Anda di halaman 1dari 20

STUDI KASUS

ACUTE CORONARY
SYNDROME (ACS)
TEAM 4 IGD RS. JASA KARTINI
Argi, Rachmat, Risa, Asep, Rifa

2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Acute Coronary Syndrome (ACS) atau yang lazim disebut Penyakit
Jantung Koroner (PJK) merupakan suatu masalah kardiovaskular yang
utama karena menyebabkan angka perawatan rumah sakit dan angka
kematian yang tinggi (Irmalita et al., 2014). American Heart Association
(2014) menunjukkan prevalensi nyeri dada pada pasien yang dirawat karena
Acute Coronary Syndrome (ACS) di dunia sebesar 2 juta orang. 40% dengan
diagnosa NSTEMI, 20% STEMI dan 40% Unstable Angna Pectoris (UAP)
(Hewins,Kelly,2016).
World Health Organization (WHO) mengestimasikan ACS menjadi
penyebab utama kematian di seluruh dunia dengan 17 juta kematian per
tahun pada tahun 2008 dan akan meningkat menjadi 23,4 juta kematian
pada tahun 2030, dengan lebih dari 80% terjadi di negara berkembang.
Sedangkan di Indonesia berdasarkan data penelitian dari Jakarta Acute
Coronary Syndrome (JAC) Registry, terdapat total pasien ACS pada tahun
2007, 2010, dan 2013 sebanyak 1223 pasien, 1915 pasien dan 1925 pasien
yang tergolong sebagai sindrom koroner akut non elevasi segmen ST
(Dharma et al, 2015). Data Riskesdas 2013 menunjukkan prevalensi ACS di
Indonesia berdasarkan wawancara terdiagnosis dokter sebesar 0,5% dan
berdasarkan terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5%.
Rumah sakit Jasa Kartini sebagai salah satu rumah sakit swasta
terbesar di Kota Tasikmalaya memiliki angka kejadian pasien dengan ACS
cukup tinggi yaitu...............
Oleh karena itu sebagai tenaga kesehatan khususnya perawat
diperlukan peningkatan keilmuan dan keterampilan untuk penanganan
pasien dengan kasus Acute Coronary Syndrome (ACS).

B. Tujuan
1. Perawat IGD RS Jasa Kartini mampu memahami tentang definisi, etiologi,
manifestasi klinis, patofisiologi, pemeriksaan penunjang, komplikasi, dan
penatalaksanaan pada kasus Acute Coronary Syndrom (ACS).
2. Perawat IGD RS Jasa Kartini mampu memberikan asuhan keperawatan
pada pasien dengan Acute Coronary Syndrom (ACS).
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI
Acute Coronary Syndrome (ACS) adalah kejadian kegawatan pada
pembuluh darah koroner. Wasid (2007) menambahkan bahwa ACS adalah
suatu fase akut dari Unstable Angina Pectoris (UAP) yang disertai Infark
Miocard akut/ IMA gelombang Q (IMA-Q) dengan non ST elevasi (NSTEMI)
atau tanpa gelombang Q (IMA-TQ) dengan ST elevasi (STEMI) yang terjadi
karena adanya trombosis akibat dari ruptur plak aterosklerosis yang tak
stabil (Andra, 2006).
Harun (2007) berpendapat istilah ACS banyak digunakan saat ini
untuk menggambarkan kejadian kegawatan pada pembuluh darah coroner.
Acute Coronary Syndrome (ACS) merupakan satu sindrom yang terdiri dari
beberapa penyakit coroner yaitu, angina tak stabil (unstable angina), infark
miokard non-elevasi ST, infark miokard dengan elevasi ST, maupun angina
pektoris pasca infark atau pasca tindakan intervensi coroner perkutan.
Acute Coronary Syndrome (ACS) adalah istilah untuk tanda-tanda klinis dan
gejala iskemia miokard : angina tidak stabil, non ST elevasi segmen infark
miokard (NSTEMI), dan elevasi ST segmen infark myocard (STEMI).
(mulyadi., 2015).

Gambar 1. Ateri Koroner


B. ETIOLOGI
Rilantono (1996) mengatakan sumber masalah sesungguhnya hanya terletak
pada penyempitan pembuluh darah jantung (vasokonstriksi). Penyempitan
ini diakibatkan oleh empat hal, meliputi:
1. Adanya timbunan-lemak (aterosklerosis) dalam pembuluh darah akibat
konsumsi kolesterol tinggi.
2. Sumbatan (trombosis) oleh sel beku darah (trombus).
3. Vasokonstriksi atau penyempitan pembuluh darah akibat kejang yang
terus menerus.
4. Infeksi pada pembuluh darah.

