Anda di halaman 1dari 11

UNIVERSITAS INDONESIA

PRAKTIKUM METALURGI PROSES


LAPORAN AKHIR

MODUL PENGECORAN

NORBERT EGAN CHRISTO PANTHOKO


1706986675
KELOMPOK 2

LABORATORIUM METALURGI PROSES


DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL
FAKULTAS TEKNIK

DEPOK
FEBRUARI 2020
MODUL III
PENGECORAN

A. Tujuan Percobaan

Setelah melakukan praktikum pengecoran ini, mahasiswa diharapkan dapat


mengetahui:

1. Memahami perancangan system saluran dan penambah yang sesuai dengan


dimensi logam yang akan dicor
2. Memahami cara pembuatan cetakan pasir yang sesuai dengan rancangan pola
yang ada
3. Memahami tahapan persiapan dan proses peleburan logam
4. Memahami cara penuangan logam cair ke dalam cetakan pasir yang telah dibuat
5. Memahami jenis-jenis cacat yang dapat terjadi pada logam serta cara
penanggulangannya
6. Memahami sifat logam hasil coran yang sesuai dengan komposisi paduan yang

B. Tabel Data Percobaan

Nama Produk Alumunium


Pola Belah (Kayu)
Jenis Pola Sprue: 1
Riser: 2
Komposisi Material Alumunium (Al A356)
Pasir Silika 5650 gram
RCS 2850 gram
Komposisi facing sand pasir cetak Bentonit 500 gram
Aditif (Molases) 500 gram
Air 500 gram
Total 10000 gram
Jenis Dapur Alumunium Melting Furnace
Temp. Tuang 800oC
Waktu Tuang 11,7 detik
Berat benda cor sebelum machining 2,2 Kg
Berat benda cor setelah machining 1,4 Kg
Yield 63,64 %
Casting Defects Misrun, gas porosity, sand inclusion
Tabel 1. Deskripsi hasil praktikum cor
C. Gambar Benda Cor
1. Hasil Solidworks

Gambar 1. Hasil Solidworks

2. Hasil Produk Cor


2.1 Sebelum dilakukan machining

Gambar 2 dan 3. Produk cor sebelum machining


2.2 Tampak atas (setelah machining)

Gambar 4. Produk cor setelah machining (tampak atas)


2.3 Tampak depan (setelah machining)

Gambar 5. Produk cor setelah machining (tampak depan)


2.4 Tampak samping (setelah machining)

Gambar 6 dan 7. Produk cor setelah machining (tampak samping)

D. Analisis
1. Analisis pembuatan pasir cetak
Proses pembuatan pasir cetak dimulai dengan menghitung komposisi masing-
masing berat dari material pengisi pasir cetak. Seluruh berat pencampuran pasir cetak
berjumlah 10 Kg. Pasir yang digunakan menggunakan jenis pasir silika, dengan
penambahan bentonite sebagai pengikat, serta menggunakan molases dan air, sebagai
perekat.
Dengan komposisi seperti diatas, ketika melakukan pembuatan cetakan pasir,
kelompok kami mengalami kesulitan saat membuka model pola kayu dari pasir cetak
yang sudah di ramming. Ketika pola berhasil dikeluarkan, pasir ada yang menyangkut
di tengah bentuk pola kayu, sehingga bentuk cetakan menjadi tidak sempurna. Hal ini
juga disebabkan oleh salah satunya karena desain pola kayu yang agak sempit pada
bagian tengah,, serta jarak yang kecil pada celah antara runner dengan part model,
sehingga ketika dikeluarkan, pasir ikut terangkat sehingga bentuk hancur.
Akibat dari efek pasir yang hancur ketika model pola kayu diangkat adalah, adanya
cacat yang terjadi pada produk hasil cor (dibahas di analisis cacat).

