksa berhijrah ke Habsyah dan pada akhirnya mereka semua termasuk
Rasulullah SAW berhijrah ke Madinah.
c. Periode Ketiga
Selama masa periode ketiga ini, dakwah Al-Qur’an telah dapat mewujudkan
suatu prestasi besar karena penganut-penganutnya telah dapat hidup bebas
melaksanakan ajaran-ajaran agama di Yasrib (yang kemudian diberi nama Al-
Madinah Al-Munawaroh). Periode ini berlangsung selama sepuluh tahun, dan
timbul bermacam-macam peristiwa, problem, dan persoalan, seperti: prinsip-
prinsip apakah yang diterapkan dalam masyarakat demi mencapai
kebahagiaan. Bagaimanakah sikap terhadap orang-orang munafik, Ahl Al-Kitab,
orang-orang kafir dan lain-lain, yang semua itu diterangkan AlQur’an dengan
cara yang berbeda-beda. Banyak ayat-ayat yang ditunjukkan kepada orang-
orang munafik, ahli kitab dan orang-orang musyrik. Ayat-ayat tersebut
mengajak mereka ke jalan yang benar, sesuai dengan sikap mereka terhadap
dakwah
2.4 Sejarah Hadits
Hadits pada masa Nabi dikenal dengan Ashr al-Wahy wa al-Takwin,
yaitu masa turun wahyu dan pembentukan masyarakat Islam(Idri, Studi Hadis).
Keadaan ini sangat menuntut keseriusan dan kehati-hatian para sahabat sebagai
pewaris pertama ajaran Islam. Wahyu yang diturunkanAllah SWT kepadanya
dijelaskannya melalui perkataan, perbuatan, dan taqrirnya. Sehingga
apa yang didengar, dilihat, dan disaksikan oleh para sahabat merupakan pedoman
bagi amaliah dan ubudiah mereka.

Umat Islam pada masa ini dapat secara langsung memperoleh hadits dari
Rasulullah SAW sebagai sumber hadits. Tempat pertemuan antara Rasulullah SAW
dan sahabatnya, seperti di Masjid, rumahnya sendiri, pasar, ketika dalam perjalanan,
dan ketika muqim (berada di rumah).
Melalui tempat tersebut Rasulullah SAW menyampaikan hadits yang
disampaikan melalui sabdanya yang didengar oleh para sahabat (melalui
musyafahah), dan melalui perbuatan serta taqrirnya yang disaksikan oleh para
sahabat (melalui musyahadah).
Ada beberapa cara Rasulullah SAW menyampaikan hadits kepada para sahabat,
yaitu:
a. Melalui majlis al-‟ilm, yaitu pusat atau tempat pengajian yang diadakan oleh
Nabi Muhammad SAW untuk membina para jama‟ah. Melalui majlis ini para

7
sahabat memperoleh banyak peluang untuk menerima hadits, sehingga mereka
berusaha untuk selalu mengkonsentrasikan diri guna mengikuti kegiatan dan
ajaran yang diberikan oleh Rasulullah SAW.
b. Dalam banyak kesempatan Rasulullah SAW juga menyampaikan haditsnya
melalui para sahabat tertentu, yang kemudian disampaikannya kepada orang
lain. Jika yang berkaitan dengan soal keluarga dan kebutuhan biologis (terutama
yang menyangkut hubungan suami istri), ia sampaikan melalui istri-istrinya.
c. Melalui ceramah atau pidato di tempat terbuka, seperti ketika haji wada‟ dan
Fath Makkah. Ketika menunaikan ibadah haji pada tahun 10 H (631 M), Nabi
Muhammad SAW menyampaikan khatbah yang sangat bersejarah di depan
ratusan ribu kaum muslimin yang melakukan ibadah haji, yang isinya terkait
dengan bidang muamalah, ubudiyah, siyasah, jinayah, dan hak asasi manusia
yang meliputi kemanusiaanpersamaan, keadilan sosial, keadilan ekonomi,
kebajikan, dan solidaritas isi khatbah itu antara lain larangan menumpahkan
darah kecuali dengan hak dan larangan mengambil harta orang lain dengan batil,
larangan riba, menganiaya, persaudaraan dan persamaan diantara manusia harus
ditegakkan, dan umat Islam harus selalu berpegang teguh kepada Al-Qur‟an dan
Hadits.