Wasid (2007) menambahkan mulai terjadinya ACS dipengaruhi oleh


beberapa keadaan, yakni:

1. Aktivitas/latihan fisik yang berlebihan (tak terkondisikan)


2. Stress emosi, terkejut
3. Udara dingin, keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya dengan
peningkatan aktivitas simpatis sehingga tekanan darah meningkat,
frekuensi debar jantung meningkat, dan kontraktilitas jantung
meningkat.

C. PATOFISIOLOGI
Mekanisme utama ACS adalah proses thrombosis akut akibat dari rupturnya
plak aterosklerosis, yang menyebabkan sumbatan mendadak aliran darah
koroner. Jika sumbatan menyebabkan oklusi total pada arteri koroner
(sumbatan 100%), pasien mengalami STEMI dan pada rekaman EKG akn
terdapat Elevasi Segmen ST di dua atau lebih lead yang menghadap daerah
jantung tertentu. Jika sumbatannya non oklusif (tidak 100%) disebut ACS
tanpa elevasi segmen ST (tidak ada elevasi segmen ST pada rekaman EKG).
Walaupun jarang, penyebab lain yang bukan dari aterosklerosis mungkin
juga bisa terjadi, yaitu akibat arteritis, trauma, diseksi, tromboemboli,
kelainan kongenital, penggunaan kokain serta komplikasi dari tindakan
kateterisasi jantung (Welsford, 2015)
Gambar 2. Patofisiologi SKA

D. MANIFESTASI KLINIS
Beberapa gejala yang menandakan ACS menurut AHA 2015 yaitu:
1. Tekanan yang tidak nyaman, begah, sensasi diremas, atau nyeri di
bagiantengah dada dan berlangsung beberapa menit.
2. Ketidaknyamanan dada menyebar ke bahu, leher, satu atau kedua
lengan, atau rahang.
3. Ketidaknyamanan dada menyebar ke belakang atau di antara tulang
belikat.
4. Ketidaknyamanan dada dengan pusing, pingsan, berkeringat, mual atau
muntah.
5. Sesak nafas yang mendadak, yang mungkin terjadi dengan atau tanpa
rasa tidak nyaman.

E. ALGORITMA TATALAKSANA ACS


Algoritma sindrom koroner akut menguraikan langkah-langkah penilaian dan
pengelolaan untuk pasien yang diduga mengalami ACS.
1. Penyedia layanan kegawatdaruratan di luar lingkungan rumah sakit akan
melakukan pengkajian dan memberikan terapi inisial yaitu memberi
oksigen, aspirin, nitrogliserin, morfin (jika diperlukan), dan melakukan
EKG 12 Lead sesegera mungkin. Jika dari hasil perekaman EKG
didapatkan indikasi untuk dilakukan terapi reperfusi, maka penyedia
layanan kegawatdaruratan dapat melengkapi check-list pemberian
fibrinolitik dan memberi tahu Instalasi Gawat Darurat agar setibanya di
RS pasien bisa segera dilakukan tindakan tanpa adanya penundaan
waktu.
2. Pengobatan selanjutnya terjadi pada saat pasien tiba di rumah sakit.
Dalam 10 menit pertama, lakukan EKG 12 Lead hal itu harus menjadi
prioritas utama untuk dikerjakan oleh petugas IGD. Tujuannya adalah
untuk menganalisis EKG 12 lead segera dalam waktu 10 menit setelah
kedatangan pasien di IGD. Evaluasi EKG harus dilakukan dan berfokus
pada nyeri atau ketidaknyamanan dada, tanda dan gejala gagal jantung,
riwayat jantung, faktor resiko SKA, dan riwayat kesehatan pasien yang
mungkin menghalangi penggunaan fibrinolitik. Petugas rumah sakit akan
mengkategorikan jenis ACS dengan menganalisa segmen ST atau ada
tidaknya Left Bundle Branch Block (LBBB) pada hasil rekaman EKG.
Kemungkinan hasilnya adalah sebagai berikut:
a. STEMI (ST Elevasi Miokard Infark)
b. NSTEMI (Non-ST Elevasi Miokard Infark)
c. UAP (Unstable Angina Pectoris).
Bagi pasien dengan STEMI, pemberian fibrinolitik harus dalam waktu 30
menit (door to needle) setelah kedatangan atau melakukan PCI dalam
waktu 90 menit setelah kedatangan (door to ballon).

