ACUTE CORONARY
SYNDROME (ACS)
TEAM 4 IGD RS. JASA KARTINI
Argi, Rachmat, Risa, Asep, Rifa
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Acute Coronary Syndrome (ACS) atau yang lazim disebut Penyakit
Jantung Koroner (PJK) merupakan suatu masalah kardiovaskular yang
utama karena menyebabkan angka perawatan rumah sakit dan angka
kematian yang tinggi (Irmalita et al., 2014). American Heart Association
(2014) menunjukkan prevalensi nyeri dada pada pasien yang dirawat karena
Acute Coronary Syndrome (ACS) di dunia sebesar 2 juta orang. 40% dengan
diagnosa NSTEMI, 20% STEMI dan 40% Unstable Angna Pectoris (UAP)
(Hewins,Kelly,2016).
World Health Organization (WHO) mengestimasikan ACS menjadi
penyebab utama kematian di seluruh dunia dengan 17 juta kematian per
tahun pada tahun 2008 dan akan meningkat menjadi 23,4 juta kematian
pada tahun 2030, dengan lebih dari 80% terjadi di negara berkembang.
Sedangkan di Indonesia berdasarkan data penelitian dari Jakarta Acute
Coronary Syndrome (JAC) Registry, terdapat total pasien ACS pada tahun
2007, 2010, dan 2013 sebanyak 1223 pasien, 1915 pasien dan 1925 pasien
yang tergolong sebagai sindrom koroner akut non elevasi segmen ST
(Dharma et al, 2015). Data Riskesdas 2013 menunjukkan prevalensi ACS di
Indonesia berdasarkan wawancara terdiagnosis dokter sebesar 0,5% dan
berdasarkan terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5%.
Rumah sakit Jasa Kartini sebagai salah satu rumah sakit swasta
terbesar di Kota Tasikmalaya memiliki angka kejadian pasien dengan ACS
cukup tinggi yaitu...............
Oleh karena itu sebagai tenaga kesehatan khususnya perawat
diperlukan peningkatan keilmuan dan keterampilan untuk penanganan
pasien dengan kasus Acute Coronary Syndrome (ACS).
B. Tujuan
1. Perawat IGD RS Jasa Kartini mampu memahami tentang definisi, etiologi,
manifestasi klinis, patofisiologi, pemeriksaan penunjang, komplikasi, dan
penatalaksanaan pada kasus Acute Coronary Syndrom (ACS).
2. Perawat IGD RS Jasa Kartini mampu memberikan asuhan keperawatan
pada pasien dengan Acute Coronary Syndrom (ACS).
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI
Acute Coronary Syndrome (ACS) adalah kejadian kegawatan pada
pembuluh darah koroner. Wasid (2007) menambahkan bahwa ACS adalah
suatu fase akut dari Unstable Angina Pectoris (UAP) yang disertai Infark
Miocard akut/ IMA gelombang Q (IMA-Q) dengan non ST elevasi (NSTEMI)
atau tanpa gelombang Q (IMA-TQ) dengan ST elevasi (STEMI) yang terjadi
karena adanya trombosis akibat dari ruptur plak aterosklerosis yang tak
stabil (Andra, 2006).
Harun (2007) berpendapat istilah ACS banyak digunakan saat ini
untuk menggambarkan kejadian kegawatan pada pembuluh darah coroner.
Acute Coronary Syndrome (ACS) merupakan satu sindrom yang terdiri dari
beberapa penyakit coroner yaitu, angina tak stabil (unstable angina), infark
miokard non-elevasi ST, infark miokard dengan elevasi ST, maupun angina
pektoris pasca infark atau pasca tindakan intervensi coroner perkutan.
Acute Coronary Syndrome (ACS) adalah istilah untuk tanda-tanda klinis dan
gejala iskemia miokard : angina tidak stabil, non ST elevasi segmen infark
miokard (NSTEMI), dan elevasi ST segmen infark myocard (STEMI).
(mulyadi., 2015).
C. PATOFISIOLOGI
Mekanisme utama ACS adalah proses thrombosis akut akibat dari rupturnya
plak aterosklerosis, yang menyebabkan sumbatan mendadak aliran darah
koroner. Jika sumbatan menyebabkan oklusi total pada arteri koroner
(sumbatan 100%), pasien mengalami STEMI dan pada rekaman EKG akn
terdapat Elevasi Segmen ST di dua atau lebih lead yang menghadap daerah
jantung tertentu. Jika sumbatannya non oklusif (tidak 100%) disebut ACS
tanpa elevasi segmen ST (tidak ada elevasi segmen ST pada rekaman EKG).