2.5 Penulisan Alquran dan Hadits


Penulisan pada masa Rasulullah belum terkumpul menjadi satu mushaf
disebabkan beberapa faktor, yakni; Pertama,tidak adanya faktor pendorong
untuk membukukan Al-Qur’an menjadi satu mushaf mengingat Rasulullah masih
hidup, di samping banyaknya sahabat yang menghafal Al-Qur’an dan sama sekali
tidak ada unsur-unsur yang diduga akan mengganggu kelestarian Al-Qur’an.
Kedua, Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur, maka suatu hal yang logis
bila Al-Qur’an bisa dibukukan dalam satu mushaf setelah Nabi SAW wafat. Ketiga,
selama proses turunnya Al-Qur’an, masih terdapat kemungkinan adanya ayat-
ayat Al-Qur’an yang mansukh.

Pada masa pemerintahan Abu Bakar as-Shiddiq, pada waktu terjadi


pertempuran di Yamamah, yaitu “Perang Kemurtadan (riddah)”. Perang ini
terjadi pada tahun ke-12 H, yakni perang antara kaum muslimin dan kaum
murtad (pengikut MusailamatulKadzdzab yang mengaku dirinya Nabi baru)
dimana mengakibatkan 70 penghafAl-Qur’an di kalangan sahabat Nabi gugur.
(Subhi As-Shalih, 1999:85)
Akibat banyaknya penghafal AlQur’an yang terbunuh, hal ini membuat Umar
ibn al-Khattab risau tentang masa depan Al-Qur’an. Sebab itu beliau
mengusulkan kepada Khalifah Abu Bakr untuk melakukan pengumpulan
AlQur’an. Kendatipun pada mulanya Abu Bakr ragu-ragu untuk melakukan tugas
itu, karena dia belum mendapat wewenang dari Nabi Muhammad saw. Secara

8
jelas, keraguan ini nampak ketika Abu Bakar berdialog dengan Umar ibn al-
Khattab, Abu Bakar berkata: “Bagaimana aku harus memperbuat sesuatu yang
tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah s.a.w.?” sambil balik bertanya. Demi
Allah, kata Umar, “Ini adalah perbuatan yang sangat baik dan terpuji”. (Usman,
2009: 69).
Kemudian beliau menugasi Zaid ibn Tsabit (salah satu mantan juru tulis Nabi
Muhammad saw) untuk menuliskannya. Perlu diketahui juga bahwa metode yang
ditempuh Zaid ibn Tsabit dalam pengumpulan Al-Qur’an terdiri dari empat
prinsip: Pertama, apa yang ditulis dihadapan Rasul. Kedua, apa yang dihafalkan
oleh para sahabat. Ketiga, tidak menerima sesuatu dari yang ditulis sebelum
disaksikan (disetujui) oleh dua orang saksi, bahwa ia pernah ditulis dihadapan
Rasul. Keempat, hendaknya tidak menerima dari hafalan para sahabat kecuali
apa yang telah mereka terima dari Rasulullah saw. (Fahd Bin Abdurrahman Ar-
Rumi, 1999: 117).
Pada masa pemerintahan Utsman ibn Affan, Pada masa pemerintahan
khalifah ke-3 yakni Utsman bin Affan, terdapat keragaman dalam cara
pembacaan Al-Qur'an (qira'at) yang disebabkan oleh adanya perbedaan dialek
(lahjah) antar suku yang berasal dari daerah berbeda-beda. Hal ini menimbulkan
kekhawatiran Utsman sehingga ia mengambil kebijakan untuk membuat sebuah
mushaf standar (menyalin mushaf yang dipegang Hafsah) yang ditulis dengan
sebuah jenis penulisan yang baku. Standar tersebut, yang kemudian dikenal
dengan istilah cara penulisan (rasam) Utsmani yang digunakan hingga saat ini.
Bersamaan dengan standarisasi ini, seluruh mushaf yang berbeda dengan standar
yang dihasilkan diperintahkan untuk dimusnahkan (dibakar). Dengan proses ini
Utsman berhasil mencegah bahaya laten terjadinya perselisihan di antara umat
Islam di masa depan dalam penulisan dan pembacaan Al-Qur'an.