2. Analisis Gating system


Gating system yang baik adalah yang mampu mengalirkan logam cair dengain baik
untuk mengisi seluruh rongga cetakan pasir, sebelum terjadi solidifikasi. Dengan gating
system yang baik pula, maka dapat menghindari terjadinya turbulensi pada logam cair.
Turbulensi yang belebihan akan mengakibatkan adanya cacat pada produk hasil cor.
Bentuk gating system yang kelompok kami gunakan, merupakan gating system
dengan jumlah sprue 1, dan riser 2. Penempatan riser juga ditaruh pada bagian benda
yang tertebal. Kelompok kami memiliki bentuk riser dan sprue yang agak tipis, tetapi
dapat bdibentuk pola kayu dengan baik pula.
Letak kesalahan pembuatan gating system kelompok kami adalah jarak antara runner
dengan part seharusnya bisa saya dilebarkan, agar saat pengangkatan model tidak rusak
pasir cetaknya.

3. Analisis peleburan logam


Dalam proses peleburan logam Al, menggunakan ingot Al A356 yang merupakan
salah satu golongan logam yang ringan dan tahan korosi. Saat meleburkan Alumunium,
melalui tahapan proses fluxing, yaitu proses treatment kepada aluminium yang telah
dileburkan. Tujuan proses ini adalah melakukan restorasi terhadap oksida, membersihkan
gas-gas merugikan, serta mencegah terjadinya oksidasi pada permukaan aluminium pada proses
peleburan. Pada proses ini, flux dimasukkan ke dalam leburan aluminium, kemudian
diaduk. Setelah pengadukan , aluminium didiamkan selama beberapa waktu untuk
membiarkan slug terangkat ke atas permukaan aluminium dan seterusnya dapat
dibersihkan. faktor-faktor yang perlu dingat pada proses fluxing ini adalah,
 Jumlah flux yang dimasukkan harus sesuai dengan jumlah yang telah
ditentukan
 Pengadukan tidak dilakukan pada permukaan melainkan sampai ke dasar
 Pengadukan dilakukan sesuai dengan ketentuan waktu yang ada
 Diamkan aluminium setelah pengadukan selesai sesuai dengan ketentuan
waktu yang ada.

gambar 8. Ilustrasi proses fluxing


Dross adalah padatan yang mengambang pada logam cair. Hal ini terjadi saat
mencairnya logam atau paduan saat titik lebur terendahnya seperti pada timah, timbal,
seng atau aluminium, serta dengan oksidasi dari logam lain. Doss biasa terdiri dari
pengotor seperti sisa-sisa cat. padatan ini dengan mudah dapat dipisahkan sebelum
pencetakan logam karena mengpung di atas logam cair. Dengan timah dan timbal
memurnikan juga dapat dibuang dengan menambahkan natrium hidroksida pelet, yang
melarutkan oksida dan membentuk terak.
Dross, sebagai padatan, yang dibedakan dari terak, yang merupakan cairan. Produk
dross tidak semua menjadi limbah; dross aluminium, misalnya, dapat didaur ulang dan
digunakan dalam pembuatan baja sekunder untuk terak deoksidasi
Temperatur furnace yang digunakan untuk melebur Al adalah 800oC, dimana suhu
akan dipertahankan hingga suhu cairan logam mencapai 800oC juga. Tidak ada
perbedaan suhu antara logam cair dengan suhu furnace.