Penilaian dan stabilisasi pasien dalam 10 menit pertama di Instalasi Gawat


Darurat harus mencakup hal berikut :
1. Periksa tanda vital dan evaluasi saturasi oksigen
2. Menyiapkan atau memasang akses IV
3. Ambil riwayat fokus singkat dan lakukan pemeriksaan fisik
4. Jika terindikasi mendapat fibrinolitik maka lengkapi checklist fibrinolitik
dan periksa ada tidaknya kontraindikasi.
5. Mengambil sampel darah untuk mengevaluasi kadar marker jantung awal
(enzim CK-CKMB dan Troponin T/I), elektrolit, dan koagulasi (Protombin
Time ataupun nilai INR).
6. Lakukan dan tinjau rontgen dada (kurang dari 30 menit setelah pasien
masuk IGD). Tindakan ini tidak boleh menyebabkan penundaan terapi
fibrinolitik untuk STEMI.
Jika terdapat kontraindikasi, maka pasien yang mengalami angina pektoris
oleh karena iskemia miokard dapat diberikan 4 agen yaitu:
a. Oksigen jika hipoksemik (saturasi oksigen kurang dari 90%)
b. Aspirin
c. Nitrogliserin
d. Opiat (misal morfin jika nyeri dada masih menetap dan tidak berespon
terhadap nitrat).

F. KLASIFIKASI ACS
Klasifikasi Acute Coronary Syndrome (ACS) berdasarkan berat/ ringannya
gejala menurut Wasid (2007) adalah:
1. Kelas I: Serangan baru, yaitu kurang dari 2 bulan progresif, berat, dengan
nyeri pada waktu istirahat, atau aktivitas sangat ringan, terjadi >2 kali
per hari.
2. Kelas II: Sub akut, yakni sakit dada antara 48 jam sampai dengan 1 bulan
pada waktu istirahat.
3. Kelas III: Akut, yakni kurang dari 48 jam.

Menurut American Heart Asociation (2016) Berdasarkan anamnesis,


peeriksaan fisik, peeriksaan elektrokardiogram (EKG) dan pemeriksaan
biomarka jantung, Acute Coronary Syndrome (ACS) dibagi menjadi 3 jenis
yaitu :

1. ST-Elevation Myocardial Infraction (STEMI)


a. Pengertian
ST-Elevation Myocardial Infraction (STEMI) terjadi karena sumbatan
yang komplit pada arteri koroner. Jika tidak dilakukan pengobatan
akan dapat menyebabkan kerusakan miokardium yang lebih jauh.
Pada fase akut pasien beresiko tinggi untuk mengalami fibrilasi
ventrikel atau takhikardi yang dapat menyebabkan kematian
( Juliawan, 2012). STEMI ditandai dengan elevasi segmen ST dalam 2
atau lebih lead yang mengarah pada area tertentu atau terbentuknya
LBBB (Left Bundle Branch Block) baru. Nilai ambang ST Elevasi yang
sesuai dengan STEMI adalah elevasi J-point lebih besar dari 2 mm
(0,2 mv) pada Lead V2 dan V3 dan 1 mm atau lebih pada semua lead
lainya atau adanya LBBB baru atau yang diperkirakan baru.
Gambar 3. Perbuahan EKG Pada STEMI

Gambar 4. ST Elevasi Miokard Infark.


Lokasi pada STEMI yaitu :

Lokasi Leads Temuan EKG


Anteroseptal V1-V3 ST elev., Q wave
Ekstensive Anterior V1-V6 ST elev., Q wave
Posterior V7-V8 ST elev., Q wave
Posterior V1-V2 ST dep., Tall R wave
Anterolateral I, AVL, V5-V6 ST elev., Q wave
Inferior II, III, AVF ST elev., Q wave
Right Ventricular V4R, V5R ST elev., Q wave