Walaupun jarang, penyebab lain yang bukan dari aterosklerosis mungkin
juga bisa terjadi, yaitu akibat arteritis, trauma, diseksi, tromboemboli,
kelainan kongenital, penggunaan kokain serta komplikasi dari tindakan
kateterisasi jantung (Welsford, 2015)
Gambar 2. Patofisiologi SKA
D. MANIFESTASI KLINIS
Beberapa gejala yang menandakan ACS menurut AHA 2015 yaitu:
1. Tekanan yang tidak nyaman, begah, sensasi diremas, atau nyeri di
bagiantengah dada dan berlangsung beberapa menit.
2. Ketidaknyamanan dada menyebar ke bahu, leher, satu atau kedua
lengan, atau rahang.
3. Ketidaknyamanan dada menyebar ke belakang atau di antara tulang
belikat.
4. Ketidaknyamanan dada dengan pusing, pingsan, berkeringat, mual atau
muntah.
5. Sesak nafas yang mendadak, yang mungkin terjadi dengan atau tanpa
rasa tidak nyaman.
F. KLASIFIKASI ACS
Klasifikasi Acute Coronary Syndrome (ACS) berdasarkan berat/ ringannya
gejala menurut Wasid (2007) adalah:
1. Kelas I: Serangan baru, yaitu kurang dari 2 bulan progresif, berat, dengan
nyeri pada waktu istirahat, atau aktivitas sangat ringan, terjadi >2 kali
per hari.
2. Kelas II: Sub akut, yakni sakit dada antara 48 jam sampai dengan 1 bulan
pada waktu istirahat.
3. Kelas III: Akut, yakni kurang dari 48 jam.
b. Etiologi
STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada
lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti
merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.
Penyempitan arteri koroner nonsklerolik
Penyempitan aterorosklerotik
Trombus
Plak aterosklerotik
Lambatnya aliran darah didaerah plak atau oleh viserasi plak
Peningkatan kebutuhan oksigen miokardium
Penurunan darah koroner melalui yang menyempit
Penyempitan arteri oleh perlambatan jantung selama tidur
Spasme otot segmental pada arteri kejang otot. (sumber: Putra.
2012).
c. Patofisiologi
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun
secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik
yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat tinggi
yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena
berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika
trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular.
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis
mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan jika kondisi local atau
sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural
pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri koroner.
Penelitian histology menunjukkan plak koroner cendeeung mengalami
rupture jika mempunyai vibrous cap yang tipis dan intinya kaya lipid
(lipid rich core). (Putra. 2012).
Infark Miokard yang disebabkan trombus arteri koroner dapat
mengenai endokardium sampai epikardium,disebut infark transmural,
namun bisa juga hanya mengenai daerah subendokardial,disebut
infark subendokardial. Setelah 20 menit terjadinya sumbatan,infark
sudah dapat terjadi pada subendokardium,dan bila berlanjut terus
rata-rata dalam 4 jam telah terjadi infark transmural.
Kerusakan miokard ini dari endokardium ke epikardium menjadi
komplit dan ireversibel dalam 3-4 jam. Meskipun nekrosis miokard
sudah komplit,proses remodeling miokard yang mengalami injury
terus berlanjut sampai beberapa minggu atau bulan karena daerah
infark meluas dan daerah non infark mengalami dilatasi. (Putra.
2012).
d. Manifestasi Klinis
1) Keluhan utama klasik : nyeri dada sentral yang berat , seperti rasa
terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas,
dipelintir, tertekan yang berlangsung ≥ 20 menit, tidak berkurang
dengan pemberian nitrat, gejala yang menyertai : berkeringat,
pucat dan mual, sulit bernapas, cemas, dan lemas.
2) Nyeri membaik atau menghilang dengan istirahat atau obat nitrat.
3) Kelainan lain: di antaranya atrima, henti jantung atau gagal
jantung akut.
4) Bisa atipik:
- Pada manula: bisa kolaps atau bingung.
- Pada pasien diabetes: perburukan status metabolik atau atau
gagal jantung bisa tanpa disertai nyeri dada. (Sumber:
Putra.2012)
b. Etiologi
NSTEMI disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan
peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh
obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena thrombosis akut atau proses
vasokonstriksi koroner, sehingga terjadi iskemia miokard dan dapat
menyebabkan nekrosis jaringan miokard dengan derajat lebih kecil,
biasanya terbatas pada subendokardium. Keadaan ini tidak dapat
menyebabkan elevasi segmen ST, namun menyebabkan pelepasan
penanda nekrosis.