4. Analisis proses solidifikasi


Solidifikasi yang terjadi pada logam Alumunium merupakan proses transformasi
dari struktur non crystallographic dan crystallographic pada material logam dan
paduannya. Solidifikasi logam umumnya terbentuk dari suatu inti padatan (nuclei) yang
biasa disebut nucleation. Perbedaaan temperature ketika diturunkan menyebabkan
munculnya nuclei terjadi nucleation membentuk inti-inti baru sehingga mampu
menyebar proses pertumbuhan butirnya.
Gambar 9. a. pendinginan Al cepat. b. pendinginan Al lambat
Pembekuan yang terjadi akan mempengaruhi besar butir yang terbentuk dalam
mikrostruktur Alumunium. Pada mikrostruktur pembekuan cepat, logam Al paduan
A356 memiliki struktur dendrit halus dengan bentuk jaringan eutektik interdendritik.
Sedangkan pada pembekuan dengan laju pendinginan rendah, struktur yang
terbentuk adalah dendrit kasar dengan bentuk jaringan eutektik interdendritik tidak
kontinyu.
Ketika temperature penuangan semakin tinggi, dan waktu penuangan yang singkat,
maka persentase terjadinya shrinkage atau penyusutan semakin besar. Apabila waktu
penuangan yang terlalu lama, maka besar kemungkinan terjadinya solidifikasi dini
terhadap produk coran.

5. Analisis fasa yang mungkin terbentuk


Penelitian telah dilakukan pada sifat-sifat mekanis pada penuaan termal paduan Al-
Si-Mg antimon modifikasi-pasir yang dimodifikasi. Paduan yang dihasilkan adalah
larutan yang diberi perlakuan panas pada suhu 540oC / 1 jam kemudian dikenakan
perlakuan penuaan termal pada suhu 180oC selama 1-5 jam.
Ada sifat mekanik; Sifat tarik, kekerasan dan kekuatan dampak digunakan sebagai
kriteria. Dari hasil, sifat tarik dan kekerasan meningkat dengan perlakuan penuaan
termal. Sementara dampak energi dan perpanjangan menurun setelah penuaan. Sifat-
sifat tarik paduan Al-Si-Mg yang dimodifikasi antimon meningkat dengan waktu
penuaan dan bahwa struktur mikro menunjukkan spherodisasi serpihan silikon ke
struktur halus, yang menjelaskan sifat-sifat yang ditingkatkan.
Gambar 10. Diagram fasa Al-Si

6. Analisis paduan
Paduan pada Al 356 terdiri dari:
Element Si Cu Mg Mn Fe Zn Ni Ti Al
Wt. (%) 7,20 0,02 0,29 0,01 0,18 0,01 0,02 0,11 balance
Tabel 2. Komposisi paduan Al A356
Dengan paduan yang bermacam-macam, fluiditas logam Al dipengaruhi oleh jenis-jenis
paduan yang ada.
Dengan adanya besar paduan pada tabel diatas, didapatkan kemampuan mekanis dari
Al A356, yaitu:
0.2%. Proof Stress (N/mmº) 185
Tensile stress (N/mm_) 230
Elongation (%) 2
Impact - Brinell Hardness 75
Endurance Limit 56
Modulus of Elasticity 71
Shear strength 120

7. Analisis yield pada benda cor


Perhitungan Yield:
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑒𝑛𝑑𝑎 𝑐𝑜𝑟 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑎𝑐ℎ𝑖𝑛𝑖𝑛𝑔
𝑌𝑖𝑒𝑙𝑑 = ∗ 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑒𝑛𝑑𝑎 𝑐𝑜𝑟 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑚𝑎𝑐ℎ𝑖𝑛𝑖𝑛𝑔
1,4 𝑘𝑔
𝑌𝑖𝑒𝑙𝑑 = ∗ 100%
2,2 𝑘𝑔
𝒀𝒊𝒆𝒍𝒅 = 𝟔𝟑, 𝟔𝟑𝟔 %
Dengan persentase yield sebesar 63,64%, masih tergolong bagus karena masih
terhitung menguntungkan dalam proses pembuatan part model. Tetapi masih dapat
diperbaiki lagi dalam proses mendesain gating system agar dapat dimaksimalkan
persentase yieldnya.