b. Etiologi
STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada
lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti
merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.
 Penyempitan arteri koroner nonsklerolik
 Penyempitan aterorosklerotik
 Trombus
 Plak aterosklerotik
 Lambatnya aliran darah didaerah plak atau oleh viserasi plak
 Peningkatan kebutuhan oksigen miokardium
 Penurunan darah koroner melalui yang menyempit
 Penyempitan arteri oleh perlambatan jantung selama tidur
 Spasme otot segmental pada arteri kejang otot. (sumber: Putra.
2012).
c. Patofisiologi
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun
secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik
yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat tinggi
yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena
berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika
trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular.
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis
mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan jika kondisi local atau
sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural
pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri koroner.
Penelitian histology menunjukkan plak koroner cendeeung mengalami
rupture jika mempunyai vibrous cap yang tipis dan intinya kaya lipid
(lipid rich core). (Putra. 2012).
Infark Miokard yang disebabkan trombus arteri koroner dapat
mengenai endokardium sampai epikardium,disebut infark transmural,
namun bisa juga hanya mengenai daerah subendokardial,disebut
infark subendokardial. Setelah 20 menit terjadinya sumbatan,infark
sudah dapat terjadi pada subendokardium,dan bila berlanjut terus
rata-rata dalam 4 jam telah terjadi infark transmural.
Kerusakan miokard ini dari endokardium ke epikardium menjadi
komplit dan ireversibel dalam 3-4 jam. Meskipun nekrosis miokard
sudah komplit,proses remodeling miokard yang mengalami injury
terus berlanjut sampai beberapa minggu atau bulan karena daerah
infark meluas dan daerah non infark mengalami dilatasi. (Putra.
2012).
d. Manifestasi Klinis
1) Keluhan utama klasik : nyeri dada sentral yang berat , seperti rasa
terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas,
dipelintir, tertekan yang berlangsung ≥ 20 menit, tidak berkurang
dengan pemberian nitrat, gejala yang menyertai : berkeringat,
pucat dan mual, sulit bernapas, cemas, dan lemas.
2) Nyeri membaik atau menghilang dengan istirahat atau obat nitrat.
3) Kelainan lain: di antaranya atrima, henti jantung atau gagal
jantung akut.
4) Bisa atipik:
- Pada manula: bisa kolaps atau bingung.
- Pada pasien diabetes: perburukan status metabolik atau atau
gagal jantung bisa tanpa disertai nyeri dada. (Sumber:
Putra.2012)

2. Non ST-Elevation Myocardial Infraction (NSTEMI)


a. Pengertian
Non ST-Elevation Myocardial Infraction (NSTEMI) NSTEMI merupakan
SKA yang ditandai oleh ketidakseimbangan pasokan dan kebutuhan
oksigen miokard. Penyebab utama adalah stenosis koroner akibat
trombus non-oklusif yang terjadi pada plak aterosklerosis yang
mengalami erosi, fisur, dan/atau ruptur. NSTEMI didefinisikan sebagai
nekrosis miokardium yang disebabkan oleh tidak adekuatnya pasokan
darah akibat sumbatan akut arteri koroner yang ditandai dengan
adanya segmen ST elevasi pada EKG. Sumbatan ini sebagian besar
disebabkan oleh repture plak, atheroma pada arteri koroner yang
kemudian diikuti oleh terjadinya thrombosis, vasokonstriksi, reaksi
inflamasi, dan mikroembolisasi distal. Kadang-kadang sumbatan akut
ini dapat pula disebebkan oleh spame arteri koroner, emboli atau
vaskulitis.(Oktavianus & Sari., 2014). NSTEMI ditandai dengan depresi
Segmen ST (terjadi iskemik miokard) 0,5 mm (0,05mv) atau
gelombang T inverted yang disertai nyeri dada. Elevasi segmen ST
nonpersisten (tidak menetap) sebesar 0,5 mm atau lebih selama
kurang dari 20 menit.

Gambar 5. Perbadingan EKG


normal dengan NSTEMI
Gambar 6. Non ST Elevasi Miokard Infark.