Penyebab paling umum adalah penurunan perfusi miokard yang
dihasilkan dari penyempitan arteri koroner disebabkan oleh thrombus
nonocclusive yang telah dikembangkan pada plak aterosklerotik
terganggu. Penyempitan abnormal dari arteri koroner mungkin juga
bertanggung jawab. (Apriliya. 2015).
c. Patofisiologi
NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen atau
peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh
obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena thrombosis akut atau
vasokontriksi koroner. Thrombosis akut pada arteri koroner diawali
dengan adanya rupture plak yang tak stabil. Plak yang tidak stabil ini
mempunyai inti lipid yang besar, densitas otot polos yang rendah,
fibrous cap yang tipis dan konsentrasi faktor jaringan yang tinggi. Inti
lemak yang cenderung rupture mempunyai konsentrasi ester
kolesterol dengan proporsi asam lemak tak jenuh yang tinggi. Pada
lokasi ruptur plak dapat dijumpai sel makrofag dan limfosit T yang
menunjukkan adanya proses inflamasi. Sel-sel ini akan mengeluarkan
sel sitokin proinflamasi seperti TNFα, dan IL-6 akan merangsang
pengeluaran hsCRF di hati. (Anggraeni. 2014).
d. Manifestasi Klinis
Nyeri dada lebih dari 20 menit dengan lokasi khas substernal
atau kadang kala di epigastrium dengan ciri seperti di peras, perasaan
seperti di ikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul,rasa penuh, berat atau
tertekan, menjadi persentasi gejala yang sering di temukan pada
penderita NSTEMI. Pada EKG ditemukan deviasi ST segmen depresi >
0,5mm, dapat disertai dengan gelombang T inverse. Biomarker
miokard ditandai dengan peningkatan CKMB > 25 µ/l dan Troponin T
positif > 0,03. Gejala tidak khas seperti dispnea, mual, diaforesis,
sinkop atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas atau leher juga
terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien berusia
lebih dari 65 tahun. (Muliadi. 2015)
3. Unstable Angina Pectoris (UAP)
a. Pengertian
Unstable Angina pectoris didefinisikan sebagai perasaan tidak
enak di dada (chest discomfort) akibat iskemia miokard.Perasaan
tidak enak di dada ini berupa nyeri, rasa terbakar, atau rasa
tertekan.Kadang-kadang tidak dirasakan di dada melainkan di leher,
rahang bawah, bahu, atau di ulu hati. (Oktavianus & Sari., 2014). UAP
merupakan ACS yang beresiko rendah atau sedang, ditandai dengan
perubahan normal atau nondiagnostik pada segmen ST atau
gelombang T yang tidak meyakinkan dan memerlukan stratifikasi
risiko lebih lanjut. Penyimpangan pada salah sau arah kurang dari
0,5mm (0,05mv) atau inversi gelombang T<2mm atau 0,2mv (AHA,
2016).
b. Etiologi
1) Penurunan suplai darah miokard akibat meningkatnya resistensi
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas klien
2. Keluhan Utama
3. Riwayat Penyakit Dahulu..
4. Riwayat Penyakit Sekarang.
5. Riwayat Penyakit Keluarga.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang bisa muncul diantaranya:
a. Nyeri akut berhubungan dengan agent cidera iskhemia jaringan
sekunder terhadap sumbatan arteri koroner
b. Penurunan cardiac out put berhubungan dengan Gangguan stroke
volume (preload, afterload, kontraktilitas)
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
kebutuhan dan suplai oksigen
d. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan dengan beban kerja
jantung meningkat
C. INTERVENSI
a. Nyeri akut berhubungan dengan agent cidera iskhemia jaringan
sekunder terhadap sumbatan arteri coroner
Tujuan : setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam
nyeri berkurang
Kriteria hasil :
1) Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi
skala nyeri 0-2 ( 0-7 ).
2) Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau
menurunkan nyeri.
3) Pasien tidak gelisah
Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
BAB IV
KESIMPULAN
Acute Coronary Syndrome (ACS) adalah suatu kejadian koroner dengan
mortalitas tinggi,perlu penanganan cepat, cermat, dan tepat baik diagnostik
maupun terapi noninvasif serta invasif.