Dalam penulisan hadits Sa‟ad bin Ubaidah al-Anshar pernah memiliki


himpunan hadis Rasulullah SAW. Ibnu Hajar memastikan bahwa beliau adalah
salah seorang penulis jaman jahiliyah. Putranya meriwayatkan hadis dari
catatannya tersebut. Al-Bukhari mengatakan bahwa catatan itu merupakan
salinan dari catatan Abdullah bin Abi Aufa yang menulis sendiri hadis-hadis Nabi
Muhammad SAW. Selain itu, pada masa Rasulullah SAW, tulisan Abdullah bin
„Amr bin al-„Ash termasuk sebagai ash-Shahifah ash-Shadiqah. Abdullah bin
„Amr mencatat dari sumbernya, yakni Rasulullah sendiri. Yang terhimpun seribu
hadis Rasulullah SAW. Shahifah dalam tulisan tangan beliau tidak ditemui
sekarang, namun isinya terhimpun di dalam kitab-kitab Hadis terutama di dalam
Musnad Ahmad.8 Sebagian Sahabat menyatakan keberatannya terhadap
pekerjaan yang dilakukan oleh Abdullah bin „Amr. Mereka beralasan, Rasulullah
SAW telah bersabda, “Janganlah kamu tulis apa-apa yang kamu dengar dari aku.

9
Dan barangsiapa yang lelah menulis sesuatu dariku selain Al-Qur‟an, hendaklah
ia menghapuskannya.” (HR. Muslim).
Dan mereka berkata kepadanya, “Kamu selalu menulis apa yang kamu dengar
dari Nabi Muhammad SAW, padahal beliau kadang-kadang dalam keadaan
marah, lalu beliau menuturkan ssuatu yang tidak dijadikan syariat umum.”
Mendengar ucapan mereka, Abdullah bertanya kepada Rasulullah SAW.
Mengenai hal tersebut Rasulullah SAW kemudian bersabda, Tulislah apa yang
kamu dengar dariku, demi Tuhan yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidak keluar
dari muutku, selain kebenaran.

10
BAB III PENUTUPAN

3.1 Kesimpulan
Alquran dan hadits merupakan pedoman di dalam kehidupan kita dimana
Allah SWT telah memerintahkan kita dalam hal-hal yang baik maupun buruk
melalui firman-Nya. Kita juga bisa memperdalami pelajaran atau pengajaran
tentang islam sehingga kita lebih banyak pengetahuan yang kita miliki. Serta
Allah memberikan perjalanan tentang sejarah Alquran serta Hadits yang di
wahyukan oleh Allah SWT melalui malaikat lalu melalui utusan-Nya yaitu Nabi-
Nya.
Kepenulisan Alquran dan Hadits tidak bisa untuk dibuat secara sembarangan
sehingga para sahabat nabi Muhammad SAW melakukan secara hati-hati agar
tidak ada perselihan di dalamnya serta kesalahan yang fatal terhadap
kepenulisan tersebut.

3.2 Saran dan kritik


Berkaitan dengan sejarah kepenulisan Alquran dan Hadits, kami menyadari
bahwa dari berbagai referensi yang ada masih banyak kesalahan dan kekurangan
dalam segi penulisan, sehingga terjadi kesalahpahaman dalam konsep sejarah
kepenulisan Alquran dan hadits. Kami berharap dari refisian makalah ini, semoga
dapat bermanfaat bagi pembaca dan barokah. Amin.

11
Daftar pustaka

Ghani, Bustami A. Beberapa Aspek Ilmiah Tentang Al-Qur’an. Jakarta: Litera Antar
Nusa. 1994.
Idri. Studi Hadits . 35.
Kementrian Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya.
Shihab, M Quraish, et. all. Sejarah dan Ulum Al-Qur‟an. Jakarta: Pusataka Firdaus,
2008.
Shihab, M. Quraish. Membumikan Al-Qur‟an.
Solahudin, Agus. Ulumul Hadits. Bandung: Pustaka Setia, 2008.
Supartama, Munzier. Ilmu Hadits.72-73.
Supartama, Munzier. Ilmu Hadits. Jakarta: Rajawali Pers, 2010.
Suyadi ,M. Agus Solihin dan Agus. Ulumul Hadits.

12

Anda mungkin juga menyukai