8. Analisis hasil cacat yang terbentuk pada benda cor


Cacat yang terjadi pada benda cor terbagi menjadi 3, yaitu gas porosity, sand
inclusion, dan misrun. Gas porosity terjadi karena adanya gas yang terjebak ketika
proses solidifikasi berlangsung.
Sand inclusion terjadi karena pasir cetak yang ikut terbawa dan hancur ketika logam
cair memasuki rongga pasir cetak. Inclusion ini terjadi menyebabkan adanya pasir
didalam benda cor yang menyebabkan permukaan benda cor bolong-bolong dan tidak
rata.
Cacat terakhir adalah misrun. Misrun dapat terjadi ketika logam cair tidak dapat
memasuki rongga hingga mengisi seluruh rongga, yang artinya masih ada rongga yang
tidak terisi oleh logam cair. Hal ini disebabkan karena desain sprue dan runner serta
ingate tidak dapat memompa logam cair hingga ke ujung rongga cetak.

Gambar 11. Cacat pada dasar benda cor


E. Kesimpulan
1. Pemilihan desain model harus diperhatikan agar tidak ada celah sempit yang

menyebabkan terjadinya pasir cetak yang sudah di ramming mengeras di celah-


celahnya.
2. Memperbaiki gating system pada part model untuk menghindari adanya celah-
celah kecil yang menyulitkan dalam proses pencabutan model dari pasir cetak
3. Memperbaiki komposisi pasir cetak agar lebih kuat dalam proses pencabutan
model kayu dari cetakan
4. Pemillihan pasir yang bagus dalam proses pembuatan pasir cetak
5. Mengecilkan atau mengoptimalkan gating system agar persentase yield dapat
ditingkatkan
6. Suhu tuang dan waktu penuangan diperhatikan pada titik optimum agar tidak
terjadi banyak shrinkage pada produk benda cor

E. Referensi
1. Asisten Laboratorium Metalurgi Proses, 2020, Modul Praktikum Metallurgy
Processing 2020, Departemen Teknik Metalurgi dan Material Fakultas Teknik
Universitas Indonesia, Depok
2. Suharno, Bambang. 2015. Bahan Kuliah Pengecoran Logam 2019.
Departemen Teknik Metalurgi dan Material Fakultas Teknik Universitas
Indonesia, Depok.
3. ASM Handbook. Volume 15.
4. Surdia, T. dan Kenji Chijiiwa. Teknik Pengecoran
5. Logam. Jakarta: PT. Prandnya Paramita. 1986.
6. Campbell, J. S. Principles of Manufacturing Materials and Processes. New
Delhi: Tata McGraw-Hill Publishing Co. Ltd. 1981.
7. Abdulwahab, Malik & Madugu, I.A. & Asuke, Ferdinand & Fayomi, Ojo
Sunday Isaac & Ayeni, Afolabi. (2013). Effect of thermal ageing treatment on
the mechanical properties of antimony-modified A356.0-type Al-Si-Mg alloy.
Journal of Materials and Environmental Science. 4. 87-92.
8. https://ardra.biz/sain-teknologi/metalurgi/besi-baja-iron-steel/pengujian-
pengamatan-metalografi/metalografi-struktur-mikro-solidifikasi-pembekuan-
alumunium-paduan/ (diakses 4 Maret 2020)
9. https://www.scribd.com/doc/68146677/Proses-Solidifikasi-Pada-Pengecoran-
Aluminium (diakses 4 Maret 2020)
10. Z. MIŠKOVIĆ, I. BOBIĆ, S. TRIPKOVIĆ, A. RAC, A. VENCL. (2006). The
Structure and Mechanical Properties of an Aluminium A356 Alloy Base Composite
With Al2O3 Particle Additions. Tribology in industry, Volume 28, No. 3&4.
11. Arino Anzip dan Suhariyanto. Peningkatan Sifat Mekanik Paduan Aluminium
A356.2 dengan Penambahan Manganese (Mn) dan Perlakuan Panas T6. Fakultas
Teknologi Industri, ITS.
12. https://ahead4-hadleigh-castings.s3.eu-west-
2.amazonaws.com/content/9be6417437c62c701d950454bd4d7756.pdf

Anda mungkin juga menyukai