b. Etiologi
NSTEMI disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan
peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh
obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena thrombosis akut atau proses
vasokonstriksi koroner, sehingga terjadi iskemia miokard dan dapat
menyebabkan nekrosis jaringan miokard dengan derajat lebih kecil,
biasanya terbatas pada subendokardium. Keadaan ini tidak dapat
menyebabkan elevasi segmen ST, namun menyebabkan pelepasan
penanda nekrosis.
Penyebab paling umum adalah penurunan perfusi miokard yang
dihasilkan dari penyempitan arteri koroner disebabkan oleh thrombus
nonocclusive yang telah dikembangkan pada plak aterosklerotik
terganggu. Penyempitan abnormal dari arteri koroner mungkin juga
bertanggung jawab. (Apriliya. 2015).
c. Patofisiologi
NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen atau
peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh
obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena thrombosis akut atau
vasokontriksi koroner. Thrombosis akut pada arteri koroner diawali
dengan adanya rupture plak yang tak stabil. Plak yang tidak stabil ini
mempunyai inti lipid yang besar, densitas otot polos yang rendah,
fibrous cap yang tipis dan konsentrasi faktor jaringan yang tinggi. Inti
lemak yang cenderung rupture mempunyai konsentrasi ester
kolesterol dengan proporsi asam lemak tak jenuh yang tinggi. Pada
lokasi ruptur plak dapat dijumpai sel makrofag dan limfosit T yang
menunjukkan adanya proses inflamasi. Sel-sel ini akan mengeluarkan
sel sitokin proinflamasi seperti TNFα, dan IL-6 akan merangsang
pengeluaran hsCRF di hati. (Anggraeni. 2014).
d. Manifestasi Klinis
Nyeri dada lebih dari 20 menit dengan lokasi khas substernal
atau kadang kala di epigastrium dengan ciri seperti di peras, perasaan
seperti di ikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul,rasa penuh, berat atau
tertekan, menjadi persentasi gejala yang sering di temukan pada
penderita NSTEMI. Pada EKG ditemukan deviasi ST segmen depresi >
0,5mm, dapat disertai dengan gelombang T inverse. Biomarker
miokard ditandai dengan peningkatan CKMB > 25 µ/l dan Troponin T
positif > 0,03. Gejala tidak khas seperti dispnea, mual, diaforesis,
sinkop atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas atau leher juga
terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien berusia
lebih dari 65 tahun. (Muliadi. 2015)
3. Unstable Angina Pectoris (UAP)
a. Pengertian
Unstable Angina pectoris didefinisikan sebagai perasaan tidak
enak di dada (chest discomfort) akibat iskemia miokard.Perasaan
tidak enak di dada ini berupa nyeri, rasa terbakar, atau rasa
tertekan.Kadang-kadang tidak dirasakan di dada melainkan di leher,
rahang bawah, bahu, atau di ulu hati. (Oktavianus & Sari., 2014). UAP
merupakan ACS yang beresiko rendah atau sedang, ditandai dengan
perubahan normal atau nondiagnostik pada segmen ST atau
gelombang T yang tidak meyakinkan dan memerlukan stratifikasi
risiko lebih lanjut. Penyimpangan pada salah sau arah kurang dari
0,5mm (0,05mv) atau inversi gelombang T<2mm atau 0,2mv (AHA,
2016).
b. Etiologi
1) Penurunan suplai darah miokard akibat meningkatnya resistensi

koroner dalam jumlah besar dan Arteri koroner kecil. Peningkatan


kekuatan ekstravaskuler, seperti hipertrofi LV berat yang
disebabkan oleh hipertensi, Stenosis aorta, atau kardiomiopati
hipertrofik, atau peningkatan tekanan diastolik LV
2) Pengurangan kapasitas pembawa oksigen darah, seperti
peningkatan karboksihemoglobin atau Anemia berat (hemoglobin,
<8 g / dL) Anomali kongenital dari asal dan / atau jalur arteri
koroner epikardial mayor. (Alaeddini., 2016)
c. Patofisiologi
Iskemia miokard berkembang ketika aliran darah koroner
menjadi tidak memadai untuk memenuhi miokard. Permintaan
oksigen Hal ini menyebabkan sel miokard beralih dari metabolisme
aerobik ke anaerob Dengan penurunan fungsi metabolisme, mekanik,
dan listrik progresif. Kejang jantung Adalah manifestasi klinis yang
paling umum dari iskemia miokard. Hal ini disebabkan oleh kimia dan
Stimulasi mekanik ujung saraf aferen sensorik pada pembuluh koroner
dan Miokardium. Serabut saraf ini meluas dari nervus tulang belakang
toraks ke-4 ke atas, naik Melalui sumsum tulang belakang ke
thalamus, dan dari sana ke korteks serebral. Studi telah menunjukkan
bahwa adenosin mungkin merupakan mediator kimia utama nyeri
angina. Selama Iskemia, ATP terdegradasi pada adenosin, yang
setelah difusi ke ruang ekstraselular, menyebabkan Pelebaran arteriol
dan nyeri angina. Adenosin menginduksi angina terutama dengan
merangsang A1 Reseptor pada ujung saraf aferen jantung.
(ALaeddini.,2016).
d. Manifestasi Klinis
Yang tegolong dalam unstable angina pectoris (UAP) adalah nyeri
dada yang munculnya tidak tentu, dapat terjadi pada saat penderita
sedang melakukan kegiatan fisik atau dalam keadaan istirahat dan
gejalanya bervariasi tergantung bentuk, besar kecil dan keadaan
thrombus.
Gejala angina tidak stabil serupa dengan infark miokard (MI) dan
meliputi berikut:
1) Nyeri dada atau tekanan
2) Berkeringat
3) Dispnea
4) Mual, muntah
5) Pusing atau kelemahan mendadak
6) Kelelahan
7) Nyeri atau tekanan di punggung, leher, rahang, perut, atau bahu
atau lengan.
8) Gejala yang terjadi saat istirahat; Menjadi tiba-tiba lebih sering,
parah, atau berkepanjangan berubah dari pola angina biasa; dan
tidak menanggapi beristirahat. (Tan., 2015)

BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas klien
2. Keluhan Utama
3. Riwayat Penyakit Dahulu..
4. Riwayat Penyakit Sekarang.
5. Riwayat Penyakit Keluarga.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang bisa muncul diantaranya:
a. Nyeri akut berhubungan dengan agent cidera iskhemia jaringan
sekunder terhadap sumbatan arteri koroner
b. Penurunan cardiac out put berhubungan dengan Gangguan stroke
volume (preload, afterload, kontraktilitas)
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
kebutuhan dan suplai oksigen
d. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan dengan beban kerja
jantung meningkat
C. INTERVENSI
a. Nyeri akut berhubungan dengan agent cidera iskhemia jaringan
sekunder terhadap sumbatan arteri coroner
Tujuan : setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam
nyeri berkurang
Kriteria hasil :
1) Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi
skala nyeri 0-2 ( 0-7 ).
2) Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau
menurunkan nyeri.
3) Pasien tidak gelisah

Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Nyeri akut berhubungan NOC : NIC :


dengan agent cidera Setelah dilakukan tindakan  Lakukan pengkajian nyeri
iskhemia jaringan sekunder keperawatan selama 3x24 secara komprehensif
terhadap sumbatan arteri jam nyeri pasien teratasi, termasuk lokasi,
karakteristik, durasi,
coroner Mampu mengontrol nyeri
frekuensi, kualitas dan
(tahu penyebab nyeri,
faktor presipitasi
mampu menggunakan  Observasi reaksi nonverbal
tehnik nonfarmakologi dari ketidaknyamanan
untuk mengurangi nyeri,  Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri
mencari dengan kriteria
seperti suhu ruangan,
hasil: bantuan)
pencahayaan dan
 Melaporkan bahwa nyeri kebisingan
berkurang dengan  Kurangi faktor presipitasi
menggunakan nyeri
manajemen nyeri  Kaji tipe dan sumber nyeri
 Mampu mengenali nyeri untuk menentukan
(skala, intensitas, intervensi
frekuensi dan tanda nyeri)  Ajarkan tentang teknik non
 Menyatakan rasa nyaman farmakologi: napas dala,
setelah nyeri berkurang relaksasi, distraksi,
 Tanda vital dalam rentang kompres hangat/ dingin
normal Kolaborasi:
 Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri

b. Penurunan cardiac out put berhubungan dengan Gangguan stroke


volume (preload, afterload, kontraktilitas).
Tujuan : setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam
penurunan kardiac ou put klien teratasi
Kriteria hasil :
1) Dapat mentoleransi aktivitas
2) Tanda vital normal

Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Penurunan cardiac out NOC : NIC :


put berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan  Evaluasi adanya nyeri dada
Gangguan stroke volume selama 3x24 jam  Catat adanya disritmia
(preload, afterload, penurunan kardiak output jantung
 Catat adanya tanda dan
kontraktilitas) klien teratasi dengan
gejala penurunan cardiac
kriteria hasil:
putput
 Tanda Vital dalam rentang  Monitor respon pasien
normal (Tekanan darah, terhadap efek pengobatan
Nadi, respirasi) antiaritmia
 Dapat mentoleransi  Anjurkan untuk
aktivitas, tidak ada menurunkan stress
kelelahan  Monitor TD, nadi, suhu, dan
 Tidak ada edema paru, RR
perifer, dan tidak ada  Monitor jumlah, bunyi dan
asites irama jantung
 Tidak ada penurunan  Monitor sianosis perifer
kesadaran Kolaborasi:
 AGD dalam batas normal
 Berikan obat anti aritmia,
 Tidak ada distensi vena
leher inotropik, nitrogliserin dan
 Warna kulit normal vasodilator untuk
mempertahankan
kontraktilitas jantung
 Berikan antikoagulan untuk
mencegah trombus perifer

c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara


kebutuhan dan suplai oksigen.
Tujuan : setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam
Intoleransi aktivitas tercukupi.
Kriteria hasil :
1) Mampu melakulan aktifitas sehari-hari
2) Kesimbangan Aktivitas dan istirahat

Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Intoleransi aktivitas NOC : NIC :


berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan  Observasi adanya
ketidakseimbangan antara keperawatan selama 3x24 pembatasan klien dalam
kebutuhan dan suplai jam Pasien bertoleransi melakukan aktivitas
 Kaji adanya faktor yang
oksigen. terhadap aktivitas dengan
menyebabkan kelelahan
kriteria hasil :
 Monitor nutrisi  dan
 Berpartisipasi dalam sumber energi yang
aktivitas fisik tanpa disertai adekuat
peningkatan tekanan  Monitor pasien akan
darah, nadi dan RR adanya kelelahan fisik
 Mampu melakukan dan emosi secara
aktivitas sehari hari (ADLs) berlebihan
secara mandiri  Monitor respon
 Keseimbangan aktivitas kardivaskuler  terhadap
dan istirahat aktivitas (takikardi,
disritmia, sesak nafas,
diaporesis, pucat,
perubahan
hemodinamik)
 Bantu klien untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang mampu
dilakukan
 Bantu untuk memilih
aktivitas konsisten yang
sesuai dengan
kemampuan fisik,
psikologi dan sosial
 Bantu untuk
mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber
yang diperlukan untuk
aktivitas yang diinginkan
 Bantu untuk
mendpatkan alat
bantuan aktivitas seperti
kursi roda, krek

d. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan beban kerja jantung


meningkat
Tujuan : setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam
pasien menunjukkan kefektivan pola nafas
Kriteria hasil :
1) menunjukkan jalan nafas paten
Diagnosa Keperawatan Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Pola Nafas tidak efektif NOC: NIC:


berhubungan dengan
beban kerja jantung Setelah dilakukan tindakan  Posisikan pasien untuk
meningkat keperawatan selama 3x24 memaksimalkan ventilasi
jam pasien menunjukkan  Lakukan fisioterapi dada jika
perlu
keefektifan pola nafas,
 Auskultasi suara nafas, catat
dibuktikan dengan kriteria
adanya suara tambahan
hasil:  Berikan pelembab udara
Kassa basah NaCl Lembab
 Mendemonstrasikan  Atur intake untuk cairan
batuk efektif dan suara mengoptimalkan
nafas yang bersih, tidak keseimbangan.
ada sianosis dan dyspneu  Monitor respirasi dan status
(mampu mengeluarkan O2
sputum, mampu bernafas  Bersihkan mulut, hidung dan
dg mudah, tidakada secret trakea
pursed lips)  Pertahankan jalan nafas yang
 Menunjukkan jalan nafas paten
yang paten (klien tidak  Observasi adanya tanda
merasa tercekik, irama tanda hipoventilasi
nafas, frekuensi  Monitor adanya kecemasan
pernafasan dalam pasien terhadap oksigenasi
rentang normal, tidak ada  Monitor  vital sign
suara nafas abnormal)  Informasikan pada pasien
 Tanda Tanda vital dalam dan keluarga tentang tehnik
rentang normal (tekanan relaksasi untuk memperbaiki
darah, nadi, pernafasan) pola nafas.
 Ajarkan bagaimana batuk
efektif
 Monitor pola nafas    

BAB IV

KESIMPULAN
Acute Coronary Syndrome (ACS) adalah suatu kejadian koroner dengan
mortalitas tinggi,perlu penanganan cepat, cermat, dan tepat baik diagnostik
maupun terapi noninvasif serta invasif.

Anda mungkin juga menyukai